HASIL DAN PEMBAHASAN. Asupan Makanan dan Minuman

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Secara global, prevalensi penderita diabetes melitus di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. hiperglikemia akibat gangguan sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSES SINTESIS ASAM LEMAK (LIPOGENESIS)

METODOLOGI Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Ekstrak Teh Hijau Hewan coba

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

Kilomikron dirakit dalam sel mukosa usus dan membawa triasilgliserol makanan, kolesterol, vitamin yang larut dalam lemak, dan Choles - ester teryl

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB VI PEMBAHASAN. Distribusi jenis kelamin pada penelitian ini laki-laki lebih banyak daripada

BAB 1 PENDAHULUAN. kelainan pada sekresi insulin, kerja insulin atau bahkan keduanya. Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan data WHO di dalam mortality country fact sheet menunjukkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB I PENDAHULUAN. 1,5 juta kasus kematian disebabkan langsung oleh diabetes pada tahun 2012.

LIPOPROTEIN. Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR. Ana Andriana 1

BAB VI PEMBAHASAN. Kadar trigliserida dan kolesterol VLDL pada kelompok kontrol

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Prevalensi Sindrom Metabolik yang Semakin Meningkat. mengidentifikasi sekumpulan kelainan metabolik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM METABOLISME II EFEK SUSU KEDELAI TERHADAP PENURUNAN KADAR TRIGLISERIDA DARAH

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Metabolisme lipid. Metabolisme lipoprotein plasma Metabolisme kolesterol

BAB I PENDAHULUAN UKDW. HDL. Pada tahun 2013, penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk meningkatkan kemampuan jantung dan paru-paru serta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pendahuluan kebutuhan energi basal bertahan hidup Lemak sumber energi tertinggi asam lemak esensial Makanan mengandung lemak Pencernaan

Sumber asam lemak Lemak dalam makanan (eksogen) Sintesis de novo dari asetil KoA berasal dari KH / asam amino (endogen)

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan metabolisme dalam tubuh. Kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

RINGKASAN. melalui proses yang kompleks, melibatkan faktor genetik, faktor lingkungan dan

BAB 2. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah (Ruan, et al., 2013). Hiperglikemia tidak hanya meningkatkan resiko

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.1 Pengertian 1.2 Etiologi dan Faktor Resiko 1.3 Patofisiologi Jalur transport lipid dan tempat kerja obat

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

Sintesis, pengangkutan ekskresi kolesterol

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rokok merupakan gulungan tembakau yang dirajang dan diberi cengkeh

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut menunjukan bahwa ayam lokal mempunyai potensi yang baik untuk

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 : PEMBAHASAN. 1.1 Hubungan Hiperurisemia Dengan Kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kecamatan Pauh Kota Padang tahun 2016

PERBAIKAN KADAR LIPID DARAH PADA MENCIT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian R. Mia Ersa Puspa Endah, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Proses penuaan bukan suatu

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya telah mengalami perubahan dari basis pertanian menjadi

Pencernaan, penyerapan dan transpot lemak -oksidasi asam lemak

Mitos dan Fakta Kolesterol

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular saat ini merupakan penyebab utama kematian di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. volume darah dan elastisitas pembuluh darah (Gunawan,Lany, 2007).

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Prevalensi DM global pada tahun 2012 adalah 371 juta dan

I. PENDAHULUAN. masalah utama dalam dunia kesehatan di Indonesia. Menurut American. Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus merupakan suatu

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. proses penuaan dan meningkatkan kualitas hidup. Proses menjadi tua memang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. serat. Kurangnya aktivitas fisik dan mengkonsumsi makanan tinggi lemak termasuk

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya peningkatan akumulasi lemak tubuh yang disebabkan oleh asupan kalori

Transkripsi:

20 HASIL DAN PEMBAHASAN Asupan Makanan dan Minuman Kelompok yang mendapat teh hijau, baik TLT mau pun TLTA secara kualitatif mengkonsumsi lebih sedikit makanan yang diberikan dibanding kelompok S dan TL. Hal ini dilihat dari banyaknya sisa makanan yang diberikan, yakni kelompok TLT dan TLTA lebih banyak menyisakan makanan dibanding kelompok S dan TL yang hampir selalu menghabiskan atau menyisakan hanya sedikit makanan. Keempat kelompok minum dalam jumlah yang kurang lebih sama, yakni antara 15-20 ml air putih, teh hijau atau teh hijau kondisi asam yang dihitung dengan mengurangi besar volume air yang diberikan setiap hari, yakni 25 ml dengan sisa minum yang terdapat dalam botol (Lampiran 8). Antar keempat kelompok tidak terdapat perbedaan asupan minuman yang signifikan. Pada 3-4 hari pertama perlakuan, kelompok TL dan TLTA mengkonsumsi lebih sedikit air teh hijau atau teh hijau kondisi asam. Hal ini diperkirakan karena rasa teh yang pahit, sehingga memerlukan waktu bagi tikus untuk menyesuaikan diri. Pengaruh Pemberian Diet Tinggi Lemak Untuk mempelajari kelainan terkait sindroma metabolik, umumnya digunakan tikus atau mencit dengan pertimbangan bahwa mereka cepat meningkat berat badannya bila diberi diet tinggi lemak dan juga mengalami faktor-faktor resiko terkait sindroma metabolik (Gajda 2007). Terdapat berbagai jenis diet tinggi lemak untuk rodensia yang tersedia, namun tidak semuanya sama terkait perbedaan kadar dan sumber lemak yang digunakan. Misalnya, dengan nilai kandungan lemak yang sama, roden yang mendapat minyak ikan lebih sedikit mengalami kenaikan bobot badan, peningkatan kadar trigliserida, dan lebih sensitif terhadap insulin dibanding dengan yang mendapat asam lemak jenuh (Buettner et al. 2006). Kebanyakan roden akan mengalami obesitas bila diberi diet tinggi lemak, namun bisa jadi berbeda responnya dalam hal toleransi glukosa dan resistensi insulin, tergantung strain dan jenis kelamin (Levin et al. 1997). 20

21 Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa kelompok tikus yang mendapat diet tinggi lemak (TL) memiliki bobot badan dan penambahan bobot badan yang lebih besar, memiliki bobot lemak viseral yang lebih tinggi (Gambar 9), kadar gula darah puasa yang lebih tinggi, tekanan darah yang lebih tinggi, kadar trigliserida plasma yang lebih tinggi serta kadar kolesterol HDL yang lebih rendah dibandingkan kelompok dengan diet standar (S). Dengan demikian, pemberian diet tinggi lemak dalam penelitian ini memicu kelainan terkait sindroma metabolik pada tikus percobaan. (a) (b) Gambar 9 Akumulasi Lemak Viseral pada Tikus yang mendapat Diet Standar (a) dan Diet Tinggi Lemak (b) selama 10 minggu Pengaruh Teh Hijau dan Teh Hijau kondisi Asam terhadap Kelainan terkait Sindroma Metabolik Bobot Badan dan Bobot Lemak Viseral Berat badan merupakan jumlah dari berat tulang, otot, organ-organ, cairan tubuh dan jaringan adiposa. Komponen-komponen ini secara normal dapat berubah sebagai refleksi dari pertumbuhan, status reproduksi, variasi tingkat aktivitas dan penuaan. Pengaturan berat badan melibatkan sistem yang kompleks dari persarafan, hormonal, dan mekanisme kimiawi yang menyeimbangkan antara masukan dan pemakaian energi. Tikus yang digunakan pada penelitian ini berusia 8 minggu pada awal perlakuan, di mana masa ini masih merupakan masa pertumbuhan. Pada usia sekitar 15 minggu tikus jenis Sprague Dawley ini akan mencapai berat badan

22 maksimalnya. Berdasarkan data dari Laboratorium Charles River 2006 tentang berat badan normal tikus jenis Sprague Dawley, berat tikus betina usia 8 minggu adalah sekitar 200 g, sedangkan usia lebih dari 15 minggu adalah sekitar 275 g. Tikus yang digunakan dalam penelitian ini, meskipun juga jenis Sprague Dawley, memiliki berat badan yang lebih kecil baik pada usia 8 minggu mau pun di atas 15 minggu pada semua kelompok. Hal ini kemungkinan disebabkan tikus-tikus ini bukan lagi merupakan jenis Sprague Dawley murni. Jenis betina tidak tumbuh sebesar jantan dan hal ini menjadi alasan digunakannya jenis ini dalam penelitian, yakni diharapkan peningkatan bobot badan yang diperoleh, selain karena pertumbuhan, adalah karena terbentuknya jaringan lemak sebagai hasil dari perlakuan yang diberikan. Tabel 4 menunjukkan bahwa kelompok tikus dengan diet tinggi lemak (TL) memiliki bobot badan, penambahan bobot badan, serta proporsi lemak viseral yang lebih besar dibandingkan kelompok dengan diet standar (S). Hal ini sesuai dengan yang diharapkan. Diet yang diberikan memiliki kandungan kalori dan lemak yang tinggi. Lebih besarnya asupan kalori dibandingkan pengunaannya akan menyebabkan meningkatnya cadangan energi dan terakumulasinya lemak dalam jaringan adiposa. Sumber lemak yang digunakan dalam penelitian ini adalah lemak kambing yang dipanaskan terlebih dahulu, sehingga diduga memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi. Asam lemak jenuh diketahui meningkatkan pembentukan lemak viseral dan lemak ektopik dalam jaringan hati dan otot (Bays 2002). Pola distribusi lemak merupakan prediktor penting dari sensitifitas terhadap insulin di mana individu dengan akumulasi lemak di bagian tubuh atas akan lebih resisten terhadap insulin, hiperinsulinemik, dan dislipidemia dibanding individu dengan akumulasi lemak di bagian tubuh bawah (ginekoid). Hal ini disebabkan aksi lipolitik dari sel-sel lemak viseral yang meningkat yang meningkatkan pula pengiriman asam lemak bebas ke sirkulasi portal dan sistemik. Sel-sel lemak viseral memproduksi banyak adipositokin yang memicu inflamasi (resistin, TNF a, IL-6, PAI-1, dll) dan sedikit adipositokin yang mensensitisasi insulin.

23 Tabel 4 Pengaruh Teh Hijau Kondisi Asam terhadap Bobot Badan, Kenaikan Bobot Badan, Bobot Lemak Viseral dan Kadar Gula Darah Puasa Tikus Sprague Dawley dengan Kelainan Terkait Sindroma Metabolik yang Diinduksi Diet Tinggi Lemak selama 10 minggu Parameter Kelompok Perlakuan S TL TLT TLTA Bobot badan minggu ke-0 (gram) 71.2 ± 1.58 a 73.2 ± 1.32 a 72.8 ± 1.67 a 72.4 ± 1.14 a Bobot badan minggu ke-10 (gram) 150.8± 16.6 a 182.8 ± 25.5 b 170.1± 24.7 b 172.2± 21.6 b Kenaikan bobot badan (gram) 77.78± 6.015 a 112.3 ±7.64 b 97.8 ± 6.60 c 100.37± 6.46 c Bobot lemak viseral (g/100g BB) 3.43 ± 0.13 a 4.38 ± 0.25 b 3.85 ± 0.42 c 3.95 ±0.12 c Kadar gula darah puasa (mg/dl) 85.2 ± 2.95 a 103.4 ± 2.96 b 112.4 ± 6.54 b 115.6 ± 5.41 b Ket: S: diet standar TL: diet tinggi lemak TLT: diet tinggi lemak + teh hijau TLTA:diet tinggi lemak + teh hijau asam (ph 4) Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa kelompok TLT dan TLTA pada akhir perlakuan memiliki bobot badan dan mengalami kenaikan bobot badan yang lebih sedikit dari kelompok TL, yakni sebesar rata-rata 11,77%. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok TLT dan TLTA dalam kedua parameter tersebut (Tabel 4). Walau pun tidak terdapat perbedaan bobot badan yang signifikan antara kelompok TL, TLT dan TLTA pada akhir perlakuan, namun terdapat perbedaan penambahan bobot badan yang signifikan antara kelompok TL dengan kelompok TLT dan TLTA. Seperti halnya bobot badan, kelompok TLT dan TLTA memiliki bobot lemak viseral yang lebih kecil dibanding kelompok TL dan tidak ada perbedaan nyata antar keduanya (Tabel 4). Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak teh hijau dan teh hijau asam menurunkan perolehan bobot badan dan pembentukan lemak viseral pada tikus yang diberi diet tinggi lemak, tanpa perbedaan yang signifikan antara keduanya..

24 BOBOT BADAN (GRAM 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 MINGGU KE- S TL TLT TLTA Gambar 10 Rata-rata bobot badan tikus selama 10 minggu perlakuan dengan diet standar (S), diet tinggi lemak (TL), diet tinggi lemak ditambah teh hijau (TLT) dan teh hijau kondisi asam (TLTA). Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa teh hijau memiliki efek menurunkan bobot badan dan menghambat terbentuknya lemak viseral melalui efek termogenesis, peningkatan oksidasi lemak, penghambatan biosintesis asam lemak dan penghambatan diferensiasi adiposit (Dulloo et al. 1999; Kao et al.2000). Dulloo et al. 1999 melaporkan bahwa ekstrak teh menstimulasi laju respirasi jaringan lemak coklat in vitro. Selanjutnya Furuyashiki et al. 2004 melaporkan bahwa EGCG dalam teh hijau mengurangi akumulasi trigliserida total dari preadiposit murin 3T3-L1 selama diferensiasinya menjadi adiposit. EGCG juga dilaporkan memiliki efek inhibisi pada aktivitas asetil koa karboksilase, suatu ensim penentu pada jalur biosintesis asam lemak. Lebih sedikitnya perolehan berat badan pada tikus kelompok TLT dan TLTA dibanding kelompok TL mungkin juga disebabkan karena lebih sedikitnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Kao et al. 2000 melaporkan bahwa tikus Sprague Dawley jantan yang diberi EGCG per oral mengkonsumsi 15% lebih sedikit makanan dibandingkan kelompok kontrol. Penyebab penurunan nafsu makan ini belum diketahui. Dalam penelitian berikut ini tidak dilakukan

25 pengukuran terhadap jumlah makanan yang dikonsumsi tikus namun dapat dilaporkan bahwa dari 20 g makanan yang diberikan setiap hari pada setiap tikus, kelompok yang tidak mendapat teh hijau (kelompok S dan TL) hampir selalu menghabiskan atau menyisakan hanya sedikit makanan dibandingkan kelompok yang mendapat teh hijau (TLT dan TLTA). Dengan demikian, dalam kaitannya dengan efek pengurangan bobot badan dan pembentukan lemak viseral, pengaruh dari teh hijau diduga tidak berhubungan dengan keasaman teh mau pun aktivitasnya sebagai antioksidan. Kadar Glukosa Darah Puasa Ketika glukosa memasuki aliran darah dari usus halus setelah memakan makanan kaya karbohidrat, peningkatan kadar gula darah yang dihasilkan akan meningkatkan sekresi insulin. Sekresi insulin oleh pankreas sebagian besar diatur oleh kadar gula darah yang mensuplai pankreas. Ketika kadar gula darah meningkat, transporter GLUT2 membawa glukosa masuk ke dalam sel di mana ia segera diubah menjadi glukosa 6 fosfat oleh heksokinase IV dan memasuki glikolisis. Peningkatan katabolisme glukosa meningkatkan konsentrasi ATP dan menyebabkan penutupan K channel di membran plasma. Penurunan efflux K mendepolarisasi membran, dan membuka channel Ca2 + yang sensitif terhadap voltase di membran plasma. Influks Ca2 + memicu pelepasan insulin oleh proses eksositosis. Insulin menurunkan kadar glukosa darah dengan merangsang pemasukan glukosa ke dalam jaringan. Penurunan kadar glukosa darah akan dideteksi oleh sel B sebagai hilangnya fluks melalui reaksi heksokinase. Regulasi feedback ini menjaga konsentrasi glukosa darah tetap konstan walau pun terdapat fluktuasi dalam intik makanan (Nelson et al. 2005). Peningkatan kadar glukosa darah puasa menunjukkan adanya gangguan dalam toleransi glukosa yang mengambarkan resistensi akan aksi insulin. Resistensi insulin akan menyebabkan tidak dapat masuknya glukosa ke dalam sel dan meningkatnya produksi glukosa hepatik yang akan memperparah keadaan hiperglikemia. Gambar 11 memperlihatkan pengaruh perlakuan terhadap kadar glukosa darah puasa tikus. Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa kelompok TL, TLT dan

26 TLTA memiliki kadar glukosa darah yang secara signifikan lebih tinggi dari kelompok S. Namun demikian, kadar glukosa darah semua kelompok masih dalam batasan normal untuk tikus Sprague Dawley, yakni 92-152 mg/dl (Giknis et al. 2006). Sridhar 2007 melaporkan hal yang sama, yakni terdapat peningkatan kadar glukosa darah yang signifikan akibat pemberian diet tinggi lemak, yang masih berkisar dalam batasan normal. Berdasarkan hal tersebut, ia menyatakan bahwa terdapat gangguan toleransi glukosa pada tikus kelompok diet tinggi lemak tersebut. Axen et al. 2006 melaporkan bahwa pemberian diet tinggi lemak pada tikus Sprague Dawley tidak menyebabkan perbedaan kadar gula darah puasa yang signifikan dibanding diet standar. Namun, pada pengukuran respon glukosa setelah loading glukosa 10, 20, dan 75 menit didapat adanya gangguan toleransi glukosa. Dalam penelitian ini tidak dilakukan uji toleransi glukosa sehingga belum dapat ditentukan bahwa pemberian diet tinggi lemak dalam penelitian ini menyebabkan timbulnya gangguan toleransi glukosa. 140 kadar glukosa darah (mg/dl) 120 100 80 60 40 20 0 S TL TLT TLTA Gambar 11 Rata-rata kadar glukosa darah puasa tikus selama 10 minggu perlakuan dengan diet standar (S), diet tinggi lemak (TL), diet tinggi lemak ditambah teh hijau (TLT) dan teh hijau kondisi asam (TLTA) Pemberian diet tinggi lemak diharapkan akan mengakibatkan peningkatan kadar gula darah puasa yang disebabkan terjadinya resistensi terhadap aksi insulin. Peningkatan kadar glukosa darah pada keadaan normal akan merangsang sel beta untuk mensekresikan insulin yang akan menyebabkan masuknya glukosa ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi, menghambat lipolisis, dan menekan produksi glukosa oleh hati. Dengan terjadinya resistensi insulin, sel tidak mampu merespon peningkatan kadar gula darah sehingga kadarnya akan tetap meninggi.

27 Dari penelitian ini didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar gula darah puasa kelompok TLT dan TLTA dengan kelompok TL. Hal yang berbeda didapatkan pada penelitian-penelitian sebelumnya, yakni ekstrak teh hijau mau pun katekin akan menurunkan atau mencegah kenaikan kadar gula darah puasa pada tikus jenis Wistar dan Sprague Dawley yang diberi diet tinggi lemak (Anderson, 2005; Wu et al., 2004; Ashida et al. 2004). Hal tersebut dijelaskan antara lain karena katekin bersifat insulinomimetik. Law et al 2002 melaporkan bahwa EGCG pada teh hijau meningkatkan fosforilasi tirosin dari reseptor insulin dan IRS-1 dan mengurangi ekspresi gen PEP karboksilase. EGCG juga menyerupai insulin dengan meningkatkan fosfoinositida 3 kinase, mitogen-activated protein kinase dan aktivitas p70. Selain itu, efek ini juga dijelaskan melalui regulasi gen yang mengkode enzim-enzim glukoneogenik dan fosforilasi tirosin. Valsa et al.1997 melaporkan bahwa efek penurunan glukosa darah oleh katekin dipengaruhi oleh dosis, di mana pada dosis di atas 100 mg/kg, katekin tidak lagi memberikan efek. Penyebab mengapa hal ini terjadi masih belum jelas. Dalam penelitian ini, dosis katekin yang diberikan diperkirakan sekitar 200-250 mg/kgbb. Besarnya dosis mungkin menjadi penyebab tidak terlihatnya efek penurunan kadar glukosa darah pada penelitian ini. Igarashi 2007 melaporkan adanya penurunan kadar glukosa darah pada tikus GK yang merupakan model diabetes tipe2 dengan pemberian katekin sampai pada minggu ke-7, namun efek tersebut hilang pada minggu ke-10. Igarashi menjelaskan kemungkinan tidak terjadinya penurunan kadar glukosa oleh teh hijau adalah karena pengaruh penuaan (aging) dari tikus di mana pada masa ini resistensi insulin yang terjadi sudah cukup berat. Dalam penelitian ini, pemberian diet tinggi lemak belum dapat ditentukan apaka telah menyebabkan terjadinya gangguan dalam toleransi glukosa atau tidak, sehingga belum dapat ditentukan pula apakah teh hijau mau pun teh hijau kondisi asam efektif dalam menurunkan kadar gula darah puasa.

28 Tekanan Darah Tekanan darah adalah dorongan hidrolik darah terhadap dinding pembuluh darah. Tekanan darah terutama ditentukan oleh curah jantung, resistensi perifer total dan volume darah. Saat ventrikel kiri berkontraksi, darah dipompa ke dalam sistem arterial. Hal ini mendorong maju darah yang sebelumnya telah berada dalam arteri. Setiap kali jantung berdetak, terjadi peningkatan tekanan yang disebabkan oleh desakan darah terhadap dinding pembuluh darah. Tekanan tertinggi disebut sebagai tekanan sistolik. Pada manusia, nilai normalnya adalah sekitar 120 mmhg. Saat jantung berelaksasi, dinding elastis arteri kembali dan darah mengalir memasuki kapiler. Pada saat demikian, tekanan menurun sampai kontraksi ventrikular berikutnya. Tekanan terendah disebut sebagai tekanan diastolik. Pada manusia, nilai normalnya sekitar 80 mmhg. Tekanan darah tinggi atau hipertensi dapat terjadi sebagai akibat dari gangguan pada ginjal (hipertensi renal) atau karena sebab yang belum diketahui (hipertensi esensial atau idiopatik). Hipertensi dikaitkan dengan perubahan pada struktur intima pembuluh darah dan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak (stroke). Pada tikus Sprague Dawley, nilai tekanan darah bervariasi menurut usia dan memiliki kisaran yang cukup besar. Dobrian et al. 2001 melaporkan nilainya pada tikus dewasa normal adalah sekitar 135 mm Hg. Belum terdapat data mengenai nilai normal tekanan darah pada tikus Sprague Dawley di Indonesia, namun diduga nilainya lebih kecil. Telah jelas bahwa terdapat korelasi yang kuat antara insiden tekanan darah tinggi atau hipertensi dengan obesitas abdominal. Dobrian et al. 2001 menunjukkan bahwa pada model tikus yang obesitas dengan induksi diet, yang biasa digunakan untuk mempelajari hipertensi, terdapat gambaran pada jantung dan ginjal yang sangat serupa dengan yang ditemukan pada manusia. Terdapat peningkatan ketebalan dinding aorta sebesar 30% pada tikus obes dibandingkan dengan kontrol, terdapat pengaktifan sistem renin-angiotensin, dan glomerulosklerosis ringan. Perubahan-perubahan fisiologis dan struktural ini juga terdapat pada manusia.

29 160 tekanan darah (mmhg) 140 120 100 80 60 40 20 0 S TL TLT TLTA Gambar 12 Rata-rata tekanan darah puasa tikus selama 10 minggu perlakuan dengan diet standar (S), diet tinggi lemak (TL), diet tinggi lemak ditambah teh hijau (TLT) dan teh hijau kondisi asam (TLTA) Pada Gambar 12 dapat dilihat bahwa kelompok TL mengalami peningkatan tekanan darah dibanding kelompok S. Hal ini sesuai dengan yang diharapkan. Akumulasi lemak terutama lemak viseral seperti pada tikus kelompok TL pada penelitian ini diduga menyebabkan peningkatan cekaman oksidatif. Keadaan dengan cekaman oksidatif ini berkaitan dengan pengaturan tekanan darah pada studi-studi yang menggunakan model hewan hipertensi seperti tikus. Haas et al. 1999 dan Reckelhoff et al. 2000 melaporkan bahwa pemberian angiotensin II mampu menimbulkan cekaman oksidatif pada babi dan tikus yang pada gilirannya akan menginduksi peningkatan tekanan darah. Peningkatan superoksida pada kasus hipertensi memiliki impak pada produksi dan bioavailabilitas dari NO vaskular endogen. Kemampuan NO untuk berinteraksi secara cepat dengan superoksida yang menghasilkan peroksinitrit mungkin merupakan penyebab terganggunya relaksasi endotel pada tikus setelah peningkatan tekanan darah pada percobaan atau pada pasien hipertensi (Dobrian 2001). Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa kelompok TLT mengalami peningkatan tekanan darah yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok TL dan TLTA (116.2 vs 138.2 dan 141.6 mmhg) sedangkan tidak terdapat beda nyata antara nilai kelompok TL dan TLTA (p>0.05).

30 Dengan demikian, ditunjukkan bahwa pemberian ekstrak teh hijau menurunkan peningkatan tekanan darah yang disebabkan diet tinggi lemak pada tikus Sprague Dawley yakni sebesar 15,91 %, sedangkan ekstrak teh hijau kondisi asam tidak. Tabel 5 Pengaruh Teh Hijau Kondisi Asam Terhadap Tekanan Darah Sistolik, Kadar Trigliserida dan Kolesterol HDL Serum Tikus Sprague Dawley dengan Kelainan Terkait Sindroma Metabolik yang Diinduksi Diet Tinggi Lemak selama 10 minggu Parameter Kelompok Perlakuan S TL TLT TLTA Tekanan darah sistolik (mmhg) 88.6 ± 8.93 a 138.2 ± 3.42 b 116.2 ± 11.92 c 141.6 ± 8.96 b Kadar trigliserida (mg/dl) 72.09 ± 19.40 a 184.8 ± 20.28 b 121.38 ± 8.43 c 86.80 ± 16.30 d Kadar kolesterol HDL (mg/dl) 65.29 ± 2.47 a 49.06 ± 0.6 b 54.96 ± 2.14 c 54.20 ± 0.75 c Ket: S: diet standar TL: diet tinggi lemak TLT: diet tinggi lemak + teh hijau TLTA:diet tinggi lemak + teh hijau asam (ph 4) Nilai rata-rata yang diikuti huruf yang berbeda dalam baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0.05) Aktivitas antioksitif katekin yang banyak terkandung dalam teh hijau diketahui dipengaruhi oleh ph dan keberadaan ion-ion tertentu. Kumamoto 2001 melaporkan bahwa pada ph 6-12, katekin memiliki aktivitas antioksidatif tinggi sementara pada ph kurang dari 5 dan lebih dari 12 aktivitasnya menurun tajam. Dari penelitian ini didapatkan bahwa kelompok TLTA mengalami peningkatan tekanan darah seperti yang terjadi pada kelompok TL, dan secara signifikan lebih tinggi dibanding kelompok TLT. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak teh hijau kondisi asam tidak memiliki efek perlindungan terhadap peningkatan tekanan darah seperti yang ditunjukkan ekstrak teh hijau dan kemungkinan disebabkan karena aktivitas antioksidatifnya telah berkurang karena pengaruh keasaman larutan.

31 Kadar Trigliserida dan Kolesterol HDL serum Trigliserida adalah komponen utama dari VLDL (very low density lipoprotein) dan kilomikron dan memegang peranan penting dalam metabolisme sebagai sumber energi dan alat transportasi lemak dalam diet. Di dalam usus halus, trigliserida dipecah menjadi gliserol dan asam lemak yang lalu masuk ke dalam sel yang melapisi dinding usus. Trigliserida dibentuk kembali di dalam enterosit dari fragmen-fragmennya dan dikemas bersama dengan kolesterol dan protein untuk membentuk kilomikron. Kemudian kilomikron ini diekskresikan oleh sel dan dikumpulkan oleh sistem limfe dan dibawa menuju pembuluh darah besar dekat jantung sebelum masuk ke aliran darah. Berbagai jaringan mampu menangkap kilomikron, dan melepas trigliserida untuk digunakan sebagai sumber energi. Dalam tubuh manusia, meningkatnya kadar trigliserida darah dikaitkan dengan aterosklerosis dan resiko penyakit jantung dan stroke. HDL (High Density Lipoprotein) disintesis di hati atau usus halus sebagai partikel yang kaya protein. HDL yang baru dibentuk hampir tanpa kolesterol dan ester kolesteril. Apoprotein utama HDL adalah apo A-I, apo C-I, apo C-II dan apo-e. HDL diubah menjadi partikel lipoprotein melalui akumulasi ester kolesteril. Akumulasi ini mengubah HDL menjadi HDL 2 dan HDL 3. Kolesterol bebas yang terdapat pada sisa kilomikron dan sisa VLDL dapat diesterifikasi melalui aksi enzim terkait HDL, lechitin cholestrol acyltransferase (LCAT). HDL yang sudah kaya akan kolesterol akan kembali ke hati, dan diendositosis. Ester kolesterol pada HDL dapat ditransfer ke VLDL dan LDL dengan enzim cholesterol ester transfer protein (CETP). Gambar 13 dan 14 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL pada tikus kelompok TL dibandingkan dengan kelompok S. Kedua hal tersebut menunjukkan adanya dislipidemia yang termasuk parameter dari sindroma metabolik.

32 kadar trigliserida serum (mg/dl) 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 S TL TLT TLTA Gambar 13 Rata-rata kadar trigliserida serum tikus selama 10 minggu perlakuan dengan diet standar (S), diet tinggi lemak (TL), diet tinggi lemak ditambah teh hijau (TLT) dan teh hijau kondisi asam (TLTA) 70 kadar kolesterol HDL (mg/dl) 60 50 40 30 20 10 0 S TL TLT TLTA Gambar 14 Rata-rata kadar kolesterol HDL serum tikus selama 10 minggu perlakuan dengan diet standar (S), diet tinggi lemak (TL), diet tinggi lemak ditambah teh hijau (TLT) dan teh hijau kondisi asam (TLTA) Dislipidemia yang terjadi pada sindroma metabolik ditandai oleh peningkatan kadar trigliserida, penurunan kadar kolesterol HDL dan partikel small dense LDL, dan kadar kolesterol LDL yang normal atau sedikit meningkat. Resistensi terhadap aksi insulin akan mempengaruhi pembentukan dan sekresi VLDL, apo B dan trigliserida. Secara spesifik, resistensi insulin akan meningkatkan pembentukan dan sekresi VLDL sehingga meningkatkan kadar

33 trigliserida darah. Hal ini selanjutnya akan menurunkan kadar kolesterol HDL. Dasar dari interaksi antara resitensi insulin dengan sekresi VLDL adalah regulasi post translasional apo B. Apo B yang baru disintesis akan dihancurkan sebelum disekresikan. Ketika kadar lemak dalam sel hati meningkat, penghancuran ini dihambat dan apo B akan berikatan dengan ligannya, yakni trigliserida, membentuk VLDL dan disekresikan. Sumber trigliserida untuk VLDL adalah aliran asam lemak dari jaringan adiposa ke hati, pengambilan sisa VLDL dan kilomikron oleh hati dan lipogenesis de novo. Transfer kolesteril ester dari HDL ke VLDL oleh aksi cholesteryl ester transfer protein yang terjadi pada resistensi insulin menyebabkan penurunan kadar kolesterol HDL darah. Meningkatnya aktivitas lipase hepatik pada keadaan resistensi insulin juga akan meningkatkan hidrolisis trigliserida dan pembentukan HDL yang kecil. Tabel 5 menunjukkan bahwa terdapat peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar kolesterol HDL pada tikus kelompok TL dibandingkan dengan kelompok S. Kedua hal ini menunjukkan adanya dislipidemia pada tikus percobaan sebagai akibat dari diet tinggi lemak. Kelompok TLT memiliki kadar trigliserida yang secara signifikan lebih rendah dari kelompok TL, namun kelompok TLTA memiliki kadar yang lebih rendah lagi, meskipun tidak mencapai nilai kelompok S. Dari hasil tersebut diperlihatkan bahwa pemberian teh hijau menurunkan kadar trigliserida sebesar 34,32 %, sedangkan teh hijau kondisi asam lebih menurunkannya, yakni sebesar 53,03 %. Dalam penelitian-penelitian terdahulu, dilaporkan bahwa katekin menurunkan kadar trigliserida plasma dengan menghambat lipase lambung dan pankreas, menghambat proses emulsifikasi di duodenum dan meningkatkan akumulasi trigliserida di dalam sitosol (Suzuki 2005). Sejauh ini belum ada laporan yang menjelaskan bahwa efek ini berkaitan dengan aktivitas antioksidatif teh hijau. Mekanisme penurunan kadar trigliserida oleh teh hijau asam belum diketahui. ph duodenum diketahui mempengaruhi penyerapan lipid, di mana suasana asam akan menghambatnya (Munro et al. 1984). Namun apakah ph teh

34 hijau yang dikonsumsi pada penelitian ini akan mempengaruhi ph di duodenum belum diketahui. Kelompok TLT dan TLTA memiliki kadar kolesterol HDL yang secara signifikan lebih tinggi dari kelompok TL, meskipun tidak mencapai nilai pada kelompok S, tanpa beda signifikan antara keduanya (p>0,05). Dengan kata lain, pemberian ekstrak teh hijau mau pun teh hijau kondisi asam efektif dalam meningkatkan kadar kolesterol HDL yakni rata-rata sebesar 11,25%. Mekanisme peningkatan kadar HDL oleh teh hijau belum diketahui. Diduga, katekin mampu meng-upregulasi faktor-faktor yang terlibat dalam transfer kolesterol dari sel ke HDL dan tidak berkaitan dengan kapasitas antioksidasinya (Bursill et al. 2007). Dengan demikian, keasaman tidak mempengaruhi kemampuan ekstrak teh hijau untuk meningkatkan kadar HDL serum.