BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN TEORI. dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMPOSISI TUBUH LANSIA I. PENDAHULUAN II.

BAB I PENDAHULUAN. makanan secara mekanis yang terjadi di rongga mulut dengan tujuan akhir proses ini

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi energi pada kelompok umur 56 tahun ke atas yang. mengkonsumsinya di bawah kebutuhan minimal di provinsi Jawa Barat

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupannya, karena di dalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh

GIZI SEIMBANG LANSIA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh keadaan gizi (Kemenkes, 2014). Indonesia merupakan akibat penyakit tidak menular.

BAB I PENDAHULUAN. atrofi otot karena kurang bergerak. Atrofi (penyusutan) otot menyebabkan otot

ANTROPOMETRI pada ANAK BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Definisi lansia menurut UU nomor 13 tahun 1998 pasal 1 ayat (2) adalah

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

Munro, dkk (1987), older elderly: tahun -.85 tahun M. Alwi Dahlan : -. > 60 tahun Gerontologi ilmu yang mempelajari tetang proses penuaan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sangat pendek hingga melampaui defisit -2 SD dibawah median panjang atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Gigi merupakan organ manusia yang terpenting, tanpa gigi geligi manusia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tetapi pada masa ini anak balita merupakan kelompok yang rawan gizi. Hal ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI. Agus Yohena Zondha (2010), membahas mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian dan Karakteristik Anak Sekolah Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Selama usia sekolah, pertumbuhan tetap terjadi walau tidak secepat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBEDAAN PENGGUNAAN INDEKS MEMBERIKAN PREVALENSI STATUS GIZI YG. BERBEDA.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. siklus sel yang khas yang menimbulkan kemampuan sel untuk tumbuh tidak

Nutrition in Elderly

BAB I KONSEP DASAR. menderita deferensiasi murni. Anak yang dengan defisiensi protein. dan Nelson membuat sinonim Malnutrisi Energi Protein dengan

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi suplemen secara teratur 2. Sementara itu, lebih dari setengah

BAB I PENDAHULUAN. gangguan absorpsi. Zat gizi tersebut adalah besi, protein, vitamin B 6 yang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya umur harapan hidup ini mengakibatkan jumlah penduduk lanjut usia meningkat pesat

BAB I PENDAHULUAN. makronutrien maupun mikronutrien yang dibutuhkan tubuh dan bila tidak

MENGENAL PARAMETER PENILAIAN PERTUMBUHAN FISIK PADA ANAK Oleh: dr. Kartika Ratna Pertiwi, M. Biomed. Sc

Contoh Penghitungan BMI: Obesitas atau Overweight?

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada macam pembedahan dan jenis penyakit penyerta.

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. 2004, didapatkan bahwa prevalensi karies di Indonesia mencapai 85%-99%.3

BAB 1 PENDAHULUAN. relatif sensitivitas sel terhadap insulin, akan memicu munculnya penyakit tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan

BAB I PENDAHULUAN. setelah diketahui bahwa kegemukan merupakan salah satu faktor risiko. koroner, hipertensi dan hiperlipidemia (Anita, 1995).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. antara zat-zat gizi yang masuk dalam tubuh manusia dan penggunaannya

BAB 1 PENDAHULUAN. diprediksikan terdapat peningkatan usia harapan hidup penduduk Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN. beranekaragam. Disaat masalah gizi kurang belum seluruhnya dapat diatasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Populasi penelitian = 51 orang. 21 orang keluar. Kriteria inklusi. 30 orang responden. Gambar 2 Cara penarikan contoh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang

BAB I PENDAHULUAN. akibat kanker setiap tahunnya antara lain disebabkan oleh kanker paru, hati, perut,

BAB I PEN DAHULUAN. prasarana pendidikan yang dirasakan masih kurang khususnya didaerah pedesaan.

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah tahap umur yang datang setelah masa kanak-kanak. perilaku, kesehatan serta kepribadian remaja dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

KUESIONER PENELITIAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG NUTRISI BAGI KESEHATAN DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 1 MEDAN TAHUN 2009

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

3. plasebo, durasi 6 bln KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. tercermin dari semakin meningkatnya jumlah penduduk lansia (lanjut usia)

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. sangat pesat, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. proses-proses kehidupan (Soenarjo, 2000). Menurut Soenarjo (2000), Nutrisi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2020 Indonesia diperkirakan merupakan negara urutan ke-4

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan gagalnya pertumbuhan,

B A B II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KEBUTUHAN NUTRISI PADA ANAK. ANITA APRILIAWATI, Ns., Sp.Kep An Pediatric Nursing Department Faculty of Nursing University of Muhammadiyah Jakarta

kekurangan energi kronik (pada remaja puteri)

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan salah satu aspek yang menentukan kualitas

BAB I. antara asupan (intake dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan. pengaruh interaksi penyakit (infeksi). Hasil Riset Kesehatan Dasar pada

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malnutrisi 2.1.1 Definisi Malnutrisi adalah keadaan dimana tubuh tidak mendapat asupan gizi yang cukup, malnutrisi dapat juga disebut keadaan yang disebabkan oleh ketidakseimbangan di antara pengambilan makanan dengan kebutuhan gizi untuk mempertahankan kesehatan. Hal ini terjadi karena asupan makan terlalu sedikit ataupun pengambilan makanan yang tidak seimbang. Selain itu, kekurangan gizi dalam tubuh juga berakibat terjadinya malabsorpsi makanan atau kegagalan metabolik. 5 2.1.2 Epidemiologi Malnutrisi merupakan masalah yang sering terjadi pada pasien lansia serta menjadi suatu masalah kesehatan karena angka prevalensinya cukup tinggi tidak hanya di negara berkembang tetapi juga negara maju. 6 Berdasarkan hasil berbagai penelitian yang dilakukan di Negara maju maupun berkembang, ditemukan angka prevalensi malnutrisi mencapai 40%, Swedia 17-47%, Denmark 28%, Amerika dan Inggris antara 40-50% di Australia 40%. Studi di Indonesia yang dilakukan di Jakarta, menghasilkan data bahwa dari sekitar 20-60% pasien yang telah menyadang status malnutrisi dan 69%-nya mengalami penurunan status gizi selama rawat inap di rumah sakit. 1 Penelitian di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo Jakarta tahun 2009 mencatat prevalensi malnutrisi sebesar 45,9% pasien di bagian bedah digestif menderita malnutrisi, di bagian penyakit dalam RSPAD Gatot Subroto Jakarta tahun 2001 sebanyak 47,76% pasien yang dirawat menderita gizi kurang sedangkan di bagian penyakit dalam RSHS Bandung menunjukkan pasien malnutrisi sebanyak 71,8% dan malnutrisi berat 28,9%. 6 4

5 Prevalensi malnutrisi rumah sakit di RSPAD Gatot Subroto mencapai 41,42%, dan di RS Hasan Sadikin Bandung ada sekitar 71,8% kasus malnutrisi serta 28,9% masuk kategori malnutrisi berat. Seiring waktu, kondisi ini tidak juga membaik, bahkan kasusnya masih cukup tinggi. Pada penelitian yang diadakan pada tahun 2007 di RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan angka kejadian malnutrisi rumahsakit sebesar 52%. Sedangkan di RS Dr Soetomo pada tahun 2000 terdapat 58,5% penderita yang mengalami penurunan berat badan, tahun 2001 sebesar 53,4% dan 58,4% pada tahun 2002. 7 2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Malnutrisi Malnutrisi adalah suatu kondisi ketidakcukupan atau ketidakseimbangan gizi pada tubuh. Malnutrisi mencakup kelainan yang disebabkan oleh defisiensi asupan nutrien, gangguan metabolisme nutrien, atau kelebihan nutrient. 8 Status gizi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antaranya tingkat konsumsi (dinilai dari jumlah dan kualiti makanan). Asupan makanan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, ketersediaan makanan dan perilaku masyarakat. 9 Masalah gizi disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Kemiskinan dan kurang gizi merupakan suatu fenomena yang saling terkait, oleh karena itu meningkatkan status gizi suatu masyarakat erat kaitannya dengan peningkatan ekonomi. Tingkat social ekonomi mempengaruhi kemampuan berpengaruh tidak saja pada macam makanan tambahan dan waktu pemberian, tetapi juga pada kebiasaan hidup sehat dan kualitas sanitasi lingkungan. 10

6 2.2 Status Gizi 2.2.1 Tinjauan umum tentang status gizi Gizi berasal dari bahasa Arab Qizzi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melaui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan energi. 11 Status gizi adalah suatu kondisi tubuh sebagai akibat keseimbangan dari intake makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi. Status gizi dapat dinilai dari setiap jenis zat gizi baik zat gizi makro maupun mikro. Zat gizi mikro yang utama adalah energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Lemak dan karbohidrat adalah unsur utama penghasil energi, sehingga ukuran status gizi untuk zat gizi untuk zat gizi makro adalah energi dan protein, disebut juga dengan status energi dan protein. 12 Gizi dan masalah gizi selama ini dipahami sebagai hubungan sebab-akibat antara makanan (input) dan kesehatan (outcome). Pada satu pihak masalah gizi dapat dilihat sebagai masalah input, tetapi juga sebagai outcome. Dalam menyusun kebijakan harus jelas mana yang dipakai sebagai titik tolak apakah input atau outcome. 13 Penilaian status gizi pada pasien di rumah sakit sangat penting untuk dilakukan, terutama pasien dengan resiko malnutrisi yang tinggi. Identifikasi dan skrining malnutrisi secara dini dapat mendukung ketepatan intervensi gizi oleh ahli gizi terhadap pasien sehingga outcome pasien yang lebih baik dan efektivitas biaya kesehatan secara keseluruhan dapat diwujudkan. 14

7 2.3. Lansia 2.3.1 Definisi Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dalam kehidupan manusia. Manusia yang memasuki tahap ini ditandai dengan menurunnya kemampuan kerja tubuh akibat perubahan atau penurunan fungsi organ-organ tubuh. 15 Berdasarkan WHO, lansia dibagi menjadi tiga golongan: a. Umur lanjut (elderly) : usia 60-75 tahun b. Umur tua (old) : usia 76-90 tahun c. Umur sangat tua (very old) : usia > 90 tahun 2.3.2 Karakteristik Kesehatan Lanjut Usia Kesehatan lansia dipengaruhi proses menua. Proses menua didefenisikan sebagai perubahan yang terkait waktu, bersifat universal, intrinsik, progresif, dan detrimental. Keadaan ini menyebabkan kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan dan kemampuan bertahan hidup berkurang. Proses menua setiap individu dan setiap organ tubuh berbeda, hal ini dipengaruhi oleh gaya hidup, lingkungan, dan penyakit degeneratif. 16 Proses menua dan perubahan fisiologis pada lansia mengakibatkan beberapa kemunduran dan kelemahan, serta implikasi klinik berupa penyakit kronik dan infeksi. Hal ini digambarkan pada Tabel 1.

8 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Tabel 2.1 Kemunduran dan Kelemahan Lansia Kemunduran dan Kelemahan Lansia Pergerakan dan kestabilan terganggu Intelektual terganggu Isolasi diri (depresi) Inkontinensia Defisiensi imunologis Infeksi, konstipasi, dan malnutrisi Iatrogenesis dan insomnia Kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi dan integritas kulit Kemunduran proses penyembuhan 2.3.3 Perubahan Fisiologis yang Mempengaruhi Status Gizi pada Lansia Dengan makin lanjutnya usia seseorang maka kemungkinan terjadinya penurunan anatomik dan fungsional atas organ tubuhnya makin besar. Peneliti Andres dan Tobin 17 menjelaskan bahwa fungsi organ-organ akan menurun sebanyak satu persen setiap tahunnya setelah usia 30 tahun. Penurunan fungsional dari organ-organ tersebut akan menyebabkan lebih mudah timbulnya masalah kesehatan pada lanjut usia. Masalah gizi yang seringkali terjadi pada lanjut usia juga dipengaruhi oleh sejumlah perubahan fisiologis. 18 Adapun perubahan fisiologis tersebut sebagai berikut: a. Komposisi Tubuh Komposisi tubuh dapat memberikan indikasi status gizi dan tingkat kebugaran jasmani seseorang. Pada abad ke-19 ditemukan berbagai senyawa kimiawi yang ternyata ada pula pada jaringan dan cairan tubuh. 18 Akibat penuaan pada lansia massa otot berkurang sedangkan massa lemak bertambah. Massa tubuh yang tidak berlemak berkurang sebanyak 6,3%,

9 sedangakan sebanyak 2% massa lemak bertambah dari berat badan perdekade setelah usia 30 tahun. Jumlah cairan tubuh berkurang dari sekitar 60% berat badan pada orang muda menjadi 45% dari berat badan wanita usia lanjut. 15 Penurunan massa otot akan mengakibatkan penurunan kebutuhan energi yang terlihat pada lansia. Keseimbangan energi pada lansia lebih lanjut dipengaruhi oleh aktifitas fisik yang menurun. Pemahaman akan hubungan berbagai keadaan tersebut penting dalam membantu lansia mengelola berat badan mereka. 18 b. Gigi dan Mulut Gigi merupakan unsur penting untuk pencapaian derajat kesehatan dan gizi yang baik. Perubahan fisiologis yang terjadi pada jaringan keras gigi sesuai perubahan pada gingiva anak-anak. Setelah gigi erupsi, morfologi gigi berubah karena pemakaian atau aberasi dan kemudian tanggal digantikan gigi permanen. Pada usia lanjut gigi permanen menjadi kering, lebih rapuh, berwarna lebih gelap, dan bahkan sebagian gigi telah tanggal. 15 Hilangnya gigi geligi akan mengganggu hubungan oklusi gigi atas dan bawah dan akan mengakibatkan daya kunyah menurun yang semula maksimal dapat mencapai 300 poinds per square inch dapat mencapai 50 pound per square inch. Selain itu, terjadinya atropi gingiva dan procesus alveolaris yang menyebabkan akar gigi terbuka dan sering menimbulkan rasa sakit semakin memperparah penurunan daya kunyah. Pada lansia saluran pencernaan tidak dapat mengimbangi ketidaksempurnaan fungsi kunyah sehingga akan mempengaruhi kesehatan umum. 18 c. Indera Pengecap dan Pencium Dengan bertambahnya umur, kemampuan mengecap, mencerna, dan mematobolisme makanan berubah. Penurunan indera pengecap dan pencium pada lansia menyebabkan sebagian besar kelompok umur ini tidak dapat lagi menikmati aroma dan rasa makanan. Gangguan rasa pengecap pada proses

10 penuaan terjadi karena pertambahan umur berkorelasi negatif dengan jumlah taste buds atau tunas pengecap pada lidah. Cherie Long (1986) dan Ruslijanto (1996) dalam Darmojo (2010) menyatakan 80% tunas pengecap hilang pada usia 80 tahun. Wanita pasca monopause cenderung berkurang kemampuan merasakan manis dan asin. Keadaan ini dapat menyebabkan lansia kurang menikmati makanan dan mengalami pemurunan nafsu makan dan asupan makanan. Gangguan rasa pengecap juga merupakan manifestasi penyakit sistemik pada lansia disebabkan kandidiasis mulut dan defisiensi nutrisi terutama defisiensi seng. 19 d. Gastrointestinal Motilitas lambung dan pengosongan lambung menurun seiring dengan meningkatnya usia. Lapisan lambung lansia menipis. Di atas usia 60 tahun, sekresi HCL dan pepsin berkurang. Akibatnya penyerapan vitamin dan zat besi berkurang sehingga berpengaruh pada kejadian osteoporosis dan osteomalasia pada lansia. Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makan dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut. Pada manusia lanjut usia, reseptor pada esofagus kurang sensitif dengan adanya makanan. Hal ini menyebabkan kemampuan peristaltik esofagus mendorong makanan ke lambung menurun sehingga pengosongan esofagus terlambat. 18 Berat total usus halus (di atas usia 40 tahun) berkurang, namun penyerapan zat gizi pada umumnya masih dalam batas normal, kecuali kalsium dan zat besi (di atas usia 60 tahun). Di usus halus juga ditemukan adanya kolonisasi bakteri pada lansia dengan gastritis atrofi yang dapat menghambat penyerapan vitamin B. Selain itu, motilititas usus halus dan usus besar terganggu sehingga menyebabkan konstipasi sering terjadi pada lansia. 16

11 e. Hematologi Berbagai kelainan hematologi dapat terjadi pada usia lanjut sebagai akibat dari proses menua pada sistem hematopoetik. Berdasarkan pengamatan klinik dan laboratorik, didapatkan bukti bahwa pada batas umur tertentu, sumsum tulang mengalami involusi, sehingga cadangan sumsum tulang pada usia lanjut menurun. Beberapa variabel dalam pemeriksaan darah lengkap (full blood count) seperti kadar hemoglobin, indeks sel darah merah (MCV, MCH, MCHC), hitung leukosit, trombosit menunjukkan perubahan yang berhubungan dengan umur. Anemia kekurangan zat besi adalah salah satu bentuk kelainan hematologi yang sering dialami pada lansia. Penyebab utama anemia kekurangan zat besi pada usia lanjut adalah karena kehilangan darah yang terutama berasal dari perdarahan kronik sistem gastrointestinal akibat berbagai masalah pencernaan seperti tukak peptik, varises esofagus, keganasan lambung dan kolon. 18 Menurunnya cairan saluran cerna (sekresi pepsin) dan enzim-enzim pencernaan proteolitik mengakibatkan pencernaan protein tidak efisien. 2.3.4 Pengukuran Status Gizi Secara Antropometri Penilaian status gizi menggunakan antropometri. Antropometri berasal dari kata Anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metrosartinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran tubuh. Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan energy dan protein. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh i. Keunggulan antropometri 4 : 1. Prosedurnya sederhana, aman dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. 2. Relative tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan oleh tenaga yang dilatih.

12 3. Alatnya murah dan mudah dibawa, tahan lama. 4. Metode yang murah dan akurat karena dapat dibakukan 5. Dapat mendeteksi dan menggambarkan riwayat gizi masa lampau. 6. Umumnya dapat mengidentifikasi dan menggambarkan status gizi sedang, kurang dan buruk karena sudah memiliki ambang batas yang jelas. 7. Dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tahun tertentu atau dari satu generasi ke generasi berikutnya. 8. Dapat digunakan untuk penapisan kelompok yang rawan terhadap status gizi. ii. Kelemahan antropometri: 1. Tidak sensitive sebab tidak dapat mendeteksi status gizi dalam waktu yang singkat disamping itu tidak dapat membedakan kekurangan gizi tertentu seperti defisiensi besi. 2. Faktor di luar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran. 3. Kesalahan yang terjadi pada pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran. 4. Kesalahan ini dapat terjadi pada pengukuran, analisis dan asusmsi yang salah 5. Kesalahan biasanya bersumber dari kurang terlatihnya petugas pengukur, kesalahan alat atau alat yang tidak tertera, dan kesulitan dalam pengukuran. Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter yang meliputi umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lengkar pinggul, dan lemakdi bawah kulit. Kombinasi antara beberapa parameter antropometri disebut juga sebagai indeks antropometri. 20

13 a. Berat badan Berat badan dapat memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitive terhadap perubahan yang mendadak bila terserang penyakit, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan merupakan ukuran antropometri terpenting. Berat badan menggambarkan jumlah protein, lemak, air dan mineral pada tulang. Pada remaja, lemak meningkat dan protein otot menurun. Pada pasien tumor, hal ini dapat menurunkan jaringan lemak dan otot, khususnya terjadi pada orang kekurangan gizi. Terdapat alasan mengapa pengukuran berat badan merupakan pilihan utama, yaitu 20 : 1. Parameter yang paling baik, mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan 2. Memberikan gambaran status gizi sekarang, jika dilakukan periodic memberikan gambaran pertumbuhan 3. Umum dan luas dipakai di Indonesia 4. Ketelitian pengukuran tidak banyak dipengaruhi oleh keterampilan pengukur 5. Digunakan dalam KMS 6. BB/TB merupakan indeks yang tidak tergantung umur 7. Alat ukur dapat diperoleh di pedesaan dengan ketelitian tinggi, seperti: dacin b. Tinggi badan Tinggi badan merupakan parameter yang menggambarkan pertumbuhan skeletal. Tinggi badan kurang sensitive terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang singkat karena pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tinggi badan akan timbul dalam waktu yang lama. Tinggi Badan (TB) merupakan parameter paling penting bagi keadaan yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan tepat.

14 Tinggi badan juga merupakan ukuran kedua yang penting, karena dengan menghubungkan BB terhadap TB faktor umur dapat dikesampingkan. Defisit berdasarkan indeks disebut sebagai stunting. 20 i. Kelebihan indeks TB: 1. Baik untuk melihat gizi masa lampau. 2. Alat pengukur yang murah, sederhana dan mudah dibawa. ii. Kekurangan indeks TB: 1. Tinggi badan tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun. 2. Pengukuran relative sulit karena harus berdiri tegak, sehingga diperlukan dua orang umtuk melakukannya. 3. Ketepatan umur sulit didapat c. Lingkar lengan atas (LLA) Merupakan salah satu pilihan untuk penentuan status gizi, karena mudah, murah dan cepat. Tidak memerlukan data umur yang terkadangsusah diperoleh.lingkar lengan atas memberikan gambaran tentang keadaan jaringan otot dan lapisan lemak di bawah kulit Lingkar Lengan Atas merupakan parameter yang sangat sederhana dan mudah dilakukan oleh tenaga non-profesional. Lingkar lengan atas merupakan parameter yang labil, dapat berubah-ubah dengan cepat, sehingga merupakan indeks yang menggambarkan status saat ini. Klasifikasi nilai Lingkar Lengan Atas (LLA) sebagai berikut: 1. LLA < 21 = buruk 2. LLA 21 sampai 22 = sedang 3. LLA > 22 = baik/normal

15 Keuntungan indeks LLA 21 : 1. Alat ukur yang murah, sangat ringan 2. Alat ukur yang diberi kode warna untuk meentukan tingkat keadaan gizi, sehingga dapat digunakan oleh yang tidak dapat membaca dan menulis. d. Indeks Massa Tubuh IMT merupakan indikator status gizi yang cukup peka digunakan untuk menilai status gizi orang dewasa diatas umur 18 tahun dan mempunyai hubungan yang cukup tinggi dengan persen lemak dalam tubuh. 22 IMT juga merupakan sebuah ukuran berat terhadap tinggi badan yang umum digunakan untuk menggolongkan orang dewasa ke dalam kategori Underweight (kekurangan berat badan), Overweight (kelebihan berat badan) dan Obesitas (kegemukan). Rumus atau cara menghitung IMT yaitu dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter (kg/m2). IMT = Berat Badan Tinggi Badan (m) 2 Pengukuran berat badan menggunakan timbangan dengan ketelitian hingga 0,5 kg dengan pakaian seminimal mungkin dan tanpa alas kaki. Pengukuran tinggi badan dapat menggunakan alat pengukur tinggi badan dengan kepekaan 0,1 cm. pengukuran dilakukan pada posisi berdiri lurus dan tanpa menggunakan alas kaki. Status gizi ditentukan berdasarkan indeks IMT.

16 Tabel 2.2 Kategori Status Gizi Lansia Berdasarkan IMT Status Gizi IMT (kg/m 2 ) Gizi Kurang <18,50 Gizi Normal 18,50-25,00 Gizi Lebih >25,00