BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

Perencanaan Partisipatif Kelompok 7

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB V PENUTUP. atas kehilangan-kehilangan yang mereka alami, mulai dari anggota keluarga,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi yang masih ada hingga sampai saat ini. Kerugian material yang ditimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

PERENCANAAN HUNTAP PAGERJURANG

BUPATI BANDUNG BARAT

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

PROPOSAL : PEMBANGUNAN RUMAH SAHABAT SALIMAH PW SALIMAH DIYOGYAKARTA 2010

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yaitu dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

BAB I PENDAHULUAN. hidrologis serta demografis. Dampak dari terjadinya suatu bencana akan

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

INSTRUKSI GUBERNUR JAWA TENGAH

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 62 TAHUN 2015

Wates, 2 Maret Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang rawan terkena bencana. Pada tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT NOMOR 8 TAHUN 2009

NEWS READER : data korban gempa bumi di DIY 01 mei 2006 sampai pukul 11.00

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

2013, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indone

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BUPATI LOMBOK TIMUR PERATURAN BUPATI LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENATAAN DAN RELOKASI PERUMAHAN MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu subsektor yang potensial dalam

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN TANAH DESA

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG KERJA SAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah meneliti, mengkaji, memahami dan menganalisis hasil

BAB I PENDAHULUAN. oleh geometri global dari lempeng tektonik (Smith, 1996). Letak Indonesia yang

BADAN PERWAKILAN DESA DESA PADI KECAMATAN GONDANG KABUPATEN MOJOKERTO K E P U T U S A N BADAN PERWAKILAN DESA PADI NOMOR : 01 TAHUN 2001 T E N T A N G

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 09 TAHUN 2007 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Ring of fire) dan diapit oleh pertemuan lempeng tektonik Eurasia dan

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Penelitian ini dilakukan untuk menelaah institusi lokal dalam pengelolaan

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB VI PENUTUP. Pasca erupsi Gunung Merapi tahun 2010, Pemerintah Pusat melalui Badan

BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan hasil analisis mean sistem manajemen bangunan pasca letusan

BAB VII PENUTUP. masukan berdasarkan data, informasi dan analisa terhadap data dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN pulau, terletak diantara dua benua (Asia dan Australia) dan di antara dua

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan uraian-uraian yang telah penulis kemukakan pada bab

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANAH LAUT

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pengelolaan Bencana. Nama : Hamid Faqih Umam NPM : Fakultas : Kedokteran Kelas : PB 39

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN DESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI BANTUL PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 03 B TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN SANTUNAN KEPADA KORBAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN REGROUPING DAN RESILIENSI SEKOLAH PASCA ERUPSI MERAPI DI SD NEGERI UMBULHARJO 2

BAB I PENDAHULUAN. bandang Wasior di Irian, Tsunami di Mentawai, Sumatera Barat hingga

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

Arahan Presiden RI pd Peninjauan Korban Gunung Sinabung, Tgl 23 Jan 2014, di Sumut Kamis, 23 Januari 2014

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPB. Masyarakat. Penanggulangan Bencana. Peran Serta.

BUPATI PACITAN PERATURAN BUPATI PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN PAMEKASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAMEKASAN,

Anonim, 2006, Dokumen RPJM Desa Umbulharjo tahun , Pemerintah Desa Umbulharjo.

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan penelitian; (3) tujuan penelitian; (4) manfaat penelitian; (5) batasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG BARAT NOMOR 08 TAHUN 2000 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN ATAU PENGGABUNGAN PEKON

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. mengatasi konflik di Sampit, melalui analisis sejumlah data terkait hal tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kematian ibu menjadi 102 per kelahiran hidup. Pembangunan kesehatan

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO D E S A P A D I Jln. Raya Padi Pacet No.26 Kec. Gondang Tlp

BUPATI REMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

BUPATI SLEMAN PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA CUTI BAGI KEPALA DESA YANG MENCALONKAN DIRI SEBAGAI KEPALA DESA

DHARMMOTTAMA SATYA PRAJA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN DAN PENGHAPUSAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran

IV.B.18. Urusan Wajib Pertanahan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. Pedagang Kaki Lima (PKL) sebagai sektor formal. Selama kurun waktu 5 tahun (2005-

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG BANTUAN BENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 05 Tahun : 2010 Seri : E

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BANJAR DI PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 27/2002, PEMBENTUKAN KOTA BANJAR DI PROVINSI JAWA BARAT

Penilaian Preferensi Masyarakat Pengungsi terhadap Potensi Konflik Tenurial dan Tingkat Interaksi terhadap Hutan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Alam, selain menyimpan potensi kekayaan yang berguna bagi

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang besar. Bencana yang datang dapat disebabkan oleh faktor alam

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DAN INOVASI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mengenang kembali peristiwa erupsi Gunung Merapi hampir dua tahun lalu

PEMERINTAH KABUPATEN LAHAT

PEMERINTAH DESA WIROKERTEN KECAMATAN BANGUNTAPAN KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN BANTUAN AKIBAT BENCANA DI KABUPATEN BLORA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2000 TENTANG PENYELENGGARAAN JASA KONSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan temuan dan pembasahan yang telah dijelaskan, dapat dijelaskan proses konsensus Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo lebih mengarah pada proses konsensus yang berbentuk negosiasi/tawar menawar. Adapun proses negosiasi tersebut dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahapan pra negosiasi, tahapan negosiasi dan tahapan pasca negosiasi. Pada Dusun Pelemsari tahapan pra negosiasi telah terdapat kesepakatan intern warga sejak dari masa pengungsian. Pada masa pengungsian masyarakat Dusun Pelemsari telah sepakat untuk melakukan relokasi karena hunian mereka yang hancur dan efek traumatis karena erupsi Merapi 2010 merenggut korban jiwa di Dusun Pelemsari. Representasi masyarakat Pelemsari dalam dialog dengan pemerintah dilakukan oleh kepala dusun dan tokoh-tokoh masyarakat. Pada tahapan negosiasi, Dusun Pelemsari yang sudah mempunyai agenda untuk melakukan relokasi. Namun opsi A yang ditawarkan pemerintah lewat Gubernur DIY jauh dari harapan warga. Maka pada pertemuan dengan pemerintah selanjutnya, warga menyatakan sikap bahwa mereka siap direlokasi namun tanah baik di hunian tetap maupun di Dusun Pelemsari menjadi hak milik warga. Karena belum mendapatkan tanggapan dari Gubernur DIY, maka warga berinisiatif untuk mencari lahan sendiri sebagai calon hunian tetap mereka. Ketika sudah mendapatkan tanah di Karangkendal, Dusun Gondang, Desa Umbulharjo dan akan dibangun hunian relokasi bagi warga Dusun Pelemsari timbul masalah. Tanah yang akan dibangun tersebut kurang luas apabila ditambah dengan 117

sarana dan prasarana pendukung tingkat dusun. Sehingga warga mengadakan audiensi dengan Bupati Sleman untuk meminta solusi. Berhubung tanah yang dibeli warga dekat dengan tanah kas desa, maka Bupati Sleman kemudian akan mengusulkan kepada Gubernur DIY agar diteruskan pada Departemen Dalam Negeri agar tanah kas desa tersebut dapat menutupi kekurangan tanah relokasi Dusun Pelemsari. Pada audiensi ini pula masyarakat dan pemerintah sepakat pembangunan hunian tetap warga Pelemsari akan difasilitasi oleh Rekompak. Pada fase ini antara warga dan pemerintah telah mencapai kesepakatan. Pada tahapan pasca negosiasi, yaitu proses perencanaan dan pembangunan hunian tetap Karangkendal, memakan waktu sekitar satu tahun. Masyarakat mengikuti proses yang difasilitasi Rekompak. Warga dapat menempati hunian tetap Karangkendal pada pertengahan 2012. Kemudian pada Januari 2013, warga mendapat kejelasan. Pada saat itu Gubernur DIY menyerahan sertifikat hak milik hunian tetap. Pada penyerahan sertifikat inilah pemerintah memenuhi hak para warga yang sudah sepakat untuk direlokasi. Sedangkan untuk Dusun Pangukrejo, pada tahapan pra negosiasi belum banyak yang dilakukan oleh warganya. Pada saat itu warga lebih banyak yang berupaya memperbaiki kembali rumah mereka di Dusun Pangukrejo. Hal ini disebabkan tingkat kerusakan yang terjadi di Dusun Pangukrejo tidak merata, ada yang rumahnya rusak berat dan ada yang rusak ringan. Pada masa pengungsian, warga juga tidak mengungsi bersama, namun terbagi ke dalam beberapa kelompok. Hal ini menyebabkan sulitnya komunikasi diantara warga. Dalam benak warga setelah erupsi akan kembali ke Dusun Pangukrejo. Kondisi kepala dusun yang sedang sakit dan meninggal pada awal tahun 2011 juga menyebabkan Dusun Pangukrejo kehilangan sosok yang dapat menyatukan warganya. Hal ini menyebabkan representasi warga dalam dialog antara masyarakat Pangukrejo dan pemerintah kurang dapat mewakili aspirasi masyarakat walaupun juga diwakili oleh tokoh masyrakat Dusun Pangukrejo. 118

Tahapan negosiasi Dusun Pangukrejo dimulai ketika Gubernur DIY meresmikan huntara Plosokerep dimana juga menjadi huntara bagi warga Dusun Pangukrejo. Pada saat itu Gubernur DIY juga mensosialisasikan opsi A. Warga Pangukrejo pun menolak opsi ini. Setelah opsi A, timbul pula tawaran seperti relokasi mandiri, bagi warga yang mempunyai tanah di bawah dapat dibangunkan oleh pemerintah. Namun opsi ini juga tidak terlalu mendapat tanggapan dari warga. Setelah itu pada pertengahan 2011, warga diberikan opsi B untuk relokasi. Rekompak dan tokoh masyarakat setempat kemudian membuka pendaftaran bagi warga yang ingin mendaftar relokasi sesuai dengan opsi B yang telah disosialisasikan melalui tokoh masyarakat. Pada saat itu kemudian ada 114 KK yang mendaftar untuk mengikuti relokasi. Sebanyak 114 KK lantas mengikuti proses perencanaan yang difasilitasi Rekompak. Dalam proses perencanaan warga harus menandatangani surat pernyataan tidak akan menghuni tanah mereka di Dusun Pangukrejo. Timbul keraguan warga ketika harus menandatangani surat pernyataan ini. Warga kemudian meminta jaminan tertulis yang ditandatangani pejabat berwenang bahwa tanah yang di Dusun Pangukrejo tidak akan diambil oleh pemerintah. Rekompak yang menjadi fasilitator kemudian mengajukan hal tersebut kepada pemerintah Kabupaten Sleman. Pemerintah kemudian menggelar beberapa kali dialog dengan tokoh masyarakat. Namun tidak menemukan kesepakatan dengan warga dikarenakan antara pertemuan satu dengan pertemuan lainnya selalu berbeda instansi yang bernegosiasi. Karena tidak tercapainya kesepakatan, maka oleh kepala BPBD Sleman warga Dusun Pangukrejo yang tidak jadi ikut relokasi dapat mengambil opsi live harmony with disaster. Pada tahap awal ini yang tetap ikut relokasi pemerintah sebanyak 35 KK dari 114 KK yang awalnya mendaftar. Pada tahapan pasca negosiasi di Dusun Pangukrejo, akhirnya ada 56 KK yang telah mendaftar untuk menyusul 35 KK yang sudah berada di hunian tetap 119

Plosokerep. Beberapa warga yang menyusul ini dikarenakan mereka telah melihat Dusun Pelemsari yang oleh pemerintah benar-benar ditepati akan diberikan sertifikat hak milik, baik di hunian tetapnya maupun tanah asal mereka. Rekompak akan menunggu hingga akhir Juni 2013 sebagai akhir waktu pendaftaran untuk mengikuti relokasi pemerintah ini, karena setelah Juni 2013, program relokasi pemerintah untuk korban erupsi Merapi 2010 akan dihentikan. Kedua proses konsensus yang berupa negosiasi di atas pasti mempunyai beberapa faktor pengaruh. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi proses konsensus relokasi masyarakat di Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo adalah sebagai berikut : a. Tingkat kerusakan rumah, faktor ini adalah faktor yang paling mendasari warga untuk memutuskan relokasi atau tidak. Dusun Pelemsari yang tingkat kerusakannya parah hingga rata dengan tanah relatif lebih mudah untuk direlokasi. Mereka dari awal mempunyai kesadaran dan berkomitmen untuk relokasi. Sedangkan Dusun Pangukrejo yang tingkat kerusaskan bervariasi, bahkan beberapa hanya rusak ringan lebih sulit direlokasi karena dengan beberapa perbaikan mereka sudah bisa menghuni rumah mereka kembali. Mereka merasa berat untuk meninggalkan rumah mereka yang sudah susah payah mereka bangun kembali. b. Masalah tanah dan jaminan atas tanah, warga Dusun Pangukrejo dan Dusun Pelemsari mempermasalahkan bagaimana status tanah asal mereka dan keduanya ingin masih memiliki tanah tersebut. Warga Dusun Pangukrejo bahkan ingin jaminan tertulis bahwa tanah di dusun mereka tidak akan diambil oleh pemerintah. c. Representasi masyarakat Masyarakat Dusun Pelemsari dan Dusun Pangukrejo keduanya ketika berdialog dengan pemerintah diwakili oleh tokoh masyarakat masing-masing. Untuk Dusun Pelemsari, tokoh masyarakat mampu mengkomunikasikan 120

keinginan warga karena di dalam masyarakat Dusun Pelemsari telah terjalin kesepakatan. Sedangkan untuk Dusun Pangukrejo, dalam masyarakatnya sendiri belum terjalin kesepakatan sehingga ketika tokoh masyarakat berdialog dengan pemerintah tidak bisa menyuarakan keinginan masyarakat. 6.2 Saran Berdasarkan temuan penelitian, analisis, dan kesimpulan, beberapa saran bagi penelitian selanjutnya atau bagi seluruh stakeholder yang terlibat adalah sebagai berikut : Untuk penelitian selanjutnya Penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang potensi ekonomi pariwisata di Dusun Pangukrejo dan Dusun Pelemsari. Saat ini wisata lava tour telah berkembang dengan pesat. Banyaknya pengunjung pasca erupsi Merapi 2010 yang ingin mengetahui sisa-sisa erupsi dapat dimanfaatkan warga sekitar untuk membantu pemulihan ekonomi warga pasca erupsi. Hal ini dapat diteliti bagaimana proses perkembangannya dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi berkembangnya lava tour di Dusun Pangukrejo dan Dusun Pelemsari. Bagi Pemerintah Kebijakan yang disampaikan kepada masyarakat sebaiknya merupakan kebijakan yang sudah final. Sosialisasi kebijakan yang diberikan kepada masyarakat Dusun Pangukrejo dan Dusun Pelemsari keduanya belum final. Awalnya masyarakat diberi opsi A, kemudian opsi B menjadikan masyarakat resisten terlebih dahulu karena kebijakan awal yang dilontarkan adalah kebijakan yang paling ketat. Apalagi bagi mereka yang tidak terlalu membutuhkan relokasi seperti di Dusun Pangukrejo akan lebih resisten pada tahap-tahap selanjutnya. Berbeda bagi warga Dusun Pelemsari yang memang membutuhkan hunian relokasi masih dapat menerima opsi B. 121

Agen pemerintah dalam dialog masyarakat setidaknya harus sama dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya. Hal ini sangat dibutuhkan agar kesepakatan dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya dapat terus dijalankan. Perbedaan agen pada setiap dialog akan menjadikan tidak sinkronnya antara satu dialog dengan dialog selanjutnya. Beberapa komunikasi penting atau penyampaian informasi penting sebaiknya dapat dilakukan langsung antara pemerintah dan seluruh masyarakat. Hal ini dapat meminimalisir informasi yang diberikan tidak sepenuhnya atau ditambah-tambahi apabila melalu perantara misalnya oleh tokoh masyarakat. Komunikasi langsung antara pemerintah dan seluruh masyarakat juga dapat membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan mendukung komunikasi-komunikasi selanjutnya Bagi masyarakat Tokoh masyarakat yang memegang peranan penting sebagai perwakilan dalam proses dialog hendaknya dapat mengetahui bagaimana keinginan para warga. Tokoh masyarakat setidaknya dalam pertemuan intern warga dapat menjaring aspirasi warga dan menyampaikannya dalam dialog dengan pemerintah. Sehingga tokoh masyarakat tidak hanya menyampaikan apa yang didapatnya dari dialog dengan pemerintah, namun juga ikut menyampaikan usulan kepada pemerintah tentang apa yang masyarakat inginkan. 122