Ilham Imaman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala. Andri Kurniawan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

TINDAK PIDANA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA SEBAGAI ALASAN PEMBERHENTIAN PRESIDEN DARI JABATANNYA (PEMAKZULAN)

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

NASKAH PUBLIKASI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN. Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. yang menjadi bagian dari proses peralihan Indonesia menuju cita demokrasi

Oleh: Anak Agung Ngr. Wisnu Wisesa Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

I. UMUM

MPR dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan ( People s Consultative Assembly in Constitutional System)

PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI TENTANG HAK MENYATAKAN PENDAPAT DPR DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMAKZULAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SUPREMASI HUKUM DALAM MEKANISME IMPEACHMENT BERDASARKAN UUD 1945

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI PADA SENGKETA HASIL PEMILIHAN KEPALA DAERAH

AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

Info Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14

PROBLEMATIKA KETETAPAN MPR PASCA REFORMASI DAN SETELAH TERBITNYA UNDANG-UNDANG NO. 12 TAHUN 2011

PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM KAITANNYA DENGAN UPAYA MEWUJUDKAN NEGARA HUKUM DEMOKRATIS INDONESIA

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

ARTIKEL. Ditulis Kepada Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum s.

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

REFORMULASI PROSES REKRUITMEN HAKIM MAHKAMAH KONSTITUSI INDONESIA Oleh: Meirina Fajarwati * Naskah diterima: 03 Juni 2016; disetujui: 27 Juni 2016

Problematic MPR Decree Post Reform and After The Issuance of Law No. 12 of 2011

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

PENGGUNAAN HAK RECALL ANGGOTA DPR MENURUT PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD (MD3) FITRI LAMEO JOHAN JASIN

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

KARAKTERISTIK PENGAWASAN YANG DIMILIKI OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI LEMBAGA PENGAWAS UNDANG-UNDANG DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEWENANGAN MEMUTUSKAN PENDAPAT DPR TENTANG DUGAAN. PELANGGARAN PRESIDEN dan /atau WAKIL PRESIDEN ABSTRAC

PERUBAHAN KETIGA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

-2- memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dipe

MEKANISME PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945.


FUNGSI LEGISLASI DPD-RI BERDASARKAN PASAL 22D UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PERTANGGUNGJAWABAN WAKIL PRESIDEN MENURUT SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA

SEKILAS TENTANG PEMAKZULAN (IMPEACHMENT) Oleh: Seger Widyaiswara Madya pada Pusdiklat Pengembangan Sumber Daya Manusia

Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Pemakzulan Presiden Dan/Atau Wakil Presiden Di Indonesia

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENGUJI PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA. Oleh : DJOKO PURWANTO

Kewenangan MPR Dalam Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN PERSELISIHAN HASIL PEMILIHAN UMUM MENURUT UU NO. 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

LEMBAGA LEMBAGA NEGARA. Republik Indonesia

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Prof. Dr. Maria Farida Indrati, S.H., M.H.

Apa Presiden Ketua Parpol. Membahas, sang, Demo 2 Desember. Menu makanan untuk komunikasi politik dengan Ormas Keagamaan & Parpol:

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI BIDANG LEGISLASI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif ( normative legal reserch) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

PERTANYAAN Bagaimanakan kasus Marbury vs Madison Apa alasan John Marshall membatalkan Judiciary Act. Bagaimana pemikiran Yamin tentang Yudisial Review

BAB III DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH (DPRD) DAN OTORITASNYA DALAM PEMAKZULAN KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERBANDINGAN KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI ANTARA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN NEGARA REPUBLIK CHILI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan hukum secara konstitusional yang mengatur pertama kalinya

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

POLITIK HUKUM MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI PERADILAN PEMILU DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden di Indonesia

PENDAHULUAN. (untuk selanjutnya disingkat UUD 1945 ) mengamanatkan bahwa negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

IMPLIKASI YURIDIS SISTEM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN/WAKIL PRESIDEN SECARA LANGSUNG TERHADAP PROSES IMPEACHMENT

BAB I PENDAHULUAN. tugas negara menegakkan hukum dan keadilan 1, dimana di dalamnya

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

ABSTRAK. Keywords : Pertanggungjawaban, Presiden, Sistem Ketatanegaraan.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SYIAH KUALA Vol. 1(1) Agustus 2017, pp. 206-211 ISSN : 2597-6885 (online) MEKANISME PEMAKZULAN (IMPEACHMENT) PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN OLEH MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Ilham Imaman Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111 Andri Kurniawan Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jl. Putroe Phang No. 1, Darussalam, Banda Aceh - 23111 Abstrak - Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari dan meneliti alasan dilakukannya amandemen terhadap UUD NRI 1945 mengenai pasal pemakzulan, serta mencari dan meneliti sifat putusan MK terkait dengan pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD NRI 1945. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan data-data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder, dan tersier kemudian disajikan menggunakan pendekatan perundang-undangandimana data-data tersebut dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ditemukan bahwa yang menjadi alas an dimasukkannya pasal mengenai pemakzulan pada amandemen ketiga UUD NRI 1945 adalah untuk member kepastian hukum mengenai impeachment, karena sebelum amandemen tidak ada aturan terperinci yang mengatur tentang impeachment. Ditemukan pula bahwa sifat putusan MK terkait impeachment adalah hanya sebagai pertimbangan bagi MPR. Tidak ada aturan mengikat yang mengharuskan MPR untuk mengikuti putusan MK. Jadi bias saja putusan MK dianulir oleh MPR melalui siding paripurna MPR. Disarankan agar putusan akhir mengenai impeachment yang diusulkan oleh DPR berada di Mahkamah Konstitusi (MK) saja, sedangkan MPR hanya menjalankan putusan MK. Adapun cara untuk merealisasikan saran tersebut adalah dengan melakukan amandemen kelima terhadap UUD NRI 1945. Kata Kunci : Mekanisme, Pemakzulan, Presiden, UUD NRI 1945 Abstract - The purpose of this study was to find and examine the reason for the amendment of the Indonesia Constitution concerning impeachment article, as well as locate and investigate the quality of the Constitutional Court verdict related to the impeachment of the President and/or Vice President by the Indonesia Constitution.This study is using a normative legal research using secondary data in the form of primary legal materials, secondary, and tertiary then presented using the approach of law where the data is analyzed qualitatively.the research found that the reason for inclusion of a chapter on the impeachment of the third amendment to the Indonesia Constitution is to provide legal conviction regarding the impeachment, because before amendment no detailed rules governing the impeachment. It was also found that the quality of the Constitutional Court verdict related to impeachment is only for consideration by the Supreme Court. There are no written rules that require the Supreme Court to follow the verdict of the Court. So the decision of the Court could disallowed by the Supreme Court through the Supreme Court plenary session. Recommended that a final verdict on the proposed impeachment by People Council were in the Constitutional Court only, while the Supreme Court only execute decision of the Court. As for how to realize these recommendations is to perform the fifth amendment of the Indonesia Constitution. Keywords: Mechanism, Impeachment, President, Indonesia Constitution. PENDAHULUAN Impeachment merupakan hal yang penting dalam suatu Negara. Impeachment ini menjadi suatu yang penting adanya karena berfungsi untuk mengawasi perilaku kepala Negara agar tidak bertindak sewenang-wenang dalam menjalankan fungsinya. Secara historis, impeachment bermula pada abad ke-14 di Inggris. Parlemen menggunakan lembaga impeachment untuk memproses pejabat-pejabat tinggi dan individu-individu yang amat kuat (berpengaruh).

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.1 Agustus 2017 207 Indonesia adalah Negara hukum. Secara sederhana yang dimaksud dengan Negara hukum adalah Negara yang penyelenggaraannya didasarkan atas hukum. Dengan demikian Negara wajib menempatkan hukum sebagai pedoman bernegara sebagai wujud supremasi hukum (supremacy of law). Negara hukum menghendaki suatu kekuasaan peradilan yang merdeka, yang tidak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lain yang akan menyimpangkan hakim dari kewajiban menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran 1. Sebelum amandemen tidak ada pengaturan yang jelas mengenai pemakzulan, pada perubahan ketiga di tahun 2001 barulah dimasukkan pengaturan yang pasti mengenai impeachment, tepatnya pada pasal 7A-7B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Perubahan ini berdampak yuridis yang sangat luas dalam proses ketatanegaraan Indonesia. Presiden tidak lagi tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR dan tidak lagi menjadi mandataris MPR untuk melaksanakan UUD 1945 untuk melaksanakan Garis-Garis Besar Haluan Negara, sebagaimana diatur dalam UUD 1945 sebelum perubahan. Presiden tidak lagi dapat dimakzulkan oleh MPR karena alasan presiden telah melanggar haluan negara sebagaimana yang terjadi dalam praktik ketatanegaraan Indonesia selama ini. Presiden hanya dapat dimakzulkan apabila terbukti telah melakukan perbuatan hukum berupa; pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya dan perbuatan tercela. 2 Tentang mekanisme pemakzulan presiden setelah amandemen diatur dalam pasal 7B UUD 1945. Mekanisme tersebut diawali dengan usul pemakzulan yang diajukan oleh DPR dengan lebih dahulu menentukan bahwa presiden telah melakukan perbuatan hukum yang melanggar ketentuan pasal 7A UUD 1945 (pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela) kepada MPR. Pasal 7B UUD NRI 1945: (1) Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau 1 Ni matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta 2005, hlm. 240. 2 HamdanZoelva, Impeachment Presiden, KON Press, Jakarta, 2005, hlm.5

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.1 Agustus 2017 208 pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden. (2) Pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat. (3) Pengajuan permintaan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Mahkamah Konstitusi hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat. (4) Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama Sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi. (5) Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti telah bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat. (6) Majelis Permusyawaratan Rakyat wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lambat tiga puluh hari sejak Majelis Permusyawaratan Rakyat menerima usul tersebut. Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurangkurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.1 Agustus 2017 209 METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatif 3. Data yang digunakan dalam penelitian normatif adalah data-data sekunder yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Penelitian ini dilaksanakan dengan metode studi kepustakaan dan menggunakan pendekatan perbandingan (comparative approach), pendekatan kepustakaan (library approach), pendekatan sejarah (historical approach), dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). a. Metode Pendekatan Perbandingan (comparative approach), yaitu pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan undang-undang dari satu atau lebih negara lain mengenai hal yang sama. 4 membandingkan Hukum Tata Negara suatu negara dengan negara lain. Dari perbandingan tersebut akan ditemukan unsur-unsur perbedaan dan persamaan. 5 b. Metode pendekatan sejarah (historical approach), adalah pendekatan yang digunakan untuk memahami hukum secara mendalam tentang suatu sistem hukum tertentu atau pengaturan hukum sehingga dapat memperkecil kekeliruan, baik dalam pemahaman maupun penerepan suatu lembaga atau ketentuan hukum tertentu. 6 c. Metode pendekatan kepustakaan (library approach), metode pendekatan dengan teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literaturliteratur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan. 7 Metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), metode ini menggunakan perundang-undangan dan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 8 47. 259. 3 Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Surabaya, 2005. hlm. 4 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hlm. 95. 5 Johnny Ibrahim, Teoridan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Surabaya, 2005,hlm. 6 Ibid, hlm. 265. 7 Moh. Nazir, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2011, hlm. 111. 8 Peter Mahmud, Op.Cit.,hlm. 93.

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.1 Agustus 2017 210 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Sebagai negara hukum seperti yang diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, setiap sikap, kebijakan, dan perilaku alat negara dan penduduk harus berdasar dan sesuai dengan hukum. 9 Hal ini untuk mencegah terjadinya kesewenang-wenangan kekuasaan baik yang dilakukan oleh alat negara maupun rakyat. Salah satu asas penting dari negara hukum juga adalah asas legalitas. Substansi dari asas legalitas ini adalah menghendaki agar setiap tindakan badan/pejabat harus berdasarkan undang-undang. 10 Tanpa dasar undang-undang, badan/pejabat negara tidak berwenang melakukan suatu tindakan yang dapat mengubah atau memengaruhi keadaan hukum masyarakat. Berkaitan dengan impeachment, maka harus ada aturan terperinci yang mengatur tentang impeachment, baik alasan, lembaga yang berwenang, dan mekanismenya. Perubahan ketiga UUD 1945 merupakan salah satu instrumen untuk mewujudkan pemerintahan yang stabil. Melalui perubahan ketiga prinsip negara hukum yang dianut Indonesia yang menghendaki suatu kekuasan peradilan yang merdeka, yang tidak dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan lain yang akan menyampingkan hukum 11 tercermin dengan dilibatkannya Mahkamah Konstitusi (MK) dalam mekanisme pemakzulan presiden. Sebelum amandemen, mekanime pemakzulan presiden murni adalah putusan politik, dengan tidak dilibatkannya satupun lembaga hukum dalam proses pemakzulan presiden. Mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden (impeahcment) sebagaimana diterapkan saat ini ditujukan untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensil yang dianut oleh Indonesia. Karena melalui impeachment Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak dapat dengan mudah diturunkan dari jabatannya oleh Parlemen tanpa dasar/alasan yang konstitusional yakni hanya dapat diberhentikan dengan alasan-alasan hukum. Terdapat empat (4) kewenangan ditambah satu (1) kewajiban Mahkamah Konstitusi yang diatur dalam Pasal 24 C ayat (1) perubahan ketiga UUD NRI 1945 12, antara lain: 1. Menguji (judicial review) undang-undang terhadap UUD NRI 1945 2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945 hlm.111 9 Ni matul Huda, Op Cit, hlm. 80 10 I b I d, hlm. 78 11 Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, FH-UII PRESS, Yogyakarta, 2004,hlm. 240 12 TaufiqurrohmanSyahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Kencana, Jakarta, 2011,

JIM Bidang Hukum Kenegaraan : Vol. 1, No.1 Agustus 2017 211 3. Memutuskan pembubaran partai politik 4. Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum (pemilu) 5. Mahkamah Konstitusi juga memiliki kewajiban memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD NRI 1945 Putusan Mahkamah Konstitusi tidak mengikat bagi MPR. Keputusan MK hanya bersifat pertimbangan bagi MPR apakah Presiden dapat dimakzulkan atau tidak. MPR dapat mengikuti keputusan MK atau tidak mengikutinya. Adapun putusan akhirnya tetap berada di MPR melalui proses rapat paripurna MPR. KESIMPULAN Berdasarkan uraian serta penjelasan sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan pokok pembahasan serta sekaligus merupakan jawaban dari permasalahan yang dibuat, yaitu: 1. Alasan dimasukkan pasal mengenai pemakzulan pada amandemen ketiga UUD NRI 1945 adalah untuk member kepastian hukum mengenai pemakzulan. Karena sebelum amandemen ketiga, tidak ada aturan yang jelas/terperinci mengenai pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden baik alasan maupun mekanismenya. 2. Sifat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) hanya sebagai pertimbangan bagi MPR untuk memutuskan dapat tidaknya Presiden dan/atau Wakil Presiden dimakzulkan. Tidak ada aturan mengikat yang mengharuskan MPR mengikuti putusan MK. Jadi bisa saja putusan MK dianulir oleh MPR melalui proses rapat paripurna yang merupakan penentu dari proses pemakzulan Presiden dan/atau Wakil Presiden di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, FH-UII PRESS, Yogyakarta, 2004 Hamdan Zoelva, Impeachment Presiden, KONpress, Jakarta, 2005. Johnny Ibrahim, Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media, Surabaya, 2005. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana. Jakarta. 2006. Taufiqurrohman Syahuri, Tafsir Konstitusi Berbagai Aspek Hukum, Kencana, Jakarta, 2011.