BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Trauma akan berulangnya krisis 1997/1998 memang membekas bagi semua pihak yang mengalaminya langsung. Salah satu yang membuat beberapa kalangan membandingkan kondisi tahun 1997 dengan 2013 adalah pemicu memburuknya perekonomian. Tahun 1997 dan 2013 sama-sama diawali dengan depresiasi rupiah terhadap dollar AS. Waktu itu, 21 Juli 1997, melemahnya nilai tukar rupiah dikenal sebagai krisis moneter. Krisis moneter itu berkembang menjadi krisis ekonomi dan krisis politik yang diakhiri mundurnya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998. Salah satu pelajaran yang dapat ditarik dari lambatnya pemulihan ekonomi 1997/1998 dibandingkan dengan negara tetangga waktu itu adalah kesalahan respons kebijakan ekonomi yang diperlukan. Hal itu diperburuk oleh kompleksitas masalah politik, sosial, ekonomi domestik dan pengaruh internasional. Korupsi, kolusi dan nepotisme juga ikut memperparah keadaan (Kompas, 10 September 2013). Salah satu akar penyebab timbulnya krisis ekonomi di Indonesia dan juga di berbagai negara Asia lainnya adalah buruknya pelaksanaan corporate governance (tata kelola perusahaan), baik perusahaan pemerintahan (BUMN) maupun swasta. Dengan buruknya pelaksanaan corporate governance, maka tingkat kepercayaan pemilik modal menjadi turun karena investasi yang mereka lakukan menjadi tidak aman. Hal ini tentu akan diikuti dengan tindakan penarikan 1
2 atas investasi yang sudah ditanamkan, sementara investor baru juga enggan untuk melakukan investasi (Maksum, 2005). Perusahaan di Indonesia didesak menerapkan tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance. Selain menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, tata kelola yang baik juga untuk mengantisipasi krisis dan mencegah korupsi di level perusahaan. Antisipasi krisis ada di tangan perusahaan. Tata kelola yang baik terkait integrasi dan interkonektivitas. Ini tidak hanya hubungan dengan luar, tetapi juga kinerja serta dampak stakeholders dan anak perusahaan. Penerapan good corporate governance (GCG) terkait langsung atas tanggap darurat jika sewaktu-sewaktu terjadi krisis. Kata krisis bisa mengacu pada krisis ekonomi makro di satu negara atau daerah, serta di internal perusahaan. Oleh karena itu, penerapan GCG penting bagi internal perusahaan dan otoritas perekonomian di satu negara. Penerapan GCG paling utama adalah di internal perusahaan. Ketika pengawas internal berjalan baik, semuanya akan menjalar baik. Di luar itu, penerapan GCG akan bergantung pada akuntabilitas akuntan publik dan lembaga pemerintah. Kita punya pengalaman keduanya, krisis dari dalam negeri tahun 1997 dan luar negeri seperti tahun 2008. Ini menjadi pelajaran berharga dalam penerapan GCG (Kompas, 6 November 2013). Dalam rangka economy recovery, pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) memperkenalkan dan mengintroduksir konsep good corporate governance (GCG) sebagai tata cara kelola perusahaan yang sehat. Konsep ini diharapkan dapat melindungi pemegang saham dan kreditor agar dapat memperoleh kembali investasinya. Asian Development Bank (ADB)
3 menyimpulkan penyebab krisis ekonomi di negara-negara Asia, termasuk Indonesia, adalah mekanisme pengawasan dewan komisaris (board of director) serta komite audit (audit committee) suatu perusahaan tidak berfungsi dengan efektif dalam melindungi kepentingan pemegang saham dan pengelolaan perusahaan yang belum profesional. Dengan demikian, penerapan konsep GCG di Indonesia diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan pemegang saham tanpa mengabaikan kepentingan stakeholders (Sutedi, 2011:2). Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : PER - 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara, Bab 1 : Ketentuan Umum, Bagian Kedua, Pasal 2, Ayat 1, mengenai kewajiban BUMN menerapkan GCG, menyebutkan bahwa : BUMN wajib menerapkan GCG secara konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini dengan tetap memperhatikan ketentuan dan norma yang berlaku serta anggaran dasar BUMN. Adanya ketidakseimbangan kepentingan antara agen yaitu manajemen yang menjalankan organisasi dengan principal yaitu para pemilik modal, maka penciptaan tata kelola organisasi yang baik (good corporate governance) sangatlah penting. Konsep utama yang menjadi alasan diperlukannya tata kelola organisasi yang baik adalah teori keagenan, yaitu hubungan antara manajemen dengan para pemilik modal. Teori ini didasari atas hubungan kontrak yang terjadi antara pemilik dengan manajer, dimana pemilik yang akan memberikan modal
4 dan direksi serta manajemen yang bertugas untuk mengelola dan menjalankan organisasi dengan menggunakan modal yang diberikan oleh pemilik modal. Direksi dan manajemen kemudian memiliki kewajiban untuk mempertanggungjawabkan dana yang diberikan oleh pemilik modal (Kurniawan, 2012:32). Di dalam prakteknya, karena adanya perbedaan kepentingan di antara kedua pihak ini, maka manajemen mungkin saja mengambil keputusan-keputusan yang menguntungkan mereka namun tidak menguntungkan organisasi, yang pada akhirnya akan merugikan kepentingan pemegang saham melalui berbagai rekayasa akuntansi yang dilakukan. Dengan kata lain, teori keagenan menjelaskan bahwa hubungan antara pemilik dengan manajer sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan. Manajemen berkepentingan untuk memperoleh kesejahteraan sedangkan pemegang saham berkepentingan terhadap kekayaan yang ditanamkan di dalam organisasi. Perbedaan kepentingan antara manajemen dengan para pemegang saham inilah yang dinamakan dengan agency problem (Kurniawan, 2012:34). BUMN merupakan badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Terkonsentrasinya kepemilikan negara di dalam BUMN ini menjadikannya memiliki karakteristik yang unik dibandingkan dengan badan usaha yang lain. Terkonsentrasinya kepemilikan negara di dalam BUMN ini bisa menimbulkan agency problem dalam pengelolaannya. Sebagian besar BUMN di negara berkembang memiliki kelemahan tata kelola, antara lain
5 agency problem yang menyebabkan intervensi pemerintah dalam pengelolaan BUMN cukup tinggi. Selain itu, hak manajemen BUMN untuk mengelola perusahaan dengan bebas sering disalahgunakan karena kebanyakan pimpinan BUMN dipilih berdasarkan kedekatan politik sehingga tidak bisa tampil mandiri. Di samping itu, terdapat masalah terkait dengan minimnya alat untuk memberikan insentif dan mendisiplinkan manajemen BUMN. Kelemahan dari sisi tata kelola ini membuat kinerja BUMN menjadi tidak kompetitif (Permana, 2013). PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) akan meningkatkan transparansi sebagai bagian dari program good corporate governance (GCG). Posisi Telkom sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang juga merupakan perusahaan publik menjadikan Telkom objek pengawasan berbagai lembaga, seperti BEI, NYSE maupun Badan Pemeriksa Keungan (BPK), di samping pengawasan internal yang dilakukan Telkom dan Kementerian BUMN. Sebelumnya diberitakan, di antara ratusan BUMN, ternyata Telkom diindikasikan sebagai BUMN terkorup. Di mana nilai kerugian negara mencapai USD130,26 juta dan Rp12 miliar dengan enam kasus temuan. Koordinator Investigasi dan Advokasi Seknas Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi menjelaskan, indikasi kerugian tersebut berdasarkan datanya soal 25 ranking BUMN yang berpotensi paling terkorup zaman Pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (Sindonews, 17 Juli 2012). Sebanyak 378 pekerja security, cleaning service dan teknik outsourcing PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom) yang tergabung dalam Serikat Pekerja Graha Sarana Duta (SEJAGAD) melakukan aksi di depan Gedung DPR
6 RI Jakarta. Massa menuntut dan menolak dialihstatuskan ke mitra outsourcing lain, karena hal tersebut melanggar peraturan ketenagakerjaaan. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia menuntut Telkom sebagai BUMN untuk bertanggungjawab atas praktik eksploitasi buruh dan pelanggaran hukum ketenagakerjaan yang dilakukan terhadap GSD (Graha Sarana Duta). Mereka menilai Telkom telah melakukan tindakan yang jauh dari prinsip good corporate governance, karena Telkom tidak melakukan pengawasan dan penerbitan serta membiarkan terjadinya pelanggaran (Lensa Indonesia, 5 Maret 2013). Berbagai macam kasus yang terjadi, baik itu di Indonesia maupun di dunia, telah menunjukkan bahwa sebuah organisasi yang tidak melaksanakan prinsip-prinsip maupun mekanisme-mekanisme tata kelola organisasi dengan baik sering kali akan mengakibatkan tujuan organisasi tidak tercapai, bahkan terkadang dapat berdampak pada kejatuhan sebuah organisasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu fungsi yang dapat membantu organisasi dalam menerapkan proses tata kelola organisasi yang baik. Apabila kita berpedoman pada Standar Profesi Audit Internal, maka dapat diketahui bahwa audit internal memiliki fungsi untuk menilai dan memberikan rekomendasi yang sesuai untuk meningkatkan proses tata kelola yang diterapkan di dalam organisasi (Kurniawan, 2012:50). Corporate governance yang tidak efektif merupakan penyebab utama terjadinya krisis ekonomi dan kegagalan berbagai perusahaan di Indonesia akhirakhir ini. Bank, BUMN dan perusahaan publik yang terdaftar di bursa saham, sebagai tulang punggung perekonomian nasional diharapkan menjadi tauladan dalam menerapkan corporate governance yang efektif sehingga dapat
7 memperbaiki kondisi perekonomian, serta menghindari terjadinya krisis dan kegagalan serupa di masa depan. Organisasi Profesi Internal Auditor yang terdiri atas The Institute of Internal Auditors (IIA) Indonesia Chapter; Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Intern (FKSPI) BUMN/BUMD; Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA); Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditor (DS-QIA) dan Perhimpunan Auditor Internal Indonesia (PAII) berkeyakinan bahwa fungsi audit internal (satuan pemeriksa intern) yang efektif mampu menawarkan sumbangan penting dalam meningkatkan proses corporate governance, pengelolaan risiko dan pengendalian manajemen. Internal auditor merupakan dukungan penting bagi Komisaris, Komite Audit, Direksi dan Manajemen Senior dalam bentuk fondasi bagi pengembangan corporate governance (Tugiman, 2006:1). Jasa yang diberikan oleh auditor internal yang berkaitan dengan proses tata kelola organisasi, manajemen risiko dan pengendalian akan mencakup penilaian terhadap efektivitas tata kelola yang dilakukan, cara-cara yang dilakukan di dalam menghadapi risiko-risiko bisnis dan pengendalian yang dilakukan atas prosesproses bisnis. Dengan memberikan jasa-jasa audit yang telah disebutkan tersebut maka auditor internal akan dapat menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi oleh profesi audit internal dan memberikan nilai tambah bagi organisasi melalui pemberian proses penjaminan (assurance process) dan konsultasi (consultation process) atas proses tata kelola organisasi, manajemen risiko dan pengendalian. Nilai tambah yang diberikan oleh fungsi audit internal sangatlah fundamental bagi kelangsungan hidup suatu organisasi karena banyak organisasi yang mengalami
8 permasalahan besar ketika proses-proses tata kelola organisasi, manajemen risiko atau pengendalian tidak diperhatikan dan tidak dilaksanakan dengan baik (Kurniawan, 2012:23). Menurut Institut Akuntan Publik Indonesia (2011:SA Seksi 230) tentang Penggunaan Kemahiran Profesional dengan Cermat dan Seksama dalam Pelaksanaan Pekerjaan Auditor, menyebutkan bahwa : Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama. Kecermatan profesional mengharuskan penerapan kecermatan dan keahlian yang umumnya diterapkan oleh auditor internal yang prudent dan kompeten, yang menghadapi situasi yang sama. Oleh karenanya, kecermatan profesional harus sesuai dengan kompleksitas penugasan yang sedang dilaksanakan. Di dalam pelatihan kecermatan profesional, auditor internal harus waspada atas adanya kemungkinan kesalahan yang disengaja, kesalahan dan penghilangan, inefisiensi, pemborosan, inefektivitas dan konflik kepentingan. Mereka juga harus waspada terhadap kondisi dan kegiatan yang mungkin mengandung pelanggaran dan ketidak beresan. Sebagai tambahan mereka harus mengidentifikasi adanya ketidak cukupan pengendalian dan rekomendasi perbaikan yang diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan dengan prosedur dan praktik-praktik yang diterima (Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal, 2004:73). Kecermatan mengandung arti hati-hati dan kompeten, tidak dimaksudkan sebagai kesempurnaan (tanpa kesalahan) atau kinerja yang luar biasa. Kecermatan
9 mengharuskan auditor untuk melaksanakan pengujian dan verifikasi pada tingkat yang layak, tetapi tidak mengharuskan review yang terinci atas semua transaksi. Karena itu auditor internal tidak dapat memberikan jaminan mutlak bahwa tidak terdapat ketidak-patuhan atau pelanggaran. Meskipun begitu, kemungkinan adanya pelanggaran atau ketidak-patuhan yang material harus dipertimbangkan oleh auditor internal dalam pelaksanaan penugasan (Konsorsium Organisasi Profesi Audit Internal, 2004:74). PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk merupakan perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia yang sering diberitakan mendapatkan berbagai penghargaan atas keberhasilannya dalam menerapkan good corporate governance, akan tetapi dengan adanya pemberitaan dari media massa mengenai adanya tindakan yang melanggar prinsip-prinsip good corporate governance, maka pemberitaan tersebut secara otomatis dapat merusak citra raihan penghargaan atas keberhasilan PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk dalam menerapkan good corporate governance. Baik buruknya penerapan good corporate governance pada suatu perusahaan, memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan fungsi audit internal yang dilakukan oleh auditor internal dalam mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses governance. Dengan adanya kecermatan profesional yang dijalankan oleh auditor internal terutama dalam mempertimbangkan kecukupan dan efektivitas proses governance, serta dengan dapat dipatuhinya prinsip-prinsip good corporate governance, maka suatu perusahaan milik pemerintah (BUMN) maupun swasta akan memiliki tata kelola perusahaan yang tercipta dengan baik. Berdasarkan latar belakang penelitian dan
10 fenomena yang telah dipaparkan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : PENGARUH KECERMATAN PROFESIONAL AUDITOR INTERNAL TERHADAP EFEKTIVITAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE (Studi Kasus pada PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Kantor Pusat Bandung) 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pengaruh kecermatan profesional auditor internal terhadap efektivitas good corporate governance di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 2. Berapa besar pengaruh kecermatan profesional auditor internal terhadap efektivitas good corporate governance di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh kecermatan profesional auditor internal terhadap efektivitas good corporate governance di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
11 2. Untuk mengetahui besar pengaruh kecermatan profesional auditor internal terhadap efektivitas good corporate governance di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. 1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti mengharapkan mudah-mudahan data maupun informasi tersebut dapat memberikan kegunaan bagi setiap kalangan, diantaranya : 1. Bagi Peneliti Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dengan melakukan penelitian secara langsung pada kondisi tempat penelitian yang sebenarnya (di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Kantor Pusat Bandung), mudah-mudahan dapat menambah ilmu pengetahuan dan memperoleh gambaran nyata, baik pemahaman mengenai penerapan teori yang telah dijelaskan pada saat kuliah maupun penerapan praktek yang terjadi di dalam lapangan kerja, khususnya mengenai kecermatan profesional auditor internal dan good corporate governance. 2. Bagi PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, mudah-mudahan dapat memberikan informasi dan bahan masukan yang bermanfaat terutama bagi pihak pemangku kepentingan (stakeholders), pengelola perusahaan (manajemen) dan organisasi perusahaan yang lainnya dalam menerapkan
12 good corporate governance secara konsisten dan berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. 3. Bagi penelitian lain Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, mudah-mudahan dapat memberikan data dan informasi yang dapat memperkaya ilmu pengetahuan, khususnya sebagai bahan referensi maupun bahan pembanding bagi mereka yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut dibidang ini dengan topik pembahasan yang sama, sehingga hasil penelitian-penelitian selanjutnya akan menjadi lebih baik di waktu yang akan datang. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Peneliti mengadakan penelitian yang dilakukan di PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Kantor Pusat Bandung. Alamat lengkapnya adalah sebagai berikut : PT. Telkom, Head Office Jl. Japati No. 1 Bandung, Indonesia Kode Pos : 40133 Telp. +62-22-452-7110 Fax. +62-22-424-0313 Email : corporate_comm@telkom.co.id Website : http://www.telkom.co.id/ Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Juni. Berikut disajikan dalam tabel 1.1 mengenai kegiatan penelitian yang telah dilaksanakan selama waktu pelaksanaan penelitian.
13 Tabel 1.1 Kegiatan dan Waktu Penelitian No Kegiatan Penelitian Pra survei: a. Pencarian fenomena yang berkaitan dengan judul skripsi b. Pencarian teori pendukung yang 1 berkaitan dengan judul skripsi c. Penyusunan proposal skripsi d. Pengajuan surat perizinan penelitian kepada perusahaan Proses Proposal a. Pengajuan 2 proposal b. Revisi proposal c. Acc proposal 3 Pengumpulan Data Proses Penyusunan Skripsi a. Pengolahan dan analisis data b. Bimbingan dan 4 penulisan skripsi c. Pendaftaran sidang skripsi d. Sidang skripsi e. Revisi skripsi Waktu Pelaksanaan Penelitian (Minggu/Bulan/Tahun) Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4