Membangun Komunitas Manusia Pembelajar di Sekolah Melalui Prinsip-prinsip Kaizen

dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN

BAB I PENDAHULUAN. pemersatu bangsa Indonesia. Selain itu, Bahasa Indonesia juga merupakan

Up Grading, Menuju Intelektual-Aplikatif Guru yang Sejati

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang berjiwa pemikir, kreatif dan mau bekerja keras, memiliki

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN

Sikap Mental Wirausaha (Inovatif, Kreatifitas, Motivasi, Efektif dan Efisien) Kuliah 3

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas :

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK

Entrepreneurship and Inovation Management

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pertanyaan yang membangun, mempertimbangkan informasi-informasi baru

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai. Derajat Sarjana S-1 Jurusan Pendidikan Akuntansi. Diajukan oleh : ARIYANTI

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara guru dan siswa. Interaksi yang dilakukan mengharapkan

BAB I PENDAHULUAN. Peran pemerintah dalam mencapai tujuan pendidikan Nasional adalah. diharapkan dapat memberikan perhatian secara langsung terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Adanya

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran seni musik. Hal ini terlihat dari kurangnya aktivitas siswa secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Problem Focused Coping. fisik, psikis dan sosial. Namun sayangnya, kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkannya tradisi belajar yang dilandasi oleh semangat dan nilai. keragaman pendapat dan keterbukaan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia guna

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya penyelenggaran pendidikan diupayakan untuk membangun

Mengingat pentingnya bahasa tersebut, maka dalam dunia pendidikan perlu. mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Selain itu, bahasa Indonesia pun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang baik dalam keluarga, masyarakat dan

I. PENDAHULUAN. Tujuan pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang- Undang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan lemahnya kreativitas siswa dalam proses pembelajaran Seni Tari

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN PEMAHAMAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMBELAJARAN HEURISTIK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Semarang: Aneka Ilmu, 1992), hlm

BAB 4 KESIMPULAN. 79 Universitas Indonesia. Materi dan metode..., Muhammad Yakob, FIB UI, 2009

2013 PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS KARANGAN NARASI MELALUI METODE MIND MAPPING DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH DASAR

(PTK Pada Siswa kelas VII SMP PGRI 15 Pracimantoro)

DAFTAR ISI FILOSOFI PEMBELAJARAN I. HAKEKAT PEMBELAJARAN 1. HAKEKAT PEMBELAJARAN 12/19/2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Pembelajaran

KEWIRAUSAHAAN. Ahsin Zaedi, S.Kom Direktur GMP Nusantara Berkarya Owner Griya Sehat Sejahtera Owner Sekolah Panahan

BAB I PENDAHULUAN. sepanjang hayat. Berbagai desain model dan metode pembelajaran di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercipta cenderung menjadikan siswa atau peserta didik pasif, tidak kreatif, dan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS CERITA MELALUI IMPLEMENTASI TEKNIK MIND MAPPING DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan implementasi di lapangan, pembelajaran seni budaya khususnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Pendidikan berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran yang efektif dan menarik merupakan langkah dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan merupakan suatu proses untuk mempengaruhi siswa agar memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang

belajar, belajar seraya bermain, dengan demikian anak akan memiliki kesempatan untuk bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan yang terjadi dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. diperolehnya. Pencapaian prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Manusia dan Cinta Kasih

KARAKTERISTIK KEWIRAUSAHAAN. PERTEMUAN KETIGA UNIVERSITAS IGM BY. MUHAMMAD WADUD, SE., M.Si.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan sekolah dasar sebagai jenjang paling dasar pada pendidikan

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan yang dicita-citakan. Untuk mencapai tujuan yang dicitacitakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENDEKATAN SETS (SCIENCE, ENVIRONMENT, TECHNOLOGY, AND SOCIETY) DALAM PEMBELAJARAN SISTEM PERIODIK DAN STRUKTUR ATOM KELAS X SMA

2 menguasai bidang ilmu lainnya. Abdurahman (2009:253) mengatakan bahwa ada lima alasan perlunya belajar matematika karena matematika merupakan: (1) s

PERATURAN KELUARGA BESAR MAHASISWA FAKULTAS NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG GARIS-GARIS BESAR HALUAN KERJA KELUARGA BESAR MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KONSEP PERPUSTAKAAN MODERN DITINJAU DARI MUTU PELAYANAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tanwirul Mikdas, 2014

BAB I PENDAHULUAN. hidup (life skill atau life competency) yang sesuai dengan lingkungan kehidupan. dan kebutuhan peserta didik (Mulyasa, 2013:5).

1. Ringkasan Hasil Penelitian, Tahun Dosen FPMIPA IKIP PGRI Semarang

BAB V KESIMPULAN. komunikasi dalam HIMAG, (3) apa manfaat bergabung dengan HIMAG. Bab ini

OPTIMALISASI APERSEPSI PEMBELAJARAN MELALUI FOLKLOR SEBAGAI UPAYA PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA SEKOLAH DASAR

PENERAPAN MODEL TREFFINGER DENGAN MEDIA COLORCARD UNTUK MENINGKATKAN PRETASI BELAJAR MATERI OPERASI HITUNG BILANGAN PECAHAN.

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. SMA Negeri 2 Sarolangun) dapat disimpulkan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu lingkungan sangat kaya dengan sumber-sumber media dan alat

BAB I PENDAHULUAN. membangun rasa percaya diri, dan sarana untuk berkreasi dan rekreasi. Di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Manusia pada hakikatnya adalah sebagai makhluk individu dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya harus memiliki pendidikan yang baik. Sebagaimana tujuan

MODEL EVALUASI PEMBELAJARAN SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang

Menumbuhkan Motivasi, Menggali Potensi yang Tersembunyi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mella Tania K, 2014

BAB I PENDAHULUAN. dan peluang yang memadai untuk belajar dan mempelajari hal hal yang di

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit menuangkan pikiran secara teratur dan baik). Selain itu siswa juga

BAB I PENDAHULUAN. belajar apabila dalam dirinya telah terjadi perubahan perilaku dan tidak tahu

BAB I PENDAHULUAN. hidup sehingga pendidikan bertujuan menyediakan lingkungan yang memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan di dalam kelas

BAB 3 METODE PERANCANGAN. berisi sebuah paparan deskriptif mengenai langkah-langkah dalam proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dina Febriyanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi ini, siswa dituntut dapat berfikir kritis, kreatif dan dapat. memecahkan suatu masalah agar dapat bersaing.

UJIAN AKHIR SEMESTER MK.KEWIRAUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan nasional menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PKn kelas VIII SMP N 40

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KISI-KISI UJI KOMPETENSI KEPALA SEKOLAH/MADRASAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

Membangun Komunitas Manusia Pembelajar di Sekolah Melalui Prinsip-prinsip Kaizen Dr. Azam Syukur Rahmatullah, S.H.I.,M.S.I.,M.A Pembahasan tentang dunia pendidikan, idealnya adalah pembahasan yang hidup bukan pembahasan yang mati. Artinya apa? Adanya kesinambungan yang tiada putus untuk terus menggali dan menggali ide-ide kreatif baru (news idea) yang berkaitan terhadap pendidikan dengan ekspektasi ; nantinya akan membawa dunia pendidikan pada posisi unggulan yang eksis bukan sebaliknya yakni pada posisi terpinggirkan, atau pula pada posisi unggulan yang sifatnya tentative belaka. Dengan konsep pembahasan yang hidup berarti setiap waktu pikiran akan dihidupkan untuk senantiasa memikirkan hal-hal positif tentang bagaimana memajukan pendidikan, bagaimana mengentas kebodohan dan bagaimana pula problem solving dari kelemahan-kelemahan dalam dunia pendidikan. Lain halnya jika pembahasan yang mati tidak ada kepedulian yang nampak untuk memikirkan apa dan bagaimana kelanjutan dari pendidikan, semua mengalir tanpa adanya tanggung jawab (responsibility) yang pasti dan sense of belonging yang tinggi, tidak ada geliat-aktif yang berbau pembaharuan (inovasi) pendidikan. Dan yang demikian ini jelas akan merugikan keberlangsungan ekosistem dunia pendidikan itu sendiri. Karena itu perlulah pembudayaan pembahasan yang hidup terhadap dunia pendidikan, Dan salah satu bentuk pembahasan yang hidup adalah adanya gagasan membangun komunitas Manusia Pembelajar di sekolah dengan perpaduan prinsip-prinsip Kaizen ala Japan. Gagasan ini tentunya, belum banyak dikaji, namun perihal Manusia Pembelajar itu sendiri pernah dikaji oleh Andrias Harefa (2002 : 21) dalam Karyanya berjudul Menjadi Manusia Pembelajar yang kemudian dari gagasan Harefa ini, penulis 1

padukan dengan prinsip-prinsip Kaizen, sehingga harapannya akan memunculkan wawasan baru yang kraeatif dan inovatif. Manusia Pembelajar itu sendiri menurut Harefa (2002 : 30) adalah suatu usaha yang berkelanjutan bukan usaha yang berkesudahan untuk ; Pertama, mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya, dengan selalu berusaha mencari jawaban yang lebih baik tentang beberapa pertanyaan eksistensial seperti Siapakah Aku?, Dari manakah aku datang?, Ke mana aku pergi?, Apa yang menjadi tanggung jawabku dalam hidup ini? dan sebagainya. Kedua, berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensinya itu, mengeskpresikan dan menyatakan dirinya sepenuhnya, seutuh-utuhnya dengan cara menjadi dirinya sendiri dan menolak untuk dibandingbandingkan dengan segala sesuatu yang bukan dirinya. Dari pemaparan Harefa bisa dikenali ciri-ciri utama dari Manusia Pembelajar ini yakni; Pertama, adanya usaha keras untuk mencari jati diri ke arah positive-act, sehingga nantinya akan membawa diri sendiri pada posisi unggulan. Kedua, adanya kesadaran diri untuk berubah (changed) menjadi lebih baik, lebih baik dan lebih baik, tidak ada unsur paksaan yang mengikat yang justru menjadikan beban dan ketidakbebasan untuk berbuat (action) dan mencari (searching), Ketiga, adanya kemauan dan kemampuan yang kuat untuk mengaplikasikan potensi-potensi (fitrah) yang ada pada dirinya dalam wujud reality (wujud nyata) tidak hanya dalam batasan ekspektasi dan resolusi saja tetapi benar-benar nyata (real). Konsep manusia pembelajar ini pada dasarnya bisa dibentuk menjadi sebuah budaya (culture) dan komunitas-konstruktif di sekolah-sekolah yang diterapkan oleh para peserta didik, sayangnya tidak semua sekolah mau dan mampu menerapkan konsep ini. Tidak sedikit sekolah-sekolah yang tidak peduli tentang keadaan peserta didiknya ; akan bagaimana, akan seperti apa dan akan mau apa, pihak sekolah 2

tidak tahu-menahu, yang menjadi urusan adalah just teaching yakni hanya mengajar, sedangkan usaha membudayakan manusia pembelajar belum bahkan tidak terjamah. Hal ini tentu memunculkan peserta didik-peserta didik yang tidak sehat (unhealthy) atau peserta didik yang mati secara kognisi, afeksi dan psikomotor, yang tidak memiliki keberanian diri untuk bertindak, tidak memiliki kepercayaan diri untuk berkreatifitas, dan tidak memiliki kekuatan untuk ber-inovasi, yang ada hanyalah pasif-act, yang jelas tidak ber-value tinggi. Dalam hal ini salah satu negara aktif yang bisa disebut sebagai negara manusia pembelajar dan yang bisa dijadikan qudwah hasanah adalah Negara Jepang, yakni negara yang pernah mengalami mati suri, negara yang pernah mengalami ketidakberdayaan dan kepapaan karena peledakan bom atom di HIrosima dan Nagasaki. Negara ini dengan segala keberanian, dengan segala kepercayaan diri berusaha bangkit dan menyatakan diri untuk change and no die (berubah dan tidak mau mati yang berkepanjangan). Hasilnya, Jepang memang benar-benar berubah menjadi negara maju yang berkualitas tinggi dengan tekhnologi yang menggetarkan dunia. Rahasia kesuksesan Jepang ini tiada lain menurut Aulia Fadhli (2008) dalam artikel berjudul Rahasia Sukses Jepang adalah penerapan prinsip-prinsip Kaizen terhadap mayarakat Jepang. Prinsip Kaizen ini merupakan prinsip kebangkitan dengan semangat jihad an-nafs dan jihad al-ijitima I yakni perjuangan dari diri sendiri yang kemudian perjuangan bersama-sama dengan orang lain/kelompok untuk bangkit menuju kesuksesan. Beberapa prinsip Kaizen yang diunggulkan masyarakat Jepang dan bisa dijadikan acuan adalah sebagai berikut : 1. Improvisasi Berkelanjutan 3

Adanya pengembangan diri yang tidak pernah mati ; terutama pengembangan kognisi, afeksi, dan psikmotor. Pikiran dibuka, wawasan dibuka dan aksi pun di buka untuk menciptakan hal-hal baru yang berguna bagi kepentingan diri sendiri dan orang lain. 2. Peningkatan dalam Keahlian Tidak ada kata bosan, tidak ada kata lelah dan tidak ada kata menyerah untuk terus meningkatkan diri dalam berbagai keahlian. Sehingga wajar masyarakat Jepang sanggup berkorban dengan bekerja lembut tanpa mengharap bayaran. Demi meningkatkan kinerja dan melatih keahlian diri. 3. Adanya Kesadaran Diri untuk Bertindak Hal paling crusial sebelum bertindak adalah kesadaran diri, dan hal ini sudah dimunculkan oleh Negara Jepang terhadap masyarakatnya untuk terus dan terus berkembang-positif atas dirinya sendiri. Keberhasilan individu dalam memunculkan kesadaran dirinya sendiri berpengaruh besar terhadap kredibiltas dan kualitas negara, sehingga Jepang menjadi salah satu negara adidaya yang mumpuni. Kesadaran diri ini bisa dibuktikan dengan adanya watak dan kepribadian masyarakat Jepang, di mana mereka memiliki kesadaran untuk senantiasa berusaha dan berusaha, kesadaran dengan semangat tinggi yang tidak pernah luntur, tahan banting dan tidak mau menyerah pada keadaan dan kesadaran untuk terus mencari dan mencari pengetahuan dan sebagainya. 4. Adanya kreativitas dan penciptaan ide serta Implementasinya Negara Jepang adalah negara yang kaya kreativitas dan gudangnya penciptaan ide-ide baru yang diterapkan, bukan hanya dalam wacana belaka. Munculnya banyak kreativitas dan ide-ide ini disebabkan masyarakat Jepang sangat mengidolakan yang namanya membaca, menurut mereka membaca adalah sebuah kebutuhan bukan kegiatan yang dipaksakan. Imbasnya, otak mudah berfikir dalam hal penciptaan ide-ide baru. 4

Prinsip-prinsip Kaizen tersebut memang bisa menjadi sarana menjadi manusia pembelajar apalagi salah satu ciri manusia pembelajar adalah kesadaran diri untuk berubah (canged) menjadi lebih baik, lebih baik dan lebih baik dengan berbagai cara yang cara-cara untuk berubah tersebut bisa menggunakan prinsip-prinsip kaizen ini yakni ; mengeksiskan diri dalam improvisasi berkelanjutan, peningkatan keahlian, tetap memunculkan kesadaran diri dalam berbuat, dan kreativitas dan penciptaan ide yang juga berkelanjutan. Dan keadaan positif tersebut sebagaimana telah disinggung di atas harusnya bisa diterapkan di sekolah-sekolah. Sebab dengan prinsip-prinsip Kaizen tersebut akan menjadikan peserta didik-peserta didik di sekolah semakin mengenal siapa dirinya, apa potensi dirinya, bagaimana posisi dirinya dalam dunia ketrampilan /skill, yang pada substansinya peserta didik akan merasa dirinya dimanusiakan (humainaze), bukan hanya dijadikan boneka yang tidak memiliki hak mengaktualisasikan dirinya sendiri. Ketika prinsip-prinsip kaizen tersebut bisa diterapkan di sekolah-sekolah maka ada beberapa hasil yang mungkin bisa dilihat yakni : (Abraham Maslow : 1954) 1. Peserta didik akan menerima dirinya, orang lain dan lingkungan sekitar 2. Berpandangan realistik 3. Tidak bersikap pasrah (pasif) tetapi aktif dan inovatif 4. Beroerientasi pada problem-problem eksternal bukan pada dirinya 5. Mengapresiasikan kebebasan dan kebutuhan akan spesialisasi 6. Berkepribadian independen dan bebas dari pengaruh orang lain 7. Gemar mencipta, berkreasi dan menemukan penenuan-penemuan dalam skala besar. 8. Berjiwa riang secara filosofis, tidak bermusuhan 9. Integratif dan akomodatif terhadap semua kalangan 5

Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana kaifiyat pihak sekolah untuk mendorong terciptanya komunitas manusia pembelajar di sekolah berdasar prinsip-prinsip Kaizen di atas? sehingga sekolah nantinya akan menjadi sekolah yang hidup yang lebih banyak memunculkan kelebihan dan keunggulan peserta didik, bukan sekolah yang mati yakni sekolah yang sepi dari kelebihan dan keunggulan peserta didik. Dan untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut dipaparkan beberapa kaifiyat urgent-nya, yang antara lain sebagai berikut : 1. Kepala Madrasah sebagai penentu kebijakan hendaknya memiliki kesadaran tinggi akan sebuah perubahan-positif. Kepala sekolah/madrasah yang mati rasa akan sebuah perubahan akan menghambat terciptanya komunitas manusia pembelajar, Kepala sekolah yang demikian hanya akan menjadikan sekolah sebagai sekolah yang buta ; buta ilmu, buta wawasan, buta keberanian, buta pemahaman, buta kesadaran dan buta kreatifitas. Lain halnya kepala sekolah yang sadar akan perubahan, maka kepala yang demikian akan open hand, open mind dan open action untuk menerapkan prinsip-prinsip kaizen demi terwujudnya manusia pembelajar di sekolah. 2. Perlunya diaktifkan berbagai sentuhan ; Sentuhan hati, sentuhan pemahaman, sentuhan pencerahan (insight), sentuhan akan sebuah ketidakberhasilan, sentuhan kematian diri bila tidak segera bangkit, dan berbagai sentuhan-sentuhan lainnya terhadap para peserta didik, yang sekali lagi ini pun sifatnya berkelanjutan bukan sekali pakai dibuang, artinya sekali diberikan sentuhan setelahnya ditinggalkan, Karena yang demikian sulit bahkan tidak akan terasa keberhasilannya. Dengan berbagai sentuhan tersebut diharapkan akan memunculkan greget yang tajam dari berbagai peserta didik untuk menerapkan prinsip-prinsip kaizen 3. Adanya masa kebangkitan yang eksis dari para pengajar untuk lebih memperhatikan dan lebih memperdulikan keberadaan dan hal ihwal keadaan para peserta didiknya. Tidak memandang sekilas lintas nasib para peserta didik saja, tetapi memandang dengan kedalaman yang sangat terhadap 6

mereka. Dengan perhatian yang dalam akan mempengaruhi semangat para peserta didik untuk memperdulikan dirinya sendiri tidak mendzalimi dirinya sendiri, harapannya mereka akan membawa dirinya sendiri pada titik pengaplikasian prinsip-prinsip kaizen dengan baik. 7