BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Osteomielitis kronis telah menjadi masalah yang sulit bagi pasien dan dokter yang merawat. Seringnya angka kekambuhan menyebabkan pasien sering memerlukan perawatan di rumah sakit. Nyeri dan keterbatasan dalam beraktivitas, dan adanya kemungkinan terjadinya kecacatan karena proses infeksi jangka panjang menyebabkan kesakitan bagi pasien baik secara mental maupun fisik. Tujuan utama penanganan osteomielitis kronis adalah eradikasi infeksi dan mengembalikan fungsi fisiologis yang optimal. Walaupun pengobatan dengan antibiotik dan pembedahan sudah canggih, namun angka kekambuhan masih juga tinggi. Osteomielitis ditandai dengan adanya tulang yang infeksi (Patzakis dkk, 2005). Osteomielitis kronis didefinisikan sebagai osteomielitis dengan gejala lebih dari 1 bulan (Dormans & Drummond, 1994). Osteomielitis kronis dapat juga didefinisikan sebagai tulang mati yang terinfeksi didalam jaringan lunak yang tidak sehat (Cierny & Madder, 2003). Angka kekambuhan pasien dengan osteomielitis kronis dengan antibiotik dan pembedahan masih berkisar antara 20%-30%. Kekambuhan ini dapat berlangsung sepanjang hidup pasien. Akibat dari infeksi ini bisa terjadi draining tract, terjadi fraktur patologis pada daerah yang infeksi, ada juga kemungkinan tranformasi ke arah ganas yaitu 1
2 menjadi squamous cell carcinoma. Tranformasi ganas biasanya muncul setelah periode waktu yang lama dari infeksi kronik, rata-rata 35 tahun (Wirganowicz, 1999, Steinrücken dkk, 2012). Tulang tibia merupakan tempat paling sering terjadi osteomielitis kronis post trauma dan infected nonunion (Patzakis dkk, 2005). Terapi osteomielitis kronis mencakup drainase yang adekuat, debridement yang cermat, penanganan terhadap ruang kosong (dead space), penanganan luka (soft tissue coverage), dan terapi antibiotik yang spesifik (Wirganowicz, 1999, Lazzarini dkk, 2004). Semua sequestrum harus dibuang, dan semua jaringan mati harus di kuret dari medula. Bila sequestrum terdapat di dalam involucrum atau kanal medulla, buat jendela pada korteks tulang dengan bor dan osteotome (Spiegel & Penny, 2005). Jaringan yang hidup harus terdapat pada batas reseksi. Tulang yang hidup ditandai dengan titiktitik perdarahan (paprika sign) (Wirganowicz, 1999, Patzakis dkk, 2005). High speed burr ini sangat bagus digunakan karena dapat menjangkau tulang yang berada disudut sempit. Dengan high speed burr kita dapat melakukan debridemen yang lebih terkontrol sehingga dapat menghilangkan jaringan yang mati dengan lebih baik (Patrick & Spencer, 2005). High speed burr dapat memperluas kuretase hingga tampak tulang yang normal (Augustin, 2012).
3 Staphylococcus aureus merupakan patogen terbanyak penyebab osteomyelitis hematogen akut pada semua kategori umur. Staphylococcus aureus ditemukan sebanyak 89 % dari semua infeksi (Song & Sloboda, 2001). Staphylococcus aureus tetap menjadi organisme yang paling banyak ditemukan pada osteomielitis kronis (Simpson dkk, 2001). Untuk diagnosis dan penentuan adanya infeksi pada tulang (osteomielitis kronis) bergantung pada diisolasinya patogen dalam kultur bahan yang diambil dari lesi tulang, darah atau cairan sendi (Lazzarini dkk, 2004). Dari uraian diatas high speed burr dapat dimanfaatkan dalam tindakan debridemen pada osteomielitis kronis. Kontrol lokal yang baik diharapkan dapat membuang semua jaringan nekrotik lebih baik daripada kuretase. Hasil akhir dari debridement adalah dapat menurunkan atau menghilangkan fokus infeksi yang dibuktikan dengan hilangnya atau menurunkan koloni kuman pada kultur kuman. 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang diuraikan diatas, untuk mengetahui efek high speed burr pada proses debridemen pasien dengan osteomielitis kronis maka disusun rumusan masalah sebagai berikut :
4 1. Apakah debridement dengan high speed burr lebih banyak menurunkan jumlah koloni Staphylococcus aureus pada tulang tibia kelinci yang mengalami osteomielitis kronis dibandingkan dengan debridement dengan kuretase? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui bahwa debridemen dengan high speed burr lebih baik dibandingkan dengan debridemen dengan kuretase pada osteomielitis kronis. 1.3.2. Tujuan Khusus Membuktikan penurunan jumlah koloni Staphylococcus aureus pada tulang tibia kelinci yang mengalami osteomielitis kronis yang dikerjakan debridemen high speed burr lebih banyak dibandingkan dengan debridemen kuretase. 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang efek high speed burr untuk debridemen osteomielitis kronik tulang tibia kelinci.
5 1.4.2. Manfaat Klinis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar sebagai pertimbangan penggunaan high speed burr untuk debridemen osteomielitis kronis. 1.4.3. Manfaat Metodologis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar dalam penelitian tentang penggunaan high speed burr untuk debridemen osteomielitis kronis.