Bab II Tinjauan Pustaka

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. sawit kasar (CPO), sedangkan minyak yang diperoleh dari biji buah disebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SNI Standar Nasional Indonesia. Biodiesel. Badan Standardisasi Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Prosedur analisis sifat fisikokimia minyak dan biodiesel. 1. Kadar Air (Metode Oven, SNI )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Penelitian

lebih ramah lingkungan, dapat diperbarui (renewable), dapat terurai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK NYAMPLUNG MENGGUNAKAN PEMANASAN GELOMBANG MIKRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DESKRIPSI PROSES

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab II Studi Pustaka

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

PEMBUATAN BIODIESEL DARI ASAM LEMAK JENUH MINYAK BIJI KARET

Biodiesel Dari Minyak Nabati

Jurnal Flywheel, Volume 3, Nomor 1, Juni 2010 ISSN :

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN AWAL BIODIESEL TERHADAP KONSUMSI BAHAN BAKAR DAN DAYA PADA MOTOR DIESEL 4 TAK 4 SILINDER

PENDAHULUAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah

Pembuatan Biodiesel dari Minyak Kelapa dengan Katalis H 3 PO 4 secara Batch dengan Menggunakan Gelombang Mikro (Microwave)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebelum mengenal bahan bakar fosil, manusia sudah menggunakan biomassa

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

III. METODOLOGI PENELITIAN

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

4 Pembahasan Degumming

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH STIR WASHING, BUBBLE WASHING, DAN DRY WASHING TERHADAP KADAR METIL ESTER DALAM BIODIESEL DARI BIJI NYAMPLUNG (Calophyllum inophyllum)

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

PEMBUATAN BIODIESEL SECARA SIMULTAN DARI MINYAK JELANTAH DENGAN MENGUNAKAN CONTINUOUS MICROWAVE BIODISEL REACTOR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PRODUKSI BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL MELALUI REAKSI DUA TAHAP

Lampiran A. Kromatogram Metil Ester RBDPO dan Minyak Jarak Pagar C 16:0

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasil gliserol, dengan rumus umum : O R' O C

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIJI DAN MINYAK JARAK PAGAR

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini dunia sedang menghadapi kenyataan bahwa persediaan minyak. bumi sebagai salah satu tulang punggung produksi energi semakin

BAB I PENDAHULUAN. Isu kelangkaan dan pencemaran lingkungan pada penggunakan bahan

PEMBUATAN BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA MELALUI PROSES TRANS-ESTERIFIKASI. Pardi Satriananda ABSTRACT

STRATEGI FORMULASI BIODIESEL JATROPHA UNTUK MEMENUHI SPESIFIKASI WWFC

Prarancangan Pabrik Metil Ester Sulfonat dari Crude Palm Oil berkapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

PEMBUATAN BIODIESEL DARI CRUDE PALM OIL (CPO) SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MELALUI PROSES TRANSESTERIFIKASI LANGSUNG

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB II PUSTAKA PENDUKUNG. Ketersediaan energi fosil yang semakin langka menyebabkan prioritas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1. Karakteristik Bahan Baku Biodiesel. Propertis Minyak Kelapa (Coconut Oil)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

: Muhibbuddin Abbas Pembimbing I: Ir. Endang Purwanti S., MT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Potensi PKO di Indonesia sangat menunjang bagi perkembangan industri kelapa

BAB I PENDAHULUAN. Studi komparansi kinerja..., Askha Kusuma Putra, FT UI, 2008

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Perumusan Masalah

PERBANDINGAN PEMBUATAN BIODIESEL DENGAN VARIASI BAHAN BAKU, KATALIS DAN TEKNOLOGI PROSES

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketercukupannya, dan sangat nyata mempengaruhi kelangsungan hidup suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah digunakan beberapa kali.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab II Tinjauan Pustaka

KEMIRI SUNAN. (Aleurites trisperma BLANCO) Kemiri sunan (Aleurites trisperma Blanco) atau kemiri China atau jarak Bandung (Sumedang)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Analisa awal yang dilakukan pada minyak goreng bekas yang digunakan

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

Bab IV Hasil dan Pembahasan

LAMPIRAN 1 DATA BAHAN BAKU

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Konsumsi Bahan Bakar Diesel Tahunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Nama Kelompok : MUCHAMAD RONGGO ADITYA NRP M FIKRI FAKHRUDDIN NRP Dosen Pembimbing : Ir. IMAM SYAFRIL, MT NIP.

LAMPIRAN A DATA PENGAMATAN. 1. Data Pengamatan Ekstraksi dengan Metode Maserasi. Rendemen (%) 1. Volume Pelarut n-heksana (ml)

ANALISIS SIFAT FISIK DAN KIMIA BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF MOTOR DIESEL

BAB I PENDAHULUAN. alternatif lain yang dapat dijadikan sebagai solusi. Pada umumnya sumber energi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

Transkripsi:

4 Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Bahan Bakar Diesel Bahan bakar diesel merupakan salah satu spesi yang dihasilkan dari proses destilasi bertingkat minyak bumi yang dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel. Namun saat ini pengertian bahan bakar diesel tersebut bergeser dengan berkembangnya pemanfaatan sumber-sumber energi alternatif seperti biodiesel, biomass to liquid (BTL) atau gas to liquid (GTL). Mesin diesel untuk pertama kalinya dibuat oleh Rudolph Diesel dan diuji cobakan pada juli 1893. Kemudian pada tahun 1900 mesin pertamanya diuji coba menggunakan minyak biji kacang sebagai bahan bakarnya. Namun kemudian peggunaan petrodiesel lebih marak dibandingkan penggunaan minyak nabati sendiri. (7) Pada abad 18 selain faktor ekonomis penggunaan minyak petrodiesel sebagai bahan bakar tidak mengganggu ketersediaan minyak pangan. Namun demikian dengan berkurangnya cadangan minyak mentah dunia, menguatnya isu pencemaran udara oleh kendaraan berbahan bakar petrodiesel menyebabkan perusahan produsen minyak memanfaatkan sumber daya yang terbarukan dan ramah lingkungan sebagai alternatif dalam memenuhi kebutuhan akan bahan bakar diesel seperti minyak nabati II.1.1 Petrodiesel Minyak diesel adalah hasil produksi dari minyak bumi dan kadang-kadang disebut sebagai petrodiesel, namun saat ini telah dikenal bahan bakar diesel yang bersumber pada minyak nabati yang disebut biodiesel. Petrodiesel adalah suatu campuran hidrokarbon, yang diperoleh dari hasil destilasi bertingkat dari crude oil pada suhu antara 200 C dan 350 C pada tekanan atmosfir. (7) Bahan bakar petrodiesel yang banyak dipasarkan saat ini, pada umumnya

5 memiliki spesifikasi berat jenis 820 860 kg/m 3 ; viskositasnya 2,0 4,0 mm 2 /s; kandungan sulfurnya maksimum 0,05 %m/m; dan bilangan setana 51. Penggunaan petrodiesel umumnya menghasilkan emisi gas karbon dioksida yang lebih rendah, namun menghasilkan emisi sulfur yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan gasolin atau bensin premium sehingga dapat menurunkan kualitas udara. (8) Mulai tahun 2006 pemerintah Amerika Serikat memberlakukan penggunaan ultra-low sulfur diesel (ULSD). Bahan bakar diesel di AS memiliki bilangan setana (cetan number) yang rendah 47 dibandingkan bahan bakar diesel di Eropa 51. Hal ini menggambarkan kualitas pembakaran yang rendah pada petrodiesel AS. Komposisi kimia dari petrodiesel mengandung sekitar 75 % hidrokarbon jenuh (nparafin, isoparafin, dan sikloparafin) dan sekitar 25 % berupa 25 % aromatik hidrokarbon (termasuk naphtalen dan alkilbenzen). Formula yang umum dari petrodiesel adalah C 12 H 26, atau formula dari C 10 H 22 sampai C 15 H 32. (9) Emisi hasil pembakaran kendaraan bermotor yang menyebabkan polusi udara dan pemanasan global akan berakibat buruk pada lingkungan. Oleh karena itu Protocol Kyoto menekankan pengurangan emisi karbon dioksida dan efek rumah kaca dalam upaya mempertahankan kelestarian lingkungan, perlu dicarikan bahan bakar alternative lainnya yang sifatnya terbaharukan dan tidak menimbulkan polusi udara. II.1.2 Biodiesel Metil ester yang diperoleh dari proses transesterifikasi trigliserida dari minyak nabati/minyak hewani dapat dimanfaatkan menjadi suatu bahan bakar mesin diesel konvensional tanpa memerlukan modifikasi mesin atau menggunakan converter kit terlebih dahulu dan disebut sebagai biodiesel. Transesterifikasi merupakan suatu proses penggantian gugus alkohol dari ester dengan menggunakan alkohol lain dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis. Namun berbeda dengan hidrolisis yang menggunakan air pada proses ini menggunakan

6 alcohol dan katalis NaOH atau KOH seperti terlihat pada Gambar II.1. Gambar II. 1 Proses pembuatan biodiesel Bahan bakar ini umumnya memiliki berbagai keunggulan dibandingkan petrodiesel seperti, emisi gas yang lebih ramah lingkungan, selain karena memiliki bilangan asap (smoke number) yang rendah biodiesel bersifat bebas sulfur (free sulphur), memiliki angka setana (cetana number) yang lebih tinggi sehingga menyebabkan proses pembakaran yang lebih sempurna (clear burning), memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; dan secara alami dapat terurai (biodegradable) sehingga tidak menghasilkan racun (non toxic). Dari hasil penelitian BPPT, biodiesel bisa langsung digunakan 100% atau dengan pencampuran menggunakan petrodieseldengan berbagai % komposisi. B 10 dikenal sebagai biodiesel dengan campuran 10 % biodiesel dan 90 % petrodiesel. (10) Biodiesel yang diperoleh dari bahan tumbuhan ini harus memenuhi standar yang sesuai dengan karakteristik mesin diesel, sehingga tidak merusak mesin. Selain itu, harga bahan bakar alternative ini harus dapat bersaing di pasaran, mudah didapatkan dan ramah lingkungan. II.2 Standar Mutu Biodiesel Secara umum, parameter yang menjadi standar mutu biodiesel adalah densitas, titik nyala, angka setana, viskositas kinematik, sulphated ash, energi yang dihasilkan, bilangan iod, bilangan asam, kandungan ester, kandungan metanol,

7 total sulphur, fosfor, air dan sedimen, gliserol total, jumlah belerang, total kontaminasi dan residu karbon. Standar mutu yang diterapkan akan sangat mempengaruhi kualitas dari biodiesel yang digunakan, terutama bagi besarnya kalor pembakaran, emisi gas buang, dan tingkat efisiensi dan efektifitas dari mesin diesel yang digunakan. Pada Tabel II.1 diperlihatkan sifat fisik biodiesel dari minyak jarak pagar, dan sifat fisik solar. Tabel II. 1Sifat Fisik Biodiesel dari Minyak Jarak Pagar dan Solar (11) Nilai No Parameter Biodiesel minyak Petrodiesel jarak 1 Densitas gram/ml (15 C) 0,879 0,83 2 Viskositas kinematik (CSt)(40 C) 4,84 5,2 3 Cloud point ( C) 18 18 4 Titik nyala ( C) 191 70 5 Nilai kalori (Mj/Kg) 37-38 41 6 Bilangan setan 51 41 7 Bilangan penyabunan (mgkoh/g) 198 NA 8 Bilangan iod (mg I 2 /g) 95-107 NA 9 Kandungan sulfur (ppm) < 50 Max 500 Beberapa negara telah menetapkan standar biodiesel. Dan setiap negara memiliki standar biodiesel yang berbeda. Biasanya standar mutu biodiesel disesuaikan dengan kondisi iklim dan kondisi masing-masing negara. Standar internasional yang berlaku untuk biodiesel adalah EN 14214. ASTM D 6751 berlaku umum untuk standar mutu biodiesel di Amerika Serikat. Sedangkan di Jerman standar mutu biodiesel mengacu pada DIN EN 14214. Di Italia standar mutu biodiesel mengacu pada UNI 10635. Di Perancis standar mutu mengacu pada pedoman mutu Journal Officiel. Dan di Czechia standar mutu biodiesel

8 mengacu pada CSN 656507. Ada berbagai standar pengujian biodiesel, seperti : RME (rapeseed methyl ester, mengacu pada DIN E 51606) PME (vegetable methyl ester, purely vegetable products, mengacu pada DIN E51606) FME (fat methyl ester, vegetable and animal products, mengacu pada DIN V 51606) Perbedaan penggunaan standar mutu biodiesel selain karena pengaruh cuaca, iklim, juga dipengaruhi oleh sumber bahan baku biodiesel. Hal tersebut akan mempengaruhi kualitas pembakaran pada mesin kendaraan. Tabel II. 2 Standar Biodiesel Beberapa Negara (11) Parameter Unit Negara UE Italia Prancis USA Jerman Standar pren UNI Journal ASTM DIN 10635 official D6751-02 51606 Densitas (15 C) Kg/m 2 860-900 860-900 870-900 - 875-900 Viskositas (40 C) mm 2 /s 3,5-5,0 3,5-5,0 3,5-5,0 1,9-6,0 3,5-5,0 Destilasi 95% C - 360 360 360 - Titik nyala C 120 100 100 130 110 CFPP (summer) C 5/ 10 0 - - 0 Total sulfur % mass 0,001 0,01-0,05 0,01 CCR 100% % mass - - - 0,05 0,05 Bilangan setana 52-49 47 49 Bilangan asam mgkoh/g 0,5 0,5 0,5 0,8 0,5 Gliserol bebas % mass 0,02 0,05 0,02 0,02 0,02 Sulfated ash % mass 0,02 - - 0,02 0,03 Titik tuang (summer) C 0 - - 10 - - Kandungan air mg/kg 500 700 200-300 Total kontaminasi mg/kg 24 - - - 20 Kandungan metanol % mass 0,20 0,20 0,10-0,30 Kandungan ester % mass 96,5 98 96,5 - - Trigliserida % mass 0,20 0,10 0,20-0,40 Digliserida % mass 0,20 0,20 0,20-0,40 Monogliserida % mass 0,80 0,80 0,80-0,80 Total gliserol % mass 0,25-0,25 0,24 025 Bilangan iod 120-115 - 115 Fospor mg/kg 10 10 10 10 10

9 Pada Tabel II.2 diatas diperlihatkan perbandingan standar biodiesel internasional. Perbedaan standar mutu biodiesel di setiap negara dipengaruhi oleh kondisi iklim dan cuaca di negara tersebut. Hal ini karena kondisi biodiesel dipengaruhi oleh suhu lingkungan sekitarnya. Sehingga faktor lingkungan mempengaruhi kualitas dari biodiesel yang digunakan. Oleh karena itu hampir setiap negara yang menggunakan biodiesel memiliki standar mutu tersendiri. Sedangkan standar mutu biodiesel Indonesia menurut RSNI EB 020551 diperlihatkan pada Tabel II.3 di bawah ini. Tabel II. 3 Standar Mutu Biodiesel Indonesia (11) No Parameter dan satuannya Batas Metoda Metoda uji nilai setara 1 Massa jenis pada 40 C 850-890 ASTMD 1298 ISO 3675 2 Viskositas Kinematik 2,3-6,0 ASTMD 445 ISO 3104 3 Angka setana min.51 ASTMD 613 ISO 5165 4 Titik nyala ( C) min.100 ASTMD 93 ISO 2710 5 Titik kabut ( C) mak.18 ASTMD 2500-6 Korosi bilah tembaga (3jam) Mak.no3 ASTMD 130 ISO 2160 7 Residu karbon mak.0,05 ASTMD 4550-8 Dalam contoh asli mak.0,05 ASTMD 4450 ISO 10370 9 Dalam 10% ampas destilasi mak.0,05 ASTMD 4450-10 Air dan sedimen, %V mak.0,05 ASTMD 2709-11 Temperatur destilasi 90%, C mak.360 ASTM 1160-12 Abu tersulfatkan, %b mak.0,02 ASTMD 874 ISO 3987 13 Belerang,ppm mak.100 ASTMD 5453 ISO 20884 14 Posfor, ppm mak.10 AOCS Ca 12-55 FBI-A05-03 15 Angka asam, mg KOH/kg mak.0,8 AOCS Cd 3-63 FBI-A01-03 16 Gliserol bebas, %b mak.0,02 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 17 Gliserol total, %b mak.0,24 AOCS Ca 14-56 FBI-A02-03 18 Kadar ester alkil, %b min.96,5 Dihitung FBI-A03-03 19 Angka iodium, g I 2 /100 g mak.115 AOCS Cd 1-25 FBI-A04-03 20 Uji halphen negatif AOCS Cb 1-25 FBI-A06-03

10 Selain itu pengujian lain yang biasa dilakukan pengujian kalori, dan pengujian kualitas emisi gas dari hasil pembakaran biodiesel. II.3 Titik Awan (Cloud Point) dan Titik Tuang (Pour Point) Titik awan adalah temperatur pada saat bahan bakar mulai tampak "keruh" (cloudy). Hal ini timbul karena munculnya kristal-kristal (padatan) di dalam bahan bakar. Meski bahan bakar masih bisa mengalir pada titik ini, keberadaan kristal di dalam bahan bakar bisa mempengaruhi kelancaran aliran bahan bakar di dalam filter, pompa, dan injektor. Sedangkan titik tuang adalah temperatur terendah yang masih memungkinkan terjadinya aliran bahan bakar; di bawah titik tuang bahan bakar tidak lagi bisa mengalir karena terbentuknya kristal/gel yang menyumbat aliran bahan bakar. Dilihat dari definisinya, titik awan terjadi pada temperatur yang lebih tinggi dibandingkan dengan titik tuang. Pada umumnya permasalahan pada aliran bahan bakar terjadi pada temperatur diantara titik awan dan titik tuang; pada saat keberadaan kristal mulai mengganggu proses filtrasi bahan bakar. Oleh karena itu, digunakan metode pengukuran yang lain untuk mengukur performansi bahan bakar pada temperatur rendah, yakni Cold Filter Plugging Point (CFPP) di negara-negara Eropa (standard EN 116) dan Low-Temperature Flow Test (LTFT) di Amerika Utara (standard ASTM D4539) (12). Pada umumnya, titik awan dan titik tuang biodiesel lebih tinggi dibandingkan dengan petrodiesel. Hal ini bisa menimbulkan masalah pada penggunaan biodiesel, terutama, dinegara-negara yang mengalami musim dingin. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan dengan penambahan aditif tertentu pada biodiesel untuk mencegah aglomerasi kristal-kristal yang terbentuk dalam biodiesel pada temperatur rendah. Selain menggunakan aditif, bisa juga dilakukan pencampuran antara biodiesel dan petrodiesel. Pencampuran (blending) antara

11 biodiesel dan petrodiesel terbukti dapat menurunkan titik awan dan titik tuang bahan bakar. Teknik lain yang bisa digunakan untuk menurunkan titik awan dan titik tuang bahan bakar adalah dengan melakukan "winterization". Pada metode ini, dilakukan pendinginan pada bahan bakar hingga terbentuk kristal-kristal yang selanjutnya disaring dan dipisahkan dari bahan bakar. Proses kristalisasi parsial ini terjadi karena asam lemak tak jenuh memiliki titik beku yang lebih rendah dibandingkan dengan asam lemak jenuh. Maka proses winterization sejatinya merupakan proses pengurangan asam lemak jenuh pada biodiesel. Di sisi lain, asam lemak jenuh berkaitan dengan angka setana. Maka proses winterization bisa menurunkan angka setana bahan bakar. (13) II.4 Biodiesel dari Minyak Kastor Seperti halnya biodiesel lainya biodiesel dari minyak kastor, merupakan suatu bahan bakar diesel alternatif yang dibuat dari sumber biologi yang dapat diperbaharui. Pada umumnya biodiesel bersifat non toksik, mempunyai emisi yang rendah dan ramah lingkungan. 7 Hal ini ditunjukan oleh rendahnya kandungan karbondioksida biodiesel dibandingkan petrodiesel, tidak adanya kandungan sulfur dioksida, asap buangnya berkurang 70 % dibanding petrodiesel, bau gasnya lebih baik, lebih aman karena titik bakarnya yang tinggi, mudah terurai, dalam pemanfaatanya dapat dicampur dengan petrodieseltanpa harus memodifikasi mesin. (14) Minyak kastor diperoleh dari hasil ekstraksi biji jarak kaliki atau Ricinus communis yang termasuk dalam family Euphorbiaceae dengan kadar 46 55 % dari berat keringnya (Ogunniyi, 2006). (15) Tumbuhan ini dapat tumbuh diseluruh wilayah tropis dan sub-tropis. Pohon perdu yang dapat tumbuh dan mempercepat diri melalui biji-bijinya yang terlepas ini dapat tumbuh sejak lama di seluruh wilayah nusantara. Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya nama daerah dari jenis

12 pohon ini dari sumatera hingga kepulauan Maluku. Indonesia sudah dikenal sejak lama sebagai pengekspor biji kastor meskipun jumlahnya jauh lebih sedikit dibandingkan India atau Cina yang merupakan pemasok terbesar dunia (Heyne, 1987). (16) Biji kastor mengandung risin dan risini yang bersifat sangat beracun terhadap manusia dan hewan. Oleh karena itu minyak kastor bukan merupakan minyak yang dikonsumsi sebagai bahan pangan. Minyak kastor mengandung lebih dari 85 % asam risinoleat (Noughton, 1998). (17) Asam risinoleat yang disebut juga asam minyak kastor termasuk ke dalam golongan asam lemak tak jenuh. Asam ini merupakan cairan yang kekuningkuningan yang memiliki titik beku 5,5 o C dan titik didih 245 o C, tidak larut dalam air tapi larut dalam sebagian besar pelarut organik. Struktur molekul asam lemak dari biji kastor ini memiliki ikatan rangkap cis dan gugus hidroksil pada posisi 12. Adanya gugus hidroksil ini memungkinkan terjadinya reaksi percabangan pada rantai alifatik melalui reaksi esterifikasi atau eterifikasi. Struktur alkil risinoleat yang telah terasetilasi ini diperkirakan menjadi salah satu zat yang dapat digunakan sebagi aditif penurunan titik awan biodiesel. Tanaman jarak kastor (Ricinus communis L) termasuk kedalam famili Euphorbiaceae, merupakan tanaman yang hidup di daerah tropik maupun sub tropik, dan dapat tumbuh pada ketinggian 0 800 m di atas permukaan laut. Biji jarak terdiri dari 75 % kernel (daging biji) dan 25 % kulit biji, dengan komposisi daging biji jarak seperti diperlihatkan pada Tabel II.4

13 Tabel II. 4 Komposisi Biji Jarak (18) Jumlah (%) Minyak 54 Karbohidrat 13 Serat 12,5 Abu 2,5 Protein 18 Minyak jarak mempunyai kandungan asam lemak dengan komposisi seperti pada Tabel II.5 bagai berikut : Tabel II. 5 Kandungan Asam Lemak Minyak Biji Jarak (18) Asam Lemak Jumlah (%) Asam risinoleat 86 Asam oleat 8,5 Asam linoleat 3,5 Asam stearat 0,5 2,0 Asam dihidroksi stearat 1-2

14 Tanaman jarak seperti Gambar II.2 memiliki taksonomi sebagai berikut : Kerajaan : plantae Devisi : magnoliophita Kelas : magnoliopsida Ordo : Euphorbiales Familia : Euphorbiaceae Genus : Ricinus l Spesies : Ricinus comunnis l Gambar II. 2 Tanaman jarak (ricinus communis) II.5 Transesterifikasi Secara teknis, biodiesel (metil ester) terbentuk melalui reaksi transesterifikasi, yaitu reaksi antara minyak atau lemak yang mengandung asam lemak dengan senyawa alkohol membentuk suatu ester dan gliserol dengan bantuan katalis. Reaksi ini bersifat bersifat reversible, oleh karena itu keberadaan alkohol dilebihkan agar mengubah kesetimbangan ke arah produk. Faktor utama efektifitas reaksi transesterifikasi adalah perbandingan molar alkohol dan trigliserida, katalis, temperature dan waktu reaksi, dan kandungan asam lemak bebas dan kandungan air di dalam minyak atau lemak. (13) Pada reaksi ini alkohol yang digunakan merupakan alkohol alifatik monohidrida primer dan skunder yang mengandung 1 8 atom karbon. Sebagian besar alkohol yang biasa digunakan adalah metanol dan etanol disamping harganya murah, metanol dan etanol memiliki kepolaran dan rantai karbon yang pendek yang secara fisika dan kimia akan menguntungkan. Khusus metanol bereaksi cepat dengan trygliserida dan mampu melarutkan NaOH.

15 Secara stoikiometri transesterifikasi membutuhkan satu mol alkohol dan satu mol trigliserida yang akan menghasilkan tiga mol ester asam lemak dan satu mol gliserol. Berdasarkan penelitian pembuatan biodiesel dari beberapa minyak nabati, perbandingan molar metanol dan minyak nabati dibuat dengan rasio 6 : 1 yang menghasilkan 70-98 % biodiesel. (9). Persamaan reaksinya terlihat pada Gambar II.3 dibawah ini Gambar II. 3 Skema reaksi transesterifikasi trigliserid II.6 Katalis Dalam proses transesterifikasi katalis diklasifikasikan atas katalis alkali, asam dan enzim. Transesterifikasi yang menggunakan katalis alkali lebih cepat dari pada menggunakan katalis asam. Namun jika gliserida yang digunakan mempunyai kandungan asam lemak bebas yang tinggi dan air, katalis asam lebih cocok dibandingklan katalis alkali. (19) Reaksi transesterifikasi yang menggunakan metanol (metanolisis) yang dikatalisis asam dilakukan pada kondisi temperature hingga 100 o C dan tekanan sedang (hingga 5 bar) dengan tetap mempertahankan alkohol dalam kondisi cair. (20)

16 II.7 Biodiesel Bertitik Awan Rendah Biodiesel yang bertitik awan tinggi menjadi suatu yang sangat krusial disaat mesin dijalankan di daerah yang bersuhu rendah (dingin). Hal ini dapat berefek buruk terhadap kinerja mesin. Disamping itu, titik awan juga memiliki nilai praktis bagi pengguna, karena dapat mengetahui suhu kerja jika bahan bakar tersebut akan digunakan. Para penyalur dan pencampur biodiesel dapat pula menggunakan besaran ini untuk menunjukan perlu atau tidaknya pemanasan pada saat pemompaan. II.8 Struktur Kimia, Pengaditif dan Titik Awan Minyak jarak (kastor) seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga unit asam lemak. Pada dasarnya biodiesel yang berasal dari sumber dengan kandungan lemak jenuh yang tinggi (seperti asam palmitat) memiliki titik awan yang tinggi. Tingginya nilai titik awan disebabkan oleh adanya keseragaman rantai alifatik pada asam lemak berupa rantai lurus jenuh. Disamping itu, adanya ikatan rangkap yang bergeometri cis (seperti asam oleat dan asam linoleat) menyebabkan molekul membentuk biodiesel yang tidak kompak, sehingga sulit untuk membentuk susunan kisi Kristal. Kondisi ini menyebabkan titik awan biodiesel mengalami penurunan.

17 OH OH Gambar II. 4 Asam Risinoleat O Selain adanya ikatan rangkap, ketidakkompakan molekul juga bisa disebabkan oleh adanya percabangan. (12) Oleh krena itu adanya percabangan dapat menurunkan titik awan suatu biodiesel. Pada Gambar II.5 di bawah ini akan ditunjukan struktur asam risinoleat yang memiliki ikatan rangkap pada C 9 dan gugus hidroksi pada C 12 yang telah mengalami transesterifikasi. OH O O Gambar II. 5 Struktur asam risinoleat yang telah mengalami transesterifikasi Kandungan gugus hidroksi pada alkil risinoleat dalam biodiesel dari transesterifikasi minyak kastor, memungkinkan untuk membuat percabangan pada rantai alifatiknya. Percabangan ini dibentuk dengan proses asetilasi gugus hidroksi yang dimilikinya sehingga akan membentuk molekul dengan struktur seperti terlihat pada Gambar II.6 dibawah ini. O O O O Gambar II. 6 Ester yang telah mengalami asetilasi pada gugus hidroksi

18 Ester yang telah mengalami reaksi asetilasi kemudian akan digunakan sebagai pengadditif biodiesel murni sehingga akan memberikan efek ketidak kompakan struktur molekul biodiesel. Kondisi seperti ini akan menyebabkan penurunan titik awan biodiesel.