I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman yang banyak dibudidayakan di dunia. Hal itu dikarenakan jagung memiliki nilai gizi yang baik serta kegunaan yang cukup beragam. Nilai gizi jagung yaitu 10,3% protein, 4,8% lemak, 1,4% abu, 71,5% pati, dan 2% gula (Inglett, 2007). Kegunaan jagung sangat bervariasi tergantung tingkat kemasakan saat panen. Jagung yang dipanen saat masak lunak berguna untuk sayur, jagung rebus, atau jagung bakar. Jagung yang dipanen tua digunakan untuk berbagai keperluan konsumsi seperti bahan pangan pokok, tepung jagung, pakan ternak dan lainnya (Adisarwanto dan Widyastuti, 2009). Permintaan jagung terus meningkat dari tahun ke tahun sebagai akibat tingginya laju pertambahan penduduk dunia yang mencapai 1,4% per tahun. Kemajuan di bidang industri pengolahan makanan, dan meningkatnya kebutuhan bahan baku pakan ternak khususnya unggas yang berasal dari jagung juga berkontribusi pada meningkatnya konsumsi jagung nasional maupun dunia. Pada saat ini, produksi jagung nasional belum mencukupi kebutuhan sehingga Indonesia masih melakukan impor dengan volume mencapai 1 juta ton per tahun (Nasution, 2012). Data Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2015 produksi jagung sebanyak 19.612.435 ton pipilan kering (PK) dengan luas panen 3.750.350 ha serta produktivitas 5,23 ton/ha (BPS, 2017). Peningkatan produksi jagung nasional dapat dilakukan melalui penambahan luas panen dan peningkatan produksi. Peningkatan produksi jagung di Indonesia, saat ini terutama disebabkan oleh penambahan luas panen, sedangkan peningkatan produksi belum stabil dan belum bermakna. Upaya penambahan luas panen hanya mungkin dilakukan di luar Jawa dan Bali, karena di Jawa dan Bali justru terjadi alih fungsi lahan-lahan produktif menjadi tempattempat pemukiman, sarana transportasi dan peruntukan lainnya yang tidak mungkin dihindari. Produksi jagung nasional saat ini hanya sekitar 4 5 ton/ha, sehingga masih terbuka peluang untuk meningkatkan produksi jagung nasional melalui upaya peningkatan produksi. Kehadiran varietas jagung unggul introduksi, baik komposit ataupun hibrida telah berkontribusi secara nyata terhadap peningkatan produktivitas ataupun 1
produksi jagung nasional. Varietas hibrida mempunyai potensi tinggi daripada varietas komposit namun kebutuhan unsur haranya lebih boros, karena hibrida memiliki gen-gen yang dominan yang mampu untuk memberi hasil tinggi. Meskipun potensi hasilnya lebih rendah dibanding hibrida, jagung komposit unggul yang dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Serealia (Balitsereal) berdaya hasil cukup tinggi, mencapai 7,6-8,4 t/ha. Kelebihan dari jagung komposit adalah produksi benihnya dapat dilakukan dengan mudah oleh petani/kelompok tani dan kebutuhan unsur hara lebih rendah dibandingkan jagung hibrida. Jagung yang juga menunjang jumlah produksi jagung nasional dan dibudidayakan petani serta hasilnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah kultivar jagung manis. Jagung manis digemari masyarakat karena memiliki rasa yang lebih manis dan lebih harum dibanding varietas lain. Permasalahan yang terjadi dalam budidaya jagung baik jagung manis, hibrida dan komposit adalah kebutuhan unsur hara jagung yang tinggi belum tercukupi dengan optimal, meskipun di lapangan petani menggunakan pupuk dosis tinggi terutama pupuk nitrogen (urea) dilapangan dengan dosis tinggi sudah diterapkan. Lebih dari 397 kg/ha urea digunakan setiap musim tanam. Hal tersebut mengakibatkan pemborosan penggunaan pupuk urea dan juga pencemaran lingkungan. Akibat nyatanya ialah baik jagung manis, komposit dan hibrida hingga saat ini masih belum mencapai produktivitas yang maksimal. Menurut Akil (2013), produktivitas jagung komposit dengan rata-rata hasil 5,6 t/ha dari potensi hasil 7,6 t/ha dan varietas hibrida dengan rata-rata hasil 8,3 t/ha dari potensi hasil 13 t/ha. Agar pertumbuhan dan produksi jagung maksimum semua unsur esensial harus berada dalam jumlah yang optimum (Suriadikarta dan Abdurachman, 2001). Karena jagung termasuk jenis tanaman yang cukup konsumtif terhadap unsur hara terutama nitrogen (N), sehingga selain potensi genetik dari varietas yang ditanam, maka tingkat kecukupan hara dan kesuburan tanah merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan dan hasil tanaman. Input utama dalam proses budidaya jagung adalah pupuk urea sebagai sumber utama nitrogen (N), namun penggunaan urea dalam upaya peningkatan produksi jagung nasional menghadapi beberapa kendala berupa 1) rendahnya efisiensi penyerapan N yang hanya berkisar 20-40%, 2) kelangkaan pupuk, dan 3) mahalnya harga pupuk (Kumar et al., 2000; Bouman et al., 2002). 2
Vergara (1992) melaporkan bila pupuk N diberikan ke dalam tanah, sejumlah 40% N diserap, 20% tersimpan di dalam tanah dan sejumlah 40% hilang melalui berbagai proses. Kehilangan N melalui volatilisasi amonium dapat mencapai 25%, sedangkan denitrifikasi berkisar 30 40%. Kehilangan N melalui pelindian dan aliran permukaan berkisar 20% tergantung pada kondisi tanah. Kehilangan hara N dengan persentase yang cukup tinggi ini merupakan suatu pemborosan dalam penggunaan sumber daya alam yang tidak terbaharukan, pemborosan biaya dan substansi N yang tidak terserap berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan (Clark, 1990). Pencemaran NH3, N2O dan N2 ke atmosfer dapat merusak lapisan ozon. Pencemaran nitrat ke dalam lapisan air tanah meningkatkan kandungan nitrat air minum yang diambil dari air tanah tersebut dan dapat menimbulkan penyakit blue baby syndrome (Bouman et al., 2002). Penyakit ini disebabkan oleh keracunan nitrat yang masuk kedalam tubuh dan berubah menjadi nitrit yang selanjutnya berkaitan dengan hemoglobin yang menyebabkan hemoglobin tidak dapat mengangkut dan melepaskan oksigen seperti keadaan normal. Dampak negatif ketidakefisienan jagung dalam menyerap dan memanfaatkan N bersumber dari urea berpotensi semakin besar dengan meningkatnya takaran N yang diberikan. Alfisol dapat menjadi tanah marjinal dan berpotensi kehilangan N yang cepat jika diberikan masukan N dari pupuk anorganik. Tanah yang tergolong Alfisol yang sudah lama dimanfaatkan untuk usahatani tanpa adanya usaha pengolahan tanah terpadu, dapat mengalami penurunan kesuburan kimiawi dan fisik tanah, sehingga produktivitasnya rendah. Kehilangan N tesebut dapat dikendalikan melalui berbagai cara. Kehilangan N dapat ditekan dengan manajemen pemupukan N yang tepat. Manajemen dimaksudkan agar N dapat dimanfaatkan secara optimal oleh tanaman dengan tingkat kehilangan N serendah mungkin dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan sehingga hasil tanaman optimal dan berkelanjutan. Manajemen pemupukan N mencakup penggunaan penghambat nitrifikasi, perbaikan waktu dan cara pemupukan, dosis tepat, keseimbangan N dengan hara lain, penggunaan bahan organik dan pengembalian biomassa tanaman serta penggunaan varietas dengan efisiensi tinggi (Mikkelsen et al., 1995). Menurut 3
Robert (2008), pemberian pupuk N secara bertahap lebih baik dibanding secara sekaligus karena lebih efektif serta meningkatkan hasil dan efisiensi penggunaan N. Kemudian hasil penelitian Akil (2009), aplikasi pupuk dengan cara tugal lebih efektif dibanding dengan aplikasi pupuk disebar di atas permukaan tanah atau dilarutkan sebelum disiram ke permukaan tanah di sekeliling tanaman pada lahan sawah tadah hujan dan lahan kering. Selain manajemen pemupukan diatas, dikemukakan oleh Mohanthy, et al. (2008), bahwa untuk mengurangi kehilangan N dan meningkatkan efisiensinya, dapat digunakan teknologi penghambat urease pada pemupukan N. Teknologi penghambat urease itulah yang akan menjadi fokus di penelitian ini. Hasil penelitian Li et. al (2015), penghambat urease terbukti mampu menekan laju kehilangan nitrogen berupa (NH3) pada tanaman gandum yang bersumber dari pupuk urea. Jumlah kehilangan NH3 selama 2 minggu pada pemupukan N tanpa penghambat urease sebesar 11-15% dari total pupuk N yang diberikan sedangkan pemberian pupuk N berpenghambat urease hanya mengalami kehilangan NH3 sebesar 0-6%. Bahan penghambat urease berperan memperlambat penyediaan NH4 + dari urea, sehingga akar jagung menjadi lebih efisien dalam menyerap dan menggunakan N. Material penghambat aktivitas urease yang digunakan dalam penelitian ini adalah N - (n - butyl) thiophosphoric triamide (NBPT) and N - (n - propyl) thiophosphoric triamide (NPPT). Sebagian besar N yang dilepaskan oleh urea dapat diserap dan digunakan oleh tanaman, hanya sebagian kecil saja yang lolos. Upaya peningkatan efisiensi N urea oleh jagung telah banyak dilakukan melalui pengelolaan tanah dan pupuk, namun sampai dengan saat ini belum banyak memberikan hasil positif. Mengingat begitu rendahnya efisiensi penyerapan dan pemanfaatan pupuk N urea oleh jagung pada setiap musim tanam, maka perlu dilakukan upaya peningkatan efisiensi sehingga pemborosan dan potensi pencemaran lingkungan yang mungkin terjadi dapat ditekan. 4
B. Permasalahan Permasalahan pada penelitian ini muncul karena pemborosan penggunaan pupuk anorganik khususnya nitrogen (N) yang dilakukan pada sistem budidaya yang dilakukan petani. Dosis penggunaan urea yang digunakan pada pemupukan jagungsetiap musim tanam mencapai 397 kg/ha. Jumlah dosis tersebut dinilai sangat boros. Hal tersebut terjadi pada sistem budidaya jagung baik jagung manis, kompsit dan hibrida yang mengakibatkan efisiensi pemupukan dan prosduktivitas jagung belum maksimal. Selanjutnya dampak yang ditimbulkan dari pemborosan pupuk N yang mudah hilang tidak termanfaatkan tanaman dapat berdampak pada lingkungan dan manusia. Maka dari itu perlu dilakukan upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk Nsehingga pemborosan dan potensi pencemaran lingkungan yang mungkin terjadi dapat ditekan serta produktivitas jagung dapat diperoleh dengan maksimal. C. Tujuan 1. Mengetahui pengaruh pemupukan urea berpenghambat ureaseterhadap efisiensi serapan N dan produktivitas jagung manis, komposit, dan hibridadi Alfisol Teras, Boyolali. 2. Mengetahui pengaruh penurunan dosis urea pada paket pemupukan yang dikombinasikan dengan penghambat urease terhadap produktivitas jagung manis, komposit, dan hibridadi AlfisolTeras, Boyolali. D. Kegunaan Hasil penelitian dapat memberikan informasi mengenai pengaruh pemupukan urea berpenghambat urease terhadap efisiensi serapan N dan produktivitas jagung manis, komposit, dan hibrida di Alfisol Teras, Boyolali. Hasil penelitian dapat diterapkan langsung di tingkat lapangan oleh petani dalam rangka meningkatkan efisiensi serapan N pada jagung, sehingga ada peluang untuk menurunkan dosis urea tanpa diikuti oleh penurunan produktivitas jagung. Hasil penelitian juga dapat digunakan sebagai rujukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh penggunaan bahan penghambat urease khususnya NBPT-NPPT. 5