12 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2017 - Juni 2017. Penelitian dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, dan Workshop Fakultas Kehutanan Univesitas Sumatera Utara Medan. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu chain saw, oven, kalifer, timbangan analitik dan kempa panas (hot press). Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini kayu Jabon (Arthocarpus cadamba), dan larutan NaOH 2%. Prosedur Penelitian 1. Persiapan bahan baku Kayu Jabon diperoleh dari KM 13,5 binjai. Sampel pengujian sifat fisis dan mekanis kayu terdiri dari MOE dan MOR, kerapatan, WL (Weight loss) dan RS ( Recovery of Set). Sampel MOE dan MOR dibuat dengan ukuran 30cm x 2cm x 2cm dan 2cm x 2cm x 2cm sebagai sampel WL (Weight loss) dan RS ( Recovery of set). 2. Persiapan contoh uji Sebelum dilakukan pengempaan, Seluruh contoh sampel diuji kering dalam oven selama ±24 jam pada suhu 100 0 C dan diukur dimensi tebal (To) serta berat awalnya (Wo). Kemudian seluruh sampel dilakukan perendaman NaOH 2% selama ±24 jam. 3. Proses densifikasi kayu Pengempresan dilakukan pada arah radial (R) dengan rasio pemadatan 20%. Pemadatan dilakukan dengan variasi suhu 120 0 C, 140 0 C, 160 0 C, 180 0 C, 200 0 C dengan waktu kempa selama 30 menit. 12
13 Gambar 1 :Kempa Panas ( Hot Press) Kayu yang telah dikempa selanjutnya dikeringkan dalam oven dan diukur tebalnya tebal compresing (Tc). Kemudian dilakukan pengujian pemulihan tebal dengan cara merendam di dalam air dingin selama 24 jam dan seluruh sampel dioven kembali dengan suhu 100 0 C selama 24jam. Kemudian diukur kembali tebal (Tr) dan berat akhir kayu (Wr) 4. Analisis data a. perhitungan RS dan WL Besarnya pemulihan tebal (recovery of set = RS) dan kehilangan berat (weight loss = WL) diukur dengan rumus: x 100 % x 100% Keterangan rumus: Tr = Tebal setelah perendaman Tc = Tebal stelah pemadatan
14 To = Tebal Awal Wo = Berat awal Wr = Berat setelah perendaman Pengujian Sifat Fisis Kayu Jabon Pengujian ini meliputi mengujian kerapatan.. Kerapatan Contoh uji berukuran 2 x 2 x2 cm dalam keadaan kering udara ditimbang beratnya (M). Selanjutnya diukur rata-rata panjang, lebar dan tebalnya untuk menentukan volume contoh uji (V). nilai kerapatan dihitung dengan rumus : Keterangan: P =kerapatan (g/cm 3 ) M = berat contoh uji kering udara (g) V =volume contoh uji kering udara (cm 3 ) Pengujian Sifat Mekanis Kayu Jabon Keteguhan Lentur Statis/Kekakuan (Modulus of elastiticity/moe) Pengujian MOE dilakukan bersama-sama dengan pengujian patah MOR, sehingga contoh ujinya adalah sama yaitu berukuran 25 cm x 25 cm x2 cm. pengujian dilakuan pada kondisi kering udara dibentangkan dengan pembebanan dilakukan di tengah-tengah jarak sangga. Kecepatan pembebanan sebesar 10 mm/menit selanjutnya diukur besarnya beban yang dapat ditahan oleh contoh uji sampai bats proporsi. Nilai MOE dihitung dengan rumus :
15 Keterangan : MOE = Modulus of elastisity (kg/cm2) P = Beban sampai batas proporsi (kg) L = Jarak sangga (cm) Δy =perubahan dekleksi setiap perubahan beban (cm) b = Lebar contoh uji (cm) h = Tebal contoh uji (cm) Modulus patah atau Modulus of Rupture (MOR) Keteguhan Lentur Patah (Modulus of Rupture/MOR) Pengujian ini merupakan kelanjutan dari pengujian keteguhan lentur statis (MOE), yakni sampai mencapai beban yang menyebabkan kayu rusak. Besarnya nilai MOR dihitung dengan rumus : Keterangan : MOR P L B H MOR = Modulus or Rupture (kg/cm2) = Beban pada saat kayu rusak (kg) = jarak sangga (cm) = tebal contoh uji (cm) = lebar contoh uji (cm
16 Sampel sifat fisis 2 cm x 2 - cm Oven x 2cm 103 C selama 24 jam - Timbang Wo & To Sampel sifat mekanis 2 cm x 2 cm x 30 Perendaman Rendam dalam NaOH 2% selama 24 jam Pemadatan - Kempa dengan suhu 120 C,140 C 160 C,180 C,200 C selama 30 menit Sifat fisis Oven 100 C selama Hitung Tc & Wr Rendam air dingin 24 jam Oven 100 C selama Sifat mekanis Dikering Udarakan selama 14 hari Pengujian MOE & MOR Hitung Tr & Wr Gambar 2. Bagan Metode Penelitian
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Recovery of Set (RS) dan Weight Loss (WL) Hasil penelitian menunjukkan bahwa Recovery of set (RS) dan Weight Loss (WL) kayu dan kompregnasi bervariasi antara 63,14%-132,92% dan 10,24%-17,77% dengan pengempaan rata-rata ditunjukkan pada Gambar 1. 140 132.92 120 100 95.33 91.90 80 60 63.14 63.14 RS 40 WL 20 10.24 11.79 13.85 11.90 17.77 0 120 140 160 180 200 Suhu Pengempaan O C Gambar 3. Nila rata-rata RS dan WL pada pemadatan kayu Jabon Pada Gambar 3 diatas menunjukkan bahwa pengaruh suhu, waktu dan perendaman dengan campuran NaOH 2% berpengaruh terhadap tingkat RS dan WL kayu kompresi. Nilai rata-rata RS tertinggi pada suhu 140 o C dengan nilai 132,92% dan nilai rata-rata RS terendah pada suhu 200 o C dengan nilai 63,14%, sedangkan nilai rata-rata WL tertinggi terdapat pada suhu pengempaan 200 o C dengan nilai 17,77% dan nilai rata-rata WL terendah pada suhu pengempaan 120 o C dengan nilai 10,24%. Secara umum, semakin tinggi suhu dan lama waktu pemadatan akan mengasilkan nilai RS yang semakin rendah dan semakin tinggi suhu dan waktu pengempaan akan mengakibatkan nilai WL yang semakin besar, Hartono et al (2016) tetapi nilai RS pada suhu 17
18 pengempaan 120 o C cenderung lebih rendah dibandingkan dengan suhu pengempaan lainnya. Hal ini disebabkan karena pengaruh pada panas pengempaan yang menyebabkan kurang terdegradasinya lignin dan hemiselulosa sebagai komponen kimia utama kayu. Amin dan Dwianto (2006) menyatakan pelunakan hemiselulosa dan lignin pada kayu terjadi pada perlakuan suhu diatas 120 o C, sehingga dengan pemberian suhu 140 o C, 160 o C dan 180 o C dapat mempercepat terjadinya deformasi sel penyusun kayu dan fiksasi. Selama terjadinya pengempaan, dinding sel kayu akan berubah bentuk sampai mencapai target ketebalan tertentu akibat adanya tekanan pengempaan (hot press). Kayu yang mengalami pengempaan (hot press) dengan rendaman larutan NaOH mampu membantu proses pelunakan sehingga kayu mudah terdeformasi. Pengempaan juga mampu mengakibatkan sebagian hemiselulosa terhidrolisasi karena hemiselulosa dan lignin bersifat larut. Amin et al. (2007) mengatakan meningkatnya suhu dan tekanan uap panas pada kayu jenuh air maupun jenuh NaOH akan melunakkan hemiselulosa dan lignin sebagai komponen utama kimia kayu sehingga kayu bersifat plastis dan memungkinkan terjadinya proses fiksasi. Selama terjadinya proses pengempresan, lignin akan lunak akibat dari perlakuan suhu dan NaOH % tersebut. Pengempaan kayu pada suhu tinggi dapat menyebabkan timbulnya tekanan uap panas didalam cetakan tersebut dimana tekanan uap panas dapat mengeluarkan uap cair dalam kayu, komponen kimia kayu terdegradasinya hemiselulosa dan lignin sehingga dengan menguapnya sebagian komponen kayu dapat menyebabkan kehilangan berat pada kayu, hal ini berkaitan dengan Dwianto et al. (1998) diacu dalam Amin dan Dwianto (2006), pengempaan kayu pada suhu di atas 180ºC dapat menyebabkan
19 terdegradasi-nya komponen hemiselulosa dan lignin di dalam dinding sel, sebagai akibatnya maka tegangan yang tersimpan dalam mikrofibril akan mengalami relaksasi. Hasil Gambar 3 tampak faktor suhu, waktu dan rendaman NaOH 2% sangat berpengaruh terhadap terjadinya kondisi fiksasi yang permanen, dimana ditandai dengan menurunnya nilai RS. Selain menurunnya nilai RS, pengaruh suhu, waktu dan rendaman NaOH 2% berpengaruh terhadap nilai WL pada kayu Jabon. Perendaman dalam larutan NaOH 2% sebelum tahap pengempresan dan dilanjutkan dengan perlakuan suhu yang menyebabkan adanya tekanan uap panas pada hot press yang menyebabkan terdegradasinya komponen kimia dan komponen zat ekstraktif lainnya. Selain faktor suhu dan waktu berpengaruh terhadap RS dan WL, pengaruh suhu dan waktu juga berpengaruh terhadap perubahan warna pada kayu. Pada saat proses pemadatan, kayu mengalami perubahan warna dari 120 ºC hingga 200 ºC. Pada suhu 200 ºC kayu berwarna coklat tua lebih gelap dibandingkan dengan pengempaan suhu lain. Hal ini diakibatkan suhu pengempaan yang tinggi. Warna kayu jabon kontrol lebih cerah dibandingkan dengan hasil kayu yang dipadatkan. Menurut Inoue et al. 1992 diacu dalam Sulistiyono dan Surjokusumo (2001), kayu di densifikasi memberikan tampilan warna yang atraktif, dimana warnanya berubah menjadi sedikit lebih gelap dari kayu asalnya sebagai akibat dari pengaruh suhu dan lama pengempaan saat proses densifikasi kayu berlangsung. Kayu jabon yang dipaadatkan memiliki kesan raba yang lebih halus dari kayu kontrol, hal ini terjadi karena adanya pemadatan pori atau rongga sel kayu, sehingga permukaan menjadi lebih halus dibandingkan kayu dengan pori atau rongga yang besar-besar (Wadhani,2005). Untuk lebih jelasnya, sampel kayu
20 Jabon baik control dan dipadatkan disajikan pada Gambar 2. Gambar 2. Sampel kayu jabon control dan dipadatkan Sifat Fisis Kayu Jabon Kerapatan Nilai rata-rata kerapatan kayu Jabon kontrol 0.36 g/cm 3 setelah dipadatkan nilai rata-rata sebesar 0,38-0,43 g/cm 3 untuk jelasnya data kerapatan kayu Jabon kontrol dan dipadatkan dapat dilihat grafiknya pada Gambar 4. Kerapatan gr/cm 3 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0.43 0.43 0.41 0.38 0.39 0.36 kontrol 120 140 160 180 200 Suhu Pengempaan ( o C) Gambar 4. Grafik rata-rata kerapatan kayu Jabon Nilai kerapatan kayu jabon paling tinggi adalah 0,43 g/cm 3 yang diperoleh pada suhu pengempaan 140 o C dan nilai kerapatan paling rendah 0,38 g/cm 3 diperoleh pada suhu pengempaan 120 o C dengan waktu pengempaan 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kerapatan kayu jabon yang dipadatkan dengan rasio
21 pemadatan 20% meningkat dibandingkan kayu jabon kontrol, yaitu meningkat dengan kisaran 5,55% - 19,4 %. Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa kerapatan kayu jabon yang dipadatkan meningkat dengan semakin meningkatnya suhu pengempaan. Namun pada suhu pengempaan 120 o C hanya mengalami kenaikan 0,02 g/cm 3, sementara pada suhu 140 o C-180 o C nilai kerapatan kayu jabon meningkat hingga 0,43 g/cm 3. hal ini disebabkan karena rongga sel dan dinding sel menjadi lebih padat dan hanya mengandung sedikit hemiselulosa pada dinding sel. Peningkatan kerapatan kayu pada penelitian ini juga dipengaruhi oleh perendaman dengan campuran NaOH 2 % sehingga kayu menjadi lunak (plastis). Hal ini dijelaskan (Onggo dan Astuti, 2005) bahwa selain dapat melarutkan dan melunakan lignin dan hemiselulosa, penetrasian larutan NaOH juga menyebabkan melemahnya ikatan antar serat. Pelunakan hemiselulosa dan lignin kayu terjadi pada perlakuan suhu diatas 120 o C sehingga dengan pemberian suhu 140ºC, 160ºC dan 180ºC dapat mempercepat terjadinya deformasi sel penyusun kayu dan fiksasi. (Efrida,2014) juga menjelaskan kerapatan kayu yang dipadatkan bertambah terkait dengan berkurangnya porositas kayu karena dinding sel kayu satu dengan lainnya saling merapat akibat melunaknya lignin. Selanjutnya pada suhu 200 o C nilai kerapatan kayu jabon menurun hingga mencapai nilai 0,39 g/cm 3 hal ini disebabkan karena pengaruh panas dan suhu tinggi pengempaan dapat merusak ikatan hydrogen antar molekul air sehingga kayu mengalami pengeringan dan diduga terjadi rusaknya sel dalam kayu. Rusaknya molekul air akibat perlakuan suhu tinggi menyebabkan terjadinya kerusakan pada ikatan H antar molekul-molekul di dalam matriks hemiselulosa-lignin (Amin & Dwianto 2006). Selain itu, menurut Wardhani (2006) penurunan kerapatan kayu juga dipengaruhi oleh
22 penurunan berat kayu dan volume kayu karena adanya zat ekstraktif yang terlarut atau menguap selama proses densifikasi berlangsung yang terdapat sel-sel di permukaan sampel. Sifat Mekanis Kayu Jabon Modulus of Elasticity (MOE) Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata MOE kayu jabon setelah dikempa berkisar antara 59315,79-71035,54 kg/cm 2 meningkat dibandingkan dengan nilai MOE kayu jabon kontrol yaitu sebesar 49612,08 kg/cm 2. Untuk lebih jelasnya, nilai MOE kayu jabon kontrol dan kayu yang dipadatkan dapat dilihat grafinya pada Gambar 5. MOE kg/cm 2 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 49612.08 71035.54 64864.85 63978.4 59315.79 61501.59 10000 0 kontrol 120 140 160 180 200 Suhu Pengempaan o C Gambar 5. Grafik rata-rata MOE kayu Jabon Hasil rata-rata MOE kayu jabon disajikan pada Gambar 5 menunjukkan bahwa nilai rata-rata berkisar antara 59315,79-71035,54 kg/cm 2. Nilai MOE terendah dengan nilai rata-rata 59315,79 kg/cm 2 diperoleh pada perlakuan suhu pengempaan 180 o C dan nilai MOE tertinggi diperoleh dengan nilai rata-rata 71035,54 kg/cm 2 pada suhu pengempaan 120 o C dengan masing-masing waktu 30 menit pengempaan.
23 Gambar 5 menunjukkan adanya peningkatan nilai MOE pada kayu yang dikempa dibandingkan dengan kayu kontrol. Pemadatan kayu terbukti mampu meningkatkan kelenturan dan kekakuan kayu. Amin et al (2004) menyatakan bahwa peningkatan sifat mekanis kayu terpadatkan dapat terjadi karena melunaknya komponen lignin dalam kayu karena pengaruh suhu, yang kemudian menyebabkan lignin tersebut menyebar dan mengisi bagian kayu yang berongga dan mengikat polimer-polimer penyusun kayu seperti selulosa dan hemiselulosa. Menurut Wardhani (2005) pemadatan menyebabkan rongga sel memipih, meningkatkan kerapatannya dan merubah struktur anatomi kayu. Densifikasi kayu dengan suhu dan waktu kempa menyebabkan lumen menyempit dan dinding sel semakin rapat satu dengan lainnya. Selain itu dengan adanya panas dan pengempaan dengan waktu tertentu menyebabkan bagian dinding sel yang mengandung selulosa mengalami plastisasi sehingga terjadi bentuk permanen. Sedangkan Dwianto et al. (1999) dalam Amin dan Dwiato (2006), menyatakan bahwa peningkatan nilai MOE juga disebabkan oleh terjadinya kristalisasi molekul selulosa dalam daerah amorf dari mikrofibril yang direkat dengan lignin yang mengalir akibat pemanasan pada proses plastisasi dengan pengaturan suhu dan waktu kempa. Pada pengempaan suhu 180 o C nilai MOE mengalami penurunan hingga 59315,79 kg/cm 2 hal ini dikarenakan pada proses pengempaan dengan suhu terlalu tinggi dapat merusak kandungan kimia dan struktur sel anatomi kayu pada dinding sel sehingga struktur sel mengalami deformasi. Penelitian Eliezer (2014) mengatakan pengempaan dengan suhu kempa yang tinggi (160 o C 200 o C) akan merusak struktur sel pada bagian kayu sehingga menyebabkan tejadinya penurunan nilai MOE sehingga tidak terjadi gaya reaksi yang bekerja untuk melawan gaya dari luar.
24 Keteguhan Lentur Patah/Modulus Of Rupture (MOR) Nilai MOR kayu jabon yang dipadatkan berkisar antara 313,27 kg/cm²- 529,51kg/cm², meningkat jika dibandingkan dengan nilai MOR kayu kontrol yaitu sebesar 421,34 kg/cm², untuk lebih jelasnya nilai MOR untuk kayu Jabon kontrol dan yang dipadatkan dapat dilihat grafiknya pada Gambar 6. MOR kg/cm 2 600 500 400 300 200 421.34 529.51 533.35 485.67 313.27 390.48 100 0 kontrol 120 140 160 180 200 Suhu Pengempaan O C Gambar 6. Grafik rata-rata MOE kayu jabon Gambar 6 menunjukkan bahwa nilai rata-rata MOR terendah diperoleh pada perlakuan suhu pengempaan 180 o C dengan nilai 313,27 kg/cm 2 sedangkan nilai MOR yang tertinggi diperoleh pada suhu pengempaan 140 o C dengan nilai 533,35 kg/cm 2 dengan waktu pengempaan masing-masing 30 menit. Berdasarkan nilai MOR diatas, bahwa tidak semua kayu jabon yang dipadatkan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kayu jabon kontrol. Kayu jabon yang tidak mencapai kenaikan nilai adalah pada suhu pengempaan 180 o C dan 200 o C dengan waktu pengempaan 30 menit, hal ini dikarenakan pada suhu kempa yang terlalu tinggi mengakibatkan kerusakan pada kayu selama proses pengempaan sama seperti pengujian MOR, yang mengalami penurunan pada suhu 180 o C.
25 Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya penurunan nilai MOR pada suhu 180-200 o C kayu mengalami kerusakan pada struktur anantominya sehingga setelah dipadatkan nilai MOR menurun. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Wardhani (2005), bahwa kerusakan struktur anatomi kayu pada dinding sel akan menurunkan kekuatan kayu. Pada suhu 120-140 o C menunjukkan nilai MOR lebih tinggi dibandingkan dengan suhu pengempaan lainnya dimana kombinasi suhu dan waktu kempa dapat mengikat perubahan bentuk kayu densifikasi, sehingga menjadi lebih padat dengan memipihnya rongga sel, mengurangi kadar air kayu dan mengikat komponen-komponen sel sehingga lebih mampu menahan beban dibandingkan kayu tanpa densifikasi dalam beban yang sama. Menurut Rilatupa et al. (2004), peningkatan MOR pada kayu densifikasi terjadi karena densifikasi menyebabkan struktur sel menjadi lebih padat dan merata selain adanya kristalisasi molekul selulosa dalam daerah amorf dari mikrofibril. Faktor lain yang mempengaruhi nilai MOR yang meningkat pada suhu 140 o C adalah perendaman kayu dengan larutan NaOH 2% yang menunjukkan bahwa larutan NaOH 2% lebih besar pengaruhnya dalam mencapai fiksasi kayu kompresi. Meningkatnya suhu dan tekanan uap panas pada kayu jenuh air maupun jenuh NaOH akan melunakkan hemiselulosa dan lignin sebagai komponen utama kimia kayu sehingga kayu jadi bersifat plastis dan memungkinkan terjadinya proses fiksasi Amin at el(2007). Pengaruh suhu dan waktu kempa dapat mengikat perubahan bentuk kayu yang dipadatkan, sehingga menjadi lebih padat dan memipihnya rongga sel, mengurangi kadar air kayu dan mengikat komponen-komponen sel sehingga lebih mampu menahan beban yang sama Menurut Rilatupa et al. (2004), peningkatan MOE dan MOR pada
26 kayu didensifikasi menyebabkan struktur sel menjadi lebih padat dan merata pada setiap bagian kayu yang didensifikasi selain adanya kristalisasi molekul selulosa dalam daerah amorf dari mikrofibril.
27 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pengaruh suhu dan waktu pemadatan berpengaruh terhadap kayu jabon yang dipadatkan dengan masing-masing suhu 120 o C, 140 o C,160 o C,180 o C dan 200 o C dengan waktu pengempaan 30 menit. 2. Pengaruh suhu dan waktu terhadap sifat fisis kayu jabon, dengan RS meningkat pada suhu 140 o C dengan nilai 132,92%, nilai WL meningkat pada suhu 200 o C dengan nilai 17,77% dan nilai kerapatan meningkat pada suhu 140 o C dari 0,36 gr/cm 2 menjadi 0,42 gr/cm 3. 3. Pengaruh suhu dan waktu terhadap sifat mekanis kayu, dengan nilai MOE naik dari 49621,08 kg/cm 2 ke 71035,54 kg/cm 2 dan MOR mengalami kenaikan dari 421,34 kg/cm 2 ke 529,51 kg/cm 2. Saran Berdasarkan hasil penelitian ini sebaiknya proses pemadatan kayu Jabon dapat dilakukan dengan lebih baik lagi agar hasil yang diperoleh sesuai dan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap proses pemadatan. 26