2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lemb

dokumen-dokumen yang mirip
: a. bahwa untuk dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, diperlukan peran serta masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 200

penyimpangan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga terwujud pemerintah yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme;

2 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150);

2 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Ind

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR : 29/M-IND/PER/6/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN

2 Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembar

2017, No Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian N

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2015, No Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 14

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BAB I PENDAHULUAN

BUPATI POLEWALI MANDAR

Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31/PERMEN-KP/2013 TENTANG

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT TERPADU DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

2015, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3852); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 t

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

S A L I N A N BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN No. 3, 2016 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA. BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Sistem Penanganan Pengaduan. Tindak Pidana Korupsi.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala LIPI tentang Pengelolaan Pengadu

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI PARIWISATA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA. No.1386, 2012 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pengaduan. Laporan. Penanganan. PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2016, No Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

2 Wewenang, Pelanggaran dan Tindak Pidana Korupsi Lingkup Kementerian Kehutanan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggar

2015, No Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor

2 Korupsi di Badan Koordinasi Penanaman Modal sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam

2 Pelanggaran di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih da

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.63/Menhut-II/2014 TENTANG

2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Re

2016, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1408, 2013 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI. Whistleblower System. Pelaksanaan. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2018, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (

MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 77/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 34/Menhut-II/2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS AIRLANGGA

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepoti

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 t

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.04/MEN/2011 PEDOMAN PENGAWASAN INTERN LINGKUP KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

BSN. Pengendalian Gratifikasi. Sistem.

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 126 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA

BERITA NEGARA. No.859, 2013 KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Pelayanan. Komunikasi Masyarakat. Rencana Aksi Nasional. HAM. Pedoman.

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 11 TAHUN 2014 TENTANG

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotism

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM PENGENDALIAN GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL

MENTERI BADAN USAHA MILIK NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 38 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT WALIKOTA YOGYAKARTA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

BALAI BESAR PELATIHAN PERTANIAN LEMBANG 2017

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (Lembaran

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan

2017, No Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan deng

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA NOMOR : KEP. 13 TAHUN 2012

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : PER

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. INPRES. Korupsi. Monitoring. Percepatan.

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

2017, No ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republ

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 86 TAHUN 2014 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 27 Tahun : 2015

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36/PERMEN-KP/2017 TENTANG KODE ETIK PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL PERIKANAN

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 7 TAHUN 2014

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian (Lembaran Negara Repubik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Negara Repu

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.HH-01.PW TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN INTERN PEMASYARAKATAN.

2017, No Pedoman Pengawasan Intern di Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan Republik Indonesia; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 19

Transkripsi:

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.233, 2015 BSN. Pengaduan Masyarakat. Penanganan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL, bahwa untuk dapat mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, diperlukan peran serta masyarakat dalam pengawasan penyelenggaraan pemerintahan yang diwujudkan dalam bentuk pengaduan masyarakat; b. bahwa untuk menjalankan pengaduan masyarakat dalam rangka pengawasan penyelenggaran pemerintahan di lingkungan Badan Standardisasi Nasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diperlukan Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat di Lingkungan Badan Standardisasi Nasional; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Standardisasi Nasional tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat di Badan Standardisasi Nasional;

2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3874) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4150); 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4635); 4. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4846); 5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5494); 6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 216, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 114, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3995); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

3 2004 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4450); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5135); 10. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013; 11. Keputusan Presiden Nomor 84/M Tahun 2012 tentang Pengangkatan Kepala Badan Standardisasi Nasional; 12. Keputusan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 965/BSN-I/HK.35/05/2001 tentang Organisasidan Tata Kerja Badan Standardisasi Nasional, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala Badan Standardisasi Nasional Nomor 4 Tahun 2011; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL TENTANG PEDOMAN PENANGANAN PENGADUAN MASYARAKAT DI LINGKUNGAN BADAN STANDARDISASI NASIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Dalam Peraturan Kepala ini yang dimaksud dengan: 1. Badan Standardisasi Nasional yang selanjutnya disingkat BSN adalah lembaga pemerintah non kementerian yang bertugas dan bertanggungjawab di bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian. 2. Pemangku Kepentingan adalah pihak yang mempunyai kepentingan terhadap kegiatan standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, yang terdiri atas unsur konsumen, pelaku usaha, asosiasi, pakar, cendikiawan, kementerian, lembaga pemerintah non kementerian dan/atau pemerintah daerah. 3. Pegawai Badan Standardisasi Nasional yang selanjutnya disebut Pegawai BSN adalah Pegawai Negeri Sipil dan Calon Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Tidak Tetap Pemerintah, tenaga lainnya termasuk tenaga rekanan yang bekerja di lingkungan BSN.

4 4. Pengaduan Masyarakat yang selanjutnya disebut Dumas adalah keluhan, pengaduan, kritik dan/atau saran yang disampaikan secara tertulis oleh Pemangku Kepentingan atau masyarakat kepada BSN sebagai bentuk penerapan pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat. 5. Pengadu adalah Pemangku Kepentingan atau masyarakat baik Individu atau Kelompok yang menyampaikan Dumas kepada BSN. 6. Yang Diadukan adalah BSN atau Pegawai BSN yang diduga melakukan penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang. 7. Penanganan Dumas adalah serangkaian proses penanganan pengaduan berupa penelaahan, monitoring, konfirmasi, klarifikasi dan atau audit dengan tujuan tertentu untuk mengungkap kebenaran perihal yang diadukan. 8. Pencatatan Dumas adalah pencatatan atas informasi dari dokumen aduan kedalam buku agenda khusus yang dapat dilakukan secara manual atau menggunakan sistem aplikasi komputer. 9. Penelaahan adalah kegiatan penelitian atas dokumen dan/atau informasi yang diadukan agar dapat dirumuskan inti masalahnya dalam laporan hasil penelaahan, guna penanganan lebih lanjut. 10. Penyaluran adalah kegiatan untuk menyalurkan Dumas guna diteruskan kepada pihak yang memiliki wewenang untuk menangani pengaduan sesuai dengan kewenangannya. 11. Tindak Lanjut Dumas adalah kegiatan aksi yang harus dilakukan oleh pimpinan atau pejabat pada unit kerja yang berwenang atas rekomendasi hasil penelaahan dari pengaduan yang disampaikan. 12. Pemantauan Tindak Lanjut Dumas adalah aktivitas penanganan secara Iangsung yang meliputi kegiatan pengumpulan data/informasi, klarifikasi/konfirmasi dan koordinasi atas tindak lanjut pengaduan masyarakat. 13. Pelaporan adalah penyampaian hasil dari pelaksanaan tindak lanjut Dumas yang disusun dalam bentuk laporan kepada pihak yang berwenang. 14. Pengarsipan adalah penataan dokumen atas laporan pengaduan, tindak Ianjut Dumas dan dokumen pendukung lainnya yang terkait. 15. Konfirmasi adalah kegiatan untuk mendapat penegasan mengenai keberadaan terlapor yang teridentifikasi maupun mengenai masalah yang dilaporkan. 16. Klarifikasi adalah kegiatan untuk mendapatkan penjelasan mengenai permasalahan yang sebenarnya dari sumber pengaduan dan atau yang diadukan.

5 BAB II RUANG LINGKUP DAN PENGELOMPOKAN DUMAS Pasal 2 Dumas yang diatur dalam Peraturan Kepala ini meliputi : a. penyalahgunaan wewenang; b. pelayanan publik; c. kepegawaian; d. tata laksana; dan e. regulasi. (1) Dumas dikelompokkan dalam : Pasal 3 a. Dumas Berkadar Pengawasan; b. Dumas tidak Berkadar Pengawasan; c. Dumas yang substansinya tidak logis; dan d. Dumas yang secara substansial bukan kewenangan BSN. (2) Dumas berkadar pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi adanya indikasi terjadinya penyimpangan dan/atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Pegawai BSN dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara. (3) Dumas tidak berkadar pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif dan lain sebagainya yang bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. (4) Dumas yang substansinya tidak logis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan pengaduan masyarakat yang secara normatif bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sehingga tidak mungkin untuk dipenuhi dan ditindaklanjuti. (5) Dumas yang secara substansial bukan kewenangan BSN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d merupakan pengaduan masyarakat yang isinya berkaitan erat dengan pelaksanaan tugas dan fungsi yang dimiliki oleh instansi lain selain BSN.

6 BAB III TATA CARA PENYAMPAIAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 4 Dumas disampaikan secara tertulis langsung kepada Inspektorat BSN maupun melalui surat elektronik. BAB IV PENGELOLAAN PENGADUAN MASYARAKAT Pasal 5 Pengelolaan Dumas dilakukan secara terpadu oleh Inspektorat BSN. Pasal 6 Pengelolaan Dumas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 mencakup: a. pencatatan; b. penelaahan; c. penyaluran; d. tindak lanjut; e. pelaporan; dan f. pengarsipan. Pasal 7 (1) Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan secara manual dalam agenda penerimaan pengaduan sesuai dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Kepala ini. (2) Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. data pengaduan : 1. nomor dan tanggal agenda; 2. tanggal pengaduan; dan 3. ruang lingkup pengaduan. b. identitas Pelapor : 1. nama; 2. pekerjaan; 3. alamat Kantor; dan 4. kopi kartu identitas Pelapor yang masih berlaku sebagai bukti identitas Pelapor.

7 c. identitas Terlapor : 1. Nama; 2. NIP; 3. Unit Kerja; dan 4. Jabatan. d. lokasi kasus. Pasal 8 (1) Penelaahan dumas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dikoordinasikan oleh Kepala Inspektorat BSN. (2) Dalam melakukan penelaahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), apabila Yang Diadukan adalah Pejabat Eselon I, maka Kepala Inspektorat melaporkan pengaduan masyarakat tersebut ke Kepala BSN dan selanjutnya Kepala BSN mengkoordinasikan penelaahaan pengaduan masyarakat bersama dengan Pejabat Eselon I lainnya. (3) Dalam hal Yang Diadukan adalah Pejabat Eselon II atau yang lebih rendah, Kepala Inspektorat dapat melibatkan Pejabat Eselon II. (4) Penelaahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf b meliputi : a. merumuskan inti masalah yang diadukan b. menelaah dokumen dan/atau informasi yang terkait dengan substansi pengaduan c. menguji dan menghubungkan substansi yang diadukan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan d. menentukan substansi pengaduan yang diterima berkadar pengawasan, tidak berkadar pengawasan, Dumas yang substansinya tidak logis dan Dumas yang secara substansial bukan kewenangan BSN. e. menetapkan hasil penelaahan pengaduan untuk proses penanganan selanjutnya. (5) Hasil Penelaahan Dumas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, disusun dalam bentuk laporan dengan format laporan hasil penelaahan Dumas sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Peraturan ini. (6) Laporan hasil penelaahan dumas sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memuat penentuan kategori dumas. Pasal 9 (1) Penyaluran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c merupakan penyampaian laporan hasil penelaahan atas pengaduan masyarakat

8 kepada Aparat Pengawas Intern Pemerintah, satuan unit kerja atau instansi lain. (2) Penyaluran laporan hasil penelaahan Dumas yang berkadar pengawasan beserta dokumen pendukung disampaikan dengan memo dinas Kepala Inspektorat kepada Kepala Sub Bagian Tata Usaha Inspektorat untuk ditindaklanjuti. (3) Penyaluran laporan hasil pene1aahan Dumas yang tidak berkadar pengawasan disampaikan dengan memo dinas oleh Kepala Inspektorat kepada pimpinan satuan unit kerja yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen aduan untuk ditindaklanjuti, (4) Penyaluran laporan hasil penelaahan Dumas yang substansinya tidak logis disampaikan dengan memo dinas oleh Kepala Inspektorat kepada pimpinan satuan unit kerja yang bersangkutan dengan melampirkan dokumen dan tidak perlu ditindaklanjuti. (5) Penyaluran laporan hasil penelaahan pengaduan masyarakat yang secara substansial bukan kewenangan BSN disampaikan oleh Kepala Inspektorat kepada instansi lain yang berwenang menangani dengan melampirkan dokumen aduan untuk ditindaklanjuti instansi yang bersangkutan. Pasal 10 (1) Tindak lanjut penyelesaian dumas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf d meliputi proses klarifikasi, konfirmasi, penelitian dan pemeriksaan. (2) Tindak lanjut atas pengaduan masyarakat yang berkadar pengawasan dilakukan oleh Kepala Inspektorat dengan menanggapi secara tertulis atau dapat melalui audit dengan tujuan tertentu atau audit investigasi. (3) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak pengaduan diterima dan dicatat dalam Agenda Penerimaan Dumas, kecuali ada alasan yang dapat diterima. (4) Tindak lanjut untuk Dumas yang tidak berkadar pengawasan dilakukan oleh pimpinan satuan unit kerja yang bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak pengaduan diterima oleh unit satuan kerja terkait, kecuali ada alasan yang dapat diterima. (5) Penanganan tindak lanjut sebagaimana pada ayat (1) ditembuskan kepada Inspektorat.

9 Pasal 11 (1) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e merupakan hasil dari tindak lanjut Dumas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, yang disusun dalam bentuk laporan. (2) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun secara sistematis, singkat, jelas dan dapat dipertanggungjawabkan serta memuat kesimpulan dan/atau saran tindak lanjut. (3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Kepala BSN. (4) Dalam penyusunan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berkoordinasi dengan unit kerja Eselon II terkait. Pasal 12 (1) Pengarsipan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf f merupakan penataan dokumen laporan tindak lanjut Dumas (2) Penataan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Inspektorat (3) Penataan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jenis masalah, unit kerja terlapor, dan waktu pengaduan. BAB V PEMANTAUAN DAN STATUS PENANGANAN DUMAS Pasal 13 (1) Pemantauan penanganan Dumas dilakukan oleh Inspektorat berkoordinasi dengan Sekretariat Utama. (2) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara langsung. Pasal 14 (1) Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (2) huruf a dilakukan dengan cara: a. Pemutakhiran data; b. Rapat koordinasi dengan unit kerja yang bersangkutan; c. Rapat konsultasi dengan pihak pengadu dan pihak yang diadukan; dan/atau d. Monitoring ke satuan unit kerja yang menangani. (2) Inspektorat mengkoordinasikan pelaksanaan pemutakhiran data, rapat koordinasi dan rapat konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, b dan c.

10 (3) Monitoring ke unit satuan kerja yang menangani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dilaksanakan oleh Inspektorat Pasal 15 (1) Status penanganan Dumas terdiri atas : a. status "dalam proses" apabila permasalahan yang diadukan sedang dalam proses penanganan; dan b. status "selesai" apabila permasalahan yang diadukan telah selesai ditangani, dibuktikan dengan laporan hasil tindak lanjut penanganan Dumas. (2) Status penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk Dumas berkadar pengawasan disampaikan oleh Kepala Inspektorat kepada pengadu. (3) Status penanganan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk Dumas tidak berkadar pengawasan disampaikan oleh Kepala Inspektorat kepada pengadu setelah mendapatkan laporan penanganan dari unit kerja yang bersangkutan. (4) Status penanganan Dumas yang berdasarkan hasil penelahaan dikategorikan subtansinya tidak logis dan atau penanganannya bukan kewenangan BSN ditetapkan oleh Kepala Inspektorat dinyatakan dengan status selesai. BAB VI PERLINDUNGAN TERHADAP PENGADU DAN YANG DIADUKAN Pasal 16 Selama proses penyelesaian penanganan Dumas, Pengadu maupun Yang Diadukan wajib diberikan perlindungan hukum dan perlakukan yang wajar. BAB VII SANKSI Pasal 17 (1) Pimpinan unit kerja yang menolak pemeriksaan oleh aparat Pengawas Intern Pemerintah yang berwenang dan/atau tidak menindaklanjuti rekomendasi laporan hasil pemeriksaan atas Dumas sebagaimana mestinya dan/atau melindungi Pegawai BSN yang melanggar aturan dikenakan sanksi administratif dan atau sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; (2) Pimpinan unit kerja yang bertanggung jawab menangani Dumas yang tidak melakukan penanganan pengaduan masyarakat dalam waktu yang telah ditentukan tanpa alasan yang dapat

11 dipertanggungjawabkan, dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VIII PENUTUP Pasal 18 Peraturan Kepala ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Kepala ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2015 KEPALA BADAN STANDARDISASI NASIONAL, BAMBANG PRASETYA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Febuari 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY

12

13

14

15