BAB I PENDAHULUAN. Keadaan ini bertitik singgung dengan menguatnya proese demokratisasi,

dokumen-dokumen yang mirip
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

BAB III KEWENANGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI DALAM PEMBUBARAN ORGANISASI KEMASYARAKATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 82/PUU-XI/2013 Pengaturan Organisasi Kemasyarakatan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERPU ORGANISASI KEMASYARAKATAN DALAM PERSPEKTIF ASAS DAN TEORI HUKUM PIDANA OLEH DR. MUDZAKKIR, S.H., M.H

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG

MENYOAL ORGANISASI KEMASYARAKATAN (ORMAS) ANTI-PANCASILA Oleh: Imas Sholihah * Naskah diterima: 30 Mei 2016; disetujui: 21 Juni 2016

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG. ORGANISASI KEMASYARAKATAN Disetujui Timus, 15 Maret 2013

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1986 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 48 TAHUN 2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1986

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 3/PUU-XII/2014 Pengaturan Organisasi Masyarakat dan Sistem Informasi Ormas

Kuasa Hukum Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, S.H., M.Sc., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 2 Maret 2015.

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMELIHARAAN KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Rumah Sakit

Buku Pintar Calon Anggota & Anggota Legislatif

11 ALASAN PENOLAKAN RUU ORMAS Disiapkan oleh: Koalisi Kebebasan Berserikat [KKB]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1986 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

[

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

RINGKASAN PUTUSAN.

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

b. bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik perlu diperbarui sesuai dengan tuntutan dan dinamika perkembangan masyarakat;

LEGAL OPINI: PROBLEM HUKUM DALAM SK NO: 188/94/KPTS/013/2011 TENTANG LARANGAN AKTIVITAS JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) DI JAWA TIMUR

Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), dan Pasal 21 ayat (2) Anggaran Rumah Tangga Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada Tahun 2015.

*13595 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 31 TAHUN 2002 (31/2002) TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2016 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 09 TAHUN 2004 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DENGAN RAHMAT T UHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

UNDANG UNDANG KELUARGA MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PARTAI MAHASISWA

Ringkasan Putusan.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT KABUPATEN BERAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BERAU,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 35/PUU-XII/2014 Sistem Proporsional Terbuka

Title? Author Riendra Primadina. Details [emo:10] apa ya yang di maksud dengan nilai instrumental? [emo:4] Modified Tue, 09 Nov :10:06 GMT

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 200 TENTANG GERAKAN PRAMUKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ORGANISASI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REPUBLIK INDONESIA,

SIARAN PERS RUU Ormas: Negara Kembali Mengekang Kemerdekaan Berserikat Dan Berorganisasi

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 24 Tahun 2016 Seri E Nomor 16 PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

BAB II LANDASAN TEORI

PERUBAHAN KEDUA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan

KUASA HUKUM Ir. Tonin Tachta Singarimbun, S.H., dkk berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 28 Februari 2013

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA DALAM ASPEK POLITIK

2017, No tentang Pedoman Kerja Sama Departemen Dalam Negeri dan Pemerintah Daerah dengan Organisasi Kemasyarakatan dalam Bidang Kesatuan Bangs

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mendukung pekerjaan dan penghidupan yang layak. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 49/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas

Analisa Media Edisi Juli 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENUNJUK ADVOKAT DAN BANTUAN HUKUM

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAJIAN YURIDIS PEMBUBARAN PARTAI POLITIK DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA (HAM)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PARTAI POLITIK

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Organi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG ADVOKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasca reformasi dan tantangan global yang dirasakan segenap bangsa Indonesia, telah menciptakan perubahan demikian cepat, dinamis, berhadapan dengan kondisi yang penuh dengan ketidak pastian dan serba kemungkinan. Keadaan ini bertitik singgung dengan menguatnya proese demokratisasi, keterbukaan, penguatan kearifan lokal, perkembangan informasi dan teknologi dan gaya hidup baru dengan sistem nilai baru yang serba berbasis kebebasan, partisipasi yang tinggi dari kelompok masyarakat baik menyangkut hak-hak asasi manusia, membentuk asosiasi-asosiasi sosial politik, ekonomi sampai kepada sosial budaya, sampai kepada tumbuhnya pranata-pranata baru yang tidak pernah diduga dan dibayangkan akan terjadi. Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam batas-batas tertentu telah difahami orang akan tetapi karena setiap orang melakukan akitivitas yang beraneka ragam dalam kehidupan kenegaraan, maka apa yang menjadi hak dan kewajibannya seringkali terlupakan. Dalam kehidupan kenegaraan kadang kadang kala hak warga negara berhadapan dengan kewajibannya. Bahkan tidak jarang kewajiban warga negara lebih banyak dituntut sementara ha-hak warga negara kurang mendapatkan perhatian. Hak dan kewajiban warga negara dalam kehidupan kenegaraan maupun hak dan kewajiban seseorang dalam kehidupan pribadinya, secara historis tidak pernah dirumuskan secara sempurna, karena organisasi negara tidak bersifat statis. 1

2 Artinya organisasi negara itu mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan manusia. Kedua konsep hak dan kewajiban warga negara/manusia berjalan seiring. Hak dan kewajiban asasi marupakan konsekwensi logis dari pada hak dan kewajiban kenegaraan juga manusia tidak dapat mengembangkan hak asasinya tanpa hidup dalam organisasi Negara Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kemerdekaan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara individu ataupun kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai perwujudan hak asasi manusia. Pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara RepublikIndonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa dalam menjalankan hak asasi dan kebebasannya secara individu maupun kolektif, setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia lainnya dan wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umumdalam masyarakat yang demokratis. Berdasarkan penjelasan umum Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dinyatakan bahwa Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas dengan segala bentuknya hadir, tumbuh dan berkembang sejalan dengan sejarah perkembangan

3 kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam sejarah perjuangan kemerdekaan negara Republik Indonesia, Ormas merupakan wadah utama dalam pergerakan kemerdekaan di antaranya Boedi Oetomo, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, dan Ormas lain yang didirikan sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Peran dan rekam jejak Ormas yang telah berjuang secara ikhlas dan sukarela tersebut mengandung nilai sejarah dan merupakanaset bangsa yang sangat penting bagi perjalanan bangsa dan Negara. Berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dinyatakan bahwa Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikanuntuk mengatur ruang lingkup dan definisi ormas secarajelas terkait dengan aspek legal administratif. Walaupun dilengkapi dengan pengaturan peran pemerintah danpemerintah daerah dalam pembinaan ormas, keberadaan Ormas asing yang melakukan kegiatan di Indonesia, sampai pada pemberian sanksi bagi ormas yang melakukan tindakan pelanggaran tertentu.

4 Berkaitan dengan pemberian sanksi terhadap Ormas, berdasarkan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, dinyatakan bahwa: (1) Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 59. (2) Pemerintah atau Pemerintah Daerah melakukan upaya persuasif sebelum menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Berdasarkan ketentuan Pasal 60 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan di atas, diketahui bahwa pemberian sanksi terhadap Ormas dilakukan apabila ormas tersebut melanggar kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 21 dan larangan sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Kaitannya dengan jenis sanksi administratif, Pasal 61 Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, diatur Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) terdiri atas:.peringatan tertulis; penghentian bantuan dan/atau hibah; penghentian sementara kegiatan; dan/atau pencabutan surat keterangan terdaftar (SKT) atau pencabutan status badan hukum. Berdasarkan pemaparan di atas, dimana tidak diaturnya secara jelas kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam Pembubaran Ormas, penulis tertarik untuk mengkaji suatu permasalahan hukum dalam bentuk skripsi dengan judul: Kewenangan Kementrian Dalam Negeri Dalam

5 Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan Di Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka identifikasi masalah yang dapat penulis kemukakan adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan? 2. Permasalahan hukum apa yang terjadi dalam hal pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia oleh Kementrian Dalam Negeri, serta bagaimanakah seharusnya pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku? C. Tujuan penelitian Berdasarkan pada identifikasi masalah sebagaimana di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan mengkaji kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. 2. Untuk mengetahui dan mengkaji Permasalahan hukum apa yang terjadi dalam hal pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia oleh

6 Kementrian Dalam Negeri, serta Untuk mengetahui dan mengkaji bagaimanakah seharusnya pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. D. Kegunaan Penelitian 1. Secara teoritis Diharapkan dapat menambah referensi dalam perkembangan hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, Hukum Hak Asasi Manusia dalam kaitannya dengan kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. 2. Secara Praktis a. Bagi Pemerintah Diharapkan dapat dijadikan referensi dalam membuat regulasi baru terkait dengan kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, guna mewujudkan pemerintahan yang demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. b. Bagi Pemerintah Daerah Sebagai acuan dalam rangka menjalankan kewenangannya melalui Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi

7 kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. c. Bagi Masyarakat Diharapkan dapat mengetahui tentang hak dan kewajibannya dalam rangka berserikat dan berkumpul melalui organisasi kemasyarakatan di Indonesia. B. Kerangka Pemikiran Warga Negara Republik Indonesia menurut UUD 1945 mempunyai arti yang sangat penting dalam sistem hukum dan pemerintahan. UUD 1945 mengakui dan menghormati hak asasi setiap individu manusia yang berada dalam wilayah negara Republik Indonesia. Penduduk Indonesia, apakah berstatus sebagai Warga Negara Indonesia atau bukan diperlakukan sebagai manusia yang memiliki hak dasar yang diakui universal. Prinsip-prinsip hak asasi manusia itu berlaku pula bagi setiap individu Warga Negara Indonesia. Bahkan, di samping jaminan hak asasi manusia itu, setiap Warga Negara Indonesia juga diberikan jaminan hak konstitusional dalam UUD 1945. 1 Hak konstitusional warga negara yang meliputi hak asasi manusia dan hak warga negara yang dijamin dalam UUD 1945 berlaku bagi setiap warga negara Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari perumusannya yang menggunakan frasa setiap orang, segala warga negara, tiap-tiap warga negara, atau setiap warga negara, yang menunjukkan bahwa hak konstitusional dimiliki 1 Jimly Asshiddiqie, Hak Konstitusional Perempuan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia,, Jakarta, hlm. 10. Dan Tantangan Penegakannya,

8 oleh setiap individu warga negara tanpa pembedaan, baik berdasarkan suku, agama, keyakinan politik, ataupun jenis kelamin. Hak-hak tersebut diakui dan dijamin untuk setiap warga negara baik laki-laki maupun perempuan. Bahkan UUD 1945 juga menegaskan bahwa setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. Dengan demikian, jika terdapat ketentuan atau tindakan yang mendiskriminasikan warga negara tertentu, hal itu melanggar hak asasi manusia dan hak konstitusional warga negara, dan dengan sendirinya bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu setiap Warga Negara Indonesia memiliki hak konstitusional sama. Pemenuhan hak konstitusional warga negara harus dilakukan sesuai dengan kondisi warga negara yang beragam. Realitas masyarakat Indonesia menunjukkan adanya perbedaan kemampuan untuk mengakses perlindungan dan pemenuhan hak yang diberikan oleh negara. Perbedaan kemampuan tersebut bukan atas kehendak sendiri kelompok tertentu, tetapi karena struktur sosial yang berkembang cenderung meminggirkannya. Perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional yang dilakukan tanpa memperhatikan adanya perbedaan tersebut, dengan sendirinya akan mempertahankan bahkan memperjauh perbedaan tersebut. Agar setiap warga negara memiliki kemampuan yang sama dan dapat memperoleh perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional yang sama pula, diperlukan perlakuan khusus terhadap kelompok tertentu. Hanya dengan perlakuan khusus tersebut, dapat dicapai persamaan perlakuan dalam perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional setiap warga negara. 2 2 Ibid, hlm. 14-15

9 Selain hal tersebut, terdapat pula ketentuan mengenai jaminan hak asasi manusia tertentu yang hanya berlaku bagi Warga Negara atau setidaknya bagi Warga Negara diberikan kekhususan atau keutamaan-keutamaan tertentu, misalnya, hak untuk berserikat dan berkumpul (berorganisasi) hak atas pekerjaan, hak atas pendidikan dan lain-lain yang secara bertimbal balik menimbulkan kewajiban bagi negara untuk memenuhi hak-hak itu khusus bagi Warga Negara Indonesia, dan untk memberikan kepastian hukum mengenai kewajiban negara dalam mewujudkan hak untuk berserikat dan berkumpul, Negara juga diberikan kewenangan untuk mewujudkan hal tersebut. Kewenangan (authority, gezag) adalah kekuasaan yang diformalkan baik terhadap segolongan orang tertentu, maupun kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan secara bulat yang berasal dari kekuasaan legislatif maupun dari kekuasaan pemerintah. Sedangkan wewenang (competence, bevoegdheid) hanya mengenai suatu bidang tertentu saja. 3 Jadi, kewenangan merupakan kumpulan dari wewenang-wewenang (rechtsbevoegdheden). Selain itu, wewenang bisa juga merupakan suatu kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik atau secara yuridis wewenang adalah kemampuan bertindak yang diberikan undangundang yang berlaku untuk melakukan hubungan-hubungan hukum. Kewenangan tidak hanya diartikan sebagai hak untuk melakukan praktik kekuasaan. Namun kewenangan juga diartikan 3 S.F. Marbun, Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi di Indonesia,Liberty, Yogyakarta, 1997, hlm. 154.

10 yaitu:untuk menerapkan dan menegakkan hukum; Ketaatan yang pasti; Perintah; Memutuskan; Pengawasan; Yurisdiksi; atau kekuasaan. 4 Salah satu kewenangan Negara, kaitannya dengan kebebasan berserikat dan berkumpul yaitu berkaitan dengan pendirian dan pembubaran Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Organisasi kemasyarakatan atau yang berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Sementara itu berkaitan dengan keberadaanya, Ormas sendiri mempunyai hak dan kewajiban dalam menjalankan organisasinya. Adapun yang menjadi hak ormas berdasarkan Pasal 20 Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yaitu: a. Mengatur dan mengurus rumah tangga organisasi secara mandiri dan terbuka; b. Memperoleh hak atas kekayaan intelektual untuk nama dan lambang ormas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Memperjuangkan cita-cita dan tujuan organisasi; d. Melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi; e. Mendapatkan perlindungan hukum terhadap keberadaan dan kegiatan organisasi; dan f. Melakukan kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, swasta, ormas lain, dan pihak lain dalam rangka pengembangan dan keberlanjutan organisasi. 4 Salim H.S dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori HUkum Pada Penelitian Tesis dan Disertasi, Rajawali Pers, Jakarta,2013, hlm. 185.

11 Sedangkan yang menjadi kewajiban Ormas berdasarkan Pasal 21 Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yaitu: a. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan tujuan organisasi; b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan negara kesatuan republik indonesia; c. Memelihara nilai agama, budaya, moral, etika, dan norma kesusilaan serta memberikan manfaat untuk masyarakat; d. Menjaga ketertiban umum dan terciptanya kedamaian dalam masyarakat; e. Melakukan pengelolaan keuangan secara transparan dan akuntabel; dan f. Berpartisipasi dalam pencapaian tujuan negara. Dalam menjalankan kegiatan organisasinya, berdasarkan Pasal 59 Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, terdapat larangan-larangan bagi ormas, yang meliputi: (1) Ormas dilarang: a. menggunakan bendera atau lambang yang sama dengan bendera atau lambang negara Republik Indonesia menjadi bendera atau lambang Ormas; b. menggunakan nama, lambang, bendera, atau atribut yang sama dengan nama, lambang, bendera, atau atribut lembaga pemerintahan; c. menggunakan dengan tanpa izin nama, lambang, bendera negara lain atau lembaga/badan internasional menjadi nama, lambang, atau bendera Ormas; d. menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang; atau e. menggunakan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau tanda gambar Ormas lain atau partai politik. (2) Ormas dilarang: a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;

12 b. melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; c. melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia; d. melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau e. melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ormas dilarang: a. menerima dari atau memberikan kepada pihak mana pun sumbangan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau b. mengumpulkan dana untuk partai politik. (4) Ormas dilarang menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila. Guna menyalurkan pendapat dan pikiran bagi anggota masyarakat warga negara Republik Indonesia, Ormas mempunyai peranan penting dalam rangka menjamin pemantapan persatuan dan kesatuan bangsa, menjamin keberhasilan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, dan sekaligus menjamin tercapainya tujuan nasional. Jaminan membentuk Ormas telah dijamin secara luas pada Ketentuan Pasal 9 dan Pasal 33 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, yang menyatakan bahwa: Pasal 9 Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia atau lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukumyayasan. Pasal 33 ayat (1) Setiap warga negara Indonesia berhak menjadi anggota Ormas.

13 Berkaitan dengan ketentuan tersebut di atas, diatur pula mengenai pembubaran ormas, dimana secara teknis kaitannya dengan pembekuan dan atau pencabutan SKT diatur dalam Permendagri Nomor 33 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendaftaran Organisasi Kemasyarakatan Di Lingkungan Kementerian Dalam Negeri Dan Pemerintah Daerah, yaitu sebagai berikut: Pasal 25 Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota dapat melakukan Pembekuan SKTdalam hal: a. tidak diindahkannya surat teguran; b. penyalahgunaan SKT yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan; c. permintaan tertulis dari instansi terkait; d. pengaduan karena adanya aktivitas orkemas yang meresahkanmasyarakat; e. penyimpangan terhadap fungsi dan tujuan orkemas; f. terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan pencucian uang, separatisme dan terorisme; g. kegiatan orkemasyang menimbulkan ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan terhadap keselamatan Negara h. terlibat dalam organisasi terlarang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; i. mengganggu ketentraman dan ketertiban umum serta melanggar norma kesusilaanyang dianut masyarakat; j. melakukan tindakan premanisme, anarkisme, dan tindakan kekerasan lainnya yang bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan; k. merusak fasilitas sosial dan fasilitas umum l. menyebarluaskan permusuhan antar suku, agama, ras, dan antar golongan; m. menyebarkan ajaran, pahamdan keyakinanyang meresahkan masyarakat,serta penodaan terhadap suku, agama, ras dan golongantertentu n. menyebarkan ideologi marxisme, atheisme, kapitalisme, sosialisme dan ideologi lainnya yang bertentangan Pancasila dan UUD 1945; o. terjadinya penyalahgunaan dan penyimpangan orkemas untuk kepentingan-kepentingan pribadi atau golongan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; p. terjadi sengketa atau konflik kepengurusan q. penyalahgunaan lambang, atribut, simbol, dan bendera negara, lembaga negara, dan/atau organisasi pemerintahan;

14 r. memecahbelah persatuan dan kesatuan bangsa; s. menerima bantuan asing tanpa persetujuan Pemerintah, dan/atau memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan bangsa dan negara;dan/atau t. merusak hubungan antara negara Indonesia dengan negara lain. Pasal 29 Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota dapat melakukan Pencabutan SKT dalam hal: a. tidak diindahkannya pembekuan SKT; b. dibubarkannya orkemas oleh pendiri dan/atau pengurus orkemas sesuai anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga; c. dibubarkannya orkemas oleh pengadilan dan/atau d. keberadaan dan kegiatan orkemas yang bersangkutan secara nyata bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan. Berdasarkan uraian tersebut diketahui terdapat kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam hal pembekuan dan Pencabutan terkait dengan sanksi administratif pencabutan SKT atau status badan hukum Ormas. Sanksi administratif pencabutan surat keterangan terdaftar atau status badan hukum Ormas merupakan sanksi yang dijatuhkan setelah Ormas tidak mematuhi/mengindahkan sanksi-sanksi administratif sebelumnya. Untuk dapat melakukan pencabutan tersebut, harus terlebih dahulu ada putusan pembubaran Ormas yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pembubaran Ormas berbadan hukum diawali dengan Kejaksaan yang mengajukan permohonan ke pengadilan negeri atas permintaan tertulis dari Menteri Hukum dan HAM. Permohonan tersebut disertai bukti penjatuhan sanksi administratif oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah terhadap Ormas.

15 F. Metode penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah bersifat deskriptif analitis, yaitu menggambarkan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum positif yang terkait dengan permasalahan yang diteliti. Deskriptif karena penelitian ini mencoba mengungkapkan kejadian yang sedang berlangsung, yaitu tentang kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. 2. Metode Pendekatan 5 Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan secara yuridis normatif, yakni melihat permasalahan yang diteliti dengan menitikberatkan pada data sekunder, dan mencoba untuk menginventarisasi serta mengkaji asas-asas dan norma hukum yang terdapat dalam berbagai peraturan perundang-undangan, yurisprudensi serta hukum kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat dan pendekatan kasus yang berkaitan dengan kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. 5 Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985, hlm. 24.

16 3. Tahap Penelitian Tahap penelitian yang dilakukan peneliti meliputi : a. Penelitian kepustakaan, yaitu mengumpulkan bahan hukum primer, maupun bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: Norma dasar atau kaidah dasar, yaitu :UUD 1945, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. b. Penelitian Lapangan (Field Research) untuk menunjang data sekunder. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Terhadap data sekunder dikumpulkan dengan melakukan studi kepustakaan, yaitu dengan mencari dan mengumpulkan serta mengkaji peraturan perundang-undangan, rancangan undang-undang, hasil penelitian, jurnal ilmiah, artikel ilmiah, dan makalah seminar yang berhubungan dengan kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. b. Studi Lapangan Terhadap data lapangan dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak terarah (non-directive interview) atau tidak terstruktur (free flowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi langsung guna

17 mencari jawaban tentang kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. 5. Alat Pengumpulan Data a. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari materi-materi bacaan berupa buku-buku karangan ilmiah, dan peraturan Perundang-undangan yang berlaku; b. Studi lapangan yaitu alat yang digunakan dengan pedoman wawancara guna mendapatkan instrumen yuridis dari instansi terkait serta pengumpulan bahan-bahan dan data-data yang berkaitan dengan masalah yang dibahas guna menunjang pembahasan masalah. 6. Analisis Data 6 Analisis data yang digunakan yaitu secara analisis yuridis kualitatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang ada sebagai norma hukum positif terhadap masalah yang berkaitan dengan kewenangan Kementrian Dalam Negeri dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. 7. Lokasi Penelitian 1) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung, Jalan Lengkong No. 6-8 Bandung; 6 Ibid, hlm, 14.

18 2) Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Jawa Barat, Jl. Jakarta No.27, Kebonwaru, Batununggal, Kota Bandung.