TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT (Arni Litha)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

BAB II TEORI-TEORI WIMAX

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bab II Landasan teori

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. secara luas adalah standart yang dikeluarkan oleh Institute of Electrical and

BAB 2 KONSEP MOBILE WiMAX

Pengukuran Model Propagasi Outdoor dan Indoor Sistem WiMAX 2.3GHz di Lingkungan Kampus ITB

BAB II LANDASAN TEORI

ANALISIS UNJUK KERJA TEKNIK MIMO STBC PADA SISTEM ORTHOGONAL FREQUENCY DIVISION MULTIPLEXING

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. kebutuhan informasi suara, data (multimedia), dan video. Pada layanan

BAB III PEMODELAN MIMO OFDM DENGAN AMC

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG

BAB III PERANCANGAN SISTEM

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

Analisa Sistem DVB-T2 di Lingkungan Hujan Tropis

MODULASI ADAPTIF PADA SISTEM IEEE E DENGAN METODE MMSE UNTUK MEMPREDIKSI KANAL SUI DI SISI DOWNLINK

Simulasi MIMO-OFDM Pada Sistem Wireless LAN. Warta Qudri /

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA

Analisis Kinerja SISO dan MIMO pada Mobile WiMAX e

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

ISSN : e-proceeding of Engineering : Vol.3, No.2 Agustus 2016 Page 1654

REDUKSI EFEK INTERFERENSI COCHANNEL PADA DOWNLINK MIMO-OFDM UNTUK SISTEM MOBILE WIMAX

Perancangan MMSE Equalizer dengan Modulasi QAM Berbasis Perangkat Lunak

BAB 2 DASAR TEORI. Sistem telekomunikasi yang cocok untuk mendukung sistem komunikasi

BAB III PERANCANGAN SFN

Analisis Penerapan Teknik AMC dan AMS untuk Peningkatan Kapasitas Kanal Sistem MIMO-SOFDMA

TUGAS AKHIR. ANALISIS KINERJA MODULASI DAN PENGKODEAN ADAPTIF PADA JARINGAN WiMAX ALEX KRISTIAN SITEPU

Implementasi dan Evaluasi Kinerja Multi Input Single Output Orthogonal Frequency Division Multiplexing (MISO OFDM) Menggunakan WARP

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

TUGAS AKHIR UNJUK KERJA MIMO-OFDM DENGAN ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA SISTEM KOMUNIKASI NIRKABEL DIAM DAN BERGERAK

PENGARUH FREQUENCY SELECTIVITY PADA SINGLE CARRIER FREQUENCY DIVISION MULTIPLE ACCESS (SC-FDMA) Endah Budi Purnomowati, Rudy Yuwono, Muthia Rahma 1

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO DALAM PERENCANAAN JARINGAN SISTEM SELULAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dasar Sistem Transmisi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

II. TINJAUAN PUSTAKA. dikembangkan secara khusus dari teknologi OFDM (Orthogonal Frequency

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Konsep global information village [2]

EVALUASI KINERJA TEKNIK ADAPTIVE MODULATION AND CODING (AMC) PADA MOBILE WiMAX MIMO-OFDM

Radio Propagation. 2

ESTIMASI KANAL MIMO 2x2 DAN 2x3 MENGGUNAKAN FILTER ADAPTIF KALMAN

ANALISIS PENINGKATAN KINERJA SOFT HANDOFF TIGA BTS DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PROPAGASI OKUMURA

ANALISIS UNJUK KERJA CODED OFDM MENGGUNAKAN KODE CONVOLUTIONAL PADA KANAL AWGN DAN RAYLEIGH FADING

Fitur Utama OFDM dan OFDMA. bagi Jaringan Komunikasi Broadband

Gambar 1.1 Pertumbuhan global pelanggan mobile dan wireline [1].

4.2. Memonitor Sinyal Receive CPE/SU Full Scanning BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran...

ANALISIS KINERJA SISTEM MIMO-OFDM PADA KANAL RAYLEIGH DAN AWGN DENGAN MODULASI QPSK

BAB II DASAR TEORI WIMAX

Kuliah 5 Pemrosesan Sinyal Untuk Komunikasi Digital

BAB V HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

SINGUDA ENSIKOM VOL. 7 NO. 2/Mei 2014

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. II. 1. Jenis dan Standar dari Wireless Local Area Network

BAB IV HASIL SIMULASI DAN ANALISIS

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

JUDUL SKRIPSI : Pengaruh Fading Lintasan Jamak Terhadap Performansi High Speed Downlink Packet Access (HSDPA)

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1. Pemancar dan Penerima Sistem MC-CDMA [1].

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Kata-kunci: WiMAX, SUI, pathloss, terrain. Abstrak I.

Politeknik Negeri Malang Sistem Telekomunikasi Digital Page 1

PENGUJIAN TEKNIK FAST CHANNEL SHORTENING PADA MULTICARRIER MODULATION DENGAN METODA POLYNOMIAL WEIGHTING FUNCTIONS ABSTRAK

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PEMODELAN SIMULASI

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

BAB 2 LANDASAN TEORI. suatu media transmisi (Forouzan, 2007). transmitter, transmission system, receiver, dan media

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

MEDIA ELEKTRIK, Volume 4 Nomor 2, Desember 2009

IMPLEMENTASI MULTIPATH FADING RAYLEIGH MENGGUNAKAN TMS320C6713

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

TUGAS AKHIR ANALISIS KINERJA JARINGAN KOMPUTER WIRELESS DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Perancangan Zero Forcing Equalizer dengan modulasi QAM berbasis perangkat lunak

TUGAS BESAR SISTEM KOMUNIKASI 1 WIMAX DI INDONESIA. Disusun Oleh : Ahya Amalina ( )

BAB 2 SISTEM KOMUNIKASI VSAT

Analisa Perencanaan Indoor WIFI IEEE n Pada Gedung Tokong Nanas (Telkom University Lecture Center)

BAB II LANDASAN TEORI

Pengenalan Teknologi 4G

Analisa Kinerja MIMO 2X2 dengan Full-Rate STC pada Mobile WiMAX

Perancangan dan Implementasi Prosesor FFT 256 Titik-OFDM Baseband 1 Berbasis Pengkodean VHDL pada FPGA

IMPLEMENTASI WiMAX SEBAGAI BACKHAUL PADA JARINGAN HOTSPOT EXISTING DI JAKARTA

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

Analisis Kinerja Sistem MIMO-OFDM pada Kanal Rayleigh dan AWGN dengan Modulasi QPSK

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

Transkripsi:

21

TEKNOLOGI WIMAX UNTUK LINGKUNGAN NON LINE OF SIGHT Arni Litha Dosen Program Studi Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Politeknik Negeri Ujung Pandang Abstrak Walaupun banyak teknologi saat ini tersedia untuk fixed broadband wireless tetapi hanya tersedia untuk cakupan line of sight (LOS), teknologi dengan latar belakang WiMAX telah dioptimalisasikan pada pelayanan lebih berupa non line of sight (NLOS). Teknologi WiMAX memberikan jangkauan cakupan hingga 50 kilometer pada kondisi LOS dan khusus cell radio sampai 5 miles/8 km pada kondisi NLOS. Kata Kunci: Non Line of Sight, WiMAX, Sinyal Multipath Sistem komunikasi wireless pada kanal radio digambarkan berupa LOS atau NLOS. Pada kondisi LOS, sinyal merambat melalui lintasan langsung dan tanpa halangan dari pemancar ke penerima. Persyaratan dalam link LOS adalah bahwa daerah Fresnel pertama harus bebas dari hambatan (lihat gambar 1) jika kriteria ini tidak dipenuhi ada redaman yang cukup signifikan dalam signal strength. Daerah Fresnel sangat dipengaruhi oleh frekuensi kerja dan jarak antara lokasi pemancar dan penerima. Dalam kondisi NLOS, sinyal yang sampai pada penerima telah melalui pemantulan (reflection), pemencaran (scattering), dan pembiasan (diffraction). Sinyal yang tiba pada penerima terdiri dari komponen lintasan langsung, lintasan pantulan jamak, daya hamburan, dan lintasan propagasi difraksi. Sinyalsinyal tersebut masing-masing memiliki perbedaan delay spread, redaman, polarisasi, dan kestabilan relatif untuk lintasan langsung. Fenomena multipath dapat juga menyebabkan perubahan polarisasi dari sinyal. Jadi penggunaan polarisasi dengan cara frequency re-use (penggunaan ulang frekuensi), sebagaimana normalnya dilakukan pada lingkungan LOS dapat menjadi problematika pada aplikasi NLOS. Bagaimana sistem radio memanfaatkan keuntungan sinyal-sinyal multipath ini adalah merupakan kunci untuk memberikan layanan pada kondisi NLOS. Produk yang hanya meningkatkan daya untuk menembus penghalang (kadang-kadang disebut near line of sight ) bukanlah teknologi NLOS karena pendekatan ini masih mempercayakan kekuatan lintasan langsung tanpa menggunakan energi yang ada pada sinyal-sinyal tidak langsung. Baik untuk kondisi LOS maupun NLOS diatur oleh karakteristik propagasi dari lingkungannya, path loss, dan radio link budget. Terdapat beberapa keuntungan dalam pengembangan penggunaan NLOS.Sebagai contoh, pemenuhan perencanaan yang sangat terbatas dan pembatasan tinggi antena biasanya tidak membolehkan antena itu pada posisi LOS. Untuk sistem seluler dalam skala besar, dimana penggunaan ulang frekuensi (frequency re-use) digunakan, antenna lebih rendah menguntungkan untuk mengurangi co channel interference antara cell yang berdekatan. Ini sering memaksa base station untuk beroperasi pada kondisi NLOS. Sistem LOS tidak dapat mengurangi ketinggian antena karena akan mempengaruhi lintasan langsung yang diperlukan untuk CPE dengan base station. 22

Semua penghalang diluar 0,6 1 st Fresnel clearance zone Lokasi Base Station WiMAX Lokasi CPE WiMAX Gambar 1. LOS Fresnel zone Gambar 3. Lokasi CPE NLOS Gambar 2. Propagasi NLOS Teknologi NLOS juga dapat mengurangi biaya instalasi dengan membuat instalasi CPE yang lebih realistis dan memudahkan pengalokasian CPE pada lokasi pegunungan yang dianggap menyulitkan. Teknologi NLOS juga mengurangi kebutuhan survei daerah sebelum instalasi dan memperbaiki akurasi peralatan perencanaan NLOS. Teknologi NLOS dapat meningkatkan features pada WiMAX dengan membuatnya lebih mungkin untuk penggunaan customer premise equipment (CPE) dalam gedung. Hal ini mempunyai dua tantangan utama, yang pertama mengatasi kehilangan penetrasi gedung yang tinggi dan yang kedua, jarak cakupan yang layak dengan daya pancar yang rendah dan gain antena yang biasanya berhubungan dengan CPE indoor. WiMAX membuat hal ini mungkin, dan cakupan NLOS dapat ditingkatkan dengan meningkatan beberapa kemampuan WiMAX. 23

1. Solusi Teknologi NLOS Teknologi WiMAX, memberikan solusi atau dapat mengurangi permasalahan yang dihasilkan oleh kondisi NLOS dengan menggunakan: Teknologi OFDM Sub-channelization Antena directional Diversitas pancar dan terima Modulasi adaptif Teknik Error correction Power control Gambar 4. Single carrier dan OFDM 1.1 Teknologi OFDM Teknologi orthogonal frequency division multiplexing (OFDM) memberikan operator-operator dengan cara efisiensi untuk mengatasi tantangan pada propagasi NLOS. Bentuk gelombang OFDM WiMAX memberikan keuntungan dengan dapat beroperasi dengan delay spread yang lebih besar pada lingkungan NLOS. Berdasarkan simbol waktu OFDM dan penggunaan cyclic prefix, gelombang OFDM menghilangkan masalah inter-symbol interference (ISI) dan kompleksitas dari ekualisasi adaptif. Karena gelombang OFDM disusun oleh multiple narrowband orthogonal carriers, selective fading ditempatkan pada subset carrier yang relatif mudah untuk diekualisasi. Sebuah contoh berikut sebagai perbandingan antara sinyal OFDM dan sinyal single carrier, dimana sebuah informasi dikirim secara paralel oleh OFDM dan secara series oleh single carrier. Dengan kemampuan untuk mengatasi delay spread, multipath, dan ISI dalam arti efisiensi membolekan data rate throughput lebih tinggi. Dengan contoh ini lebih mudah untuk mengekualisasi sinyal carrier OFDM individual daripada untuk mengekualisasi sinyal single carrier. Gambar 5. Single carrier dan sinyal yang diterima OFDM 1.2 Sub Channelization Sub kanalisasi pada sisi uplink merupakan salah satu pilihan pada WiMAX. Tanpa sub kanalisasi, pembatasan regulasi dan kebutuhan biaya yang efektif untuk CPE, biasanya menyebabkan link budget menjadi asimetrik, hal ini menyebabkan range sistem untuk uplink terbatas. Sub kanalisasi memungkinkan link budget menjadi seimbang sama halnya untuk gain sistem baik pada uplink maupun downlink. Sub channeling berfokus pada daya pancar dalam carrier OFDM yang paling sedikit; hal ini meningkatkan gain sistem yang dapat digunakan untuk memperluas jangkauan pada sistem, untuk mengatasi kehilangan (losses) penetrasi gedung, ataupun mengurangi konsumsi daya CPE. Penggunaan sub channeling 24

dikembangkan lebih lanjut oleh orthogonal frequency division multiple access (OFDMA) untuk memungkinkan penggunaan yang lebih fleksibel dari sumber-sumber yang dapat mendukung operasi nomadic atau mobile. sorot. Sebaliknya saat penerimaan, AAS dapat dibuat hanya untuk fokus pada arahan dari dimana sinyal yang diinginkan berasal. AAS juga mempunyai beberapa sifat pada penekanan co-channel interference dari lokasi lain. AAS dapat menjadi pertimbangan untuk pengembangan lebih lanjut sehingga memungkinkan terjadinya penngkatan spektrum re-use dan kapasitas jaringan WiMAX. Gambar 6. Efek dari sub-channelization 1.3 Antena Directional Antena directional dapat meningkatkan fade margin dengan cara menambahkan lebih banyak gain. Antena directional dapat meningkatkan kemampuan link sebagaimana yang terlihat pada perbandingan faktor-k antara antena directional dan omnidirectional. Delay spread berkurang dengan antena directional pada base station dan CPE. Pola penerimaan antena menekan beberapa sinyal multipath yang datang pada sidelobe dan backlobe. Keefektifan metode ini telah terbukti dan didemonstrasikan dalam pengembangan yang telah sukses, yang mana layanan beroperasi pada fading NLOS yang signifikan. Adaptive antenna system (AAS) adalah bagian dari standar 802.16. AAS mempunyai sifat beamforming yang dapat mengatur fokus antena untuk semua arah dan arah tertentu. Hal ini berarti bahwa pada saat transmisi, sinyal dapat dibatasi untuk pengarahan yang diperlukan penerima; seperti lampu 1.4 Diversitas pada Transmitter dan Receiver Skema diversitas dapat dijadikan sebagai keuntungan dari sinyal multipath dan pantulan yang terjadi pada kondisi NLOS. Diversitas adalah salah satu feature tambahan pada WiMAX. Algoritma diversitas telah ditawarkan oleh WiMAX, baik pada sisi pemancar maupun penerima untuk meningkatkan kemampuan sistem. Pilihan diversitas pancar WiMAX mentransmisikan pemilihan diversitas menggunakan space time coding untuk menyediakan transmisi yang bebas; hal ini dapat mengurangi persyaratan fade margin dan memberantas interferensi. Untuk diversitas penerima, variasi teknik kombinasi yang bervariasi masih tersedia untuk meningkatkan kemampuan pada sistem. Misalnya, maximum ratio combining (MRC) mengambil keuntungan dari dua rangkaian penerima yang terpisah untuk membantu mangatasi fading dan mengurangi path loss. Diversitas telah terbukti sebagai cara yang efektif untuk mengatasi masalah propagasi NLOS. 1.5 Modulasi Adaptif Modulasi adaptif membolehkan sistem WiMAX dapat diarahkan ke skema modulasi sinyal bergantung pada kondisi signal to noise ratio (SNR) dari radio link. Ketika radio link berada pada kualitas yang tinggi, skema modulasi tertinggi digunakan, yang dapat membuat kapasitas system bertambah. Selama sinyal mengalami fading, sistem WiMAX dapat bergeser ke skema modulasi yang lebih rendah untuk mempertahankan kualitas koneksi dan stabilitas 25

link. Keistimewaan ini membolehkan sistem WIMAX untuk mengatasi time-selective fading. Keistimewaan khas dari modulasi adaptif adalah bahwa ia dapat meningkatkan range skema modulasi secara berlebih untuk digunakan, sehingga sistem WIMAX dapat fleksibel pada kondisi fading yang sesunguhnya, yang berbeda kondisinya pada skema fixed yang diatur untuk kondisi kasus yang lebih buruk. 16 Modulasi QPSK QPSK QAM /Code Rate 1/2 3/4 BPSK SNR = 6 db QPSK SNR = 9 db 16 QAM SNR = 16 64 QAM SNR = 22dB Gambar 7. Radius relatif terhadap modulasi adaptif dan matriks kecepatan data 1.6 Teknik Error Correction Teknik error correction telah terbentuk dalam WiMAX untuk mengurangi persyaratan signalto-noise (SNR) sistem. Strong Reed Salomon FEC, convolutional encoding, dan algoritma interleaving bersama-sama digunakan untuk mendeteksi dan mengoreksi error untuk mengingkatkan 16 QAM 3/4 64 QAM 2/3 64 QAM 3/4 1/2 1,75 MHz 1,04 2,18 2,91 4,36 5,94 6,55 3,5 MHz 2,08 4,37 5,82 8,73 11,88 13,09 7,0 MHz 4,15 8,73 11,64 17,45 23,75 26,18 10,0 MHz 8,31 12,47 16,63 24,94 33,25 37,40 20,0 MHz 16,62 24,94 33,25 49,87 66,49 74,81 throughput. Teknik-teknik error correction tersebut dapat membantu untuk memperoleh kembali frame-frame yang error yang mungkin telah hilang akibat oleh frequency selective fading atau burst error. Automatic repeat request (ARQ) digunakan untuk memperbaiki error yang tidak dapat diperbaiki oleh FEC, melalui pengiriman kembali informasi yang error. Hal ini secara signifikan dapat meningkatkan kinerja bit error rate (BER) untuk level ambang yang sama. 1.7 Power Control Algoritma power control digunakan untuk meningkatkan kinerja secara menyeluruh dari sistem, hal ini dapat diimplementasikan pada base station dengan mengirimkan informasi power control ke tiap CPE untuk mengatur level daya pancar sehingga level yang diterima pada base station merupakan level yang ditetapkan sebelumnya. Dengan perubahan dinamik lingkungan fading, level kinerja yang telah ditetapkan menunjukkan bahwa CPE hanya mengirim daya cukup untuk memenuhi persyaratan yang diperlukan. Sebaliknya, level transmit CPE berdasarkan pada kondisi kasus yang terjelek. Power control mengurangi konsumsi daya secara keseluruhan dari CPE dan potensil interferensi terhadap base station lokasi lain yang berdekatan. Untuk LOS daya pancar dari CPE kira-kira sebanding dengan jarak dari base station, untuk NLOS juga biasanya bergantung pada jarak ruangan dan penghalang. 2. Model Propagasi NLOS Pada kondisi kanal NLOS; sinyal mungkin mengalami pelemahan-pelemahan scattering, difraksi, perubahan polarisasi, dan refleksi. Faktor-faktor ini mempengaruhi kuat sinyal yang diterima. Pelemahanpelemahan ini secara normal tidak ada ketika pemancar dan penerima dalam kondisi LOS. 2.1 Model-model NLOS Akhir-akhir ini, berbagai model variasi NLOS telah dikembangkan melalui penempatan karakteristik RF dan prediksi kuat sinyal RF yang diperbolehkan. Model-model tersebut, berdasarkan 26

pada pengukuran empiris yang kemudian digunakan untuk memprediksikan skala cakupan yang besar untuk sistem komunikasi radio pada aplikasi seluler. Model-model ini memberikan estimasi dari path-loss dengan mempertimbangkan jarak antara pemancar dan penerima, faktor-faktor terrain dan tinggi antena pemancar dan penerima, serta frekuensi-frekuensi seluler. Sayang sekali tak satupun dari pendekatanpendekatan ini dapat ditunjukkan pada kebutuhan broadband fixed wireless yang cukup. Wireless AT&T AT&T Wireless telah mengoleksi data field tambahan dari beberapa area melalui United States ke tinjauan yang lebih akurat pada lingkungan fixed wireless RF. Model AT&T Wireless telah dikembangkan dari data yang telah divalidasi sebelumnya berlawanan dengan sistem fixed wireless yang telah dikembangkan dan dibandingkan hasilnya. Model ini merupakan dasar pada model yang telah diterima oleh industri dan dijadikan sebagai satuan standar seperti halnya pada IEEE 802.16. Model AT&T Wireless yang mengadopsi standar IEEE direferensikan sebagai IEEE 802.16.3c- 01/29r4, Model kanal untuk aplikasi Fixed Wireless oleh Erceg dkk., Model path-loss AT&T Wireless meliputi parameter-parameter untuk tinggi antenna, frekuensi carrier dan tipe terrain. 2.2 Model SUI Model Stanford University Interim (SUI) merupakan pengembangan dari kerja awal oleh wireless AT&T dan Erceg dkk. SUI menggunakan tiga tipe dasar terrain: Kategori A - Hilly/moderate-to-heavy tree density Kategori B - Hilly/light tree density or flat/moderate-to-heavy tree density Kategori C - Flat/light tree density Ketiga kategori terrain tersebut menyediakan sebuah metode yang sederhana untuk estimasi yang lebih akurat bagi path-loss kanal RF pada situasi NLOS. Secara statistical, model SUI dapat merepresentasikan jarak antara sebuah path-loss yang dikenali dengan sebuah link RF yang nyata. 2.3 Prediksi Probabilitas Cakupan Pada kondisi LOS, jarak jangkauan bergantung pada perolehan radio line of sight dengan menjamin jarak daerah Fresnel. Dalam kondisi NLOS, terdapat konsep kemampuan cakupan yang diekspresikan sebagai sebuah persentasi. Sebagai contoh, probabilitas 90% dari cakupan berarti bahwa 90% kemampuan pelanggan dibawah daerah cakupan terprediksi akan mempunyai kualitas sinyal yang cukup untuk kesuksesan instal. Standarisasi WiMAX airlink akan membolehkan vendor peralatan perencanaan RF untuk mengembangkan aplikasi khusus untuk memprediksi NLOS selamanya. Dengan kata lain, jika ada kemungkinan 100 pelanggan yang menunjukkan hijau pada peta cakupan prediksi NLOS, maka 90 dari mereka dapat diinstal sekalipun penghalang-penghalang berada antara base station dan CPE. KESIMPULAN Teknologi WiMAX dapat memberikan cakupan baik kondisi LOS maupun NLOS. NLOS mempunyai banyak keunggulan pada implementasinya sehingga memungkinkan para operator untuk memberikan data broadband ke daerah pelanggan yang luas. Teknologi WiMAX mempunyai banyak keunggulan yang membolehkannya untuk memberikan solusi NLOS dengan feature penting seperti teknologi OFDM, modulasi adaptif dan error correction. Selanjutnya, WiMAX mempunyai banyak feature pilihan, seperti ARQ, sub-channeling, diversitas, dan space-time coding yang akan menunjukkan nilai tak terhingga bagi operator yang berharap untuk memberikan kualitas dan kinerja yang menyaingi teknologi wireline. Untuk kali pertama, operator wireless broadband akan dapat 27

menngembangkan peralatan terstandarisasi dengan menyeimbangkan antara biaya dan kinerja; melalui pemilihan feature yang lebih sesuai terhadap model usaha secara khusus bagi operator tersebut. DAFTAR PUSTAKA Crozier, Eugene. Allan Klein. 2004. WiMAX technology for LOS and NLOS environments. WiMAX Forum. http://www.wimaxforum.org/ IEEE 802.16.3c-01/29r4, Channel Models for Fixed Wireless Applications, Rappaport, Theodore S. 1996. Wireless Communication Principles and Practice. IEEE Press. New Jersey. V. Erceg, dkk. 1999. An Empirical Based Path Loss Model for Wireless Channels in Suburban Environments, IEEE Selected Areas in Communications, Vol. 17, No. 7 Wibisono, Gunawan. Gunadi Dwi Hantoro. 2006. WiMAX: Teknologi Broadband Wireless Access (WBA) Kini dan Masa Depan. Bandung: Informatika 28