BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Terjadi banyak perubahan baik fisik yaitu pertumbuhan yang sangat cepat (growth spurt) dan perubahan psikologi. Hal ini dipengaruhi oleh mulai matangnya sistem hormonal pada remaja. Perubahan-perubahan itu berlangsung sangat cepat baik pertumbuhan tinggi maupun berat badannya. Hal ini sering disebut masa pubertas dan kebutuhan gizi dari makanan mereka sangat mempengaruhi keadaan ini. Usia remaja cenderung memiliki banyak aktivitas yang berpengaruh pada jumlah energi yang dibutuhkan tubuh (Suryowati, 2005). Aktivitas fisik mereka juga semakin kompleks ditambah beban psikologi di masa peralihan sehingga muncul berbagai masalah terkait remaja salah satunya adalah status gizi. Data Riskesdas menunjukkan angka kekurangan energi kronis (KEK) tertinggi terjadi pada putri rentang usia 15-19 tahun sebanyak 30,9% pada tahun 2007 dan mengalami peningkatan menjadi 46,6% pada tahun 2013 (Kementerian Kesehatan Indonesia, 2013). Sementara itu obesitas atau kegemukan menjadi tantangan lainnya. Prevalensi gemuk di kalangan remaja Indonesia mengalami peningkatan. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan remaja umur 16 18 tahun sebanyak 1,4% berada dalam kategori gemuk dan meningkat drastis pada tahun 2013 menjadi 7,3 % (BPPK RI, 2013). Wilayah kerja puskesmas-puskesmas di Denpasar Utara memiliki angka berat badan kurang (underweight) dan berat 1
2 badan lebih (overweight) pada remaja yang cukup tinggi. Tahun 2013 angka berat badan kurang di Denpasar Utara mencapai 5,42% dan 5,52% untuk berat badan lebih (Dinas Kesehatan Kota Denpasar, 2013). Angka ini tertinggi dibandingkan daerah lainnya di Denpasar. Gizi yang cukup merupakan suatu kebutuhan vital bagi manusia khususnya remaja yang merupakan periode terjadinya perubahan fisik, fisiologis, dan peran sosial yang signifikan. Beberapa sumber menyatakan bahwa status gizi pada remaja ini berpengaruh pada pertumbuhan otak yang sangat diperlukan dalam proses kognitif dan intelektual (Suryowati, 2005). Hasil penelitian sebelumnya di Ngagel, Jawa Tengah tahun 2005 menyatakan bahwa nutrisi yang buruk dapat mengakibatkan partisipasi di sekolah yang kurang, disertai dengan performa tidak baik di kelas (Suryowati, 2005). Remaja awal yang mengalami gizi buruk dapat mengakibatkan intelegensia rendah dan memberikan dampak pada penurunan prestasi akademik. Bila masalah mengenai gizi buruk ini tidak mendapatkan perhatian secara khusus maka para remaja akan menemui kesulitan dalam pencapaiaan prestasi akademik yang baik dan secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas para remaja di kemudian hari pada khusunya dan kualitas masyarakat pada umumnya (Suryowati, 2005). Dampak yang lebih jauh, kekurangan asupan nutrisi juga dapat mengakibatkan gangguan sistem reproduksi, seperti kejadiaan anemia dan melahirkan bayi yang memiliki berat badan lahir rendah (BBLR) di kemudian hari. Masalah nutrisi ini terjadi karena ketidakseimbangan antara kebutuhan dan asupan nutrisi. Hal ini diperparah dengan adanya praktik pengontrolan berat badan yang banyak dilakukan remaja
3 dalam pola makannya yang akan menyebabkan pemenuhan nutrisi yang kurang pada remaja. Pengontrolan berat badan dan pembatasan asupan nutrisi pada remaja dihubungkan dengan beberapa macam gejala diantaranya kelelahan, kegelisahan, periode menstruasi yang irregular, konsentrasi melemah, lesu, dan prestasi belajar rendah (Ryde et al., 2011). Sedangkan pada gizi lebih (overweight) dapat menyebabkan penyakit yang berhubungan dengan pola makan (diet-related disease) seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, stroke dan penyakit tidak menular lainnya (non-communicable disease) (WHO, 2013b) yang dulu dianggap sebagai penyakit orang tua sekarang mulai terjadi pada usia produktif. Saat ini semua umur memiliki resiko yang sama, karena berdasarkan data yang ada sembilan juta kematian diakibatkan penyakit tidak menular (non-communicable disease) yang terjadi sebelum usia 60 tahun akibat pola nutrisi dan pola aktivitas yang salah (WHO, 2013a). Obesitas yang terjadi pada usia remaja cenderung berlanjut hingga dewasa. Sekitar 50% remaja obesitas dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) lebih dari 95 persentil menjadi dewasa obesitas (Moreno, 2007). Masalah gizi pada remaja ini adalah hal yang serius, namun remaja masih tetap menjadi kelompok yang terabaikan. Sebagian besar dari studi gizi buruk di negara-negara berkembang terfokus pada anak-anak atau pada masa kehamilan. Sedikit sekali penelitian berbasis populasi memeriksa prevalensi gizi pada remaja (Cordeiro et al., 2014). Walaupun masalah ini sangat penting, belum ada penanganan yang khusus dari pemerintah. Ini terbukti program-progam remaja masih sangat terbatas apalagi yang menangani masalah nutrisi pada remaja.
4 Program terkait remaja yang telah dibuat oleh dinas kesehatan yaitu Program Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) belum efektif di semua puskesmas di Indonesia (Agustini dan Arsani, 2013). Program ini juga tidak menyasar masalah gizi remaja secara spesifik. Kebijakan dari program-program gizi masih bersifat umum dengan sasaran utama pada kelompok 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), khususnya untuk anak di bawah lima tahun (balita). Program gizi belum menyentuh remaja putri pranikah sebagai sasaran (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Status gizi remaja yang rendah maupun berlebih merupakan masalah kesehatan masyarakat. Timbulnya masalah gizi remaja pada dasarnya dikarenakan perilaku nutrisi yang salah, yaitu ketidakseimbangan antara konsumsi nutrisi dengan kecukupan nutrisi yang dianjurkan. Bila konsumsi nutrisi kurang dari kecukupan maka remaja akan mengalami gizi kurang dan sebaiknya jika konsumsi nutrisi melebihi angka kecukupan maka remaja akan menderita gizi lebih dan obesitas (Sulistyoningsih, 2011). Pada usia remaja banyak dijumpai perilaku gizi yang salah. Buruknya status gizi remaja diduga disebabkan berbagai praktik pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja demi mendapatkan tubuh ideal (body image) yang di tampilkan di berbagai media (Tucci dan Peters, 2008; Vonderen, 2012) dan tekanan teman sebaya (Ryde et al., 2011). Pengaruh lingkungan cukup kuat bagi remaja dan diakui sangat menentukan perilaku remaja. Penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk menentukan tindakannya sendiri.
5 Perilaku remaja dipengaruhi oleh teman sebaya karena bagi remaja, teman sebaya merupakan sumber referensi utama dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup mereka (Papalia et. al., 2001) termasuk pola aktivitas, pola makan, dan pola pengontrolan berat badan pada remaja yang akan berdampak pada status gizinya. Selain itu, konteks sosial di sekolah memiliki peran penting bagi remaja putri dalam membuat keputusan untuk menurunkan berat badan. Bentuk tubuh ideal yang diyakini secara konstruksi sosial yang menyatakan kurus itu menarik, mempengaruhi seorang remaja putri dalam konteks kehidupan seharihari yaitu di sekolah (Mueller et al., 2010). Pada penelitian ini responden dipilih remaja karena konsumsi penduduk di Indonesia yang mengkonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal <70% terbanyak pada remaja 54,5% (Riskesdas, 2010). Selain itu dalam penelitan ini remaja putri menjadi subyek penelitian karena status gizi remaja putri (pranikah) memiliki pengaruh besar pada kesehatan dan keselamatan kehamilan dan kelahiran bila remaja tersebut menjadi ibu (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Remaja putri juga lebih cenderung melakukan praktik pengontrolan berat badan yang tidak sehat daripada remaja laki-laki (Chen dan Ku, 2009; Neumark-Sztainer et al., 2002; Yu, 2011). Hasil survey yang dilakukan pada salah satu SMA di wilayah kerja Puskesmas I Denpasar Utara yaitu SMA Negeri 1 Denpasar menunujukkan bahwa 10 dari 19 remaja putri sengaja melakukan pengontrolan berat badan. Sedangkan aktivitas remaja di luar sekolah seperti ekstra kulikuler beraneka ragam mulai dari ekstra kulikuler bidang akademis, bidang ketrampilan, bidang Ilmu Penetahuan
6 dan Teknologi (IPTEK), bidang seni, bidang kesehatan, bidang kepemimpinan, bidang olahraga dan lingkungan dengan lima puluh pilihan yang dapat diikuti siswa di luar jam pelajaran. Enam dari sepuluh remaja putri mengikuti lebih dari satu ekstra kulikuler. Remaja putri di Denpasar secara tidak langsung memiliki masalah ketidakseimbangan antara asupan makan dan aktivitas fisik dan kurang memperhatikan faktor-faktor lainnya secara terintegrasi seperti praktik pengontrolan berat badan yang banyak dilakukan remaja dan juga aktivitas spesifik yang dilakukan remaja. Perilaku ini diduga akan mempengaruhi pola aktifitas dan pola makan remaja sehingga mempengaruhi status gizinya. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui hubungan pola aktivitas fisik dan pola makan dengan status gizi pada pelajar SMA kelas 1 di Denpasar Utara. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana hubungan pola aktivitas dan pola makan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pola aktivitas dan pola makan dengan status gizi pada pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara.
7 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Hubungan pola aktivitas dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara. b. Hubungan pola makan dengan status gizi pelajar putri SMA kelas 1 di Denpasar Utara. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Penelitian hubungan antara pola aktivitas dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri diharapkan akan menjadi informasi yang penting untuk mengembangkan strategi pendekatan kepada remaja dan pengembangan program untuk remaja terkait pemenuhan nutrisi. 1.4.2 Manfaat Teoritis Penelitian mengenai hubungan antara pola aktivitas dan pola makan dengan status gizi pada remaja putri diharapkan memberikan tambahan informasi yang berguna untuk kepentingan penelitian selanjutnya yaitu mengenai penelitian kualitatif mengenai faktor internal dan eksternal status gizi remaja serta praktik pengontrolan berat badan yang dilakukan remaja dan pola makan remaja yang tidak sehat (fast food).