SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI. Bogor, 8-9 Agustus 2017

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. kebutuhan sehingga sebagian masih harus diimpor (Suryana, 2009). Pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

JURNAL INFO ISSN : PENDAMPINGAN PROGAM PENGUATAN PAKAN INDUK SAPI POTONG DI KABUPATEN BLORA

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

MATERI DAN METODE. Materi

5 KINERJA REPRODUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi PO adalah sapi persilangan antara sapi Ongole (Bos-indicus) dengan sapi

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

KAJIAN MENGURANGI ANGKA KEMATIAN ANAK DAN MEMPERPENDEK JARAK KELAHIRAN SAPI BALI DI PULAU TIMOR. Ati Rubianti, Amirudin Pohan dan Medo Kote

MASALAH MANAJEMEN REPRODUKSI SAPI TERHADAP PERFORMAN OVARIUM SAPI. Agung Budiyanto

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Ongole (PO) dan sapi Simmental-PO (SIMPO) dilaksanakan pada tanggal 25 Maret

menghasilkan keturunan (melahirkan) yang sehat dan dapat tumbuh secara normal. Ternak yang mempunyai kesanggupan menghasilkan keturunan atau dapat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan bulan Desember 2016 Januari Lokasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum KPSBU Lembang

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

HUBUNGAN BODY CONDITION SCORE TERHADAP SERVICE PER CONCEPTION DAN CALVING INTERVAL SAPI POTONG PERANAKAN ONGOLE DI KECAMATAN BABAT KABUPATEN LAMONGAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. (a) Luar kandang, (b) Dalam kandang

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Road-map Penelitian

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

PENDAHULUAN. Latar Belakang. kelahiran anak per induk, meningkatkan angka pengafkiran ternak, memperlambat

BAB I PENDAHULUAN. Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT)

PERBAIKAN FERTILITAS MELALUI APLIKASI HORMONE GONADOTROPIN PADA INDUK SAPI BALI ANESTRUS POST-PARTUM DI TIMOR BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Simmental, antara lain warna bulu penutup badan bervariasi mulai dari putih

MENANGANI ANJING BETINA PADA MASA BIRAHI (HEAT)

BAHAN DAN METODE. Materi Penelitian

III. BAHAN DAN METODE

III. MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai Oktober 2011, di

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan spesies bendera (flag species)

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

METODOLOGI PENELITIAN

EFISIENSI REPRODUKSI SAPI POTONG DI KABUPATEN MOJOKERTO. Oleh : Donny Wahyu, SPt*

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

I. PENDAHULUAN. yang mayoritas adalah petani dan peternak, dan ternak lokal memiliki beberapa

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk

I. PENDAHULUAN. tentang pentingnya protein hewani untuk kesehatan tubuh berdampak pada

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

METODOLOGI. Waktu dan Tempat Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Gunungkidul (2013), wilayah Gunungkidul memiliki topografi

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan September-Oktober 2013.

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada peternakan sapi rakyat di Kabupaten

Lampiran 1. Road-map Penelitian

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

KAJIAN KEPUSTAKAAN. sangat besar dalam memenuhi kebutuhan konsumsi susu bagi manusia, ternak. perah. (Siregar, dkk, dalam Djaja, dkk,. 2009).

FAKTOR PENYEBAB KEJADIAN SISTIK OVARI PADA SAPI

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

PENDAHULUAN. produksi yang dihasilkan oleh peternak rakyat rendah. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012), produksi susu dalam negeri hanya

Rini Ramdhiani Muchtar, Bandiati, S K P, Tita D. Lestari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jatinangor, Sumedang ABSTRAK

KAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari

PENGARUH PERBAIKAN MANAJEMEN PAKAN DENGAN METODA FLUSHINGTERHADAP KINERJA REPRODUKSI INDUK SAPI PODI KABUPATEN BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

Siklus Estrus Induk Kambing Peranakan Boer F1 Dengan Perlakuan Penyapihan Dini Pada Masa Post Partum

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur kerja Kemampuan puasa ikan Tingkat konsumsi oksigen Laju ekskresi amoniak

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

I. PENDAHULUAN. besar untuk dikembangkan, sapi ini adalah keturunan Banteng (Bos sundaicus)

III. METODE PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Ternak Manunggal IV Dusun

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian. sapi secara maksimal masih terkendala oleh lambatnya pertumbuhan populasi sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Mekar, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Lokasi

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

ABSTRAK. Kata kunci : Prevalensi, Intensitas, Leucocytozoon sp., Ayam buras, Bukit Jimbaran.

ABSTRACT. Key words: Ongole Offspring, Estrous, Estrous Synchronization, PGF 2 α, Parities

LAPORAN PRAKTIKUM STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN HEWAN II

3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI BALI DAN SAPI PO DI KECAMATAN SUNGAI BAHAR

KONTRAK KULIAH DAN PRAKTIKUM

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Maret 19 April 2016, bertempat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Kandang Peternakan Koperasi PT Gunung

BAB I. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi Bali (Bos sondaicus, Bos javanicus, Bos/Bibos banteng) merupakan plasma

Judul Kegiatan : Penggunaan pakan berbasis produk samping industri sawit pada sistem perbibitan sapi model Grati dengan tingkat kebuntingan 65%

Perkawinan Sapi Potong di Indonesia

PERFORMANS REPRODUKSI SAPI SILANGAN SIMPO dan LIMPO YANG DIPELIHARA DI KONDISI LAHAN KERING

TEKNIK DIAGNOSTIK IKAN

Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006 Skala usaha penggemukan berkisar antara 5-10 ekor dengan lama penggemukan 7-10 bulan. Pakan yan

EFISIENSI PAKAN KOMPLIT DENGAN LEVEL AMPAS TEBU YANG BERBEDA PADA KAMBING LOKAL SKRIPSI. Oleh FERINDRA FAJAR SAPUTRA

III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat 3.2. Alat dan Bahan Metode Penelitian Persiapan Wadah

Transkripsi:

SCREENING IBR DAN DIFERENSIAL LEUKOSIT UNTUK PENGENDALIAN GANGGUAN REPRODUKSI SAPI PO DI DAERAH INTEGRASI JAGUNG-SAPI Bogor, 8-9 Agustus 2017

Latar Belakang Pertambahan populasi lambat Penurunan performa Gangguan reproduksi Kerugian peternak Infertilitas dan Sterilitas Reepeat breeding kegagalan kebuntingan Perlu dilakukan upaya pengendalian gangguan reproduksi yang salah satunya dengan melakukan pengujian penyakit IBR dengan screening tes dan diferensial leukosit sebagai konfirmasi

Tujuan Penelitian Mengetahui kasus gangguan reproduksi pada sapi Peranakan Ongole (PO) betina dan penanggulangannya dengan analisis screening tes IBR, diferensial leukosit, dan vit ADE 3

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai Desember tahun 2016 di TTP Desa Banyubang, Kec. Selokuro, Kab. Lamongan dan Lab. Reproduksi, serta analisis penyakit IBR di Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor. Sampel Penelitian Sapi PO betina 47 ekor umur 24-36 bulan, serum darah dianalisis screening IBR dan pemeriksaan ulas darah. Metode Penelitian Pemeriksaan kondisi reproduksi dan gangguan reproduksi sapi PO betina dengan metode anamnesa, pemeriksaan klinis dan palpasi rektal. Pemeriksaan klinis dengan melihat pertumbuhan bobot badan harian (PBBH) dan palpasi rektal pada organ reproduksi. Sedangkan penanganan gangguan reproduksi dengan screening IBR Colorado menggunakan uji SN, pemeriksaan diferensial leukosit, dan pemberian Vit ADE 4

Diferensial Leukosit 1. Sampel darah diteteskan pada gelas objek, kemudian gelas objek lainnya ditempatkan pada bagian darah tadi dengan membentuk sudut 30 dan didorong sepanjang gelas objek sampai terbentuk usapan darah tipis. 2. Ulasan darah dikeringkan di udara, kemudian difiksasi dengan metanol selama 5 menit, lalu dimasukkan ke dalam pewarna giemsa 10% selama 30 menit. 3. Selanjutnya dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan di udara. 4. Preparat ulas darah diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 1000 kali untuk pengamatan persentase jumlah diferensial leukosit darah. Pengamatan dilakukan berdasarkan 15 kali lapang pandang Parameter Yang Diukur status PBBH, reproduksi sapi PO, penyakit IBR dan jumlah sel darah putih (limfosit dan neutrofil Analisis Data Data dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan Deskriptif 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Palpasi Rektal 47 ekor sapi po betina mengalami gangguan reproduksi sebesar 12 ekor (25,53 %) meliputi hipofungsi ovarium dan atropi. sedangkan 10 (21,27%) ekor sapi sudah bunting dan 25 (63,82 %) ekor sapi sudah menunjukan gejala estrus. sapi po yang mengalami kasus gangguan reproduksi sebesar 25,53% meliputi hipofungsi ovarium sebanyak 9 ekor (75%) dan atropi sebanyak 3 ekor (25%). sedangkan sebanyak 25% sapi yang hipofungsi ovarium telah normal reproduksinya. Sapi potong yang terdiagnosa hipofungsi ovarium menunjukkan gejala klinis tidak adanya tanda birahi (anestrus) akibat dari tidak berkembangnya folikel di ovarium dan lamanya waktu anestrus post partus >90 hari 6

kawasan TTP, desa banyubang merupakan areal pertanaman jagung seluas 195 ha sehingga ketersediaan limbah pertanian tanaman jagung pada musim hujan cukup melimpah. Musim kemarau ketersediaan pakan hijauan sedikit dan ternak kekurangan konsentrat sehingga keseimbangan nutrisi masih rendah. terutama terjadi antara bulan juni sampai september dimana hampir tidak ada hujan sama sekali (sangat kering). Kurangnya asupan nutrisi mempengaruhi peningkatan hormon insulin-like growth faktor-i (igf-i) dalam merangsang hipofisis anterior dan hipotalamus terhadap fungsi ovarium dan sensitifitas gonadotropin realising hormon (gnrh) menghambat pubertas, folikel tidak dapat berkembang menjadi atresia dan hipofungsi ovarium apabila tidak segera dilakukan penanganan akan berlanjut menjadi atropi 7

PBBH PP rata-rata pbbh sapi po yang mengalami gangguan reproduksi 0,31 ± 0,09 kg/ekor/hari, sedangkan pada sapi yang menunjukkan gejala estrus pbbh 0,54 ± 0,15 kg/ekor/hari. pbbh kelompok sapi yang mengalami gangguan reproduksi berbeda nyata (p<0,05) dengan sapi yang normal. kondisi tubuh yang rendah akan mempengaruhi kinerja reproduksi ternak (pradhan 2008). 8

DIFERENSIAL LEUKOSIT Jumlah sel limfosit dan neutrofil tidak berbeda nyata (p>0,05) Sapi dengan Gang Reroduksi Persentase sel limfosit sebesar (64,41± 6,05) Neutrofil sebesar (26,75 ± 1,93). sapi bunting dan estrus Sel limfosit (65,89 ± 2,17) Neutrofil sebesar (31,20 ± 5,13) Tidak berpengaruh secara langsung terhadap gangguan reproduksi karena persentase sel limfosit dan neutrofil masih dalam batas normal. Putri (2014) jumlah sel neutrofil dan limfosit pada sapi dengan kasus S/C 1,0 2,0 tidak berbeda nyata dengan sapi S/C >2,0. Namun pada sapi dengan kasus nilai Estrus Post Partus (EPP) 30-60 hari jumlah sel limfosit berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan kelompok sapi dengan nilai epp >60 hari 9

Screening IBR pengendalian gangguan reproduksi akibat agen infeksius dengan melakukan pengujian screening dan titrasi antibodi virus ibr colorado, dengan uji sn pada 47 ekor Negatif antibodi (tidak memiliki antibodi/kekebalan). Merupakan salah satu penyakit reproduksi menular berdampak pada kinerja reproduksi, menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar dan berakibat pada rendahnya efisiensi reproduksi sapi potong 10

KESIMPULAN gangguan reproduksi pada sapi po di kawasan taman teknologi pertanian yang meliputi hipofungsi ovarium dan atropi tidak berpengaruh terhadap infectious bovine rhinotracheatis (ibr) dan persentase sel limfosit dan neutrofil namun dipengaruhi oleh faktor pakan ditandai dengan pbbh kelompok sapi yang mengalami gangguan reproduksi lebih rendah 0,31 ± 0,09 kg/ekor/hari dibandingkan dengan sapi yang normal 0,54 ± 0,15 kg/ekor/hari

Terima Kasih 12