BAHAN PENUNJANG MATERI MATA DIKLAT SANKRI

dokumen-dokumen yang mirip
Pendidikan Kewarganegaraan

Dr. Samodra Wibawa. Diklatpim Tingkat IV Angkatan XXIX Pusdiklat Kemendagri Regional Yogyakarta 14 Mei 2011

BAB I PENDAHULUAN. semangat para Penyelenggara Negara dan pemimpin pemerintahan. 1 Penyelenggara

BAB 1 PENDAHULUAN. publik. Pemahaman mengenai good governance berbeda-beda, namun sebagian

Mengetahui bentuk pemerintahan yang baik RINA KURNIAWATI, SHI, MH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BUPATI MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROVINSI JAWA TENGAH

KEWARGANEGARAAN. Modul ke: GOOD GOVERNANCE. Fakultas FEB. Syahlan A. Sume. Program Studi MANAJEMEN.

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA BUPATI KUDUS,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN

Pendidikan Kewarganegaraan

REVIEW ILMU ADM NEGARA

TINJAUAN UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DALAM PELAYANAN PERIZINAN DI DAERAH

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Good Governance. A. Pengertian Good Governance

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 5 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

BUPATI MURUNG RAYA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

Judul :Penerapan Tata Kepemerintahan yang Baik Edisi Revisi Cetakan Ketiga Jakarta, Maret 2007 Penerbit :Sekretariat Tim Pengembangan Kebijakan Nasion

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2008

Good Governance: Mengelola Pemerintahan dengan Baik

Mata Kuliah Kewarganegaraan

Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2005

BAB I PENDAHULUAN. Sumarto, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 1-2

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 01 TAHUN 2006

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

GOOD GOVERNANCE. Sedarnawati Yasni

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA

PENJELASAN ATAS UNDANGUNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PEMERINTAH DESA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BAB I PENDAHULUAN. mampu memberikan informasi keuangan kepada publik, Dewan Perwakilan. rakyat Daerah (DPRD), dan pihak-pihak yang menjadi stakeholder

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NUNUKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TRENGGALEK,

PEMERINTAH KABUPATEN MELAWI

BAB 1 PENDAHULUAN. penerapan sistem pertanggung jawaban yang tepat, jelas, terukur, dan legitimate

2017, No Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang- Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 23, Tambahan Lembaran Neg

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dewasa ini, kita dihadapkan pada perubahan arah

MENTERI NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TORAJA UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

I. PENDAHULUAN. ketatanegaraan adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem. dalam wujud Otonomi Daerah yang luas dan bertanggung jawab untuk

RANCAANPERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

I. PENDAHULUAN. melalui implementasi desentralisasi dan otonomi daerah sebagai salah satu realita

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM NOMOR 17 TAHUN 2009 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Kita menyaksikan beberapa tahun belakangan ini muncul wacana dalam ilmu

BAB I PENDAHULUAN. dan kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan. kebijakan yang ditetapkan. (BPPK Depkeu, 2014 )

IMPLEMENTASI KONSEP GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (DPRD) mempunyai tiga fungsi yaitu : 1) Fungsi legislatif (fungsi membuat

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

2017, No tentang Kode Etik Pegawai Badan Keamanan Laut; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembara

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah memberikan perhatian yang sungguh-sungguh dalam memberantas

BAB I PENDAHULUAN. terlalu dominan. Sesuai konsep government, negara merupakan institusi publik

BAB I PENDAHULUAN. daerah, tetapi keberadaan RSD masih dipandang sebelah mata oleh. masyarakat. Faktor yang mempengaruhi rendahnya kualitas pelayanan

KAITAN EFEK JERA PENINDAKAN BERAT TERHADAP KEJAHATAN KORUPSI DENGAN MINIMNYA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAN PENYERAPAN ANGGARAN DAERAH

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN,

BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BUPATI BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

dilibatkan, diminta pendapatnya sehingga materi konstitusi benar-benar mewakili masyarakat secara keseluruhan.

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG I N S P E K T O R A T Jalan Mayor Widagdo No. 2 Telepon (0253) PANDEGLANG PIAGAM AUDIT INTERN

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

PERATURAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARA PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA, DAN BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2010 TENTANG BENTUK DAN TATA CARA PERAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

DOKUMEN RENCANA STRATEGIS TAHUN PENGADILAN AGAMA KOTABUMI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lahirnya Undang-undang No. 22 tahun 1999 yang direvisi dengan

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG

2017, No Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik In

Independensi Integritas Profesionalisme

Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis

Transkripsi:

BAHAN PENUNJANG MATERI MATA DIKLAT SANKRI Oleh : Ir. Supriyanto, M.Si Disampaikan pada Diklat Kepemimpinan Tk. IV angkatan 101 Provinsi Jawa Tengah tanggal 10 Mei 2017 BADAN PENGEMBANGAN SDM DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH 2017

A. Upaya Mewujudkan Tata Kepemerintahan Yang Baik (Good Governance) Salamoen Soeharyo dan Nasri effendy (2006) menyatakan bahwa upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik membutuhkan: 1. Komitmen yang kuat; 2. Daya tahan; dan 3. Waktu yang tidak singkat. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut diperlukan: Pembelajaran, pemahaman, serta implementasi nilai-nilai tata kepemerintahan yang baik secara utuh oleh seluruh komponen bangsa termasuk oleh aparatur pemerintah dan masyarakat luas. C. Aktor Dalam Kepemerintahan (governance) Idup Suhady dan Desi Fernanda (2005), menyatakan bahwa dalam praktek kepemerintahan terdapat banyak pelaku atau aktor yang dapat diidentifikasikan, mencakup individual, institusi, dan kelompok-kelompok sosial, yang keberadaannya sangat penting bagi terciptanya kepemerintahan yang efektif. Beberapa aktor yang dapat diidentifikasi antara lain : 1. Negara dan Pemerintah Konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah kegiatan negara, tetapi lebih jauh dari itu melibatkan pula sektor swasta dan kelembagaan masyarakat madani (civil society organizations). Pengertian negara (state) atau pemerintah dalam hal ini secara umum mencakup keseluruhan lembaga politik dan sektor publik. 2. Sektor Swasta Pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti industri pengolahan (manufacturing), perdagangan, perbankan,dan koperasi, termasuk juga kegiatan sektor informal. 3. Masyarakat Madani (civil siciety) Kelompok masyarakat dalam konteks kenegaraan pada dasarnya berada di antara atau di tengah-tengah antara pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi 1

D. Prinsip-prinsip Tata Kepemerintahan yang Baik Prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dituangkan dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, meliputi: 1. Asas Kepastian Hukum, adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara. 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaran negara. 3. Asas Kepentingan Umum, adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. 4. Asas Keterbukaan, adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara. 5. Asas Proporsionalitas, adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara. 6. Asas Profesionalitas, adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7. Asas Akuntabilitas, adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. UNDP mengemukakan 9 karekteristik prinsip-prinsip Good Governance yang saling mengait sebagai berikut : 1. Partisipasi (Participation), setiap warga mempunyai hak suara dalam pembuatan keputusan; 2. Taat Hukum (Rule of Law), hukum keadilan dilaksanakan tanpa pandang bulu; 2

3. Transparansi (Transparancy), kebebasan informasi untuk dipahami dan dimonitor; 4. Responsif (Responsiveness), lembaga-lembaga berusaha melayani setiap 5. stakeholdersnya dan responsif terhadap aspirasi masyarakat; 6. Berorientasi pada Kesepakatan (Consensus Orientation), menjadi perantara terhadap kepentingan yang berbeda untuk mendapatkan pilihan terbaik bagi kepentingan bersama; 7. Kesetaraan (Equity), semua warga mempunyai kesempatan yang sama dalam meningkatkan kesejahteraan; 8. Efekti dan Efisien (Effectiveness and Efficiency), proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-sumber sebaik mungkin; 9. Akuntabilitas (Accountability), pemerintah, swasta, masyarakat, bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders; 10. Visi Stratejik (Strategic Vision), pemimpin dan publik mempunyai perspektif Good Governance yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan yang diperlukan untuk pembangunan. Bappenas melalui Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan Yang Baik menyatakan bahwa dalam upaya mewujudkan tata kepemerintahan yang baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip Tata Kepemerintahan Yang Baik dengan indikator minimal dan perangkat pendukung indikator sebagai berikut: 1. Tata pemerintahan yang berwawasan ke depan (visionary) Semua kegiatan pemerintah di berbagai bidang seharusnya didasarkan pada visi dan misi yang jelas disertai strategi implementasi yang tepat sasaran. 1) Adanya visi dan strategi yang jelas dan mapan dengan menjaga kepastianhukum; 2) Adanya kejelasan setiap tujuan kebijakan dan program; 3) Adanya dukungan dari pelaku untuk mewujudkan visi. 1) Peraturan/kebijakan yang memberikan kekuatan hukum pada visi dan strategi; 2) Proses penentuan visi dan strategi secara partisipatif. 3

2. Tata pemerintahan yang bersifat terbuka dan transparansi (openness and tranparency) Wujud nyata prinsip tersebut antara lain dapat dilihat apabila masyarakat mempunyai kemudahan untuk mengetahui serta memperoleh data dan informasi tentang kebijakan, program, dan kegiatan aparatur pemerintah, baik yang dilaksanakan di tingkat pusat maupun daerah. 1) Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan public; 2) Adanya akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktu. b. Perangkat Pendukung Indikator 1) Peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi; 2) Pusat/balai informasi; 3) Website (e-government, e-procurement, dsb); 4) Iklan layanan masyarakat; 5) Papan pengumuman. 3. Tata pemerintahan yang mendorong partisipasi masyarakat (participation) Masyarakat yang berkepentingan ikut serta dalam proses perumusan dan/atau pengambilan keputusan atas kebijakan publik yang diperuntukkan bagi masyarakat. a. Indikator Minimal 1) Adanya pemahaman penyelenggara Negara tentang proses/metode partisipatif; 2) Adanya pengambilan keputusan yang didasarkan atas consensus bersama. b. Perangkat Pendukung Indikator 1) Pedoman pelaksanaan proses partisipasif; 2) Forum konsultasi dan temu public, termasuk forum stakeholders; 3) Media massa nasional maupun media local sebagai sarana penyaluran aspirasi masyarakat; 4) Mekanisme/peraturan untuk mengakomodasi kepentingan yang beragam. 4

4. Tata pemerintahan yang bertanggung jawab/ bertanggung gugat (akuntabel/accountability) Instansi pemerintah dan para aparaturnya harus dapat mempertanggungjawabkan pelaksanaan kewenangan yang diberikan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Demikian halnya dengan kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukannya. 1) Adanya kesesuaian antara pelaksanaan dengan standar prosedur pelaksanaan; 2) Adanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan kegiatan. 1) Mekanisme pertanggungjawaban; 2) Laporan tahunan; 3) Laporan pertanggungjawaban; 4) Sistem pemantauan kinerja penyelenggara Negara; 5) Sistem pengawasan; 6) Mekanisme reward and punishment. 5. Tata pemerintahan yang menjunjung supremasi hukum (Rule of Law) Wujud nyata prinsip ini mencakup upaya penuntasan kasus KKN dan pelanggaran HAM, peningkatan kesadaran HAM, peningkatan kesadaran hukum, serta pengembangan budaya hukum. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan menggunakan aturan dan prosedur yang terbuka dan jelas, serta tidak tunduk pada manipulasi politik. 1) Adanya kepastian dan penegakan hukum; 2) Adanya penindakan setiap pelanggar hukum; 3) Adanya pemahaman mengenai pentingnya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan. 1) Sistem yuridis yang terpadu/terintegrasi (kepolisian, kejaksaan, pengadilan); 2) Reward and punishment yang jelas bagi aparat penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, kehakiman); 5

3) Sistem pemantauan lembaga peradiln yang obyektif, independent, dan mudah diakses public (ombudsman); 4) Sosialisasi mengenai kesadaran hukum. 6. Tata pemerintahan yang demokratis dan berorientasi pada consensus (Democracy) Perumusan kebijakan pembangunan baik di pusat maupun daerah dilakukan melalui mekanisme demokrasi, dan tidak ditentukan sendiri oleh eksekutif. Keputusankeputusan yang diambil antara lembaga eksekutif dan legislatif harus didasarkan pada konsensus agar setiap kebijakan publik yang diambil benar-benar merupakan keputusan bersama. a. Indikator minimal: 1) Adanya kebebasan dalam menyampaikan aspirasi dan berorganisasi; 2) Adanya kesempatan yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk memilih dan membangun consensus dalam pengambilan keputusan kebijakan public. Peraturan yang menjamin adanya hak dan kewajiban yang sama bagi setiap anggota masyarakat untuk turut serta dalam pengambilan keputusan kebijakan publik. 7. Tata pemerintahan yang berdasarkan profesionalitas dan kompetensi (Profesionalism and Competency) Wujud nyata dari prinsip profesionalisme dan kompetensi dapat dilihat dari upaya penilaian kebutuhan dan evaluasi yang dilakukan terhadap tingkat kemampuan dan profesionalisme sumber daya manusia yang ada, dan dari upaya perbaikan atau peningkatan kualitas sumber daya manusia. 1) Berkinerja tinggi; 2) Taat asas; 3) Kreatif dan inovatif; 4) Memiliki kualifikasi di bidangnya. 1) Standard kompetensi yang sesuai dengan fungsinya; 2) Kode etik profesi; 3) Sistem reward and punishment yang jelas; 6

4) Sistem pengembangan SDM; 5) Standar dan indikator kinerja. 8. Tata pemerintahan yang cepat tanggap (Responsiveness) Aparat pemerintahan harus cepat tanggap terhadap perubahan situasi/kondisi mengakomodasi aspirasi masyarakat, serta mengambil prakarsa untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. 1) Tersedianya layanan pengaduan dengan prosedur yang mudah dipahami oleh masyarakat; 2) Adanya tindak lanjut cepat dari laporan dan pengaduan. 1) Standar pelayanan publik; 2) Prosedur dan layanan pengaduan hotline; 3) Fasilitas komunikasi dan informasi. 9. Tata pemerintahan yang menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif (Efficiency and Effectiveness) Pemerintah baik pusat maupun daerah dari waktu ke waktu harus selalu menilai dukungan struktur yang ada, melakukan perbaikan struktural sesuai dengan tuntutan perubahan seperti menyusun kembali struktur kelembagaan secara keseluruhan, menyusun jabatan dan fungsi yang lebih tepat, serta selalu berupaya mencapai hasil yang optimal dengan memanfaatkan dana dan sumber daya lainnya yang tersedia secara efisien dan efektif. 1) Terlaksananya administrasi penyelenggaraan Negara yang berkualitas dan tepat sasaran dengan penggunaan sumber daya yang optimal; 2) Adanya perbaikan berkelanjutan; 3) Berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi organisasi/unit kerja; 1) Standar dan indikator kinerja untuk menilai efisiensi dan efektifitas pelayanan; 2) Survei-survei kepuasan stakeholders. 7

10. Tata pemerintahan yang terdesentralisasi (Decentralization) Pendelegasian tugas dan kewenangan pusat kepada semua tingkatan aparat sehingga dapat mempercepat proses pengambilan keputusan, serta memberikan keleluasaan yang cukup untuk mengelola pelayanan publik dan menyukseskan pembangunan di pusat maupun di daerah. Adanya kejelasan pembagian tugas dan wewenang dalam berbagai tingkatan jabatan. Peraturan perundang-undangan mengenai: 1) Struktur organisasi yang tepat dan jelas; 2) Job description (uraian tugas) yang jelas; 11. Tata pemerintahan yang mendorong kemitraan dengan dunia usaha swasta dan masyarakat (Private Sector and Society Partnership) Pembangunan masyarakat madani melalui peningkatan peran serta masyarakat dan sektor swasta harus diberdayakan melalui pembentukan kerjasama atau kemitraan antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Hambatan birokrasi yang menjadi rintangan terbentuknya kemitraan yang setara harus segera diatasi dengan perbaikan sistem pelayanan kepada masyarakat dan sektor swasta serta penyelenggaraan pelayanan terpadu. 1) Adanya pemahaman aparat pemerintah tentang pola kemitraan; 2) Adanya lingkungan yang kondusif bagi masyarakat kurang mampu (powerless) untuk berkarya; 3) Terbukanya kesempatan bagi masyarakat/dunia usaha swasta untuk turut berperan dalam penyediaan pelayanan umum; 4) Adanya pemberdayaan institusi ekonomi lokal/usaha mikro, kecil, dan menengah, serta koperasi; 1) Peraturan-peraturan dan pedoman yang mendorong kemitraan pemerintahdunia usaha swasta-masyarakat; 2) Peraturan-peraturan yang berpihak pada masyarakat kurang mampu; 3) Program-program pemberdayaan. 8

12. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pengurangan kesenjangan (Commitment to Reduce Inequality) Pengurangan kesenjangan dalam berbagai bidang baik antara pusat dan daerah maupun antardaerah secara adil dan proporsional merupakan wujud nyata prinsip pengurangan kesenjangan. Hal ini juga mencakup upaya menciptakan kesetaraan dalam hukum (equity of the law) serta mereduksi berbagai perlakuan diskriminatif yang menciptakan kesenjangan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan bermasyarakat. 1) Adanya langkah-langkah atau kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat yang kurang mampu (subsudi silang, affirmative action, dan sebagainya); 2) Tersedianya layanan-layanan/fasilitas-fasilitas khusus bagi masyarakat tidak mampu; 3) Adanya kesetaraan dan keadilan gender; 4) Adanya pemberdayaan kawasan tertinggal; 1) Peraturan-peraturan yang berpihak pada pemberdayaan gender, masyarakat kurang mampu, dan kawasan tertinggal; 2) Program-program pemberdayaan gender, masyarakat kurang mampu, dan kawasan tertinggal; 13. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada lingkungan hidup (Commitment to Environmental Protection) Daya dukung lingkungan semakin menurun akibat pemanfaatan yang tidak terkendali. Kewajiban penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan secara konsekuen, penegakan hukum lingkungan secara konsisten, pengaktifan lembagalembaga pengendali dampak lingkungan, serta pengelolaan sumber daya alam secara lestari merupakan contoh perwujudan komitmen pada lingkungan hidup. 1) Adanya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan 2) perlindungan/konservasinya; 3) Penegakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan; 4) Rendahnya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan; 5) Rendahnya tingkat pelanggaran perusakan lingkungan; 9

1) Peraturan dan kebijakan yang menjamin perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup; 2) Forum kegiatan lingkungan hidup; 3) Reward and Punishment dalam pemanfaatan sumber daya dan perlindungan lingkungan hidup. 14. Tata pemerintahan yang memiliki komitmen pada pasar yang fair (Commitment to Fair Market) Pengalaman telah membuktikan bahwa campur tangan pemerintah dalam kegiatan ekonomi seringkali berlebihan sehingga akhirnya membebani anggaran belanja dan bahkan merusak pasar. Upaya pengaitan kegiatan ekonomi masyarakat dengan pasar baik di dalam daerah maupun antardaerah merupakan contoh wujud nyata komitmen pada pasar. 1) Tidak ada monopoli; 2) Berkembangnya ekonomi masyarakat; 3) Terjaminnya iklim kompetisi yang sehat. Peraturan-peraturan mengenai persaingan usaha yang menjamin iklim kompetisi yang sehat. DAFTAR KEPUSTAKAAN 1. Undang-Undang Dasar 1945 2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. 3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan 4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. 5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. 6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan. 10