BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan salah satu dari ketiga komponen yang membentuk bumi (zat padat, air, atmosfer). Bumi dilingkupi air sebanyak 70% sedangkan sisanya (30%) berupa daratan (dilihat dari permukaan bumi). Udara mengandung uap air sebanyak 15% di dalam atmosfer (Gabriel, 2001). Air sangat penting bagi kehidupan manusia dan fungsinya tidak dapat diganti dengan senyawa lain. Sesuai dengan fungsinya, air digunakan untuk berbagai keperluan seperti: untuk minum, keperluan rumah tangga, keperluan industri, pertanian, pembangkit tenaga listrik, untuk sanitasi dan air untuk transportasi baik di sungai maupun laut (Wardhana, 2001). Air merupakan senyawa kimia yang terdiri dari atom H dan O. Molekul air terdiri dari satu atom O yang berikatan kovalen dengan dua atom H. Bagi manusia, air minum adalah salah satu kebutuhan utama. Dengan demikian air minum harus jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau dan tidak mengandung zat kimia. Karena itu dibuat standar air minum yaitu suatu Peraturan Mentri Kesehatan RI No. 492/Menkes/Per/IV/2010 yang memberi petunjuk tentang parameter yang dierbolehkan di dalam air minum agar tujuan penyediaan air bersih memenuhi persyaratan kesehatan. Mengingat pentingnya peranan air bagi manusia, maka diperlukan upaya menjaga kulitas air. Upaya menjaga kualitas air dilakukan melalui pengelolaan air (Slamet, 1994).
Air yang digunakan harus memenuhi syarat dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Secara kualitas, air harus tersedia pada kondisi yang memenuhi syarat kesehatan. Kualitas air dapat ditinjau dari segi fisika, kimia, dan biologi. Air yang dapat digunakan untuk keperluan sehari-hari harus memenuhi standar baku air untuk rumah tangga. Kualitas air yang baik ini tidak selamanya tersedia di alam. Adanya perkembangan industri dan pemukiman dapat mengancam kelestarian air bersih. Bahkan di daerah-daerah tertentu, air yang tersedia tidak memenuhi syarat kesehatan secara alam sehingga diperlukan upaya perbaikan secara sederhana maupun modern (Kusnaedi, 2002). 2.2. Sumber Air 2.2.1. Air Laut Mempunyai rasa asin, karena mengandung garam. Kadar garam NaCl dalam air laut 3 %. Dengan keadaan ini, maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum (Sutrisno, 2004). 2.2.2. Air atmosfir Air atmosfir dalam keadaan murni, sangat bersih, dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan oleh industri, debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.
Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-bak reservoir, sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi (Sutrisno, 2004). 2.2.3. Air Permukaan Menurut Sutrisno (2004) air permukaan adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, pelapukan batang-batang kayu, daun-daun, pengotoran oleh industri kota dan sebagainya. Beberapa pencemaran ini, untuk masing-masing air permukaan akan berbeda-beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan ini. Jenis pecemarannya adalah merupakan pencemaran fisik, kimia dan bakteriologi. Adapun air permukaan ada 2 macam yaitu : 2.2.3.1. Air Sungai Dalam penggunaannya sebagai air minum, haruslah mengalami suatu pengolahan yang sempurna, mengingat bahwa air sungai pada umumnya mempunyai derajat pencemaran yang tinggi sekali. Debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan akan air minum pada umumnya dapat mencukupi (Sutrisno, 2004). 2.2.3.2. Air Danau atau Rawa Air danau atau rawa merupakan air permukaan yang mengumpul pada cekungan permukaan tanah. Kebanyakan air rawa ini berwarna yang disebabkan oleh adanya zat organis yang membusuk (batang-batang kayu, daun, dan lainnya) (Sutrisno, 2004).
2.3 Unit Unit Pengolahan Air 1. Bendungan Sumber air baku adalah air permukaan dari sungai Belawan yang berhulu di Kecamatan Pancur Batu dan melintasi kecamatan Sunggal (Butir No. 4, 2006: 21). Untuk menampung air tersebut dibuatlah bendungan dengan panjang 25 m (sesuai dengan lebar sungai) dan tinggi 4 m. Pada sisi kanan bendungan, dibuat sekat (channel) berupa saluran penyadap lebarnya 2 m dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air masuk ke intake. 2. Intake (Pemasukan Air Baku) Intake berfungsi untuk pengambilan/penyadapan air baku. Bangunan ini merupakan saluran bercabang dua yang dilengkapi dengan bar screen (saringan kasar) berfungsi untuk mencegah masuknya sampah-sampah berukuran besar dan fine screen (saringan halus), berfungsi untuk mencegah masuknya kotorankotoran maupun sampah berukuran kecil terbawa arus sungai. Masing-masing saluran dilengkapi dengan pintu pengatur ketinggian air (sluice gate) dan penggerak elektromotor. Pemeriksaan maupun pembersihan saringan dilakukan secara periodik untuk menjaga kestabilan jumlah air masuk. 3. Raw Water Tank (RWT) atau Tangki Air Baku Raw water tank (bak pengendap) merupakan bangunan yang dibangun setelah intake yang terdiri dari 2 unit (4 sel). Setiap unit berdimensi 23.3 m x 20 m, tinggi 5 m yang dilengkapi dengan dua buah inlet gate, dua buah outlate gate, sluice gate dan pintu bilas 2 buah.
Raw water tank berfungsi sebagai tempat pengendapan partikel-partikel kasar dan lumpur yang terbawa dari sungai dengan sistem sedimentasi (pengendapan). Di Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal volume air baku pada 2 RWT memiliki ± 1.400 m 3. Waktu pengendapan (detention time) untuk air baku yang akan diolah di RWT IPA Sunggal kurang dari 15 menit agar menghasilkan air baku dengan turbidity yang lebih rendah. 4. Raw Water Pump (RWP) atau Pompa Air Baku Raw Water Pump (Pompa Air Baku) berfungsi untuk memompakan air dari RWT ke clearator. RWP ini terdiri dari 16 unit pompa air baku. Kapasitas setiap pompa air baku. Kapasitas setiap pompa 110 l / detik dengan rata-rata 18 m memakai motor AC nominal daya 75 KW. Pada Raw Water Pump (RWP) dilakukan Prechlorination yang berfungsi mengoksidasi zat-zat organik, anorganik, dan mengendalikan pertumbuhan lumut (alga) juga menghilangkan polutan-polutan lainnya. 5. Clearator atau Clarifier (Proses Penjernihan Air) Bangunan Clearator terdiri dari 5 unit dengan kapasitas masing-masing 350 l/detik. Clearator berfungsi sebagai tempat pemisahan antara flok yang bersifat sedimen dengan air bersih sebagai effluent (hasil olahan). Hasil clearator dilengkapi dengan agitator sebagai pengaduk lambat dan selanjutnya dialirkan ke filter. Endapan flok-flok tersebut kemudian dibuang sesuai dengan tingkat ketebalannya secara otomatis. Clearator ini terbuat dari beton berbentuk bulat dengan lantai kerucut yang dilengkapi sekat-sekat pemisah untuk proses-proses sebagai berikut:
1. Primary Reaction Zone 2. Secondary Reaction Zone 3. Return Reaction Zone 4. Clarification Reaction Zone 5. Concentrator. 6. Filter (Penyaringan) Filter merupakan tempat berlangsungnya proses filtrasi, yaitu proses penyaringan flok flok sangat kecil dan sangat ringan yang tidak bertahan (lolos) dari clearator. Filter yang dipakai dengan pengolahan air di PDAM Tirtanadi Instalasi Sunggal adalah sistem penyaringan permukaan (surface filter). Media filter tersebut berjumlah 32 unit yang prosesnya berlangsung secara paralel, menggunakan jenis saringan cepat (rapid sand filter) berupa pasir silika dengan menggunakan motor AC nominal daya 0,75 KW. Filter ini berfungsi untuk menyaring turbidity melalui pelekatan pada media filter. Dimensi tiap filter yaitu lebar 4,00 m, panjang 8,25 m, tinggi 6,25 m tinggi permukaan air maksimum 5,05 m serta tebal media filter 114 cm, dengan susunan lapisan sebagi berikut : 1. Pasir kwarsa, diameter 0,50 mm 1,50 mm dengan ketebalan 61 cm 2. Pasir kwarsa, diameter 1,80 mm 2,00 mm dengan ketebalan 15 cm 3. Kerikil halus, diameter 4,75 mm 6,30 mm dengan ketebalan 8 cm 4. Kerikil sedang, diameter 6,30 mm 10,00 mm dengan ketebalan 7,5 cm 5. Kerikil sedang, diameter 10,00 mm 20,00 mm dengan ketebalan 7,5 cm 6. Kerikil kasar, diameter 20,00 mm 40,00 mm dengan ketebalan 15 cm
Dalam jangka waktu tertentu, permukaan filter akan tersumbat oleh flok yang masih tersisa dari proses. Pertambahan ketinggian permukaan air diatas media filter sebanding dengan berlangsungnya penyumbatan (clogging) media filter oleh flok-flok. Selanjutnya dilakukan proses backwash, yaitu pencucian media filter dengan menggunakan sistem aliran balik dengan menggunakan air yang di supply dari pompa reservoir. Proses ini bertujuan untuk mengoptimalkan kembali fungsi filter. Banyaknya air yang dibutuhkan untuk backwash untuk satu buah filter adalah 200-300 m dan backwash dilakukan 1 x 24 72 jam, tergantung pada lancar tidaknya penyaringan. 7. Reservoir (Tempat Menampung Air Bersih) Reservoir merupakan bangunan beton berdimensi 50 m x 40 m x 7 m yang berfungsi untuk menampung air minum (air olahan) setelah melewati media filter. IPA Sunggal memiliki 2 buah reservoir (R1 dan R2) dengan kapasitas total 12.000 m 3. Reservoir berfungsi untuk menampung air bersih yang telah disaring melalui filter dan juga berfungsi tempat penyaluran air ke pelanggan. Air yang mengalir dari filter ke reservoir diinjeksikan klorin cair disebut postchlorination yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen. Sedangkan penambahan larutan kapur jenuh bertujuan untuk menetralisasi ph air. 8. Finish Water Pump (FWP) atau Pemompaan Air Akhir Finish Water Pump (FWP) Instalasi Pengolahan Air (IPA) Sunggal berjumlah 14 unit yang berfungsi untuk mendistribusikan air bersih dari reservoir instalasi ke reservoir-reservoir distribusi cabang-cabang melalui pipa-pipa
transmisi yang dibagi menjadi 5 jalur dengan kapasitas masing-masing 150 l/detik. 9. Sludge Lagoon (Empang Lumpur) Air buangan (limbah cair) dari masing-masing unit pengolahan dialirkan ke lagoon untuk di daur ulang. Daur ulang merupakan cara yang tepat dan aman dalam mengatasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip ini telah diterapkan sejak tahun 2002 di unit IPA Sunggal yaitu dengan membangun unit pengendapan berupa Lagoon dengan kapasitas 10.800 m 3. 10. Monitoring System (Sistem Pengawasan) Metode pegawasan selama proses pengolahan di masing-masing unit kondisi proses pengolahan dari ruang tertentu baik terhadap kuantitas, kualitas maupun kontinuitas olahan. Fasilitas ini didesain sedemikian rupa sehingga dapat mempermudah pengawasan terhadap proses pengolahan air menurut standar dan ketentuan yang berlaku. 2.4 Syarat - Syarat Air Minum Penggunaan sumber air minum bagi Perusahaan Air Minum (PAM) di kota-kota besar masih menggantungkan dari sungai-sungai yang telah dicemari sehingga treatment yang sempurna sangat diperlukan secara mutlak. Sebaiknya bila akan menggunakan badan-badan air sebagai sumber air minum hendaknya memenuhi syarat-syarat kualitas air minum (Riyadi, 1984). Menurut Sutrisno (2004), dari segi kualitas air minum harus memenuhi
2.4.1. Syarat Fisik Air tidak boleh berwarna Air tidak boleh berasa Air tidak boleh berbau Suhu air hendaknya di bawah udara sejuk (± 25 o C) Air harus jernih 2.4.2. Syarat Kimia Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan. 2.4.3. Syarat Bakteriologik Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) sama sekali dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan Coli melebihi batasbatas yang telah ditentukannya yaitu 1 Coli/100 ml air. Bakteri golongan Coli ini berasal dari usus besar dan tanah. Bakteri patogen yang mungkin ada dalam air antara lain adalah: Bakteri Thypsum Vibrio colerae Bakteri Dysentriae Entamoeba hystolotica Bakteri Enteritis (penyakit perut) Air yang mengandung golongan Coli dianggap telah berkontaminasi (berhubungan) dengan kotoran manusia. Dengan demikian dalam pemeriksaan
bakteriologik, tidak langsung diperiksa apakah air itu mengandung bakteri patogen, tetapi diperiksa dengan indikator bakteri golongan Coli. 2.5 Kesadahan Kesadahan air adalah kesadahan yang disebabkan oleh adanya ionion Ca 2+ dan Mg 2+ di dalam air. Menurut Sastrawijaya (1991), kesadahan dapat dibedakan atas dua jenis yaitu: 1. Kesadahan sementara yang disebabkan oleh garam-garam bikarbonat (HCO 3 ) dan dapat dihilangkan dengan cara pemanasan. Ion CO 2-3 akan mengendap dengan Ca sebagai CaCO 3 dan Mg sebagai MgCO 3, maka endapan dapat dipisahkan (disaring) sehingga air dapat terbebas dari Ca 2+ dan Mg 2+. 2. Kesadahan permanen yang disebabkan oleh garam-garam sulfat atau klorida (SO 4 dan Cl), senyawa tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan. Tetapi dapat dihilangkan dengan cara reaksi kimia yaitu dengan menggunakan pereaksi Na 2 CO 3 yang menghasilkan endapan. Endapan dipisahkan sehingga terbebas kesadahan. Menurut Gabriel (2001), berdasarkan tingkat kesadahan air dapat digolongkan dalam 4 kelompok, yaitu: a. Kadar CaCO 3 terdapat dalam air 0-75 mg/l disebut air lunak. b. Kadar CaCO 3 terdapat dalam air 75-150 mg/l disebut air agak keras. c. Kadar CaCO 3 terdapat dalam air 150-300 mg/l disebut air keras. d. Kadar CaCO 3 terdapat dalam air 300 ke atas mg/l disebut air sangat keras.
2.6 Metode Penetapan Kesadahan Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Titrasi kompleksometri digunakan untuk menentukan kandungan garam-garam logam. Etilen diamin tetra asetat (EDTA) merupakan titran yang sering digunakan. Logam-logam alkali tanah seperti kalsium dan magnesium membentuk kompleks yang tidak stabil dengan EDTA pada ph rendah, karenanya titrasi logam-logam ini dengan EDTA dilakukan pada larutan buffer amonia ph 10. untuk deteksi titik akhir titrasi digunakan indikator zat warna. Indikator zat warna ditambahkan pada larutan logam pada saat awal sebelum dilakukan titrasidan akan membentuk kompleks berwarna dengan sejumlah kecil logam. Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan EDTA) maka kompleks indikator-logam akan pecah dan menghasilkan warna yang berbeda. Indikator yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini antara lain: Hitam eriokrom (Eriochromm Black T, Mordant Black II, Solochrome Black); mureksid; jingga pirokatekol; jingga xilenol; asam kalkon karbonat; kalmagit; dan biru hidroksi naftol (Rohman, 2007). Kesadahan total yaitu jumlah ion-ion Ca 2+ dan Mg 2+ yang dapat ditetapkan melalui titrasi langsung dengan EDTA (H 2 Y 2- ) sebagai titran dan menggunakan indikator misalnya EBT (Eriokrom Hitam T/In). Kompleks antara kalsium dan indikator terlalu lemah untuk menimbulkan perubahan warna yang benar. Tetapi magnesium membentuk kompleks yang lebih kuat dengan indikator,
dibandingkan kalsium, dan diperoleh suatu titik akhir dalam buffer amonia dengan ph 10. Karena kestabilan kalsium (2,0 x 10 5 ) dengan indikator lebih kecil di bandingkan dengan magnesium (4,9 x 10 5 ). Dengan ditambahkan titran ke dalam larutan yang mengandung kalsium, terbentuklah CaY 2- yang lebih stabil, dengan membebaskan magnesium untuk bereaksi dengan indikator dan membentuk Mgln - yang berwarna merah. Karena kestabilan kalsium (5,0 x 10 10 ) dengan EDTA lebih besar daripada magnesium (4,9 x 10 8 ). Setelah kalsium habis terpakai, titran ditambah mengubah Mgln - menjadi MgY 2- dan indikator berubah ke bentuk Hln - yang berwarna biru (Underwood, 1986). Menurut Underwood (1986),reaksi-reaksi yang terjadi yaitu: i) Logam + Indikator M n+ + ln m- Mln n-m ii) Logam + EDTA M n+ + H 2 Y = MY n-4 + 2H + iii) EDTA + Indikator Min n+ + H 2 Y = MY n-4 + H x ln x-m