BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KONSEP DASAR. rentan terhadap infeksi (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB II KONSEP DASAR. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan

APPENDISITIS. Appendisitis tersumbat atau terlipat oleh: a. Fekalis/ massa keras dari feses b. Tumor, hiperplasia folikel limfoid c.

BAB II TINJAUAN TEORI. penyebab abdomen akut yang paling sering (Mansjoer, 1999).

dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap

BAB 1 PENDAHULUAN. priyanto,2008). Apendisitis merupakan peradangan akibat infeksi pada usus

BAB II KONSEP DASAR. pada sekum tepat dibawah katub ileocekal (Smeltzer & Bare, 2002)

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiforis, biasanya

BAB I PENDAHULUAN. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

K35-K38 Diseases of Appendix

BAB I KONSEP DASAR. saluran usus (Price, 1997 : 502). Obserfasi usus aiau illeus adalah obstruksi

BAB I KONSEP DASAR. sepanjang saluran usus (Price, 1997 : 502). Obstruksi usus atau illeus adalah obstruksi saluran cerna tinggi artinya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMY DI RUANG MELATI I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Apendisitis paling sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Apendisitis adalah suatu peradangan pada apendiks, suatu organ

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Apendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. J POST APPENDIKTOMY DI BANGSAL MAWAR RSUD Dr SOEDIRAN MANGUN SUMARSO WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I KONSEP DASAR. dapat dilewati (Sabiston, 1997: 228). Sedangkan pengertian hernia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. Mega kolon adalah dilatasi dan atonikolon yang disebabkan olah. Mega kolon suatu osbtruksi kolon yang disebabkan tidak adanya

STUDI KASUS PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS APENDIKSITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD GAMBIRAN KOTA KEDIRI

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pemeriksaan Fisik

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

APPENDICITIS (ICD X : K35.0)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI Kanker kolon adalah polip jinak tetapi dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal dan meluas ke dalam struktur sekitar.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.S DENGAN GANGGUAN SISTIM PENCERNAAN : POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI KE-2 DI RUANG ANGGREK RSUD SUKOHARJO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan dokter, hal ini menyebabkan kesulitan mendiagnosis apendisitis anak sehingga 30

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah modal utama bagi manusia, kesehatan

BAB II KONSEP DASAR. merupakan penyebab abdomen akut (Mansjoer Arif, 2000). Sedangkan

BAB I PENDAHULUAN. melalui suatu defek pada fasia dan muskuloaponeuretik dinding perut, secara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I KONSEP DASAR. saluran cerna tinggi artinya disertai dengan pengeluaran banyak aliran cairan dan

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN KOLOSTOMI Purwanti,

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

BAB I PENDAHULUAN. lokal di perut bagian kanan bawah (Anderson, 2002). Apendisitis

LAPORAN PENDAHULUAN. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN PRE, INTRA, POST OPERASI HAEMOROIDEKTOMI DI RUANG DIVISI BEDAH SENTRAL RS. Dr.

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

BAB I PENDAHULUAN. kecil) atau appendiktomi. Appendiktomi adalah pembedahan untuk mengangkat

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

SAKIT PERUT PADA ANAK

LAPORAN PEDAHULUAN ABDOMINAL PAIN

LAPORAN PENDAHULUAN APENDISITIS

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah sistem pencernaan yang sering dijumpai oleh masyarakat yaitu

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apendisitis akut merupakan radang akut pada apendiks vermiformis, yang

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. D. DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN: POST APPENDIKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI ILMIAH

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang banyak dialami oleh manusia. Meskipun bukan merupakan

AHMAD SAHRANI ISSA INA JARINI MUHAMMAD WILDANI SRIWATI

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. Y DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI HARI Ke-1 DI RUANG DAHLIA RSUD BANYUDONO

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB II KONSEP DASAR. Appendiksitis adalah peradangan dari appendik vermiformis, dan semua

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

MONITORING DAN ASUHAN KEPERAWATANA PASIEN POST OPERASI

2. Pengkajian Kesehatan. a. Aktivitas. Kelemahan. Kelelahan. Malaise. b. Sirkulasi. Bradikardi (hiperbilirubin berat)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP DASAR. normal sebagai akibat dari perubahan pada pusat termoregulasi yang terletak dalam

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DEMAM CHIKUNGUNYA Oleh DEDEH SUHARTINI

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Nn. P DENGAN POST OPERASI APPENDIKTOMI DI RUANNG CEMPAKA III RSUDPANDAN ARANG BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN VIII (DELAPAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PENCERNAAN MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. melalui struktur yang secara normal berisi (Ester, 2001).

memfasilitasi sampel dari bagian tengah telinga, sebuah otoscope, jarum tulang belakang, dan jarum suntik yang sama-sama membantu. 4.

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEBUTUHAN ELIMINASI BOWEL

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BPH

BAB IV PEMBAHASAN. memberikan asuhan keperawatan terhadap Ny. A post operasi sectio caesarea

PEMBERIAN TEHNIK RELAKSASI EFFLUERAGE TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN Ny. N DENGAN APPENDICITIS DI RUANG FLAMBOYAN RSUD SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Rumusan Masalah. 1.3 Tujuan


cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

Data Demografi. Ø Perubahan posisi dan diafragma ke atas dan ukuran jantung sebanding dengan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. walaupun pemeriksaan untuk apendisitis semakin canggih namun masih sering terjadi

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan No. Dx. Tindakan dan Evaluasi

BAB I KONSEP DASAR. Berdarah Dengue (DBD). (Aziz Alimul, 2006: 123). oleh nyamuk spesies Aedes (IKA- FKUI, 2005: 607 )

Bagian Keperawatan. Maternitas PSIK FK UNAIR

Transkripsi:

BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Beberapa sumber yang menyebutkan tentang pengertian dari Apendisitis yaitu sebagai berikut : Apendiks adalah organ tambahan kecil yang menyerupai jari, melekat pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Smeltzer, 2001). Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis, dan merupakan penyebab pembedahan abdomen akut yang paling sering. (Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut (Ester, 2001) Apendisitis merupakan inflamasi apendiks, suatu bagian seperti kantung yang nonfungsional dan terletak di bagian inferior sekum dan menurut (Grace, 2007) Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Jadi dari beberapa pengertian tersebut penulis menyimpulkan apendisitis adalah suatu kondisi dimana terjadi inflamasi pada apendiks dan merupakan penyebab pembedahan abdomen yang paling sering terjadi. Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendiks akut dan apendiks kronik (Sjamsuhidajat, 2004) 1. Apendisitis Akut Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang peritoneum lokal. Gejala apendisitis akut ialah nyeri samar-samar dan tumpul merupakan nyeri 7

visceral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering di sertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik McBurney. Di sini nyeri di rasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya. Sehingga merupakan nyeri somatik setempat. 2. Apendisitis Kronik Diagnosis apendiksitis kronik baru dapat di tegakkan jika di penuhi semua syarat: riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik, dan keluhan menghilang setelah apendiktomi. Kriteria mikroskopik apendiksitis kronik adalah fibrosis menyeluruh dinding apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama di mukosa, dan sel inflamasi kronik. Insidens apendiksitis kronik antara 1-5 %. 8

B. Anatomi 1. Anatomi Usus Besar Gambar 1.1 Anatomi usus besar Sumber: Thibodeau, 2008 9

Usus besar atau intestinun mayor panjangnya lebih kurang 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan-lapisan usus besar dari dalam ke luar: selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, jaringan ikat. Fungsi usus besar adalah menyerap air dari makanan, tempat tinggal bakteri koli, tempat feses. Usus besar terdiri dari : a. Sekum Di bawah sekum terdapat apendiks vermivormis yang berbentuk seperti cacing sehingga di sebut umbai cacing, panjangnya 6 cm. Seluruhnya di tutupi oleh peritonium mudah bergerak walaupun tidak mempunyai mesenterium dan dapat diraba melalui dinding abdomen pada orang yang masih hidup. b. Apendiks Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum, mempunyai pintu keluar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Apendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor, terletak horizontal di belakang sekum. Sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks beraksi secara hebat dan hiperaktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen. 10

c. Kolon asendens Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan, membujur ke atas dari ileum ke bawah hati. Di bawah melengkung ke kiri, lengkungan ini di sebut fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum d. Kolon transversum Panjangnya lebih kurang 38 cm, membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis. e. Kolon desendens Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid. f. Kolon sigmoid Kolon sigmoid merupakan lanjutan dari kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum. g. Rektum Rektum terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis. ( Syaifuddin, 2006) 11

2. Anatomi Apendiks Gambar 2.1 Anatomi letak apendiks Sumber: Yayan Akhyar, 2008 12

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (4 inci), lebar 0,3-0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior, medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior superior kanan dengan pusat. Lumenya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Persarafan parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesentrika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus torakalis X. oleh karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula disekitar umbilikus. 3. Fisiologi Apendiks Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretor yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imonoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe 13

di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. C. Etiologi Apendiksitis menurut Sjamsuhidajat ( 2004 ) merupakan infeksi bakteri yang disebabkan oleh obstruksi atau penyumbatan akibat : 1. Hiperplasia dari folikel limfoid 2. Adanya fekalit dalam lumen appendiks 3. Tumor appendiks 4. Adanya benda asing seperti cacing askariasis 5. Erosi mukosa appendiks karena parasit seperti E. Histilitica. D. Patofisiolgi Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elasitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendiksitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendiksitis supuratif akut. Apabila aliran arteri 14

terganggu maka akan terjadi infrak dinding apendiks yang diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendiksitis ganggrenosa. Bila dinding apendiks rapuh maka akan terjadi perforasi disebut apendikssitis perforasi. Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga muncul infiltrat apendikkularis. Pada anakanak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2000) E. Manifestasi Klinik Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat (Sjamsuhidajat, 2004). Nyeri terasa pada abdomen kuadran bawah dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah dan hilangnya nafsu makan. Nyeri tekan lokal pada titik Mc. Burney bila dilakukan tekanan. Nyeri tekan lepas mungkin akan dijumpai. Derajat nyeri tekan, spasme otot, dan apakah terdapat konstipasi atau diare tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi apendiks. Bila apendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat terasa di daerah lumbal; bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini hanya dapat diketahui pada pemeriksaan rektal. Nyeri pada defekasi menunjukkan bahwa ujung apendiks dekat dengan kandung kemih atau ureter. Adanya kekakuan pada bagian bawah otot rektum kanan dapat terjadi. 15

Tanda Rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri, yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa pada kuadran bawah kanan. Apabila apendiks telah ruptur, nyeri dan dapat lebih menyebar; distensi abdomen terjadi akibat ileus paralitik dan kondisi klien memburuk. Pada klien lansia, tanda dan gejala apendisitis dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan, menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainya. Klien mungkin tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari klien-klien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat klien-klien lebih muda (Smeltzer, 2002). F. Penatalaksanaan Pembedahan di indikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan. Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode baru yang sangat efektif (Smeltzer, 2002). 16

G. Komplikasi Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses. Insidens perforasi adalah 10%- 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7 0 C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen yang kontinyu (Smeltzer, 2002). H. Pengkajian fokus Pengkajian fokus pada klien apendisitis menurut Akhyar Yayan, 2008 adalah: 1. Identitas Klien a. Umur: Biasanya apendisitis lebih sering terjadi pada usia 10-30 tahun. b. Jenis kelamin: Laki-laki leih sering terkena apendisitis dari pada wanita. 2. Lingkungan Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik dari pada tinggal di lingkungan yang kotor. Hal itu akan mencegah masuknya cacing askariasis ke dalam lumen apendiks. 3. Riwayat keperawatan a. Riwayat kesehatan saat ini: keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit. b. Riwayat kesehatan masa lalu 4. Pemeriksaan Fisik 17

a. Inspeksi Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen. b. Palpasi Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekana pada perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit diperut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg (Blumberg sign). c. Pemeriksaan colok dubur Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukan letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika. d. Uji psoas dan uji obturator. Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat hiperekstensi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang meradang menempel pada m.psoas 18

mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika. 5. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000 20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum yang meningkat. b. Radiologi: terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada apendiks. Sedangakan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran sekum. 6. Perubahan Pola Fungsi Data yang di peroleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000) adalah sebagai berikut : a. Aktivitas / istirahat Gejala: Malaise. 19

b. Sirkulasi Tanda: Takikardi c. Eliminasi Gejala: Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang). Tanda: Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan. d. Makanan / cairan Penurunan atau tidak ada bising usus. Gejala: Anoreksia Mual / muntah e. Nyeri / kenyamanan Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak jelas (sehubungan dengan lokasi apendiks, contoh: retrosekal atau sebelah ureter). Tanda: Perilaku berhati-hati; berbaring kesamping atau telentang dengan lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran 20

kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal. f. Pernafasan Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal. g. Keamanan Tanda : Demam (biasanya rendah). 21

I. Pathways Keperawatan Hiperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, cacing, tumor, peradangan Obstruksi lumen apendiks Pembengkakan jaringan limfoid Peningkatan tekanan intraluminal sehingga menghambat saluran limfe yang mengeluarkan mukus Edema dan ulserasi Nyeri di kuadran kanan bawah Gangguan rasa nyaman nyeri Apendisitis akut Apendisitis kronik Obstruksi vena dan perluasan peradangan Gangguan pada aliran darah arteri Gangguan nekrosis perforasi Apendiktomi Laparatomi Luka post operasi Kurang pengetahuan prosedur tindakan Insisi bedah Terputusnya kontinuitas jaringan nyeri akut Resiko perdarahan Nyeri post operasi Ketidakseimbangan cairan tubuh Intoleransi aktivitas Cemas Penurunan pertahanan Primer tubuh Resti kekurangan volume cairan Resti infeksi Mansjoer, Arief(2000), Sylvia, (2006), Doengoes(2000) 22

J. Diagnosa dan Fokus Intervensi 1. Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut) berhubungan dengan distensi jaringan usus oleh inflamasi; adanya insisi bedah. Tujuan : Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 2x7 jam di harapkan nyeri berkurang atau hilang. KH : Klien melaporkan nyeri berkurang / hilang, klien rileks. Intervensi : a. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10). Selidiki dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat. Rasional: Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri menunjukkan terjadinya abses/ peritonitis, memerlukan upaya evaluasi medik dan intervensi. b. Pertahankan istirahat dengan posisi semifowler. Rasional: Gravitasi melokalisasi eksudat inflamasi dalam abdomen bawah atau pelvis, menghilangkan tekanan abdomen yang bertambah dengan posisi telentang. c. Berikan aktivitas hiburan. Rasional: Fokus perhatian kembali, meningkatkan relaksasi, dan dapat meningkatkan kemampuan koping. d. Pertahankan puasa Rasional : Menurunkan ketidaknyamanan pada peristaltik usus dini dan iritasi gaster/ muntah. 23

e. Berikan kantong es pada abdomen. Rasional: Menghilangkan dan mengurangi nyeri melalui penghilangan rasa ujung saraf. Catatan: jangan lakukan kompres panas karena dapat menyebabkan kompresi jaringan. f. Beritahukan penyebab nyeri. Rasional: Membantu klien dalam mekanisme koping g. Berikan analgesik sesuai indikasi. Rasional: Menghilangkan nyeri mempermudah kerjasama dengan intervensi terapi lain seperti ambulasi, batuk 2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama, perforasi/ rupture pada apendiks, pembentukan abses; prosedur invasif insisi bedah. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam di harapkan infeksi berkurang. KH : Meningkatnya penyembuhan luka dengan benar, bebas tanda infeksi/ inflamasi, drainase purulen, eritema dan demam. Intervensi : a. Awasi tanda vital. Perhatikan demam, menggigil, berkeringat, perubahan mental, meningkatnya nyeri abdomen. Rasional: Dugaan adanya infeksi/ terjadinya sepsis, abses, peritonitis. 24

b. Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka/ drein (bila dimasukkan), adanya eritema. Rasional: Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi, dan/ atau pengawasan penyembuhan peritonitis yang telah ada sebelumnya. c. Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptik. Rasional: Menurunkan resiko penyebaran infeksi. d. Berikan informasi yang tepat, jujur, dan jelas pada klien/ orang terdekat. Rasional: Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas. e. Berikan antibiotik sesuai indikasi. Rasional: Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah mikroorganisme (pada infeksi yang telah ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhanya pada rongga abdomen. 3. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan, pembatasan pascaoperasi, status hipermetabolik, inflamasi peritonium dengan cairan asing. Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x7 jam diharapkan keseimbangan cairan dan elektrolit menjadi kuat. 25

KH :Kelembaban membran mukosa, turgor kulit baik, tanda vital stabil dan secara individual haluaran urine adekuat. Intervensi : a. Awasi TD dan nadi. Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi volume intravaskuler. b. Lihat membran mukosa: kaji turgor kulit dan pengisian kapiler. Rasional: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler. c. Awasi masukan dan haluaran: Catat warna urine/ konsentrasi, berat jenis. Rasional: Penurunan haluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan. d. Auskultasi bising usus. Catat kelancaran flatus, gerakan usus. Rasional: Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan oral. e. Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi. Rasional: Menurunkan iritasi gaster/ muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan. f. Berikan perawatan mulut sering dengan perhatian khusus pada perlindungan bibir. 26

Rasional: Dehidrasi mengakibatkan bibir dan mulut kering dan pecah-pecah. g. Pertahankan penghisapan gaster/ usus. Rasional: Selang NG biasanya di masukkan pada pra operasi dan dipertahankan pada fase segera pasca operasi untuk dikompresi usus, meningkatkan istirahat usus, mencegah muntah. h. Berikan cairan IV dan elektrolit. Rasional: Peritonium bereaksi terhadap iritasi/ infeksi dengan menghasilkan sejumlah besar cairan yang dapat menurunkan volume sirkulasi darah, mengakibatkan hipovolemia. Dehidrasi dan dapat terjadi ketidakseimbangan elektrolit. 4. Intoleransi aktiftas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolik sekunder akibat pembedahan. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 7 jam diharapkan klien mampu beraktivitas sendiri. KH : - Klien menunjukkan perilaku yang memampukan kembali melakukan aktivitass. - Melaporkan kemampuan melakukan peningkatan toleransi aktivitas. 27

Intervensi: a. Tentukan tingkat aktivitas sekarang atau keadaan fisik pasien, kaji derajat nyeri dengan menggunakan skala ( 0-10 ) Rasional: Tanda yang membantu mengidentifikasikan fluktuasi volume intravaskuler b. Lakukan perubahan posisi secara teratur ketika pasien tirah baring (mobilisasi ) Rasional: Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan hidrasi seluler c. Ajarkan pasien untuk rentang gerak aktif dan pasif terutama pada ekstremitas bawah. Rasional: Penurunan haluaran urine pekat denngan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/ kebutuhan peningkatan cairan. d. Evaluasi kemampuan pasien untuk mobilisasi secara aman bila perlu gunakan alat bantu jalan seperti tongkat dan lain-lain. Rasional: Indikator kembalinya peristaltic, kesiapan untuk pemasukan oral. e. Kolaborasi dengan anggota keluarga Rasional: Menurunkan irigasi gaster/ muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan. 5. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi dan salah interpretasi informasi. 28

Tujuan : Menyatakan pemahaman proses penyakit, pengobatan dan potensial komplikasi. KH : Berpartisipasi dalam program pengobatan. Intervensi : a. Kaji ulang pembatasan aktivitas pasca operasi, contoh: mengangkat berat, olahraga, seks, latihan, menyetir. Rasional: Memberikan informasi pada klien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah. b. Identifikasi gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: peningkatan nyeri, edema/ eritema luka, adanya drainase, demam. Rasional: Upaya intervensi menurunkan resiko komplikasi serius, contohnya: peritonitis, lambatnya proses penyambuhan. c. Dorong aktivitas sesuai toleransi dengan periode istirahat periodik. Rasional: Mencegah kelemahan, meningkatkan penyembuhan dan perasaan sehat, mempermudah kembali ke aktifitas normal. d. Diskusikan perawatan insisi termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/ pengikat. Rasional: Pemahaman meningkatkan kerjasama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan. 29

e. Berikan laksatif/ pelembek feses jika diindikasikan dan hindari enema. Rasional: Membantu kembali ke fungsi usus semula, mencegah mengejan saat defekasi. (Doenges, 2000). 6. Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan prosedur tindakan. Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x7 jam diharapkan klien mengungkapkan kecemasan hilang. KH : - Klien mengungakapkan tidak cemas - Klien rileks Intervensi: a. Catat petunjuk perilaku misalnya gelisah. Rasional: Indikator derajat kecemasan/ stres. b. Dorong mengatakan perasaan. berikan umpan balik. Rasional: Membuat hubungan terapeutik, Membantu klien dalam mengidentifikasi masalah yang menyebabakan stress. c. Berikan informasi yang akurat dan nyata tentang apa yang di lakukan, misalnya tirah baring. 30

Rasional: keterlibatan pasien dalam perencanaan perawatan memberikan rasa kontrol dan membantu menurunkan kecemasan. d. Dorong orang terdekat untuk memberikan perhatian kepada klien. Rasional: Tindakan dukungan dapat membantu pasien merasa stres berkurang. e. Bantu pasien belajar mekanisme koping baru. Rasional: Belajar cara baru untuk mengatasi masalah dapat membantu dalam menurunkan stres dan kecemasan f. Kolaborasi pemberian obat: agen ansietas misalnya diazepam Rasional: Dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dan memudahkan istirahat. (Carpenito, 2007) 31

32