Zulkaidhah 1), Abdul Hapid 1) dan Ariyanti 1) Staf Pengajar Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Palu,

dokumen-dokumen yang mirip
KERAGAMAN JENIS RAYAP PADA HUTAN SEKUNDER DAN AGROFORESTRI DI TAMAN NASIONAL LORE LINDU, SULAWESI TENGAH

*Penulis korespondensi. Tel: Diterima: 10 Maret 2014 Disetujui: 17 Mei Abstrak

I. PENDAHULUAN. Deforestasi hutan tropis dan konversi hutan menjadi sistem penggunaan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. bumi, namun demikian keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya sangat

I. PENDAHULUAN. Perkebunan memiliki peran yang penting dalam pembangunan nasional,

disinyalir disebabkan oleh aktivitas manusia dalam kegiatan penyiapan lahan untuk pertanian, perkebunan, maupun hutan tanaman dan hutan tanaman

KEANEKARAGAMAN KOMUNITAS RAYAP PADA TIPE PENGGUNAAN LAHAN YANG BERBEDA SEBAGAI BIOINDIKATOR KUALITAS LINGKUNGAN TEGUH PRIBADI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG DESA KAMPUNG BARU KECAMATAN KUBU KABUPATEN KUBU RAYA

BAB I PENDAHULUAN. lainnnya yang tersebar luas dari Sabang sampai Merauke. Menurut Ummi (2007)

STRUKTUR KOMUNITAS MANGROVE DI DESA MARTAJASAH KABUPATEN BANGKALAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Adanya ketidakseimbangan antara jumlah kebutuhan dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. hutan hujan tropis yang tersebar di berbagai penjuru wilayah. Luasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah (Marlinda, 2008). Sektor pertanian di Indonesia merupakan sektor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Anggapan ini terbentuk berdasarkan observasi para ahli akan keanekaragamannya

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. sebesar jenis flora dan fauna (Rahmawaty, 2004). Keanekaragaman

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem yang sangat. berguna bagi manusia (Soerianegara dan Indrawan. 2005).

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

STUDI KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI HABITAT PELANDUK

III. METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. hayati terkaya (mega biodiveristy). Menurut Hasan dan Ariyanti (2004),

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

III. METODOLOGI PENELITIAN

ABSTRAK DIVERSITAS SERANGGA HUTAN TANAH GAMBUT DI PALANGKARAYA KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. 41 tahun 1999). Menurut Indriyanto (2006), hutan merupakan masyarakat

I. PENDAHULUAN. Dampak penambangan yang paling serius dan luas adalah degradasi, kualitas

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 20 mm per hari) begitu pula dengan produksi bijinya. Biji gulma

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi sebagai ecosystem engineer (Keller & Gordon, 2009) atau juga soil

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dengan sifat dan ciri yang bervariasi, dan di dalam tanah terjadi kompetisi antara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan Sekipan merupakan hutan pinus yang memiliki ciri tertentu yang membedakannya dengan hutan yang lainnya.

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

KOMPOSISI RAYAP DI KEBUN GAMBIR MASYARAKAT DI KANAGARIAN SIGUNTUR MUDA KECAMATAN KOTO XI TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Arthropoda merupakan filum terbesar dalam dunia Animalia yang mencakup serangga, laba-laba, udang,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan kehidupan dan peradaban manusia, hutan semakin

KEANEKARAGAMAN JENIS MERANTI (SHORE SPP) PADA KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG AMBAWANG KABUPATEN KUBU RAYA PROPINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. setelah Brazil, Kolombia, dan Vietnam (Anonim, 2007). Namun akhir-akhir ini

KONDISI HABITAT Rafflesia sp DI IUPHHK PT. TOBA PULP LESTARI, Tbk SEKTOR TELE, KABUPATEN SAMOSIR, SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. hidup dari bidang pertanian (Warnadi & Nugraheni, 2012). Sektor pertanian

Diagram pie perbandingan zona pasang tertinggi dan terendah

I. PENDAHULUAN. menyebabkan perubahan yang signifikan dalam iklim global. GRK adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dalam pandangan al-qur an, mempelajari dan mengamati fenomena

I. PENDAHULUAN. tinggi adalah Taman Hutan Raya Wan Abdurahman. (Tahura WAR), merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

KEANEKARAGAMAN JENIS BAMBU (Bambusodae) DALAM KAWASAN HUTAN AIR TERJUN RIAM ODONG DUSUN ENGKOLAI KECAMATAN JANGKANG KABUPATEN SANGGAU

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. firman Allah dalam QS Al-Imran 190 yang berbunyi : Allah SWT kepada manusia yang telah diberi kenikmatan berupa akal dan pikiran

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Hutan merupakan salah satu ekosistem yang jumlahnya cukup luas di Indonesia,

I. PENDAHULUAN. di lahan sawah terus berkurang seiring perkembangan dan pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga kelestariannya dari kepunahan

I. PENDAHULUAN. Distribusi dan status populasi -- Owa (Hylobates albibarbis) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan lingkungan luar (Baker,1979). Di dalam hutan terdapat flora

I. PENDAHULUAN. (Sujatnika, Joseph, Soehartono, Crosby, dan Mardiastuti, 1995). Kekayaan jenis

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

IV. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang dipengaruhi sifat-sifat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan sumberdaya hutan dalam dasawarsa terakhir dihadapkan pada

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan tropis yang luas dan memiliki keanekaragaman hayati yang

BAB IV METODE PENELITIAN

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 6. PERAN MANUSIA DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGANLatihan Soal 6.2

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

MONITORING LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. Hutan di Indonesia merupakan sumber daya alam yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. Menurut Tomlinson(1986), mangrove merupakan sebutan umum yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

PENGUKURAN BIODIVERSITAS

BAB I PENDAHULUAN. Hutan adalah suatu asosiasi kehidupan, baik tumbuh-tumbuhan (flora)

PENDAHULUAN. Hutan rawa gambut adalah salah satu komunitas hutan tropika yang terdapat di

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kegiatan yang mengancam eksistensi kawasan konservasi (khususnya

BAB III METODE PENELITIAN

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI TUMBUHAN. Analisis Vegetasi dengan Point Intercept

II. PERMASALAHAN USAHA TANI DI KAWASAN MEGABIODIVERSITAS TROPIKA BASAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

Transkripsi:

KERAGAMAN JENIS RAYAP PADA KEBUN MONOKULTUR KAKAO DI HUTAN PENDIDIKAN UNIVERSITAS TADULAKO SULAWESI TENGAH Zulkaidhah 1), Abdul Hapid 1) dan Ariyanti 1) 1) Staf Pengajar Jurusan Kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako Palu, email: zul.untad@gmail.com Abstract This research had the objectives to find out examine the structure and the termite community monoculture cocoa gardens. The research was conducted from March 2011 to May 2016 in Education Forest of Tadulako University area around the village 0f Bukit Makmur, Bolano Lambunu Subdistrict, Parigi Moutong Regency. The observation of termites was conducted using transect method. Parameters observed were environmental parameters, and microclimate. The total diversity of termite species found was 7. the biomass of Nekromass on the monoculture cocoa system was 0.92 Mg/ha, and litter was 7 Mg/ha. Plants in the garden is dominated by cocoa as a staple crop, undergrowth found 20 species. microclimate at the study site, the average soil temperature, air temperature, humidity and the soil moisture content were 23.82 C, 24.29 C, 78.11%, and 39.28% respectively. Keywords: Monoculture cocoa system, diversity termites, Education Forest of Tadulako University. Diterima tanggal 28 September 2016, Disetujui tanggal 10 Desember 2016 PENDAHULUAN Maraknya kegiatan penebangan liar dan perambahan hutan diindikasikan sebagai wujud protes masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Selain hal di atas, terdapat pula kajian bahwa tekanan ekonomi masyarakat setempat menyebabkan terjadinya perluasan kebun-kebun kakao yang berlangsung cepat di dalam kawasan hutan pendidikan Universitas Tadulako. Konversi hutan yang dilakukan akan menghasilkan suatu struktur lansekap baru atau bahkan bisa menyebabkan terjadinya fragmentasi habitat. Fragmentasi habitat diyakini menjadi salah satu ancaman terhadap ke keanekaragaman hayati dan fungsi ekosistem (Laurance & Bierregard, 1997 dalam Genet et al., 2001). Baumgardner (2007), mengemukakan bahwa perubahan ekosistem hutan menjadi sistem monokultur akan menyebabkan berkurangnya kelimpahan dan keanekaragaman jenis serangga. Banyak hasil penelitian telah dilaporkan bahwa alih guna hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan menurunkan diversitas rayap. Perubahan diversitas rayap terjadi karena berubahnya vegetasi, nekromass, masukan seresah, suhu tanah, suhu udara, kelembaban dan kadar air tanah. Penelitian sebelumnya telah dikaji mengenai diversitas rayap pada hutan sekunder dan agroforestri di Hutan Pendidikan Universitas Tadulako, terlihat bahwa diversitas rayap mengalami penurunan seiring alih fungsi 80

hutan menjadi agroforestri. Penurunan ini disebabkan oleh diversitas vegetasi, jumlah nekromass dan jumlah seresah yang semakin berkurang pada agroforestry (Zulkaidhah, dkk. 2014). Pengamatan diversitas rayap pada kebun monokultur kakao belum banyak dilaporkan, sehingga identifikasi keragaman jenis rayap pada kebun kakao perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana penurunan diversitas rayap setelah alih fungsi hutan menjadi monokultur kakao. METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret 2016 sampai Mei 2016 di wilayah Hutan Pendidikan Universitas Tadulako di sekitar Desa Bukit Makmur Kecamatan Bolano Lambunu, Kabupaten Parigi Moutong, pada kebun kakao milik masyarakat. Metode Penelitian Pengamatan karakter ekologis rayap dilakukan dengan menggunakan metode transek yang berukuran 2 x 100 m, yang dibagi menjadi 20 bagian (masing-masing berukuran 2 x 5 m). Rayap. Identifikasi rayap dilakukan menggunakan kasta prajurit hingga tingkat spesies berdasarkan morfologi rayap dengan menggunakan buku panduan rayap Tho (1992) dan Thapa (1981). Hasil pengukuran di lapangan digunakan untuk menghitung dominasi, kelimpahan, nilai diversitas rayap. Parameter Lingkungan. Pengukuran diversitas vegetasi, pengukuran kuantitas komunitas tumbuhan yang terdiri dari: kerapatan individu (KI), luas bidang dasar (LBD) dan indeks nilai penting (INP). Keanekaragaman hayati diinterpretasi dengan menilai indeks kekayaan spesies (S), indeks keanekaragaman spesies Shannon-Wiener (H) dan indeks kemerataan Smith & Wilson (E). Ketebalan seresah diukur dari lima titik yang berjarak 8 m antara titik di masingmasing lokasi, pengukuran nekromass, sifat fisika dan kimia tanah serta pengukuran iklim mikro (suhu tanah, suhu udara, kelembaban dan kadar air tanah). HASIL DAN PEMBAHASAN Komunitas Rayap Hasil identifikasi rayap di kebun monokultur kakao di Hutan Pendidikan Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Spesies Rayap pada kebun monokultur kakao Spesies Famili Nasutitermes neoparvus Nasutitermes havilandi Odontotermes sp. 2 Odontotermes sp. 3 Microcerotermes dubius Schedorhinotermes Rhinotermitidae javanicus Longipeditermes sp Dominasi Jenis Rayap Hasil analisis proporsi spesies rayap pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Schedorhinotermes javanicus merupakan spesies yang paling tinggi proporsinya yaitu 21,05%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa jenis ini mampu untuk beradaptasi pada berbagai kondisi iklim mikro dan berbagai tingkat ketersediaan makanan. 81

Dominasi J. ForestSains 14 (2) : Juni 2017 (80-84) ISSN : 2550 0562 25 20 15 10 5 0 21.05 15.78 15.78 15.78 10.52 10.52 10.52 Spesies Gambar 1. Tingkat proporsi (%) spesies rayap di lokasi penelitian (dihitung berdasarkan proporsi total pada monokultur kakao Kelimpahan Relatif Total kelimpahan relatif rayap yang ditemukan pada penelitian ini adalah 19 encounter (Tabel 2). Schedorhinotermes javanicus adalah spesies dengan kelimpahan relatif tertinggi, sedangkan Nasutitermes neoparvus, Microcerotermes dubius dan Longipeditermes sp. merupakan spesies dengan kelimpahan relatif terendah Tabel 2. Kelimpahan relatif rayap pada Pendidikan Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah Spesies Pi Nasutitermes neoparvus 2 0.10 Nasutitermes havilandi 3 0.15 Odontotermes sp. 1 3 0.15 Odontotermes sp. 2 3 0.15 Schedorhinotermes javanicus 4 0.21 Microcerotermes dubius 2 0.10 Longipeditermes sp. 2 0.10 Jumlah 19 Keterangan: (jumlah rayap setiap jenis), Pi (nilai kelimpahan setiap jenis) Tingkat Keragaman Jenis Hasil pengamatan pada kebun monokultur kakao ditemukan 7 spesies, disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat keragaman jenis rayap pada Pendidikan Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah Keanekaragaman Nilai S 7 H 1,91 D Mg 2,03 E 0.98 Spesies Dominan S. javanicus Keterangan : S (Jumlah Jenis), H (Indeks Shannon), D Mg (Indeks Margalef/kekayaan), E (Indeks Pielou/Kemerataan) Parameter Lingkungan 1. Nekromass dan Seresah Pada kebun monokultur, nekromass berasal dari tunggul pohon mati, sisa pangkasan kakao dan sisa kayu tumbang yang tidak terangkut pada saat pembukaan lahan. Jumlah nekromass pada monokultur kakao ini adalah 0,92 Mg/ha. Seresah permukaan terdiri dari seresah kasar (utuh) maupun seresah halus (hancur). Seresah merupakan sumber utama unsur hara pada suatu ekosistem. Ketebalan seresah pada permukaan tanah dapat ditunjukkan oleh berat kering seresah yang diambil pada permukaan tanah. hasil pengukuran jumlah seresah adalah 2,06 Mg/ha. Jenis seresah yang mendominasi adalah ranting. 2. Diversitas Tanaman Tanaman pada kebun ini didominasi oleh kakao sebagai tanaman pokok. Namun, tumbuhan bawah masih banyak yang ditemukan pada lokasi tersebut (20 jenis). 82

Tabel 4. Lima jenis semai dan tumbuhan bawah yang mendominasi lokasi penelitian di Hutan Pendidikan Universitas Tadulako. Spesies INP (%) KR (%) FR (%) Ageratum conyzoides 28,68 18,81 9,87 Acalypha indica L 27,20 17,98 9,21 Commelina nudiflora 14,66 7,42 7,24 Eleusine indica 13,82 1,98 11,8 Diplazium esculentum 13,023 9,07 3,95 Tabel 5. Struktur dan komposisi vegasi pada Pendidikan Universitas Tadulako Pohon Pancang Semai & Tumbuhan Bawah H 0,244-2,76 E 0,352-0,138 Kl 1100-75,750 LBD 3,327 - - Keterangan : H (Indeks Shannon), E (Indeks Pielou), KI (Kerapatan Individu (Individu/Ha), LBD (Luas Bidang Dasar). 3. Iklim Mikro Hasil pengukuran iklim mikro pada lokasi penelitian, suhu tanah rata-rata 23,82oC; suhu udara rata-rata 24,29oC; kelembaban rata-rata 78,11%; dan untuk kadar air tanah rata-rata 39,28%. PEMBAHASAN Hasil penelitian ditemukan 7 jenis rayap. Secara keseluruhan rayap ini tergolong dalam kelompok fungsional rayap kayu. Hasil ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya pada hutan sekunder dan agroforestry, terlihat penurunan jumlah jenis rayap yang cukup signifikan. Dimana pada hutan sekunder ditemukan 15 jenis dan pada agroforestry ditemukan 8 jenis. Kondisi ini kemungkinan disebabkan karena berkurangnya diversitas tanaman dan adanya pengolahan lahan yang lebih intensif sehingga mengakibatkan berkurangnya tingkat penutupan lahan, jumlah dan diversitas bahan organik yang masuk ke dalam tanah (Pribadi, 2009). Aktivitas perkebunan seperti pembakaran, penggunaan pupuk, pestisida dan kegiatan lainnya secara tidak langsung dapat menyebabkan rusaknya sarang-sarang rayap, semakin meningkatnya predator dan parasit serta berkurangnya sumber makanan (Aini, 2005). Tumbuhan dapat mempertahankan tingkat kesuburan tanah dan sangat berperan dalam kehidupan fauna tanah. Hal ini terlihat pada hasil penelitian sebelumnya, bahwa hutan sekunder dengan tingkat kenakeragaman tumbuhan tertinggi juga memiliki keragaman jenis rayap yang tinggi. Selain itu, adanya jenis-jenis rayap tertentu yang hanya ditemukan pada hutan sekunder dan hilang seiring dengan alih guna hutan. Tanaman mempengaruhi fauna tanah (Susilo et al., 2004 dalam Aini, 2005) melalui: (1) kualitas, kuantitas dan waktu penyediaan seresah; (2) Keseimbangan air tanah dan iklim mikro di permukaan tanah, dan (3) aktivitas akar yang dapat merubah rizosfer. Berubahnya tegakan vegetasi pada suatu lahan berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro, disebabkan oleh adanya perubahan tingkat penutupan oleh kanopi pohon, seresah dan tumbuhan bawah. Biomassa seresah dan tumbuhan bawah pada kebun monokultur relatif lebih rendah jika dibanding dengan hutan sekunder dan agroforestry pada penelitian sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh rendahnya masukan seresah yang gugur. Selain itu juga dipengaruhi oleh tingginya aktivitas manusia yang berkaitan dengan aktivitas perkebunan seperti penyiangan dan sanitasi sehingga akumulasi seresah dan tumbuhan bawah menjadi sangat sedikit. Seresah merupakan salah satu microhabitat rayap untuk bersarang dan mencari makan. Menurut Jones (2000), humus yang kaya akan bahan 83

organik berperan dalam kekayaan jenis rayap. keberadaan seresah dapat dijadikan sebagai tempat perlindungan bagi rayap dari kondisi di sekitarnya, mempertahankan kondisi iklim mikro yang tetap dan menyediakan sumber makanan bagi rayap. Tutupan kanopi pada monokultur relatif terbuka, sehingga energi panas dari matahari langsung diserap oleh permukaan tanah. Selain itu, rendahnya bahan organik pada kebun monokultur diikuti dengan semakin meningkatnya suhu tanah. Fluktuasi suhu tanah yang kecil ini dapat berpengaharuh terhadap proses dekomposisi serasah dan aktivitas mikroorganisme tanah dalam hal ini rayap untuk memproduksi CO 2. KESIMPULAN Di Kebun monokultur kakao ditemukan 7 spesies rayap. Schedorhinotermes javanicus merupakan spesies yang mendominasi lokasi penelitian. Rendahnya bahan organik pada kebun monokultur disebabkan oleh rendahnya jumlah seresah dan nekromass yang menyebabkan meningkatnya suhu tanah. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Direktoran riset dan Pengabdian masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan Riset, Dan Pengembangan, Kementerian Riset, teknologi, dan Pendidikan Tinggi Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penugasan Penelitian Fundamental Nomor 042/SP2H/LT/DRPM/II/2016, Tanggal 17 Februari 2016 DAFTAR PUSTAKA Aini FK. 2005. Kajian Diversitas Rayap Pasca Alih Guna Hutan Menjadi Lahan Pertanian. (Tesis). Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang. Baumgardner, M.C. 2007. Forest Fragmentation and It s Effects on Arthropod Populations in Small vs Large Forests in Northwest Ohio. Thesis. Genet, J.A. Kristen, S.G. Thomas, M.B. Peter, G.M. and Ariel, E.L. 2001. Response of Termite Community and Wood Decomposition Rates to Habitat Fragmentation in a Subtropical Dry Forest. International Society for Tropical Ecology. Tropical Ecology 42 : 35-49. Jones D.T. 2000. Termite Assemblages in Two Distict Montane Forest Types at 1000 m Elevation in The Maliau Basin, Sabah. Tropical Ecology 16: 271 286. Pribadi T. 2009. Keanekaragaman Komunitas rayap Pada Tipe Penggunaan lahan yang Berbeda Sebagai Bioindikator Kualitas Lingkungan. Tesis. Sekolah Pascasarjana IPB.Bogor Thapa, R.S. 1981. Termites of Sabah. Sabah Forest Record, 12: 1-374. Zulkaidhah, M. Musyafa, S. Soemardi, S. Hardiwinoto, 2014. Kajian Komunitas Rayap Akibat Alih Guna Hutan Menjadi Agroforestri Di Taman Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah. Jurnal Manusia dan Lingkungan 21 (2), 213-219. 84