2012, No BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
SIH Standar Industri Hijau

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

1. PENDAHULUAN. Indocement. Bosowa Maros Semen Tonasa. Semen Kupang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah membuat program untuk membangun pembangkit listrik dengan total

BAB.I 1. PENDAHULUAN. Limbah pada umumnya adalah merupakan sisa olahan suatu pabrik atau industri.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman yang sangat pesat menuntut adanya kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. energi untuk melakukan berbagai macam kegiatan seperti kegiatan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Konferensi pers persiapan penyelenggaraan Tropical Landscape Summit Jakarta, 31 Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG BAKU MUTU EMISI SUMBER TIDAK BERGERAK BAGI KETEL UAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Di negeri kita yang tercinta ini, sampah menjadi masalah yang serius.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia nesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan negara dalam hal menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat. penting dilakukan untuk menekan penggunaan energi.

BAB 1 PENDAHULUAN. semakin banyak di Indonesia. Kini sangat mudah ditemukan sebuah industri

5.1 PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. secara terpadu. Perusahaan ini termasuk perusahaan perseroan terbatas dengan

PENDAHULUAN. mengkonversi hutan alam menjadi penggunaan lainnya, seperti hutan tanaman

50001, BAB I PENDAHULUAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber energi yang keberadaanya dialam terbatas dan akan habis. dalam kurun waktu tertentu, yaitu minyak bumi, gas alam, dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

ROADMAP INDUSTRI SEMEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Lembar Fakta Kurva Biaya Pengurangan Emisi GRK (Gas Rumah Kaca) Indonesia

PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGEMBANGAN INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN NGAWI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Pemanfaatan Abu Batubara BAB I PENDAHULUAN

Analisis Kebutuhan dan Penyediaan Energi Di Sektor Industri - OEI 2012

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara membakar secara bersamaan campuran calcareous ( batu gamping )

VI. SIMPULAN DAN SARAN

KEBIJAKAN & PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) SEKTOR INDUSTRI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

OVERVIEW PROGRAM KONSERVASI ENERGI DAN REDUKSI EMISI DI SEKTOR INDUSTRI

BAB I PENDAHULUAN. Sementara produksi energi khususnya bahan bakar minyak yang berasal dari

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat tumbuh subur di

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, khususnya dalam proses produksi Semen Portland (SP).

BAB I PENDAHULUAN. diperbaharui (non renewable ). Jumlah konsumsi bahan bakar fosil baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Workshop Low Carbon City

BAB I PENDAHULUAN. Industri manufaktur dewasa ini menunjukkan perkembangan yang. sangat pesat. Hal ini dapat dilihat dari menjamurnya pabrik-pabrik

GREEN CONCRETE. (Beton Hijau) Oleh : Rizky Astria, ST

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan industri menunjukkan suatu kemajuan yang sangat

PEMBUATAN BATAKO DENGAN MEMANFAATKAN CAMPURAN FLY ASH DAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN KADAR YANG TINGGI

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Permasalahannya adalah, dengan tingkat konsumsi. masyarakat yang tinggi, bahan bakar tersebut lambat laun akan

I. PENDAHULUAN. Lingkungan hidup Indonesia merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

STANDAR INDUSTRI HIJAU

KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ketika ketergantungan manusia terhadap bahan bakar tak terbarukan

BAB I PENGANTAR. Prarancangan Pabrik Karbon Aktif dari BFA dengan Aktifasi Kimia Menggunakan KOH Kapasitas Ton/Tahun. A.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perubahan iklim global akibat efek rumah kaca merupakan permasalahan lingkungan serius yang saat ini sedang

BAB I PENDAHULUAN. semen (umumnya Portland Cement), dan air. Kelebihan beton antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan pembangunan secara

I. PENDAHULUAN. Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari. pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik.

BAB I PENDAHULUAN. efektifitas kinerja beton dengan meningkatkan kualitas campuran beton.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Rencana Strategis Perindustrian di Bidang Energi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IKLIM. Dr. Armi Susandi, MT. Pokja Adaptasi, DNPI

!"!"!#$%"! & ' ((( ( ( )

KEBIJAKAN KONSERVASI ENERGI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Slide 1. Paparan Menteri Perindustrian pada acara TROPICAL LANDSCAPES SUMMIT: A GLOBAL INVESTMENT OPPORTUNITY 28 APRIL 2015, Shangri la Hotel Jakarta

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beton adalah bahanbangunan yang paling luas dipakai di dunia.

Karakteristik Pembakaran Briket Arang Tongkol Jagung

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Saat ini, bahan bakar fosil seperti minyak, batubara dan gas alam merupakan

OPTIMALISASI EFISIENSI TERMIS BOILER MENGGUNAKAN SERABUT DAN CANGKANG SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan melalui 6 tahapan, yaitu raw material extraction, raw material preparation,

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran.

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya kebutuhan akan konstruksi, seperti jalan dan jembatan, perumahan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Muhammad Evri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)

BAB I PENDAHULUAN. Produksi Konsumsi Ekspor Impor Gambar 1.1 Grafik konsumsi dan produksi minyak di Indonesia (Kementrian ESDM, 2011) 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

5 2012, No.155 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12/M- IND/PER/1/2012 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGURANGAN EMISI CO 2INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA BAB I PENDAHULUAN A. RUANG LINGKUP Semen merupakan komoditi strategis yang memanfaatkan potensi sumber daya alam bahan galian logam dan non logam, berupa batu gamping, tanah liat, pasir silika, pasir besi dan gipsum melalui proses pembakaran temperatur tinggi (di atas 1400 o C). Industri semen mempunyai karakteristik : a) Padat modal (capital intensive); b) Padat energi berupa batubara dalam proses pembakaran dan energi listrik; c) Bersifat padat dalam volume besar (bulky) sehingga biaya transportasi tinggi. Produsen semen nasional telah mampu memproduksi 11 jenis semen menurut kegunaannya, namun yang paling banyak digunakan adalah semen Portland (tipe I V), semen komposit/campur dan semen putih. Hasil produksi diutamakan untuk memenuhi kebutuhan nasional untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan perumahan, sedangkan kelebihan produksi diekspor agar proses produksi berkesinambungan. Saat ini Industri Semen di Indonesia terdiri atas 9 perusahaan semen yang tersebar di beberapa propinsi dengan total kapasitas produksi tahunan pada 2009 sebesar 48,41 juta ton semen dan 40,93 juta ton klinker. B. POTENSI PENGURANGAN EMISI CO2 INDUSTRI SEMEN Secara umum dasar penyusunan kebijakan Peta Panduan ini berasal dari data Perusahaan Semen di Indonesia yang diambil pada tahun 2009. Metodologi yang digunakan mengikuti metodologi internasional.

2012, No.155 6 Penurunan emisi dari proses pembuatan semen dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu : penggunaan bahan alternatif, penggunaan bahan bakar alternatif, efisiensi energi, dan kemungkinan penerapan teknologi lainnya seperti Penangkapan dan Penyimpanan Karbon (Carbon Capture Storage - CCS). 1. Penggunaan Bahan Alternatif Pencampuran bahan alternatif dapat menggantikan sebagian klinker dalam semen dengan menurunkan klinker yang diperlukan untuk memproduksi semen. Penggunaan semen campuran sangat bergantung pada bahan pencampur yang tersedia, serta peraturan lingkungan yang berlaku di Indonesia. Bahan pencampur untuk menggantikan klinker meliputi abu terbang (fly ash) dari pembangkit listrik tenaga uap, ampas tungku pembakaran (bottom ash), material vulkanis alami dan bahan cementitious lainnya. Kandungan klinker dalam semen sagat bervariasi. Semen Portland mengandung klinker hingga 95%. Rasio klinker rata-rata dunia adalah 78% pada tahun 2006 (AFD, 2009). Dari segi teknis rasio klinker yang lebih rendah akan menurunkan emisi. Namun terdapat hambatan bagi penggunaan bahan pengganti klinker, antara lain peraturan saat ini yang menggolongkan abu terbang sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Selain hambatan dalam rantai pasokan material pencampur, terdapat masalah yang berkaitan dengan standar penggunaaan semen komposit/campur dalam aplikasi beton. Faktor non-teknis yang dapat menjadi penghambat adalah sebagai berikut: Ketidaktersediaan bahan pencampur di tempat; Fluktuasi harga bahan pencampur; Belum adanya standar penggunaan semen komposit/campur dalam aplikasi beton. Peraturan lingkungan yang menggolongkan abu terbang, blast furnace slag sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).

7 2012, No.155 2. Bahan Bakar Alternatif Bahan bakar alternatif dapat menggantikan sebagian dari bahan bakar fosil yang digunakan dalam tungku pembakaran semen sehingga dapat menurunkan emisi CO2. Penurunan emisi CO2 tergantung pada kandungan karbon dan nilai kalor bahan bakar alternatif yang digunakan. Bahan bakar alternatif yang berasal dari limbah industri dan biomasa memerlukan sistem penanganan khusus sehingga dapat digunakan oleh industri semen. Tingkat subtitusi yang tinggi hanya dapat diperoleh bila terdapat pasokan bahan bakar alternatif secara reguler dalam jumlah yang cukup. Beberapa perusahaan semen di Indonesia sudah mulai menggunakan dan menelaah biomasa, seperti cangkang, biji kelapa sawit, sekam padi, jagung, limbah kayu dan limbah tembakau dan lain lain. Beberapa pabrik juga menggunakan limbah industri dan limbah domestik (sampah tersortir) lainnya sebagai bahan bakar alternatif sesuai ketersediaannya. Hambatan untuk penggunaan Bahan Bakar Alternatif : Peraturan pengelolaan limbah industri dan limbah domestik; Jaringan lokal pengumpulan dan pemisahan sampah; Kuantitas dan kualitas bahan bakar alternatif yang tersedia; Fluktuasi harga bahan bakar alternatif 3. Efisiensi Energi Salah satu strategi untuk penurunan emisi CO2 adalah dengan melakukan efisiensi energi melalui penggunaan teknologi yang lebih efisien, optimalisasi penggunaan alat serta penerapan sistem manajemen energi. 4. Kemungkinan Penerapan Teknologi lainnya Salah satu penerapan teknologi adalah dengan menggunakan Carbon Capture Storage (CCS). Secara umum teknologi tersebut adalah upaya untuk menangkap dan menyerap karbon selama proses, untuk menurunkan emisi CO2 (WBCSD, 2009).

2012, No.155 8 C. PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI 1. Langkah yang telah dilakukan a) Merumuskan estimasi kebutuhan semen dalam jangka pendek (2011-2015) maupun jangka panjang (2016-2020); b) Pengukuran, perhitungan dan penetapan baseline tahun 2009; c) Mengembangan penggunaan bahan baku altenatif dan bahan bakar alternatif. d) Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan; 2. Langkah yang sedang dan akan dilakukan a) Membuat estimasi kebutuhan semen dalam jangka pendek (2011-2015) maupun jangka panjang (2016-2020); b) Penerapan efisiensi energi dan optimalisasi penggunaan alat; c) Perumusan dan penerapan Sistem Manajemen Energi; d) Pelaksanaan program diklat terkait dengan Manajemen Lingkungan dan Manajemen Energi; e) Pelaksanaan program diklat pendukung lainnya seperti Measurable, Reportable and Verifiable (MRV).

9 2012, No.155 BAB II SASARAN A. SASARAN JANGKA MENENGAH Pada kurun waktu 2011 2015, industri semen diharapkan mampu menurunkan emisi CO2 spesifik dengan sukarela sebesar 2% secara agregat. Pada periode ini langkah-langkah yang dilakukan, meliputi : a. Penggunaan Bahan Alternatif; b. Penggunaan Bahan Bakar Alternatif; c. Melakukan Efisiensi Energi. B. SASARAN JANGKA PANJANG Pada kurun waktu 2016 2020, industri semen wajib menurunkan emisi CO2 spesifik sebesar 3% secara agregat. Langkah-langkah yang dilakukan pada periode ini adalah : a. Penggunaan Bahan Alternatif. b. Penggunaan Bahan Bakar Alternatif. c. Melakukan Efisiensi Energi. d. Penerapan Teknologi Carbon Capture Storage (CCS) e. Membuat estimasi kebutuhan semen dalam jangka pendek (2011-2015) maupun jangka panjang (2016-2020). f. Penerapan efisiensi energi dan optimalisasi penggunaan alat. g. Perumusan dan penerapan Sistem Manajemen Energi. h. Pelaksanaan program diklat terkait dengan Manajemen Lingkungan dan Manajemen Energi. i. Pelaksanaan program diklat pendukung lainnya seperti Measurable, Reportable and Verifiable (MRV). j. Pengembangan pemanfaatan bahan bakar limbah domestik. k. Pengunaan Energi Baru Terbarukan (EBT).

2012, No.155 10 BAB III STRATEGI DAN KEBIJAKAN A. VISI DAN ARAH PENGURANGAN EMISI CO2 PADA INDUSTRI SEMEN 1. Visi; Menjadikan Industri Semen nasional berdaya saing tinggi dan mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri serta berkontribusi dalam mitigasi perubahan iklim; 2. Arah Pengurangan Emisi CO2 di Industri Semen melalui penerapan efisiensi dan konservasi energi, efisiensi penggunaan bahan baku dan pengelolaan lingkungan. B. STRATEGI KEBIJAKAN 1. Regulasi mengenai Penurunan Emisi CO2 di Industri Semen, yang meliputi: a) Panduan Teknis melalui Peraturan Ditjen Pembina Industri Semen; b) Mekanisme insentif fiskal bagi kegiatan/alat untuk menurunkan emisi CO2 di Industri Semen; c) Standarisasi produk yang dapat mendukung penurunan emisi CO2; 2. Penelitian dan Pengembangan tentang : a) Penggunaan bahan bakar alternatif dan bahan baku alternatif di Industri Semen; b) Kemampuan, keterampilan, keahlian dalam inovasi termasuk pengembangan carbon capture storage (CCS); c) Kemampuan melakukan Measurable Reportable Verifiable (MRV) d) Pemanfaatan gas buang sebagai sumber energi (heat recovery) 3. Dukungan kebijakan, meliputi : a) Penyelesaian kerangka kebijakan antar sektor bagi penurunan emisi CO2 di industri semen; b) Insentif fiskal bagi industri yang menerapkan heat recovery. c) Fasilitas untuk peningkatan penggunaan dan pengembangan infrastruktur bahan baku alternatif dan bahan bakar alternatif;

11 2012, No.155 d) Dorongan penerapan teknologi melalui Private and Public Partnership (PPP); e) Fasilitas untuk kerjasama dan kemitraan luar negeri.; f) Insentif dalam pelaksanaan MRV. C. INDIKATOR PENCAPAIAN Terpenuhinya pengurangan emisi CO2 spesifik pada industri semen secara bertahap; a) Pada kurun waktu 2011 2015, industri semen diharapkan mampu menurunkan emisi CO2 spesifik dengan sukarela sebesar 2% secara agregat. b) Pada kurun waktu 2016 2020, industri semen wajib menurunkan emisi CO2 spesifik sebesar 3% secara agregat.

2012, No.155 12 BAB IV RENCANA AKSI 1. Peningkatan kemampuan SDM dalam pengelolaan pengurangan emisi CO2 spesifik 2. Penerapan Manajemen Lingkungan dan Manajemen Energi. 3. Penyusunan Panduan Teknis tentang prosedur penghitungan emisi CO2 spesifik 4. Perumusan mekanisme insentif bagi kegiatan yang melakukan upaya penurunan emisi CO2 spesifik 5. Perumusan peraturan perundangan yang terkait dengan penggunaan bahan baku alternatif dan bakar alternatif di Industri Semen. 6. Perumusan harmonisasi kebijakan bagi penurunan emisi CO2 di Industri Semen. 7. Perumusan Measurable Reportable Verifiable (MRV) penurunan emisi CO2 di Industri Semen. 8. Sosialisasi Peraturan Menteri Perindustrian tentang Kebijakan Penurunan Emisi CO2 di Industri Semen. 9. Sosialisasi Panduan Teknis tentang prosedur penghitungan pencapaian sasaran penurunan emisi yang memungkinkan bagi tiap pabrik semen. 10. Sosialisasi dan penerapan mekanisme insentif bagi kegiatan dan atau peralatan untuk menurunkan emisi CO2 di Industri Semen. 11. Sosialisasi peraturan perundangan yang terkait dengan penggunaan bahan baku alternatif dan bahan bakar alternatif di Industri Semen. 12. Perumusan harmonisasi kebijakan antar pemangku kepentingan bagi penurunan emisi CO2 spesifik. 13. Penerapan MRV. Jadwal pelaksanaan rencana aksi dan pemangku kepentingan yang terlibat sebagaimana tercantum dalam tabel pelaksanaan rencana aksi

13 2012, No.155 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12/M-IND/PER/1/2012 TENTANG PETA PANDUAN (ROAD MAP) PENGURANGAN EMISI CO2 INDUSTRI SEMEN DI INDONESIA

2012, No.155 14 BAB V PENUTUP Peta Panduan (Road Map) pengurangan Emisi CO2 Industri Semen di Indonesia ini dibuat dalam rangka pemenuhan komitmen Pemerintah Republik Indonesia untuk mengurangi Emisi Gas Rumah Kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan internasional. MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, MOHAMAD S. HIDAYAT