BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional merupakan salah satu bentuk kawasan konservasi yang ada di Indonesia. Kebutuhan akan kawasan konservasi sebagai kawasan yang disisihkan untuk masa depan dan sebagai sumber daya alam yang dibutuhkan saat ini oleh masyarakat sekitarnya seringkali menjadi perdebatan. Seperti kebanyakan kasus lainnya, keberadaan masyarakat disekitar kawasan konservasi seringkali diartikan sebagai faktor tekanan terhadap keberadaan dan kelestarian kawasan. Hal ini dikarenakan manusia selalu diposisikan berada diluar dari lingkungan hutan itu sendiri (Awang, 2007). Kondisi masyarakat yang tinggal disekitar kawasan konservasi seringkali digambarkan dengan kondisi yang miskin dan terpuruk, dengan pembatasan akses kedalam kawasan yang merupakan sumber mata pencaharian utama masyarakat, membuat kondisi ini semakin parah. Strategi perlindungan kawasan konservasi yang begitu kuat, tertutup dan kaku perlahan-lahan bergeser menjadi pemanfaatan secara lestari, lebih terbuka dan fleksibel. Hal ini dibuktikan dengan adanya Permenhut No. 01/Menhut- II/2004 yang memunculkan suatu kebijakan baru yaitu pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Salah satu bentuk pelibatan masyarakat dalam pengelolaan taman nasional antara lain dengan penerapan program pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat di sekitar taman nasional dilakukan melalui pengembangan desa konservasi, pemberian izin untuk 1
2 memungut hasil hutan bukan kayu di zona atau blok pemanfaatan, izin pemanfaatan tradisional, serta izin pengusahaan jasa wisata alam dan fasilitasi kemitraan pemegang izin pemanfaatan hutan dengan masyarakat. Salah satu taman nasional yang ada di Indonesia yaitu Taman Nasional (TN) Gunung Merapi. TN Gunung Merapi dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 134/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Lindung, Cagar Alam dan Taman Wisata Alam pada kelompok Hutan Gunung Merapi seluas 6.410 Ha, yang terletak di Kabupaten Magelang, Boyolali dan Klaten Provinsi Jawa Tengah serta Kabupaten Sleman, Provinsi DIY Yogyakarta menjadi Taman Nasional Gunung Merapi. Secara astronomis kawasan TN Gunung Merapi terletak pada 07 o 22 33 07 o 52 30 LS dan 110 o 15 00 110 o 37 30 BT. Pengelolaan TN Gunung Merapi didasarkan pada penataan ruang pengelolaan yang disebut dengan zonasi.zona TN Gunung Merapi terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona lainnya (zona volkano aktif, zona tradisional, zona rehabilitasi dan zona religi, budaya dan sejarah serta zona mitigasi bencana). Letak TN Gunung Merapi yang berada dekat dengan permukiman masyarakat membuat taman nasional ini mengalami tekanan yang cukup besar. Terdapat 30 desa penyangga yang berbatasan langsung dengan TN Gunung Merapi. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan masyarakat sangat bergantung pada sumberdaya yang ada di TN Gunung Merapi. Aktivitas masyarakat yang dominan mengancam kelestarian kawasan antara lain tekanan terhadap lahan dan terhadap sumberdaya alam hayati yang ada di dalam kawasan (Wianti, 2007).
3 Untuk menyikapi hal ini, pihak TN Gunung Merapi melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat di desa penyangga. Program pemberdayaan masyarakat ini diharapkan mampu mengurangi tingkat aktivitas dan gangguan masyarakat kedalam kawasan TN Gunung Merapi. Selain itu, program pemberdayaan bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat sekitar hutan dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan, dalam hal ini kawasan TN Gunung Merapi, sehingga program pemberdayaan ini mampu mewujudkan cita-cita pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari dan masyarakat sejahtera. Salah satu program pemberdayaan masyarakat telah dilakukan di TN Gunung Merapi yaitu pembentukan Model Desa Konservasi (MDK) yang dilaksanakan sejak 2011 di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman. Program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan berdasarkan surat perintah Dirjen PHKA yang menginginkan pembentukan model desa konservasi diseluruh kawasan konservasi. Pembentukan MDK sebagai program pemberdayaan masyarakat disekitar kawasan konservasi merupakan strategi baru Kementrian Kehutanan sebagai bentuk nyata usaha pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya hutan. Pelaksanaan MDK di Dusun Turgo telah dilakukan selama 2 tahun. Pembentukan MDK memerlukan tahapan demi tahapan yang kompleks dan membutuhkan dukungan dari berbagai pihak agar dapat berjalan dengan efektif. Efektivitas program MDK dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ketepatan sasaran program pemberdayaan, waktu pelaksanaan, fasilitator pemberdayaan
4 masyarakat itu sendiri dan masih banyak lagi faktor lainnya. Keberhasilan dari program MDK akan mempengaruhi apakah masyarakat sekitar taman nasional dapat mandiri sehingga mengurangi tekanan kedalam kawasan atau justru sebaliknya program MDK ini hanya merupakan salah satu program Kementrian Kehutanan yang tidak berhasil dengan baik layaknya GNRHL dikarenakan tidak melihat kondisi dilapangan (Khairi, 2008). Secara teori, apabila program MDK dijalankan dengan baik tahapan demi tahapan, masyarakat sekitar kawasan konservasi akan benar-benar mandiri dan sejahtera. Namun kenyataannya belum ada kegiatan yang menilai efektivitas jalannya program MDK di Dusun Turgo yang telah berjalan selama 2 tahun ini. Tidak diketahui dengan pasti dan ilmiah apakah pelaksanaan program MDK di Dusun Turgo, Desa Puwobinangun, yang merupakan kawasan penyangga TN Gunung Merapi telah berjalan dengan efektif sehingga berdampak positif terhadap kawasan. Oleh karena itu penelitian untuk menilai efektivitas program pemberdayaan di TN Gunung Merapi ini penting dilakukan untuk mendukung pengelolaan taman nasional yang lebih baik lagi dan mewujudkan masyarakat yang sejahtera. B. Perumusan Masalah Program pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu usaha dalam pengelolaan sumberdaya hutan yang melibatkan masyarakat didalamnya. Selama ini program-program yang dilakukan untuk mendorong keberhasilan pengelolaan hutan secara lestari justru mengabaikan peran masyarakat yang terlibat langsung setiap harinya dengan hutan (Awang dan Widayanti, 2012). MDK dibentuk dengan berbagai tujuan, dengan tujuan utama adalah menyejahterakan masyarakat
5 dan mengurangi tekanan kedalam kawasan konservasi. Efektivitas suatu program dapat tercapai apabila programnya tepat sasaran, tujuannya tercapai dan berdampak positif bagi kawasan konservasi. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah apakah program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Balai TN Gunung Merapi di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun berjalan dengan efektif? C. Tujuan Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektivitas program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh Balai TN Gunung Merapi di Dusun Turgo, Desa Purwobinangun. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menilai efektivitas program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh Balai TN Gunung Merapi di Dusun Turgo. Penilaian ini berguna untuk melihat apakah program pemberdayaan dalam bentuk MDK yang telah dilakukan tercapai tujuannya, tepat sasarannya dan berdampak positif bagi kawasan. Penelitian ini berguna bagi pihak pengelola TN Gunung Merapi untuk melihat keberhasilan kinerja mereka dalam hal pemberdayaan masyarakat dan dapat dijadikan dasar merumuskan program selanjutnya yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan, sehingga mendukung pengelolaan yang lebih baik. Penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang terkait.
6 Alat ukur efektivitas program pemberdayaan masyarakat terutama dalam bentuk MDK yang disusun dalam penelitian ini diharapkan dapat membantu penilaian efektivitas program MDK di seluruh kawasan konservasi di Indonesia, sehingga pihak pengelola kawasan dapat mengetahui dampak program pemberdayaan masyarakat bagi kawasan dan bagi kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan konservasi. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat dalam memperkaya khasanah dan pemikiran dalam pengelolaan hutan yang berbasis masyarakat.