Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL ABSTRAK

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN PAPARAN ROKOK DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI SUKARAJA BANDAR LAMPUNG

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

HUBUNGAN STATUS GIZI DAN STATUS IMUNISASI DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh virus atau bakteri dan berlangsung selama 14 hari.penyakit

Abdi Setia Putra 1 Dan Maisyarah 2

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG KABUPATEN PURBALINGGA 2012

HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI DPT DAN CAMPAK TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK USIA 10 BULAN - 5 TAHUN DI PUSKESMAS SANGURARA KOTA PALU TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

Cakupan Imunisasi Dasar dengan Kejadian ISPA pada Balita Usia 1-3 Tahun di Wilayah Puskesmas Wonosari 1 Kabupaten Gunungkidul

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. meninggal karena penyakit yang sebenarnya masih dapat dicegah. Hal ini

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

HUBUNGAN VENTILASI, LANTAI, DINDING, DAN ATAP DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI BLANG MUKO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan pada 26 April sampai 10 Mei 2013 di Kelurahan

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit, namun penyakit sering datang tiba-tiba sehingga tidak dapat dihindari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka kematian balita (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN UPAYA PENCEGAHAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS NGORESAN SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

Maulina. Mahasiswi Pada STIKes U Budiyah Banda Aceh D-III Kebidanan

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

HUBUNGAN PHBS TATANAN RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN ISPA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TEMON II KULON PROGO TAHUN 2012

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional bidang kesehatan yang tercantum dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kematian dan kesakitan karena ISPA. Penyakit infeksi saluran

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Global Mongolato merupakan salah satu Puskesmas yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

HUBUNGAN PENGETAHUAN, MOTIVASI DAN AKSES SARANA KESEHATAN TERHADAP PEMBERIAN IMUNISASI HEPATITIS B (0-7 HARI) DI PUSKESMAS PUTRI AYU KOTA JAMBI TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. perkembangan yang cepat dan sangat penting atau sering disebut masa kritis anak

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ISPA khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN. variabel dependent. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan cross

BAB I PENDAHULUAN. Imunisasi merupakan hal yang wajib diberikan pada bayi usia 0-9

Ike Ate Yuviska(¹), Devi Kurniasari( 1 ), Oktiana (2) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh terhadap status gizi anak. upaya kesehatan masyarakat lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

BAB 1 : PENDAHULUAN. kesehatan salah satunya adalah penyakit infeksi. Masa balita juga merupakan masa kritis bagi

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

Volume 08 No. 02. November 2015 ISSN :

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) adalah infeksi saluran

BAB 1 : PENDAHULUAN. ke manusia. Timbulnya gejala biasanya cepat, yaitu dalam waktu beberapa jam

BAB I PENDAHULUAN. tujuan utama dari pemberian vaksinasi. Pada hakekatnya kekebalan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

Transkripsi:

HUBUNGAN PENGETAHUAN, STATUS IMUNISASI DAN KEBERADAAN PEROKOK DALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS PEUKAN BADA KABUPATEN ACEH BESAR AGUSSALIM 1 1 Tenaga Pengajar Pada STiKes Ubudiyah Banda Aceh ABSTRACT Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan prevalensi nasional ISPA 25,5%, pada tahun 2010 jumlah kasus ISPA mencapai 778 kasus dan selama tahun 2011 dari bulan Januari sampai dengan Mei adalah 229 kasus. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara pengetahuan, status imunisasi dan keberadaan perokok dalam rumah dengan penyakit Ispa pada balita. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Uji statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara variabel independent dengan dependent yaitu dengan perhitungan Chi- Square. Dengan ketentuan bermakna jika p value < α (0,05). Populasi dalam penelitian ini sebanyak 112 orang balita. Sampel penelitian sebanyak 53 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara menggunakan kuesioner. Hasil penelitian di ketahui responden dengan Ispa (62,3%), non Ispa (37,7%), pengetahuan baik (30,2%), kurang (69,8%), status imunisasi lengkap (35,8%), tidak lengkap (64,2%), keberadaan perokok ada (66%) dan tidak ada (34%). Dari hasil uji chi square dapat disimpulkan ada hubungan antara pengetahuan (p value 0,006), status imunisasi (p value 0,049) dan keberadaan perokok ( p value 0,027) dengan dengan kejadian ISPA pada balita di Kabupaten Aceh Besar. Diharapkan Agar petugas kesehatan secara intensif dapat memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat khususnya ibu bayi tentang, pentingnya pemberian imunisasi dan kepada anggota keluarga agar tidak merokok di dalam rumah sehingga dapat mengurangi risiko ISPA. Kata Kunci : ISPA, Imunisasi, Pengetahuan, perokok. PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan yang ada di negara berkembang dan negara maju. Hal ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia, terutama pada bayi dan balita. Di Amerika pneumonia menempati peringkat ke-6 dari semua penyebab kematian dan peringkat pertama dari seluruh penyakit infeksi. Di Spanyol angka kematian akibat pneumonia mencapai 25%, sedangkan di Inggris dan Amerika sekitar 12% atau 25-30 per 100.000 penduduk (Heriana, 2005). Menurut WHO beberapa faktor yang telah diketahui mempengaruhi pneumonia dan kematian ISPA adalah malnutrisi, pemberian ASI kurang cukup, imunisasi tidak lengkap, defisiensi vitamin A, BBLR, umur muda, kepadatan hunian, udara dingin, jumlah kuman yang banyak di 1

tenggorokan, terpapar polusi udara oleh asap rokok, gas beracun dan lain-lain. Sedangkan menurut Depkes bahwa faktor penyebab ISPA pada balita adalah berat badan bayi rendah (BBLR), status gizi buruk, imunisasi yang tidak lengkap, kepadatan tempat tinggal dan lingkungan fisik. Lingkungan yang berpengaruh dalam proses terjadinya ISPA adalah lingkungan perumahan, dimana kualitas rumah berdampak terhadap kesehatan anggotanya. Kualitas rumah dapat dilihat dari jenis atap, jenis lantai, jenis dinding, kepadatan hunian dan jenis bahan bakar masak yang dipakai (Depkes RI, 2009). Menurut penelitian Abdullah (2003), faktor risiko terjadinya ISPA pada balita umur 0-4 bulan adalah berat badan lahir (BBL), status gizi, pemberian ASI, pendidikan ibu, kepadatan hunian, keadaan ventilasi, asap pembakaran, asap rokok dan letak dapur. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5% (Depkes RI, 2010). Di Provinsi Aceh penyakit ISPA pada tahun 2010 mencapai 41.780 kasus, sementara di Kabupaten Aceh Besar pada tahun 2010 dari 25 Puskesmas diketahui jumlah kasus ISPA sebanyak 699 kasus. Penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit urutan pertama dalam sepuluh besar penyakit rawat jalan dimana pada Di Peukan Bada pada tahun 2010 jumlah kasus ISPA mencapai 778 kasus dan selama tahun 2011 dari bulan Januari sampai dengan Mei adalah 229 kasus. Perumusan Masalah. Penelitian ini akan menganalisa faktor resiko penyakit ISPA pada balita di Kabupaten Aceh Besar tahun 2011. Tujuan Penelitian. Tujuan Umum. Mengetahui hubungan antara pengetahuan, status imunisasi dan keberadaan perokok dalam rumah dengan penyakit Ispa pada balita di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar tahun 2011. Tujuan Khusus. a. Mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan penyakit ISPA pada balita di Kabupaten Aceh Besar tahun 2011. 2

b. Mengetahui hubungan antara status imunisasi dengan penyakit ISPA pada balita di Kabupaten Aceh Besar tahun 2011. c. Mengetahui hubungan antara keberadaan anggota keluarga yang merokok dengan penyakit ISPA pada balita di Kabupaten Aceh Besar tahun 2011. Manfaat Penelitian. 1. Sebagai masukan dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan upaya pelaksanaan program melalui kegiatan penyuluhan oleh Puskesmas. 2. Sebagai bahan masukan perbaikan terhadap ibu yang memiliki balita khususnya dan masyarakat pada umumnya sehingga dapat meningkatkan sumber daya manusia yang dapat dihandalkan. METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Depkes RI (2001), Anies (2003), dan Prabu (2009) mengenai penyakit ISPA, maka konsep pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut : Variabel Penelitian Dalam Penelitian ini terdapat beberapa variabel yang diteliti, yaitu sebagai berikut: 1. Penyakit ISPA: Infeksi saluran pernafasan Akut mencakup penyakit saluran nafas bagian atas dan saluran bagian bawah yang terjadi secara Akut. 2. Pengetahun: Pemahaman ibu tentang penyakit ISPA yang meliputi definisi, etiologi, mekanisme, pengobatan dan pencegahan ISPA oleh responden. 3. Status imunisasi: Anak yang telah mendapatakan imunisasi dasar BCG, DPT I,II, III Polio I, II, III, dan IV, Hepatitis 0, I, II, III dan Campak. 4. Keberadaan anggota keluarga yang merokok: Kegiatan merokok yang sering dilakukan oleh orang tua dan atau anggota keluarga di dalam rumah tempat tinggal balita. Hipotesis 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian ISPA pada balita 2. Ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita 3. Ada hubungan antara keberadaan anggota 3

keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini yaitu sebanyak 112 orang 2. Sampel Jumlah sampel sebanyak 53 orang, dengan kriteria sampel adalah sebagai berikut: a. Ibu yang memiliki balita 1 sampai 5 tahun. b. Ibu- ibu yang memiliki balita menderita Ispa. c. Bersedia menjadi responden Desain penelitian. Penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan Cross Sectional Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Aceh Besar,waktu penelitian dari tanggal 20 sampai dengan 27 Oktober tahun 2011. Pengumpulan data Pengolahan Data dan Analisa Data Data dalam penelitian ini dapat diolah dengan cara editing, coding, transfering dan tabulating Analisa data dilakukan secara bertahap dari analisa univariat dan bivariat. a. Analisa Univariat Analisa ini menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variabel. b. Analisa Bivariat Untuk menguji hipotesa dilakukan analisa statistik dengan mengunakan uji data kategori Chi square Test (X 2 ) pada tingkat kemaknaannya adalah 95% (P 0,05) HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Penyakit ISPA di PKM Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar Tahun 2011 No Kategori Frekuensi Persentase 1 ISPA 33 62,3 2 Non ISPA 20 37,7 Jumlah 53 100 Dari tabel 5.1 diketahui dari 53 orang responden pada umumnya dengan kategori Ispa yaitu sebanyak 33 orang (62,3%). Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar Tahun 2011 No Kategori Frekuensi Persentase 1 Baik 16 30,2 2 Kurang 37 69,8 4

Jumlah 53 100 Dari tabel 5.2 dapat diketahui dari 53 orang responden pada umumnya adalah pengetahuan kurang yaitu sebanyak 37 orang (69,8%). Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Imunisasi di Kabupaten A. Besar Tahun 2011 N o perokok di dalam rumah yaitu 36 orang (66%). Tabel 5.5 Hubungan Pengetahuan Dengan Penyakit ISPA Pengeta huan Ispa Penyakit Ispa Non Ispa F % F % To tal 1 Baik 5 31,3 11 68,8 16 100 2 Kurang 28 75,7 9 24,3 37 100 % P value 0,006 No Kategori Frekuensi Persentase Jumlah 33 62,3 20 37,7 53 100 1 Lengkap 19 35,8 2 Tidak lengkap 34 64,2 Jumlah 53 100 Dari tabel 5.3 dapat diketahui dari 53 orang responden pada umunya adalah status imunisasi tidak lengkap yaitu 34 orang (64,2%). Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Keberadaan Perokok di Kabupaten Aceh Besar Tahun 2011 No Kategori Frekuensi Persentase 1 Ada 36 66,0 2 Tidak ada 18 34,0 Jumlah 53 100 Dari tabel 5.3 dapat diketahui dari 53 orang responden pada umumnya adalah ada Dari tabel 5.5 diketahui dari 16 orang responden dengan pengetahuan baik terdapat 11 orang (68,8%) responden dengan kategori non Ispa sedangkan dari 37 orang responden dengan pengetahuan kurang terdapat 28 orang (75,7%) responden dengan kategori Ispa. Berdasarkan hasil uji Chi- Square pada tingkat kepercayaan 95% (df=1) didapatkan nilai p value 0,006 < α (0,05) yang menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan dengan penyakit Ispa pada Balita di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Tabel 5.6Hubungan Status Imunisasi Dengan Penyakit ISPA No Status Imunisasi Ispa 1 Lengkap 8 42, 1 Penyakit Ispa Non Ispa F % F % Total % 11 57,9 19 100 5

2 Tidak lengkap 25 73, 5 Jumlah 33 62, 3 Dari tabel 5.6 diketahui dari 19 orang responden dengan status imunisasi lengkap terdapat 11 orang (57,9%) responden dengan kategori non Ispa sedangkan dari 34 orang responden dengan status imunisasi tidak lengkap terdapat 25 orang (73,5%) responden dengan kategori Ispa. Berdasarkan hasil uji Chi- Square pada tingkat kepercayaan 95% (df=1) didapatkan nilai p value 0,049 < α (0,05) yang menunjukkan ada hubungan antara status imunisasi dengan penyakit Ispa pada Balita di Puskesmas Peukan Bada Kabupaten Aceh Besar. Tabel 5.7 Hubungan Keberadaan Perokok Dengan Penyakit ISPA N o Keber adaan perok ok 1 Ada 2 6 2 Tidak ada Jumlah 3 3 Penyakit Ispa Ispa Non Ispa F % F % 74, 3 7 38, 9 62, 3 9 26,5 34 100 20 37,7 53 100 To tal % 9 25,7 35 100 1 1 2 0 61,1 18 100 37,7 53 100 Dari tabel 5.7 diketahui dari 35 orang responden dengan kategori ada perokok di dalam rumah terdapat 26 orang (74,3%) responden dengan kategori Ispa sedangkan dari 18 orang responden kategori tidak ada keberadaan perokok didalam rumah terdapat 11 orang (61,1%) responden dengan kategori non Ispa. Berdasarkan hasil uji Chi- Square pada tingkat kepercayaan 95% (df=1) didapatkan nilai p value 0,027 < α (0,0 5) yang menunjukkan ada hubungan antara keberadaan perokok di dalam rumah dengan penyakit Ispa pada Balita di Kabupaten Aceh Besar. Pembahasan Hubungan Pengetahuan dengan Penyakit Ispa Dari hasil tabel 5.5 menunjukkan penyakit Ispa pada responden dengan pengetahuan baik adalah hanya 31,3% sedangkan pada responden dengan pengetahuan kurang 75,7%. Dari P value hasil Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (df=1) didapatkan nilai p value 0,006 < α (0,05) yang berarti ada hubungan antara pengetahuan dengan penyakit Ispa, dengan demikian 0,027 menunjukkan semakin baik pengetahuan maka resiko penyakit ispa akan semakin kecil. Dari penelitian yang dilakukan oleh Bambang Sutrisna di Indramayu didapatkan bahwa 6

salah satu faktor pengetahuan ibu sangat berhubungan dengan keberhasilan penanganan penyakit ISPA pada balita, hal ini terlihat dari 139 balita yang meninggal akibat penyakit ISPA 30 balita (22,0 %) tidak dibawa ke rumah sakit untuk berobat, hal ini disebabkan karena masih rendahnya pengetahuan ibu tentang penyakit ISPA, keadaan ini juga sesuai dengan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (1999),dari 13.260 anak yang menderita batuk dengan nafas cepat, dan sebanyak 20,5 % diobati sendiri dan 11,7 % tidak diobati (Depkes RI, 2001). Dari penjelasan di atas menunjukkan dengan adanya pengetahuan yang baik maka ibu akan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan balitanya khususnya dalam pencegahan penyakit Ispa, namun demikian dalam penelitian ini masih dijumpai 31,1% responden dengan pengetahuan baik namun balitanya menderita ISPA hal ini di asumsikan karena adnaya faktor lain yang berpengaruh seperti adanya perokok di dalam rumah, sebaliknya terdapat 24,3% responden dengan pengetahuan kurang namun balitanya tidak menderita Ispa hal ini dapat dipengaruhi oleh status imunisasi balita yang sudah lengkap. Hubungan Status Imunisasi dengan Penyakit ISPA Dari hasil tabel 5.6 menunjukkan penyakit Ispa pada responden dengan status imunisasi lengkap adalah hanya 42,1% sedangkan pada responden dengan status imunisasi tidak lengkap 73,5%. Dari hasil Chi-Square pada tingkat kepercayaan 95% (df=1) didapatkan nilai p value 0,049 < α (0,05) yang berarti ada hubungan antara status imunisasi dengan penyakit Ispa, dengan demikian dengan adanya pemberian imunisasi yang lengkap maka resiko penyakit ispa akan semakin kecil. Bayi dan balita yang pernah terserang campak dan selamat akan mendapat kekebalan alami terhadap pneumonia sebagai komplikasi campak. Sebagian besar kematian ISPA berasal dari jenis ISPA yang berkembang dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi seperti difteri, pertusis, campak, maka peningkatan cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan mortalitas ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Bayi dan balita yang mempunyai status imunisasi lengkap bila menderita ISPA dapat diharapkan perkenbangan penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat. Cara yang terbukti paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang efektif sekitar 11% kematian 7

pneumonia balita dapat dicegah dan dengan imunisasi pertusis (DPT) 6% lematian pneumonia dapat dicegah (Prabu, 2009). Pemberian imunisasi lengkap sebelum anak mencapai usia 1 tahun, anak akan terlindung dari beberapa penyebab yang paling utama dari infeksi pernafasan termasuk batuk rejan, difteri, tuberkulosa dan campak. Penderita difteri, pertusis apabila tidak mendapat pertolongan yang memadai akan berakibat fatal. Dengan pemberian imunisasi berarti mencegah kematian pneumonia yang diakibatkan oleh komplikasi penyakit campak dan Pertusis (Kemenkes RI, 2007). Hasil penelitian yang berhubungan dengan status imunisasi menunjukkan bahwa ada kaitan antara penderita pneumonia yang mendapatkan imunisasi tidak lengkap dan lengkap dan bermakna secara statistik. Menurut penelitian yang dilakukan Tupasi (2005) menyebutkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita pneumonia. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sievert pada tahun 2003 menyebutkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti mencegah kejadian pneumonia. Dari penjelasan diatas menunjukkan bahwa pemberian lima imunisasi dasar kepada balita adalah untuk mencegah penyakit menular, hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian dimana penderita Ispa lebih banyak terdapat pada responden dengan status imunisasi tidak lengkap, namun demikian dalam penelitian masi dijumpai 42,1% responden dengan status imunisasi lengkap namun menderita Ispa, hal ini di asumsikan karena adanya pengaruh faktor lain seperti pengetahuan ibu yang kurang, sebaliknya terdapat 26,5% responden dengan status imunisasi tidak lengkap namun tidak menderita ISPA hal ini di asumsikan karena tidak adanya perokok di dalam rumah. Hubungan Keberadaan Perokok dengan Penyakit ISPA Dari hasil tabel 5.7 menunjukkan penyakit Ispa pada responden dengan kategori ada perokok di dalam rumah 74,31% sedangkan pada responden tidak ada perokok di dalam rumah hanya 38,9%. Dari hasil Chi- Square pada tingkat kepercayaan 95% (df=1) didapatkan nilai p value 0,027 < α (0,05) yang berarti ada hubungan antara keberadaan perokok didalam rumah dengan penyakit ISPA, dengan demikian dengan adanya perokok didalam rumah maka resiko penyakit ispa akan semakin besar. Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme 8

pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi (Prabu, 2009). Kesehatan yang kian mengkuatirkan di Indonesia adalah semakin banyaknya jumlah perokok yang berarti semakin banyak penderita gangguan kesehatan akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang umumnya adalah perempuan dan anak-anak. Hal ini tidak bisa dianggap sepele karena beberapa penelitian memperlihatkan bahwa justru perokok pasiflah yang mengalami risiko lebih besar daripada perokok sesungguhnya (Dachroni, 2003). Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar risiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit angina pectoris serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada balita. Anak-anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu, asma pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat elastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan di paruparu dan mengakibatkan pecahnya kantong udara (Dachroni, 2003). Dari penjelasan di atas menunjukkan bahwa asap rokok dapat menyebabkan terjadinya Ispa pada balita, sebagaimana hasil penelitian di mana sebagahagian besar penderita Ispa adalah terdapat pada lingkungan yang adanya perokok di dalam rumah, namun demikian dalam penelitian ini terdapat 25,7% responden yang ada perokok di dalam rumah tetapi balitanya tidak menderita Ispa hal ini diasumsikan karena balita tersebut telah mendapat imunisasi lengkap sehingga memiliki kekebalan tubuh terhadap berbagai penyakit. Kesimpulan 1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian ISPA pada balita 2. Ada hubungan antara status imunisasi dengan kejadian ISPA pada balita 3. Ada hubungan antara keberadaan perokok 9

4. Saran dengan kejadian ISPA pada balita 5. Diharapkan kepada petugas kesehatan Kabupaten Aceh Besar agar dapat meningkatkan penyuluhan-penyuluhan tentang kesehatan terutama yang menyangkut dengan penyakit ISPA. 6. Kepada pemerintah Gampong atau Desa agar dapat menggerakkan masyarakat dalam kegiatan posyandu dengan cara peningkatan partisipasi kader posyandu sehingga akan dapat meningkatkan status imunisasi. 7. Kepada para orang tua agar tidak merokok di dalam rumah sehingga asap rokok tidak terhirup oleh balita. DAFTAR PUSTAKA Dachroni, Jangan Biarkan Hidup Dikendalikan Rokok, Jakarta: Interaksi Media Promosi Kesehatan Indonesia No XII, 2003 Depkes. RI, Peningkatan Kualitas Kesehatan Anak, Jakarta: Ditjet PP2Pl, 2009, http://www.pppl.depkes.g o.id/ [21 Mei 2011], Riset Kesehatan Dasar, Jakarta: 2007, Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010, Jakarta: Kemenkes, 2010, Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut ( ISPA), Jakarta: Depkes RI, 2001. Heriana, Hubungan Faktor Lingkungan dan Prilaku Dengan Kejadian ISPA, Tesis, Kendarai, Unhalu Kendari, 2005 Prabu, Faktor Resiko ISPA pada Balita, 2009, http://putraprabu.wordpre ss.com/2009/01/15/faktor -resiko-ispa-pada-balita/ [27 Juni 2011] Suhandayani, Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Ispa Pada Balita Di Puskesmas Pati I Kabupaten Pati, Tesis, Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2006 Tupasi Santoso. P. Faktor Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah 10

Kerja Puskesmas Tanah Kali Kedinding Kecamatan Kenjeran Kota Surabaya tahun 2005, http://digilib.litbang.depk es.go.id, [ 21 Juni 2011] 11