BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

HUBUNGAN PERILAKU MEROKOK ORANG TUA DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG KABUPATEN PURBALINGGA 2012

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Angka kejadian ISPA Di Indonesia, pada balita adalah sekitar 10-20%

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB V PEMBAHASAN. balita yang menderita ISPA adalah kelompok umur bulan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN UKDW. trakea bahkan paru-paru. ISPA sering di derita oleh anak anak, baik di negara

HUBUNGAN ANTARA KRITERIA PEROKOK DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BALITA DI WILAYAH KERJA KECAMATAN PRAMBANAN YOGYAKARTA

SUMMARY ABSTRAK BAB 1

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa yang akan datang.

BAB 1 : PENDAHULUAN. tahun 2013 terjadi kenaikan jumlah kasus terinfeksi kuman TB sebesar 0,6 % pada tahun

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN SOSIAL EKONOMI KELUARGA DENGAN KEJADIAN PENYAKIT ISPA PADA BALITA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. adalah perokok pasif. Bila tidak ditindaklanjuti, angka mortalitas dan morbiditas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. yang paling banyak diderita oleh masyarakat. Sebagian besar dari infeksi

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut laporan World Health Organitation tahun 2014, kasus penularan

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Campak merupakan penyakit pernafasan yang mudah menular yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batuk pilek merupakan gangguan saluran pernafasan atas yang paling

Eko Heryanto Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

SKRIPSI. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Gelar S 1 Keperawatan. Oleh: WAHYUNI J

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

Oleh : Tintin Purnamasari ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Bolango dan waktu penelitian di laksanakan pada bulan Oktober sampai dengan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya

BAB IV METODE PENELITIAN. Berdasarkan jenisnya penelitian ini adalah penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Variable bebas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB I PENDAHULUAN. menular maupun tidak menular (Widyaningtyas, 2006). bayi dan menempati posisi pertama angka kesakitan balita.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium Tuberculosis dan paling sering menginfeksi bagian paru-paru.

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. paparan asap rokok dengan frekuensi kejadian ISPA pada balita. Lama

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. ISPA yang tidak mendapatkan perawatan dan pengobatan

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP ORANG TUA DENGAN KEKAMBUHAN ISPA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PEKALONGAN SELATAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUHAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Salah satu ruang lingkup epidemiologi ialah mempelajari faktor-faktor yang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut mengandung dua unsur, yaitu infeksi dan saluran pernafasan. Pengertian infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada Menurut para ahli, daya tahan tubuh anak sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistem pertahanan tubuhnya belum kuat. Dengan kondisi anak yang lemah, proses penyebaran penyakit menjadi lebih cepat. Resiko ISPA mengakibatkan kematian pada anak dalam jumlah kecil, akan tetapi menyebabkan kecacatan seperti otitis media akut (OMA) dan mastoiditis. Bahkan dapat menyebabkan komplikasi fatal yakni pneumonia (Listyowati, 2013). Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita, ± 13 juta anak balita di dunia meninggal setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di negara berkembang dan ISPA merupakan salah satu penyebab utama kematian dengan membunuh ± 4 juta anak balita setiap tahun (WHO, 2007). Di Indonesia, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 1

2 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Listyowati, 2013). Berdasarkan hasil rekapitulasi Dinas Kesehatan Profinsi Jawa Tengah, pada tahun 2012 tercatat 4.587 kasus ISPA pada balita yang terdiri dari dua kelompok umur yaitu kelompok umur < 1 tahun sebanyak 1.615 kasus dan kelompok umur 1-4 tahun sebanyak 2.972 kasus (Listyowati. 2013). Data laporan kasus kesakitan Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2016, salah satu Puskesmas di Kabupaten Banjarnegara yang memiliki angka kejadian ISPA dari 10 besar penyakit yang paling sering diderita oleh masyarakat adalah Puskesmas II Rakit. Pada Tahun 2016, di Puskesmas II Rakit angka kejadian ISPA menduduki peringkat pertama yaitu 2781 kasus atau 22,6% dari 12.314 laporan kesakitan di Puskesmas II Rakit dan pada 6 bulan terakhir dari bulan Juli s/d Desember 2016 kejadian ISPA pada balita usia 1-4 tahun berjumlah 1652 kasus atau 74% dari jumlah keseluruhan balita saat ini yaitu 2233 jiwa (Dinkes Kabupaten Banjarnegara, 2016). Faktor resiko terjadinya ISPA terdiri dari 3 (tiga) faktor yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak, serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah, kondisi fisik rumah, dan kepadatan hunian rumah. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A, dan status imunisasi. Sedangkan faktor perilaku hubungan dengan pencegahan dan penanggulangan penyakit ISPA pada bayi

3 dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di keluarga baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya (Kemenkes RI, 2016). Analisa World Health Organization (2007), menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang diisap oleh perokok disebut asap utama (mainstream), dan asap yang keluar dari ujung rokok (bagian yang terbakar) dinamakan sidestream smoke atau asap sampingan. Asap samping ini terbukti mengandung lebih banyak hasil pembakaran tembakau di banding asap utama. Asap ini mengandung karbon monoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin 3 kali lipat, ammonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, nitrosamine sebagai penyebab kanker kadarnya mencapai 50 kali lebih besar pada asap sampingan di banding dengan kadar asap utama. Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Di mana-mana mudah menemui orang merokok, baik laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang tua, kaya maupun miskin. Merokok merupakan bagian hidup masyarakat. Prevalensi merokok telah menurun di banyak Negara maju dalam beberapa tahun terakhir, tetapi tetap tinggi di negara-negara berkembang. Tembakau membunuh 70% korban berasal dari Negara berkembang termasuk Indonesia (Bustan 2007). Anak lakilaki dari segi aktivitas lebih dekat dengan ayah, pada seorang ayah yang mempunyai kebiasaan merokok maka akan semakin mudah terkena asap rokok dan kemungkinan besar akan memicu terjadinya ISPA (Hidayat, 2009).

4 Faktor lingkungan yang memicu kejadian ISPA pada balita antara lain jenis lantai, dinding rumah, atap rumah, debu, ventilasi, intensitas cahaya dan kelembaban serta terdapat hubungan faktor lingkungan pada balita yang mengalami ISPA dan yang tidak mengalami ISPA (Cahyaningrum, 2012). Provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2015 rumah yang dibina sebanyak 1.969.973 unit. Dari keseluruhan yang dibina yang menjadi rumah memenuhi syarat sebesar 48,79 %, sehingga total rumah memenuhi syarat di tahun 2015 sebesar 75,37 % dari keseluruhan rumah yang ada (Dinkes Jateng 2016). Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat kesehatan selain rokok. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit berbasis lingkungan seperti ISPA. Menyadari bahwa kebiasaan merokok dan kondisi lingkungan rumah dapat berpotensi menimbulkan penyakit ISPA maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan kebiasan merokok anggota keluarga dan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tentang kebiasaan merokok dan kondisi lingkungan rumah dapat beresiko terhadap penyakit maka dirumuskan masalah, adakah hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara?.

5 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah : a. Mengetahui kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. b. Mendeskripsikan kebiasaan merokok anggota keluarga di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. c. Mendeskripsikan kondisi lingkungan rumah di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. d. Mengetahui hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. e. Mengetahui hubungan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan bagaimana hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dan kondisi lingkungan

6 rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. 2. Manfaat Praktis a. Bagi penulis Sebagai proses dalam menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. b. Bagi pembaca maupun masyarakat wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara. Sebagai sumber informasi dan masukan tentang hubungan kebiasaan merokok anggota keluarga dan kondisi lingkungan rumah dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas II Rakit Kabupaten Banjarnegara, masyarakat memahami dan mengerti bahaya dari merokok serta kondisi lingkungan rumah yang baik dan bersih, diharapkan masyarakat bisa berhenti merokok dan berpola hidup sehat. E. Penelitian Terkait 1. Judul : Hubungan kondisi faktor lingkungan dan angka kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta pasca erupsi gunung Merapi tahun 2010 Oleh : Cahyaningrum, P. F. (2012)

7 Variabel penelitian ini terdiri atas 2 variabel yaitu faktor lingkungan dan kejadian ISPA pada Data penelitian ini adalah kuesioner, observasi, dan wawancara. Penelitian ini dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan uji Chi Square. Faktor lingkungan yang memicu kejadian ISPA pada balita antara lain jenis lantai, dinding rumah, atap rumah, debu, ventilasi, intensitas cahaya dan kelembaban serta terdapat hubungan faktor lingkungan pada balita yang mengalami ISPA dan yang tidak mengalami ISPA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kondisi faktor lingkungan yang sangat signifikan antara balita yang mengalami kejadian ISPA dengan balita yang tidak mengalami ISPA dengan nilai p=0,000 pada taraf signifikansi 0,05. adalah memiliki variable dependent yang sama yaitu mengenai ISPA pada Perbedaan: Yang menjadikan perbedaan dalam penelitian adalah pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling sebanyak 30 responden kasus dan 30 responden kontrol dengan sampel responden yakni ibu yang memiliki balita sedangkan pengambilan sampel yang peneliti lakukan menggunakan rumus Slovin sehingga didapati sampel sejumlah 90 responden. 2. Judul : Hubungan merokok anggota keluarga dengan anggota keluarga dengan kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada balita di wilayah kerja Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan

8 Oleh : Rohim, M M (2014) Jenis penelitian observasional, dengan rancang bangun Cross sectional, variabel independen merokok anggota keluarga dan variabel dependen ISPA Pada Balita. Populasi seluruh keluarga yang memilki Balita di wilayah kerja Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan. Menggunakan consecutive sampling. Diolah melalui editing, coding, processing/entry, cleaning. Dianalisis dengan uji chi square tingkat kemaknaan α 0,05 atau p 0,05 Ho ditolak bila α /p < 0,05. Hasil penelitian diketahui bahwa kebiasaan merokok di wilayah kerja Puskesmas Paciran Kabupaten lamongan yaitu 23 responden (65.7%) dan Kejadian ISPA sebagian besar terdapat pada anak laki-laki yaitu sebanyak 11 anak (31.4%) Hasil chi square nilai p = 0,020 dimana α < 0,05, Ha diterima dan Ho ditolak artinya terdapat hubungan antara anggota keluarga yang merokok dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas Paciran Kabupaten Lamongan. adalah memiliki variable dependent yang sama yaitu mengenai IPSA pada Perbedaan: Yang menjadikan perbedaan dalam penelitian adalah pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik consecutive sampling sedangkan pengambilan sampel yang peneliti lakukan menggunakan teknik purposive sampling. 3. Judul : Hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pda balita di wilayah kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga 2012.

9 Oleh : Trisnawati, Y & Juwarni (2012) Jenis penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan case control. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita dan berada di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga pada tahun 2012 sebanyak 745. Sampel dalam penelitian ini yaitu semua ibu yang mempunyai balita yang tidak menggunakan tungku atau kayu bakar dalam memasak. Besaran sampel untuk kasus adalah semua ibu dengan balita yang menderita ISPA yang berobat di Puskesmas Rembang sejumlah 51 sedangkan kontrolnya adalah ibu dengan balita yang tidak menderita ISPA sejumlah besaran kasus yaitu 51. Balita yang menderita ISPA sebagian besar dari keluarga yang orang tuanya merokok sejumlah 80.4%. Pada yang tidak menderita ISPA ada 23.5% yang orang tuanya merokok berat. Ada hubungan perilaku merokok orang tua dengan kejadian ISPA pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Rembang Kabupaten Purbalingga Tahun 2012 (p=0.000 OR=13.3 95%CI 5.17-34.345). adalah memiliki variable dependent yang sama yaitu mengenai ISPA pada Perbedaan: Yang menjadikan perbedaan dalam penelitian adalah sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu dengan balita yang menderita ISPA sedangkan pengambilan sampel yang peneliti lakukan menggunakan teknik purposive sampling dengan menggunakan rumus Slovin.

10 4. Judul : Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di wilayah kerja Puskesmas DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya tahun 2010. Oleh : Sulistyoningsih, H & Rustandi, R (2011) Analisis statistik terhadap data yang diperoleh menunjukan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA (p value = 0,000), terdapat hubungan pendidikan ibu dengan kejadian ISPA (p value = 0,000), terdapat hubungan sosial ekonomi dengan kejadian ISPA (p value = 0,000), terdapat hubungan status gizi dengan kejadian ISPA (p value = 0,001), terdapaat hubungan jenis kelamin dengan kejadian ISPA pada balita (p value = 0,000), terdapat hubungan status imunisasi dengan kejadian ISPA (p value = 0,000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu, pendidikan ibu, status ekonomi, status gizi balita, jenis kelamin balita, dan status imunisasi balita berhubungan dengan penyakit ISPA pada balita usia 12-60 bulan. adalah memiliki variable dependent yang sama yaitu mengenai IPSA pada Perbedaan: Yang menjadikan perbedaan dalam penelitian adalah pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik consecutive sampling sedangkan pengambilan sampel yang peneliti lakukan menggunakan teknik purposive sampling.

11 5. Judul : Hubungan merokok dengan kejadian ISPA pada mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Tanjungkarang. Oleh : Ahyanti, M & Duarsa, A. B. S. (2013) Hasil penelitian diketahui proporsi mahasiswa merokok 29,6%, ada hubungan merokok dengan kejadian ISPA pada mahasiswa setelah mengontrol jenis kelamin, status gizi, pencemaran dalam rumah, lingkungan fisik rumah dan interaksi antara jenis kelamin dengan merokok. Perlu dilakukan upaya primaryprevention oleh pihak Poltekkes dan Klinik Terpadu untuk memberikan penyuluhan kepada mahasiswa dan menjadi trendsetter dalam bidang kesehatan, dan spesifik protection oleh mahasiswa dengan tidak menyediakan asbak di dalam rumah. Perbedaan antara penelitian tersebut dengan yang peneliti lakukan adalah pada responden dan jumlah variable penelitian. adalah memiliki variable dependent yang sama yaitu mengenai IPSA pada Perbedaan: Yang menjadikan perbedaan dalam penelitian adalah pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik consecutive sampling sedangkan pengambilan sampel yang peneliti lakukan menggunakan teknik purposive sampling. 6. Judul : Population-Based Study of Acute Respiratory Infections in Children, Greenland Oleh : Anders Koch, et al (2002)

12 Hasil penelitian diketahui data menunjukkan bahwa tingkat penyakit yang tinggi di Sisimiut secara khusus disebabkan oleh ISPA dan tidak infeksi lain di masa kecil, berbeda dengan data dari negara-negara berkembang, di mana anak-anak memiliki insiden yang tinggi dari berbagai jenis infeksi. Pengamatan ini menguatkan bahwa Sisimiut harus dianggap sebagai masyarakat Greenland modern dengan tingginya insiden infeksi saluran pernapasan dan bukan negara berkembang pengaturan dengan tingginya tingkat penyakit yang berhubungan dengan kemiskinan, seperti diare dan gizi buruk. Ini penelitian pertama berbasis populasi masyarakat ISPA pada anak Inuit <2 tahun berdasarkan surveilans aktif menunjukkan terjadinya tinggi penyakit secara keseluruhan. Sebanyak 41,6% dari hari dihabiskan dengan gejala infeksi saluran pernapasan, dan kejadian episode baru dari ARI adalah 2,5 per 100 hari beresiko. Dari semua episode, 65% disebabkan pembatasan aktivitas, dan 40% disebabkan kontak dengan pusat kesehatan. Prevalensi penyakit ini panggilan untuk program intervensi, dan penelitian lebih lanjut sedang berlangsung untuk menjelaskan faktor-faktor risiko yang memungkinkan untuk intervensi spesifik. adalah memiliki variable dependent yang sama yaitu mengenai ispa pada Perbedaan: Yang menjadikan perbedaan dalam penelitian adalah variable independent yang diteliti dalam penelitian ini adalah apa sajakah faktorfaktor yang mempengaruhi kejadian ISPA sedangkan variable yang diteliti

13 pada peneliti adalah kebiasaan merokok anggota keluarga dan kondisi lingkungan. 7. Judul : Enterovirus D68 Infection in Children with Acute Flaccid Myelitis, Colorado, USA, 2014 Oleh : Aliabadi, N et al (2016) Hasil penelitian disimpulkan bahwa menemukan hubungan epidemiologi antara AFM dan EV-D68 infeksi di antara anak-anak dengan penyakit pernafasan selama 2014 di Colorado. Temuan ini melampaui asosiasi temporal yang dilaporkan sebelumnya antara cluster AFM dengan peningkatan penerimaan rumah sakit untuk gejala pernapasan dan deteksi EV-D68 di AFM kasus-pasien. Data epidemiologi ini, dikombinasikan dengan masuk akal secara biologis dari hubungan ini, menunjukkan hubungan sebab akibat yang mungkin; Namun, kesenjangan tetap antara data epidemiologi dan data dari pengujian ekstensif dari spesimen laboratorium. adalah memiliki variable dependent yang sama yaitu mengenai ISPA pada Perbedaan: Yang menjadikan perbedaan dalam penelitian adalah variable independent yang diteliti dalam penelitian ini adalah epidemiologi antara AFM dan infeksi EV-D68 sedangkan variable yang diteliti pada peneliti adalah kebiasaan merokok anggota keluarga dan kondisi lingkungan.