BAB. I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam budaya Batak Toba terdapat jenis Ragam Hias (Ornamen) yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara majemuk yang kaya akan keragaman suku,

UKDW BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISTILAH UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I PENDAHULUAN. yang pada umumnya mempunyai nilai budaya yang tersendiri. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suku Batak merupakan salah satu suku yang tersebar luas dibeberapa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

Pusat Aktivitas Ritual Ugamo Malim di Huta Tinggi Laguboti Toba Samosir

BAB I PEDAHULUAN. tersebut telah menjadi tradisi tersendiri yang diturunkan secara turun-temurun

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia disatupadukan dari kebudayaan nasional dan kebudayaan. daerah. Kebudayaan nasional Indonesia merupakan puncak puncak

BAB I PENDAHULUAN. yang terdapat pada tujuh unsur kebudayaan universal. Salah satu hal yang dialami

LOGO. Pemuda Penghayat OLEH: WANRI LUMBANRAJA

BAB I PENDAHULUAN. khas dan beragam yang sering disebut dengan local culture (kebudayaan lokal)

BAB. 1. PENDAHULUAN. Kemajemukan tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan-perbedaan yang

BAB I PENDAHULUAN. identik dengan nada-nada pentatonik contohnya tangga nada mayor Do=C, maka

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman budaya, suku, ras, agama dan lain-lain. Keberagaman yang dimiliki

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan, sebagaimana dengan wilayah Indonesia lainnya yang kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. [Type text]

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

BAB I PENDAHULUAN. halnya di daerah Sumatera Utara khususnya di kabupaten Karo, rumah adat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Situs Makam Sisingamangaraja XII yang ada di Soposurung Balige

BAB I PENDAHULUAN. cukup kaya akan nilai sejarah kebudayaannya.

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu suku yang terdapat di Sumatera

PARMALIM. (Studi Deskriptif Mengenai Strategi Adaptasi Penganut Agama Malim di Kota. Medan) Skripsi. Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

BAB I PENDAHULUAN. Bakkara (2011) ada 3 Bius induk yang terdapat di Tanah Batak sejak awal peradaban bangsa

BAB I PENDAHULUAN. zaman itu masyarakat memiliki sistem nilai. Nilai nilai budaya yang termasuk

GLOSARIUM. (menerangkan arti kata yang terdapat dalam bahasa Batak Toba sehubungan dengan judul. yang melanggar aturan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat suku Batak yang berada di daerah Sumatera Utara, khususnya sebagai asal

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah merupakan semua peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian dalam kehidupan manusia telah menjadi bagian dari warisan

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

BAB 1 PENDAHULUAN. kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini oleh dilambangkan oleh bangsa Indonesia

BAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,

BAB I PENDAHULUAN. pariwisata itu sendiri, dimana pariwisata memiliki cerita tersendiri dalam sejarah

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP PARMALIM DI DESA HUTATINGGI KECAMATAN LAGUBOTI KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. ini sudah memiliki kebudayaan dan karya sastra tersendiri.

MAKNA SIMBOL UPACARA MANGONGKAL HOLI (PENGGALIAN TULANG BELULANG) PADA MASYARAKAT BATAK TOBA DI BEKASI

Ketika Budaya Sasi Menjaga Alam Tetap Lestari

BAB IV ANALISIS. Mitos memang lebih dikenal untuk menceritakan kisah-kisah di masa

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat tersebut yang berusaha menjaga dan melestarikannya sehingga

BAB III METODE PENELITIAN. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan kepemimpinan

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi mengakibatkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. dari banyaknya etnis yang mendiami wilayah Indonesia. ciri khas itu adalah tingkat perubahan. Setidaknya dua komponen yang tidak

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. akan melakukan berbagai kekacauan (Sinulingga, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. menjadi kebanggaan dan nilai tersendiri bagi kelompok sukunya. Setiap suku

BAB I PENDAHULUAN. dan seni budaya tradisionalnya, adanya desa desa tradisional, potensi

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia merupakan Negara yang kaya akan kebudayaan dan

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

BAB I. Pendahuluan. Keberagaman suku bangsa dan agama di Indonesia adalah sumber

BAB II URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN. suci. Ritual menciptakan dan memelihara mitos, adat, sosial, dan agama, ritual

BAB I PENDAHULUAN. Pada makanan tertentu bukan hanya sekedar pemenuhan kebutuhan biologis,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Samosir dikenal masyarakat Indonesia karena kekayaan budaya yang

BAB I PENDAHULUAN. Agama Islam di Desa Sukkean Kecamatan Onanrunggu Kabupaten Samosir.

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berdirinya. Kemajemukan tersebut dapat dilihat dengan adanya perbedaan-perbedaan yang

BAB I PENDAHULUAN. dipengaruhi oleh kebudayaan bangsa-bangsa asing yang datang ke Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Ayu Fauziyyah, 2014

PERTEMUAN 5 Pengertian Kebudayaan MK ANTROPOLOGI BUDAYA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan yang menjadi sumber mata pencaharian sehari-hari yaitu dengan bercocok

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu kebanggaan nasional (national pride) bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat istiadat merupakan suatu hal yang sangat melekat dalam kehidupan

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

BAB I PENDAHULUAN. sistem religi/kepercayaan terhadap sesuatu menjadi suatu Kebudayaan. Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian Batak secara umum dibagi menjadi 2(dua) bagian yaitu Gondang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB V. KESIMPULAN dan SARAN. dan doa-doa, manuk mira, dan boras pirma tondi oleh amang, inang,

commit to user 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB II. umum sekelompok objek, peristiwa atau fenomena lainnya. Woodruf. dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara multikulturalis yang memiliki ribuan pulau,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut

BAB I PENDAHULUAN. bentukan manusia yang tidak lahir begitu saja yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan bangsa yang multikultural terdiri dari ratusan suku

BAB I PENDAHULUAN. ragam etnik, seperti Batak Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Mandailing,

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENGARAH

BAB I PENDAHULUAN. menarik. Dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan keindahan, manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tujuh unsur kebudayaan universal juga dilestarikan di dalam kegiatan suatu suku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jubelando O Tambunan, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan suatu bangsa yang terdiri dari beribu-ribu suku. bahkan ribuan tahun yang lalu. Jaspan (dalam Soekanto 2001:21)

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam masyarakat suku bangsanya sendiri-sendiri. Kondisi ini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, salah satu akibat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Koentjaraningrat (1947), wujud kebudayaan ada tiga macam: 1)

BAB II ONAN RUNGGU. atas permukaan laut. Wilayah Onan Runggu memiliki luas sekitar 60,89 Km 2

BAB V KESIMPULAN. Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi adalah transmisi informasi, gagasan, emosi, keterampilan dan. proses transmisi itulah yang biasanya disebut komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan

Transkripsi:

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang merupakan Negara kepulauan, memiliki masyarakat yang terdiri dari berbagai etnis dan beragam budaya yang tampak pada kebiasaan-kebiasaan, benda dan kebudayaan kelompok masyarakat tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat bahwa kebudayaan memiliki 3 wujud yaitu: wujud Ide, sistem sosial atau tindakan masyarakat, dan fisik atau benda, artefak (Koentjaraningrat 2000;186-187). Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud sangat terkait dengan lingkungan tempat kelompok masyarakat tersebut berdiam. Sehingga dari kebudayaan yang ada pada masyarakat dapatlah dilihat hubungannya terhadap pembentukan kepribadian seseorang dari tiap kelompok masyarakat yang tampak pada kelakuan-kelakuan atau kebiasaan individu yang mengandung nilai dan diturunkan secara turun-temurun ke generasi berikutnya. Diangkat dari uraian di atas, dapat kita lihat bahwa banyak kebudayaankebudayaan yang harus kita jaga dan kita lestarikan dan bagi pemegang kebudayaan tersebut haruslah tetap menjaga dan menurunkan kebudayaan mereka dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan memiliki 7 unsur dan salah satunya yaitu Agama yang juga dianggap Religi atau kepercayaan. Tylor ( dalam Adimihardja 1976; 86-87) yang mengatakan bahwa agama yang paling awal adalah animisme yakni kepercayaan bahwa segala sesuatu baik yang dalam dunia yang bernyawa ataupun benda mati dihuni roh dimana roh tersebut dapat meninggalkan manusia baik untuk sementara seperti pada saat

manusia sedang tidur dan untuk selamanya seperti manusia mati dan segala bentuk kepercayaan dan praktek keagamaan mulai dari yang primitif hingga yang paling tinggi tingkatannya berkembang dari Animisme. Sehingga Perkembangan Animisme secara keseluruhan termasuk percaya kepada roh-roh dan keadaan dimasa depan dalam upaya mengendalikan dewa-dewa dan roh yang lebih rendahan dan ajaran-ajarannya menghasilkan beberapa macam penyembahan yang tetap berlangsung, seperti halnya agama Parmalim yang merupakan kepercayaan tua dan kepercayaan asli pada suku Batak Toba dimana kepercayaan ini dahulunya hanya sebagai kepercayaan masyarakat Batak Toba pada masa penjajahan belanda dan dibawa oleh Raja Sisingamangaraja. Parmalim berasal dari kata malim yang memiliki 2 arti yaitu: malim sebagai sifat dasar yang dituju yang berawal dari haiason dan parsolamon, dimana haiason diartikan dengan kebersihan fisik dan parsolamon diartikan dengan membatasi diri dari menikmati dan bertindak, kedua adalah malim sebagai sosok pribadi (http://www.parmalim.com/page.php?id=1). Parmalim sendiri dapat diartikan dengan orang yang mengikuti ajaran malim, dimana pengikutnya harus memiliki sifat yang bersih atau suci baik fisik maupun rohani, serta dapat membatasi diri dari menikmati dan bertindak dari hal-hal duniawi. Bentuk penghayatan dari kepercayaan Parmalim dahulunya hanya berbentuk upacara biasa saja dan belum disebut sebagai kepercayaan Parmalim tetapi disebut sebagai Ugamo Malim pada masyarakat Batak dan inti ajarannya berpegang pada adat istiadat Batak, lama-kelamaan kepercayaan ini mulai berkembang seiring dengan bertambahnya pengikut kepercayaan ini. Tetapi dengan masuknya agama modern yang dibawa oleh Dr. Il Nomensen maka

pengikut ajaran kepercayaan tua ini pun berkurang, sehingga muncul istilah dari suku Batak Toba sendiri istilah Parmalim yang artinya orang yang mengikuti ajaran ugamo malim ( www.parmalim.com ). Di dalam doa-doa dan pujian pengikut Parmalim selalu menyampaikan doa kepada Debata Mulajadi Nabolon dan Raja Sisingamangaraja yang dipandang sebagai malim tertinggi yaitu malim pilihan Tuhan atau Malim Ni Debata ( Situmorang 2004 ;409) Tuhan dalam ajaran Parmalim di sebut dengan Mulajadi Nabolon. Hubungan penganut dengan Mulajadi Nabolon disebut dengan Ugamo dan inti ajaran dalam menjalankan hubungan itu disebut dengan Hamalimon atau kebersihan atau kesucian. Hari khusus bagi penganut Ugamo Malim yaitu hari Sabtu, dimana mereka melakukan perkumpulan atau parpunguan tersebut pada satu tempat yang merupakan tempat berkumpul mereka dalam melaksanakan ibadahnya yang disebut dengan Balai Partonggoan atau Bale Pasogit untuk di pusat, yang terletak di desa Pardomuan Nauli Hutatinggi, kecamatan. Laguboti, kabupaten. Toba Samosir. Desa Pardomuan Nauli merupakan desa tempat tinggal dari Raja Mulia Naipospos yang merupakan salah satu panglima dari Raja Sisingamangaraja yang menerima perintah dari Raja Sisingamangaraja untuk memimpin dan meneruskan ajaran Parmalim, sehingga Desa Pardomuan Nauli yang lebih dikenal masyarakat sebagai Desa Hutatinggi dijadikan sebagai pusat dari kepercayaan Parmalim dan tidak dapat dipindahkan ke daerah lain. Pengikut kepercayaan Parmalim saat ini sudah mulai berkembang dan sudah mulai menyebar ke beberapa daerah di Nusantara bahkan hingga keluar Negeri. Untuk di Indonesia sendiri pengikutnya telah ada di daerah Pekanbaru, Batam, Irian Jaya, Jakarta, Semarang dan di daerah Sumatera Utara yaitu Medan

dan di tanah Batak. Peribadatan atau biasa disebut parpunguan bagi pengikut Parmalim biasannya dilakukan di Bale partonggoan untuk di pusat dan rumah parsantian untuk di setiap cabang Dalam melakukan parpunguan, mereka hanya memanjatkan doa kepada Debata Mulajadi Nabolon dan nasihat-nasihat di dalam melaksanakan kehidupan sehari-sehari dan mereka tidak mengumpulkan persembahan tetap mingguan atau bulanan. Adapun peraturan-peraturan yang ada di dalam Parmalim yaitu para pengikutnya dilarang berdusta, berjinah dan mencemari agama mereka, dalam setiap pelanggarannya akan ada sanksi-sanksi tertentu bagi orang yang melanggar peraturan agama tersebut, salah satu hukumannya yaitu pemberian peringatan kepada si pelaku dan membuat suatu upacara tersendiri untuk menebus kesalahannya, upacara ini haruslah berupa persembahan seekor ayam dan diiringi oleh gondang sabangunan. Ciri khas dari pengikut Parmalim yaitu adanya banebane yang diikat bersama jeruk kecil dan bonang manalu atau bonang Batak dan diletakkan di atas pintu atau di suatu tempat yang dapat terlihat oleh orang lain. Adapun adat yang menjadi pedoman bagi perilaku pengikut Parmalim yaitu : 1. Marari Sabtu Di mana seluruh pengikut Parmalim di manapun mereka berada haruslah melaksanakan perkumpulan setiap hari Sabtunya dan dilaksanakan di setiap cabang atau rumah parsantian, dalam perkumpulan ini para pengikut parmalim akan diberi poda atau bimbingan untuk lebih tekun dalam menghayati ajaran kepercayaan Parmalim.

2. Martutuaek Upacara yang dilakukan di rumah umat karena mendapat karunia kelahiran seorang anak ataupun pemberian nama pada anak. Dimana seorang anak yang baru lahir haruslah terlebih dahulu diperkenalkan dengan bumi terutama air yaitu umbul mata air disertai dengan bara api tempat membakar dupa. 3. Mardebata Upacara yang dilakukan secara individual untuk meminta ampunan atas penyimpangan yang dilakukan dari aturan ajaran kepercayaannya. 4. Pasahat Tondi Upacara yang dilakukan pada umat yang mengalami duka atau meninggal dunia. Dimana setelah satu bulan pemakaman maka dilakukanlah upacara pasahat tondi atau menghantar roh, dalam upacara ini biasanya dilakukan doa saja, bisa dilakukan dengan sederhana atau besar tergantung pada kemampuan keluarga yang mengalami kemalangan. 5. Mangan Napaet Upacara berpuasa untuk menebus dosa dan dilaksanakan selama 24 jam penuh pada setiap penghujung tahun kalender batak yaitu pada ari hurung bulan hurung, upacara ini juga dilaksanakan di Bale Partonggoan dan dihadiri oleh seluruh umat Parmalim. Setelah berpuasa selama 24 jam maka tepat tengah hari pukul 12.00 sebelum berbuka dilaksanakanlah mangan napaet, lalu dilakukan perkumpulan di dalam Bale Partonggoan dan dipimpin oleh Ihutan. Adapun yang menjadi alasan saya untuk melakukan penelitian ini yaitu saya ingin melihat bagaimana kepercayaan Parmalim membangun kepercayaan mereka hingga bisa bertahan serta berkembang sampai saat ini sementara para

pengikutnya telah menyebar ke berbagai daerah dan berbaur dengan pengikut agama lain, tetapi pada saat pelaksanaan ritual kepercayaan mereka yaitu upacara Sipaha Lima yang dilakukan di pusat kepercayaan Parmalim mereka dapat berkumpul dan bersatu di dalam pelaksanaan upacara tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Adapun masalah pokok yang akan di analisis dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana kepercayaan Parmalim bisa membangun kepercayaan mereka ditengah-tengah agama yang lebih mendominasi pada saat ini. Dari permasalahan diatas maka muncul beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana sejarah kepercayaan Parmalim? 2. Bagaimana struktur dan kesatuan Parmalim? 3. Bagaimana kehidupan kepercayaan Parmalim? 4. Bagaimana bentuk Upacara Sipaha Lima? 1.3. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir khususnya Huta Parmalim yang merupakan perkampungan kecil yang ada di dalam Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi dan hanya di huni oleh umat Parmalim saja. Daerah ini merupakan tempat tinggal dari Raja Mulia Naipospos yang dipilih oleh Raja Sisingamaraja untuk meneruskan ajaran Parmalim, saat ini Huta Parmalim atau yang lebih sering disebut dengan

Hutatinggi menjadi pusat dari kepercayaan Parmalim yang ada di seluruh tanah air. 1.4. Tujuan Dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menggambarkan kepercayaan Parmalim yang semakin berkembang di tengah-tengah agama lain yang telah di akui oleh negara, tetapi para pengikut kepercayaan ini mampu membangun kepercayaan mereka hingga dapat bertahan sampai saat ini meskipun kepercayaan ini hanya diakui oleh Departemen Kebudayaan dan Pariwisata saja.. Manfaat dari Penelitian ini diharapkan dapat menambah kepustakaan dalam ilmu Antropologi khususnya dalam bidang Antropologi Religi dan juga menambah pemahaman masyarakat khususnya masyarakat Batak Toba mengenai salah satu budaya dan tradisi tua pada masyarakat Batak Toba yang mulai tidak dikenal dan dipahami oleh masyarakat Batak toba sendiri. 1.5. Tinjauan Pustaka Perhatian terhadap keragaman budaya yang ada di Indonesia sangatlah mewarnai kehidupan tiap-tiap kelompok etnik untuk tetap dapat mempertahankan budaya mereka sendiri, dimana budaya yang mereka miliki merupakan suatu identitas diri mereka untuk dapat diperkenalkan pada dunia luar. Parmalim yang merupakan suatu kepercayaan tua dimana dalam tujuh unsur kebudayaan kepercayaan disebut sebagai religi. Van Baal (1978;175) mengatakan religi sebagai keseluruhan anggapan yang benar yang mempunyai hubungan kepada kebenaran yang tidak empiris dan segala perbuatan yang

berhubungan dengan anggapan tersebut, secara ringkas bahwa religi yaitu suatu sistem kepercayaan dan upacara-upacaranya yang terdapat dalam setiap kebudayaan manusia, jadi religi bersifat universal. Awalnya Parmalim hanya sebagai kepercayaan biasa untuk mempertahankan adat istiadat dan kepercayaan tua yang terancam agama baru yang dibawa belanda, dimana K. T Preusz ( dalam Koentjaraningrat 1987;68-69 ). mengatakan bahwa wujud religi yang tertua berupa tindakan- tindakan manusia untuk mengadakan keperluan-keperluan hidupnya yang tak dapat dicapainya secara naluri atau dengan akalnya dan kemampuan akal manusia yang terbatas dan kebodohan akal manusia yang asli merupakan awal dari permulaan religi. Kemudian kepercayaan ini menyebar ke tanah Batak menjadi gerakan politik atau parhudamdam yang menyatukan orang Batak menentang Belanda, kepercayaan ini muncul sekitar tahun 1883 atau tujuh tahun sebelum kematian Raja Sisingamangaraja XII, seiring dengan perkembangannya kepercayaan ini menempatkan Sisingamangaraja sebagai pemimpin tertinggi. Berbagai kecaman dilontarkan belanda untuk memberhentikan pengikutnya dan dimulai dari sebutan pembangkang, penyembah berhala, dan pemakan sesama manusia serta upacara keagamaan pun dilarang. Pada tahun 1895 ( tujuh tahun setelah kematian Sisingamangaraja ) Guru Somalaing yang merupakan salah satu panglima dari Sisingamangaraja ditangkap oleh belanda dan kemudian dibuang ke Kalimantan bersama Raja Mulia Naipospos yang juga salah satu panglima dari Sisingamangaraja tetapi Raja Mulia Naipospos berhasil kembali ke tanah Batak sedangkan Guru Somalaing meninggal di tempat pembuangan dan kemudian Raja Mulia Naipospos memperoleh restu dari

Sisingamangaraja dan kemudian memegang tongkat kepemimpinan Parmalim dan kemudian kepercayaan ini kembali memusatkan diri pada spritiual dan tata cara hidup berdasarkan adat. Tongkat kepemimpinan pun diwariskan secara turun temurun kepada anak dan cucu dari Raja Mulia Naipospos, saat ini dipegang oleh Raja Marnangkok Naipospos cucu dari Raja Mulia Naipospos dan berpusat di Huta Parmalim bagian dari Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir. ( http://tano batak.blogspot.com ) Saat ini pengikut Parmalim telah menyebar ke berbagai daerah di nusantara seperti yang dikatakan oleh Koentjaraningrat ( 2000; 242 ) mengenai migrasi manusia jaman dahulu yaitu kelompok manusia lama kelamaan akan pindah wilayah juga, karena di wilayah yang lama binatang perburuan misalnya sudah mulai berkurang atau karena dalam wilayah yang lama jumlah manusia sudah mulai terlampau banyak, dan migrasi ini terjadi dengan lambat. Pengikut Parmalim yang menyebar di berbagai daerah di Nusantara ini tetap memiliki rasa kesatuan diantara sesama pengikutnya, adat batak yang mereka pertahankan sampai saat ini dan sangat diterapkan pada kehidupan seharihari membuat para pengikut Parmalim dapat berinteraksi dengan sesama pengikut Parmalim di seluruh tanah air. Ciri kelompok etnik yang utama yaitu kemampuan untuk berbagi sifat budaya yang sama dan dapat memberikan dampak yang lebih luas, apalagi dengan asumsi bahwa tiap kelompok etnik mempunyai ciri budaya sendiri dimana kelompok etnik mampu untuk memperlihatkan sifat budaya kelompok tersebut

serta adanya penyesuaian diri dari kelompok etnik ini untuk menghadapi berbagai faktor-faktor dari luar (Barth 1988 : 12-13) Cara hidup pengikut Parmalim yang berbeda dari kelompok etnik lainnya seperti mentaati aturan agama, bersatu dengan alam, dan memelihara alam dengan akal dan pikiran membuat cara hidup pengikut Parmalim ini menjadi berbeda dengan masyarakat lain di luar pengikut Parmalim. Manusia harus mensatukan dirinya sendiri. Dia adalah multikompleks. Pada kebhinnekaan itu ada macam-macam tendensi. Dia harus membangun semuanya itu, sehingga menjadi kesatuan, keseluruhan, keutuhan, sehingga dia betul-betul menjadi diri sendiri Dia harus mempribadi (Widyasusanto 1996:32) Pengikut Parmalim dalam membangun ajaran kepercayaannya ditengahtengah agama lain maka pengikut kepercayaan ini haruslah dapat menyatukan dirinya sendiri terlebih dahulu dengan ajaran kepercayaannya sehingga ajaran Parmalim dapat terus bertahan hingga saat ini. Dalam memenuhi kebutuhan hidupnya manusia memerlukan sarana ataupun alat untuk mempermudah pencapaian hasil, peralatan dan perlengkapan hidup sesuai dengan tingkat masyarakatnya, maupun tingkat hidupnya (Widyasusanto 1996:38). Demikian halnya dengan pengikut Parmalim dalam mempertahankan kepercayaannya adalah dengan membangun rumah-rumah parsantian di berbagai daerah dan melakukan parpunguan setiap hari sabtu yang akan dipimpin oleh Ihutan. Setiap tahun para pengikut Parmalim yang berasal dari segala cabang akan berkumpul pada satu tempat yang menjadi pusat dari kepercayaan Parmalim yaitu di desa Hutatinggi untuk merayakan upacara Sipaha Lima yang merupakan suatu bentuk upacara untuk penyampaian rasa syukur pengikut Parmalim atas segala

berkat yang telah mereka terima dari Debata Mulajadi Nabolon serta untuk memohon berkat untuk kehidupan mendatang serta kesiapan pengikut Parmalim dalam menghadapi setiap tantangan yang mereka peroleh dari kehidupan diluar mereka Anthony F. C. Wallace ( dalam William A.Haviland 1988;195-196) yang mendefinisikan agama sebagai seperangkat upacara yang diberi rasionalisasi mitos yang menggerakkan kekuatan-kekuatan supernatural dengan maksud untuk mencapai atau untuk menghindarkan sesuatu perubahan keadaan manusia atau alam, dimana fungsi upacara keagamaan yang utama adalah untuk mengurangi kegelisahan dan untuk memantapkan kepercayaan kepada diri sendiri, yang penting untuk memelihara keadaan manusia agar tetap siap untuk menghadapi realitas. Upacara Sipaha Lima dilaksanakan setiap bulan kelima pada kalender Batak, atau sekitar bulan juli - bulan agustus pada bulan masehi, dan upacara ini biasanya jatuh pada hari ke 12, 13, dan 14 menjelang bulan purnama (Rajamarpodang 1992: 194). Untuk pelaksanaan upacara Sipaha lima maka Parmalim tidak membentuk panitia-panitia yang akan turut membantu di dalam persiapan upacara tetapi persiapan Upacara akan dibantu oleh para Ulu Punguan dan Suhi Ni Ampang Na Opat, pemilihan hari yang tepat, hingga ke penutupan upacara. Ihutan yang ada di pusat akan memberitahukan kepada seluruh Ulu Punguan tentang pelaksanaan upacara dan Ulu Punguan akan memberitahukan kembali kepada seluruh Parmalim pada saat melakukan parpunguan setiap hari Sabtu.

Setelah pemberitahuan maka seluruh Parmalim akan bersiap-siap untuk melaksanakan kegiatan Upacara tersebut, mulai dari biaya, persiapan diri,dll. Parmalim memiliki rasa solidaritas yang tinggi baik dari individunya hingga pada masyarakat Parmalim, hal ini tampak pada setiap persiapan upacara Sipaha Lima dimana pengikutnya akan bergotong royong secara penuh mulai dari persiapan Upacara hingga penutupan upacara dimana Solidaritas sosial dipertahankan sejauh kesadaran individu pada masyarakat sama kuatnya, dengan sendirinya akan memelihara unsur-unsur pengintegrasian yang ada pada masyarakat tersebut (Neni 1993; 12) Lysen ( dalam Neni 1993; 12) mengatakan bahwa kesadaran masyarakat adalah unsur tertentu dalam kesatuan sosial yang menetapkan dan mempengaruhi kelakuan manusia yang menjadi bagian dari kesatuan itu. Unsur-unsur yang dimaksud adalah situasi- situasi yang memuat individu-individu dalam masyarakat terlibat langsung serta berbuat sesuai dengan keinginan situasi tersebut. Pada pelaksanaan upacara Sipaha Lima seluruh Parmalim harus menghadirinya sehingga mereka dapat bersatu dengan pengikut parmalim yang berdatangan dari berbagai daerah di Nusantara. Haviland (1988; 197) mengatakan bahwa keikutsertaan dalam upacara keagamaan dapat menimbulkan suatu rasa transendensi pribadi, suatu gelombang keyakinan, rasa keamanan dan bahkan rasa ekstase atau rasa bersatu dengan sesama yang beribadat. Perayaan Upacara pada Parmalim inilah yang dijadikan sebagai cara agar mereka dapat membangun kepercayaan mereka yang terasing dari masyarakat luas, serta ketaatan pada adat istiadat yang selalu dipertahamkam dari dulu hingga

sekarang sehingga para pengikutnya bisa membangun kepercayaan untuk tetap bisa bertahan sampai saat ini. 1.6. Metode Penelitian Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kulitatif yang bersifat deskriptif. Dimana penelitian ini akan mencoba mendeskripsikan secara nyata dan sistematis mengenai kepercayaan Parmalim dalam mempertahankan kepercayaan mereka ditengah-tengah tantangan yang mereka hadapi di dalam kehidupan bermasyarakat dengan umat yang beragama lain. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong 2006; 4) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, dimana pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu tersebut secara holistik atau utuh. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu sebagai berikut: 1. Teknik observasi Teknik ini dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti dan dibantu dengan alat dokumentasi seperti kamera dan alat perekam yaitu type recorder. Focus utama peneliti adalah melihat dan mengamati jalannya upacara sipaha lima yang dilaksanakan pada bulan kelima menurut kalender etnis Batak T oba serta kesatuan umat Parmalim di dalam melaksanakan Upacara tersebut yang dapat membuat mereka mampu untuk mempertahankan kepercayaan mereka.

2 Teknik wawancara Wawancara yang akan dilakukan adalah wawancara mendalam ( deep interview ) dan wawancara bebas, dimana pertanyaan akan berfokus pada petanyaan yang terkait dengan perumusan masalah. Peneliti juga akan menggunakan alat perekam tape recorder dan catatan lapangan untuk menyimpan data yang didapat dari lapangan. Informan dalam penelitian ini adalah penduduk Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi, kecamatan Laguboti, kabupaten Toba Samosir dan masyarakat umat Parmalim yang berdomisili di Kota Medan tetapi peneliti tidak terlalu focus pada umat Parmalim yang berdomisili di kota Medan. Peneliti mengkategorikan informan menjadi 3 yaitu: a) Informan pangkal Informan pangkal pada penelitian ini adalah orang yang pertama kali diwawancarai oleh peneliti. b) Informan kunci Informan kunci pada penelitian ini adalah informan yang akan menjawab permasalahan pada perumusan masalah. c) Informan biasa Informan biasa pada penelitian ini adalah penduduk setempat yang merupakan penganut kepercayaan Parmalim dan masyarakat penganut kepercayaan Parmalim yang berdomisili di kota Medan. Untuk melengkapi data-data pada penulisan karya ilmiah ini peneliti telah melakukan penelitian ke lokasi penelitian di Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir sebanyak empat kali, dimana

penelitian pertama dilakukan pada bulan April tahun 2008, pada saat itu peneliti hanya meminta gambaran tentang umat Parmalim secara umum kepada salah satu keluarga keturunan Raja Mulia Naipospos yang bernama Monang Naipospos yang bertempat tinggal di Huta Parmalim. Penelitian kedua dilakukan pada saat pelaksanaan Upacara Sipaha Lima yang berlanggsung selama 3 hari yaitu pada bulan Juli tahun 2008, pada penelitian ini peneliti sudah mulai meneliti tentang Upacara Sipaha Lima dan telah menyaksikan secara langsung pelaksanaan Upacara Sipaha Lima tersebut, peneliti juga telah melakukan wawancara kepada Ihutan Parmalim yang merupakan pimpinan tertinggi dari Ugamo Malim. Penelitian ketiga dilakukan peneliti pada bulan Februari tahun 2009 dimana peneliti telah memfokuskan peneltiannya kepada Konstruksi Upacara Sipaha Lima Pada Kepercayaan Parmalim, sehingga peneliti langsung melakukan wawancara mendalam kembali kepada Ihutan, dan wawancara kepada umat Parmalim yang ada di Desa Pardomuan Nauli Hutatinggi, Desa Kampung Bibir aek Hutapea, Desa Lumban Na Bolon, Desa Hutapea, serta umat Parmalim yang ada di Balige, selain itu peneliti juga melakukan wawancara kepada umat Parmalim lainnya yang hadir pada saat marari sabtu dimana peneliti juga telah mengikuti ibadah marari sabtu pada penelitian ketiga ini. Dalam penelitian ketiga ini, peneliti bertempat tinggal di rumah umat Parmalim yang ada di Huta Parmalim selama 10 hari. Penelitian keempat dilakukan peneliti pada bulan April 2009 dimana peneliti sudah tinggal melengkapi data-data yang kurang serta mengikuti kembali ibadah marari sabtu di Huta Parmalim, pada penelitian ini peneliti juga sekalian

meminta surat bukti nahwa peneliti telah melakukan penelitian di Huta Parmalim tersebut. 1.7. Analisa Data Analisis data merupakan proses untuk mengatur dan mengkategorikan data yang di dapat. Hasil data yang sudah terkumpul kemudian akan diolah dan di analisis secara kualitatif. Proses analisis data dimulai dengan menelaah data yang terkumpul yang berasal dari hasil wawancara dan observasi. Setelah proses tersebut langkah selanjutnya adalah membuat abstraksi yang berisi inti atau rangkuman dari penelitian.