BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah gizi dan kesehatan anak umumnya adalah gizi buruk, gizi kurang, gizi lebih, masalah pendek, anemia kekurangan zat besi, dan karies gigi. Kekurangan vitamin A (KVA) dan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) juga masih merupakan masalah gizi pada anakanak di Indonesia. Banyaknya penggunaan bahan tambahan makanan (food additive) sebagai penambah rasa, zat pengawet, pewarna, dan pemanis perlu diwaspadai karena sering digunakan melebihi batas aman atau menggunakan bahan yang berbahaya untuk kesehatan, (Almatsier, 2011). Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu terutama di perkotaan menyebabkan perubahan gaya hidup, terutama dalam pola makan. Pola makan tradisional yang mengandung karbohidrat dan serat kasar yang tinggi, serta rendah lemak telah berubah menjadi rendah karbohidrat dan serat kasar, serta tinggi lemak. Hal tersebut telah menggeser mutu makanan yang tadinya seimbang menjadi tidak seimbang. (Almatsier, 2009). Pola makan yang salah mudah menyebabkan kelebihan masukan energi yang dapat menimbulkan kegemukan bahkan gizi lebih atau obesitas. Kegemukan dan obesitas merupakan dua hal yang berbeda, namun keduanya sama-sama menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebih di dalam tubuh, yang ditandai dengan peningkatan indeks massa tubuh di atas normal. Penderita obesitas mengalami penumpukan lemak 1
yang lebih banyak dibandingkan penderita kegemukan. Kegemukan dan obesitas terjadi apabila total asupan energi yang terkandung di dalam makanan melebihi jumlah total energi yang dibakar dalam proses metabolisme. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penyebab kegemukan dan obesitas bersifat multifaktor antara lain karena faktor genetik, ras, perubahan pola makan, aktivitas fisik serta fasktor psikologis. Bahkan kegemukan dan obesitas ini kini terjadi bukan hanya pada orang dewasa namun juga pada anak-anak (Utama, 2007) Pada saat anak-anak, kegemukan bisa disebabkan akibat makan melebihi kebutuhan, kurangnya aktivitas fisik, dan karena pengaruh dari iklan makanan yang berrlebihan. Gaya hidup masa kini juga bisa menyebabkan kegemukan yaitu adanya kecenderungan suka mengonsumsi makanan fast food modern seperti burger, pizza, french fries dan lainnya yang mengandung lemak dan kalori tinggi namun kurang serat, vitamin dan mineral (Robinson, dkk., 2007). Menurut data RISKESDAS tahun 2013, secara nasional prevalensi status gizi pada anak umur 5-12 tahun pada kategori normal 70%. Prevalensi kurus menurut (IMT/U) pada anak umur 5-12 tahun adalah 11,2%, terdiri dari 4% sangat kurus dan 7,2% kurus. Prevalensi status gizi gemuk pada anak umur 5-12 tahun secara nasional masih tinggi yaitu 18,8% yang terdiri dari gemuk 10,8% dan sangat gemuk (obesitas) 8,8%. Pada wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta, prevalensi anak dengan kategori gemuk sebesar 9,1%, kategori sangat gemuk 6,9%, kategori normal 76,5%, kategori kurus 5,8%, dan kategori sangat kurus 1,7%. 2
Maraknya restoran fast food di Indonesia, dapat meningkatkan terjadinya prevalensi obesitas pada anak-anak (Purwati, dkk., 2000). Jenis bisnis waralaba seperti fast food di Indonesia merupakan bisnis terbesar dibanding bisnis waralaba jenis lain, dan diwakili oleh outlet-outlet Kentucky Fried Chicken, Wendy s, McDonald, Pizza Hut, Dunkin s Donut, dan lainnya (Dianawati, dkk., 2000). Di Yogyakarta, saat ini bermunculan banyak fast food lokal seperti burger, french fries, shake, pizza, cola, fried chicken, salad, ikan olahan, chip, sandwich, tacos, hot dog yang dijual oleh pedagang eceran atau perusahaan lokal, seperti Edam, Monalisa, Tela-tela, Kentuku Fried Chicken, Jogja Chicken, dan lainnya. Menurut penelitian Rydell dkk. (2008), dari 594 responden 92% memilih alasan untuk mengonsumsi fast food karena cepat penyajiannya, mudah untuk diakses (80%), dan memiliki citarasa makanan yang baik (69%). Alasan lainnya, mengkonsumsi fast food adalah cara untuk bersosialisasi dengan keluarga dan teman (33%), makanan yang mengandung nutrisi (21%), dan merupakan tempat hiburan (12%). Penelitian McIntosh dkk. (2011) juga menunjukkan bahwa, pola hidup orang tua, orang tua yang bekerja, kebiasaan makan orang tua dan persepsi dari makanan keluarga, serta waktu yang digunakan anak-anak berpengaruh pada waktu yang mereka gunakan di restoran fast food dan full service. Pada penelitian Dunn dkk. (2011), menyebutkan bahwa kenyamanan, kepuasan, keluarga dan teman, faktor yang memfasilitasi seperti, pola hidup yang sibuk, menyidam untuk makan fast food, tidak mengetahui cara memasak, bekerja dalam waktu lama, dan makan sendirian. Adapun faktor penghambat dalam mengonsumsi fast food adalah perasaan yakin terhadap 3
diri sendiri, kekhawatiran mengenai isu-isu sosial, seperti; kehilangan tradisi makan keluarga, anak-anak tidak belajar mengenai persiapan makanan dan pangan, kebiasaan yang membentuk sifat untuk sering menkonsumsi, dan terkait dengan pola hidup sedenter. Konsumsi soft drink dan fast food diperkirakan akan meningkatkan berat badan sebesar kurang lebih 0,4 kg/tahun (Jacobs, 2006). Menurut hasil penelitian Padmiari (2002), anak-anak SD Kota Denpasar, Propinsi Bali yang mengonsumsi fast food 75% dari asupan kalori beresiko obesitas 12 kali lebih besar dibandingkan dengan anak SD yang mengonsumsi 75% kalori dari fast food. Peningkatan berat badan yang terkait dengan konsumsi fast food ditingkatkan dengan adanya gaya hidup tidak aktif (Jacobs, 2006). Dari uraian tersebut, penulis ingin mengetahui hubungan keputusan memilih restoran fast food dan frekuensi konsumsi fast food terhadap status gizi pada anak sekolah dasar di Yogyakarta. B. Perumusan Masalah Rumusan permasalahan yang diajukan dalam penelitian adalah : 1. Apakah ada hubungan antara keputusan memilih restoran fast food dan frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi pada anak sekolah dasar? 2. Apakah ada hubungan antara keputusan memilih restoran fast food dengan status gizi pada anak sekolah dasar? 3. Apakah ada hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi? 4
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan keputusan memilih restoran fast food dan frekuensi konsumsi fast food terhadap status gizi. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui karakteristik responden berdasarkan umur, kelas, dan jenis kelamin. b. Mengetahui status gizi siswa yang jarang, tidak pernah, dan sering mengonsumsi fast food. c. Mengetahui frekuensi konsumsi fast food modern pada anak Sekolah Dasar. d. Mengetahui hubungan antara keputusan memilih restoran fast food dengan status gizi. e. Mengetahui hubungan antara frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi. f. Mengetahui hubungan antara keputusan memilih restoran fast food dengan frekuensi konsumsi fast food. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti a. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai keputusan memilih restoran fast food dan frekuensi konsumsi fast food terhadap status gizi. 5
b. Dapat mengetahui dampak yang ditimbulkan apabila sering mengonsumsi fast food. 2. Bagi Masyarakat a. Dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. E. Keaslian Penelitian 1. Pada penelitian yang dilakukan oleh McIntosh dkk. (2011), yang berjudul Determinants of Children s Use of and Time Spent in Fastfood and Full-service Restaurants. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi orang tua dan faktor penentu anak-anak dalam menggunakan waktu di restoran fast food dan full-service. Metode penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan jumlah responden 312 keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak (usia 9-11 dan 13-15 tahun). Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pentingnya pendekatan studi multi-teori dari jenis perilaku makan anak-anak. Waktu yang digunakan di restoran dari berbagai jenis mengalami dampak yang berkaitan dengan orang tua yang bekerja, pola asuh orang tua yang bekerja (ayah dan ibu), persepsi orang tua mengenai pentingnya makanan keluarga, sosialisasi orang tua melalui perilaku makan, waktu yang digunakan anak di dalam mobil dengan orang tuanya, dan teman sebaya mempengaruhi pemilihan makanan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah subjek yang digunakan orang tua dan anak sedangkan penelitian ini menggunakan subjek anak saja. Variabel penelitian yang diteliti juga tidak sama. Penelitian 6
tersebut meneliti variabel penggunaan waktu selama di restoran fast food dan full-service oleh anak-anak. Faktor penentu yang digunakan meliputi; jadwal kerja orangtua, pola asuh orang tua, dan persepsi ritual makan keluarga. Sedangkan pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah keputusan memilih restoran fast food, perilaku konsumsi fast food, dan status gizi. 2. Pada penelitian yang dilakukan oleh Padmiari (2002) yang berjudul Prevalensi Obesitas dan Konsumsi Fast Food sebagai Faktor Resiko Terjadinya Obesitas pada Anak SD di Kota Denpasar Provinsi Bali. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi obesitas pada anak sekolah dasar di kota Denpasar, Bali. Metode penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan jumlah responden 140 anak yang berusia 6-12 tahun. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan semakin banyak jenis fast food yang dikonsumsi dan semakin besar jumlah kalori fast food yang dikonsumsi maka semakin tinggi kejadian obesitas. Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah variabel penelitian yang diteliti. Pada penelitian ini yang diteliti adalah keputusan anak memilih restoran fast food, frekusensi konsumsi fast food, dan status gizi anak sekolah dasar. 3. Pada penelitian yang dilakukan oleh Danastri (2008) yang berjudul Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food Lokal dengan Kejadian Obesitas pada Anak-Anak SD Tarakanita Bumijo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan frekuensi konsumsi fast food lokal, perbedaan asupan energi dari fast food 7
lokal, perbedaan aktivitas fisik, serta perbedaan pendapat orang tua antara anak-anak yang obesitas dan tidak obesitas di SD Tarakanita Bumijo, Yogyakarta. Metode penelitian ini menggunakan desain casecontrol pada anak-anak kelas 4, 5, dan 6 yang berjumlah 662 anak. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa kejadian obesitas pada anak-anak SD Tarakanita Bumijo bukan dikarenakan asupan energi yang tinggi dari fast food lokal melainkan aktivitas fisiknya yang rendah. Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah variabel penelitian yang diteliti. Pada penelitian ini yang diteliti adalah keputusan anak memilih restoran fast food, frekuensi konsumsi fast food, dan status gizi anak sekolah dasar. Metode penelitian yang digunakan juga berbeda, penelitian ini menggunakan desain crosssectional. 4. Pada penelitian yang dilakukan oleh Faridha (2006) yang berjudul Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food dan Konsumsi Sayuran dengan Status Gizi pada siswa SMA Negeri di Kota Yogyakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara konsumsi fast food dan konsumsi sayuran dengan status gizi siswa SMA Negeri dikota Yogyakarta. Metode penelitian ini menggunakan desain crossectional pada siswa SMA yang berusia 15-18 tahun. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada hubungan antara konsumsi fast food, konsumsi sayuran, dan konsumsi energi dengan status gizi. Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah variabel penelitian yang diteliti. Pada penelitian ini yang diteliti adalah 8
keputusan anak memilih restoran fast food, frekusensi konsumsi fast food, dan status gizi anak sekolah dasar. Responden yang digunakan pada penelitian ini juga berbeda. Pada penelitian ini peneliti mengambil responden anak SD. 5. Pada penelitian yang dilakukan oleh Suhendro (2003) yang berjudul Fast Food sebagai Faktor Resiko Terjadinya Obesitas pada Remaja Siswa-Siswi SMU di Kota Tangerang Propinsi Banten. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola konsumsi fast food, mengetahui pengaruh frekuensi konsumsi fast food, mengetahui jumlah kontribusi energi mengonsumsi fast food, pengaruh jumlah banyaknya variasi mengonsumsi fast food, hubungan aktivitas seharihari terhadap kejadian obesitas pada remaja siswa-siswi SMA di Kota Tangerang Propinsi Banten, dan mengetahui hubungan antara obesitas pada siswa-siswi SMA dengan riwayat obesitas pada waktu SMP. Metode penelitian ini menggunakan desain casecontrol pada siswa SMA yang berusia dibawah 18 tahun dengan jumlah responden 379 siswa. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa jumlah banyaknya variasi fast food yang dikonsumsi tidak berpengaruh terhadap terjadinya obesitas. Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah variabel penelitian yang diteliti. Pada penelitian ini yang diteliti adalah keputusan anak memilih restoran fast food, frekusensi konsumsi fast food, dan status gizi anak sekolah dasar. Responden yang digunakan pada penelitian ini juga berbeda. Pada penelitian ini peneliti 9