BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah

dokumen-dokumen yang mirip
DAFTAR GAMBAR. Gambar 1.1 Kontribusi Sektor Kehutanan terhadap PDB Nasional Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional merupakan cerminan keberhasilan pembangunan. perlu dilaksanakan demi kehidupan manusia yang layak.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh dengan cepat. Pariwisata merupakan industri baru yang mampu

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan atas sumber daya

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

Sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan di

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

VII. ANALISIS KETERKAITAN SEKTOR BERBASIS KEHUTANAN Keterkaitan Sektor Berbasis Kehutanan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi ialah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Secara fisik Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

I. PENDAHULUAN. utama ekonomi, pengembangan konektivitas nasional, dan peningkatan. dalam menunjang kegiatan ekonomi di setiap koridor ekonomi.

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kuncoro (2010: 4) menyebutkan bahwa pembangunan di Negara Sedang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. sosial. Selain itu pembangunan adalah rangkaian dari upaya dan proses yang

Analisis keterkaitan sektor tanaman bahan makanan terhadap sektor perekonomian lain di kabupaten Sragen dengan pendekatan analisis input output Oleh :

PERTUMBUHAN EKONOMI ASAHAN TAHUN 2013

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TUGAS MODEL EKONOMI Dosen : Dr. Djoni Hartono

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB I P E N D A H U L U A N. sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN. 4.1 Kesimpulan. 1. Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang (backward linkage) tertinggi

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN I TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan yang dapat dijadikan tolok ukur

Pengertian Produk Domestik Bruto

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

I. PENDAHULUAN. Daya saing Indonesia menurut World Economic Forum tahun 2008/2009 berada

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA TAHUN 2008 SEBESAR 5,02 PERSEN

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. seluruh stakeholders untuk memberikan kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2012

I.PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan sebagai perangkat yang saling berkaitan dalam

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

I. PENDAHULUAN. utama. Industrialisisasi dimasa sekarang tidak dapat terlepas dari usaha dalam

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, dan (4) keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

Boks 1. Dampak Pembangunan Industri Hilir Kelapa Sawit di Provinsi Riau : Preliminary Study IRIO Model

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Usaha ini

BAB I PENDAHULUAN. pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan

BAB 4 ANALISIS HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting di Indonesia. Sektor pertanian merupakan

BADAN PUSAT STATISTIK

BAB I. PENDAHULUAN I. 1. Perumusan Masalah

Statistik KATA PENGANTAR

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA TRIWULAN II-2008

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan suatu daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. yang menyebabkan GNP perkapita (Gross National Product) atau pendapatan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

BPS KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR

Transkripsi:

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 menyatakan bahwa hutan adalah kesatuan ekosistem sumber daya alam hayati beserta lingkungannya yang tidak terpisahkan. Hutan merupakan kekayaan Indonesia yang memberikan manfaat multiguna yaitu sebagai sumber pendapatan dengan berbagai produksi hasil hutan, perlindungan tata air, produsen jasa lingkungan dan sebagainya. Oleh karena itu, hutan wajib diurus dan dimanfaatkan secara optimal serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kehutanan merupakan salah satu sektor strategis dalam pembangunan nasional mengingat luas kawasan hutan di Indonesia. Dari total wilayah daratan Indonesia seluas ± 187.670.600 hektar, sekitar 52,4 persen diantaranya atau 98,56 juta hektar merupakan kawasan hutan (Kementerian Kehutanan, 2012a: 6). Kawasan hutan tersebut terdiri atas kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam (KSA/KPA) seluas 15,92 juta hektar, hutan lindung (HL) 24,80 juta hektar, hutan produksi terbatas (HPT) 18,97 juta hektar, hutan produksi (HP) 20,63 juta hektar dan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) 10,61 juta hektar serta area penggunaan lain (APL) 8,63 juta hektar (Kemenhut, 2012a: 20). Sebagai elemen kekayaan alam yang dapat diperbaharui (renewable), hutan dapat dijadikan modal bagi pertumbuhan ekonomi dan penopang sistem kehidupan. Pemerintah menjadikan pembangunan kehutanan sebagai bagian integral dari pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional. Peran kehutanan dalam 1

2 pembangunan ekonomi nasional bertumpu pada 3 (tiga) hal yaitu pertama, penyediaan devisa untuk membangun sektor lain dan meningkatkan kinerja ekonomi makro. Sebagai contoh, pada tahun 2013 sektor kehutanan mampu memberikan devisa melalui ekspor produk industri kehutanan yang dikirim ke 154 negara, termasuk 27 negara Uni Eropa. Jumlah pelabuhan muat yang digunakan sebanyak 69 pelabuhan dan pelabuhan bongkar sebanyak 1.068 pelabuhan. Total nilai produk yang diekspor sebesar US$ 5.447.803.717 dengan kelompok panel (woodworking) mendominasi ekspor produk industri kehutanan (SILK Kemenhut, 2013). Kedua, penyediaan lahan dan produk jasa ekologi sebagai modal awal pembangunan berbagai sektor non kehutanan terutama pertanian, perkebunan, infrastruktur, industri, energi dan pertambangan, pariwisata dan sebagainya. Sejak tahun 1980 sampai tahun 2000, kehutanan telah menyediakan lahan seluas 30 juta hektar untuk perluasan sektor non kehutanan. Ketiga, peranan hutan dalam pelayanan jasa lingkungan hidup dan lingkungan sosial masyarakat. Termasuk di dalamnya stabilitas tata lingkungan, perlindungan keanekaragaman hayati, pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah, serta pengaturan tata air dan udara. Peran kehutanan dalam perekonomian sangat potensial, kompleks, dan saling terkait (Haeruman, 2005). Kontribusi kehutanan terhadap pembangunan wilayah ditunjukkan antara lain dengan terbukanya wilayah-wilayah terpencil melalui ketersediaan jalan karena ada ijin Hak Pengusahaan Hutan (HPH), sehingga menjadi motor penggerak pembangunan nasional terutama dalam membangun pusat pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah terpencil di luar Jawa.

3 Peran kehutanan cukup banyak dan strategis, namun di sisi lain berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) (2013) diketahui kontribusi sektor kehutanan dalam Produk Domestik Bruto nasional pada periode 10 tahun terakhir nilainya relatif kecil dan cenderung menunjukkan tren penurunan. Sebagai gambaran, pada tahun 2000 kontribusi kehutanan terhadap PDB nasional adalah sebesar 1,18 persen (Rp16,34 triliun). Angka ini turun menjadi sebesar 0,70 persen (Rp17,42 triliun) pada tahun 2012 (BPS, 2013), seperti yang terlihat pada Gambar 1.1 berikut. triliun Sumber: BPS, 2013 Gambar 1.1 Nilai dan Persentase Kontribusi Kehutanan terhadap PDB Nasional Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000 2012 (triliun rupiah) Kondisi sektor kehutanan di Provinsi Jawa Tengah tidak begitu berbeda dengan sektor kehutanan nasional. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Pulau Jawa dengan luas wilayah 3.254.412 ha atau 25,04 persen dari luas Pulau Jawa (1,70 persen dari luas Indonesia) dan berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pembangunan sektor kehutanan di Provinsi Jawa Tengah meliputi hutan

4 negara dan pengembangan hutan rakyat di lahan milik pribadi. Potensi sumber daya hutan meliputi kawasan hutan negara seluas 647.133 ha atau 19,55 persen dari total luas Jawa Tengah. Sesuai dengan Surat Keputusan Penunjukan Menteri Kehutanan No.359/Menhut-II/2004, hutan negara terbagi atas hutan lindung seluas 84.430 ha, hutan produksi seluas 546.290 ha, dan hutan konservasi seluas 126.530 ha. No Tabel 1.1 Luas dan Persentase Kawasan Hutan di Provinsi Jawa Tengah 2011 Fungsi Kawasan Hutan Luas (Ha) % Terhadap Luas Kawasan Hutan Negara % Terhadap Luas Provinsi I HUTAN NEGARA 1. Hutan Produksi 546.290 84,42 16,79 Hutan Produksi 362.360 55,99 11,13 Hutan Produksi Terbatas 183.930 28,42 5,65 2. Hutan Lindung 84.430 13,05 2,59 3. Kawasan Konservasi 126.530 Kawasan Suaka Alam dan 16.413 2,54 0,50 Kawasan Pelestarian Alam Kawasan Konservasi Perairan 110.117 17,02 3,38 Luas Kawasan Hutan Negara 647.133 100 19,88 Luas Kawasan Hutan Negara dan 757.250 Konservasi Perairan *) II Luas Daratan Provinsi Jawa Tengah 3.254.412 Sumber: Kementerian Kehutanan, 2012 b Pengelolaan kawasan hutan negara ditopang dengan pengembangan hutan rakyat yang digalakkan oleh pemerintah. Pada tahun 2010 luas hutan rakyat di Jawa Tengah sekitar 412.980,69 hektar, kemudian meningkat menjadi 742.923 hektar pada tahun 2012. Artinya, sejak 2010 terjadi peningkatan luas hutan rakyat di Jawa Tengah sebesar 329.943 hektar (Kompas, 2012). Perkembangan hutan rakyat sangat penting bagi sektor kehutanan di Provinsi Jawa Tengah, karena selain mendukung pasokan kayu bagi pasar di dalam provinsi, juga sebagai sarana untuk memperbaiki lahan-lahan kritis. Hutan di Jawa Tengah menempati

5 peringkat ketiga hutan terluas di Pulau Jawa, di bawah Provinsi Jawa Timur dan Jawa Barat, sehingga perannya menjadi strategis bagi pembangunan wilayah Provinsi Jawa Tengah. Peran sektor kehutanan ditunjukkan dengan kontribusinya terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di dalam dan di sekitar kawasan hutan. Kawasan hutan di Provinsi Jawa Tengah hanya sekitar 0,8 persen dari luas total hutan di Indonesia tetapi harus menyangga kehidupan sekitar 15 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Sebanyak 1.581 desa berada di tepi kawasan hutan dan 6.795 desa di sekitar kawasan hutan dan menjadi provinsi terbanyak kedua untuk desa di dalam kawasan hutan setelah Provinsi Kalimantan Tengah (Kemenhut, 2010: 19). Kondisi demikian menyebabkan tekanan penduduk terhadap kelestarian sumber daya hutan menjadi sangat besar. Peran kehutanan dalam perekonomian ditunjukkan dengan keberadaan industri kehutanan yang cukup berkembang dan mampu bertahan karena ditopang oleh pasokan kayu dari dalam wilayah Jawa Tengah dan dari luar Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu sentra industri furniture nasional yang sebagian besar produknya ditujukan untuk ekspor dan menjadi penghasil devisa yang cukup besar. Data statistik tahun 2013 menunjukkan bahwa nilai ekspor kayu dan barang dari kayu masuk dalam kelompok tiga besar komoditas utama yang mempunyai nilai ekspor tertinggi dengan nilai ekspor mencapai US$ 85,65 juta atau 17,21 persen dari total ekspor (BPS Prov. Jateng, 2013). Produk industri furniture kayu merupakan komoditas unggulan dan telah menyumbang sekitar 22 24 persen terhadap nilai ekspor non migas nasional. Industri furniture

6 terbesar berada di Jepara, disusul kemudian Surakarta dan kota-kota lain seperti Semarang dan Blora. Menurut data dari TPKS (Terminal Peti Kemas Semarang) pada tahun 2012 ekspor komoditas unggulan masih berpihak pada mebel dengan persentase mencapai 26 persen, disusul oleh komoditas kayu. Kontribusi kehutanan dalam penerimaan negara dinyatakan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah Tahun 2013 bahwa selama tahun 2000 2012 pendapatan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) Provinsi Jawa Tengah yang disetor ke pemerintah pusat menunjukkan kenaikan dari Rp18,49 miliar menjadi Rp40,74 miliar. Peran penting sektor kehutanan dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah terutama kontribusinya terhadap ekspor non migas ternyata apabila dilihat dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kontribusi kehutanan kondisinya relatif kecil dan polanya hampir serupa dengan kontribusi kehutanan di tingkat nasional terhadap PDB. Selama lebih dari satu dekade terakhir kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Provinsi Jawa Tengah hanya berkisar 0,31 persen hingga 0,51 persen dan cenderung menunjukkan penurunan. Pada tahun 2000 kontribusi kehutanan sebesar 0,51 persen (Rp582,56 miliar) dan turun menjadi 0,31 persen (Rp645,80 miliar) pada tahun 2012. Jika dibandingkan dengan sektor lain misalnya sektor pertanian pangan yang memiliki kontribusi terhadap PDRB sekitar 12 16 persen, industri pengolahan sekitar 31 32 persen, dan perdagangan sekitar 22 persen, maka kontribusi sektor kehutanan Jawa Tengah jauh lebih kecil. Hal ini menjadi salah satu penyebab yang menjadikan peran dan posisi kehutanan dalam perekonomian regional maupun nasional dipandang sebelah mata dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya.

7 Tabel 1.2 Distribusi Persentase PDRB Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2000 2012 Lapangan Usaha 2000 2004 2008 2010 2011 2012 1. Pertanian 22,78 21,07 19,57 18,69 17,85 17,41 a. Tanaman Bahan Pangan 16,12 15,23 13,78 13,15 12,39 12,06 b. Tanaman Perkebunan 2,22 1,94 1,82 1,68 1,65 1,62 c. Peternakan 2,55 2,27 2,47 2,49 2,47 2,42 d. Kehutanan 0,51 0,34 0,33 0,34 0,33 0,31 e. Perikanan 1,38 1,29 1,17 1,03 1,01 1,01 2. Tambang & galian 0,96 0,98 1,10 1,12 1,11 1,12 3. Industri pengolahan 31,11 32,40 32,94 32,83 33,01 32,73 4. Listrik, gas & air bersih 0,76 0,78 0,84 0,86 0,86 0,86 5. Bangunan 4,59 5,49 5,74 5,89 5,93 5,96 6. Perdag., hotel & restoran 22,72 20,87 20,96 21,42 21,77 22,16 7. Angkutan & komunikasi 4,52 4,79 5,11 5,24 5,37 5,45 8. Keuangan & perusahaan 3,78 3,55 3,70 3,76 3,78 3,89 9. Jasa-jasa 8,78 10,06 10,04 10,18 10,32 10,42 PDRB (miliar rupiah) 114.701,30 135.789,87 168.034,48 186.992,98 198.270,11 210.848,42 Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, berbagai tahun terbitan milyar Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, berbagai tahun terbitan Gambar 1.2 Nilai dan Persentase Kontribusi Kehutanan terhadap PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Provinsi Jawa Tengah Tahun 2000 2012 Fenomena manfaat dan peran sektor kehutanan Provinsi Jawa Tengah yang strategis tetapi relatif kecil kontribusinya terhadap perekonomian dapat dijelaskan dengan pendekatan berdasarkan perhitungan ekonomi manfaat hutan. Kontribusi

8 kehutanan dalam perekonomian wilayah ditunjukkan pada perhitungan PDRB wilayah yang bersangkutan. PDRB hanya menghitung manfaat hutan berupa hasil hutan yang terhitung (quantitative products), bernilai uang (financial values), dan hasil hutan yang dipasarkan (marketed products). Manfaat-manfaat hutan tersebut dimasukkan dalam 3 (tiga) sektor yaitu hasil kayu, hasil non kayu, dan jasa lingkungan, sedangkan kontribusi dari industri kehutanan dimasukkan sebagai kontribusi sektor non kehutanan. Hal tersebut menyebabkan ketidaktepatan penempatan manfaat ekonomi hutan, sehingga kontribusi sektor kehutanan dalam perekonomian menjadi kecil. Peranan ekonomi kehutanan sangat menentukan persepsi para pihak untuk mencapai peningkatan manfaat hasil dan kelestarian hutan. Kesalahan persepsi pengambil kebijakan yang disebabkan oleh ketidaktepatan dalam melihat manfaat suatu sektor dapat mengakibatkan kesalahan dalam membuat program pembangunan sektoral. Kontribusi kehutanan terhadap perekonomian Provinsi Jawa Tengah tidak hanya dilihat dari nilai dan kontribusi terhadap PDRB saja, namun harus memperhatikan multiplier effect sektor tersebut baik terhadap output, pendapatan dan tenaga kerja, serta harus dilihat pula keterkaitan sektor kehutanan terhadap sektor-sektor lainnya. Analisis input output (IO) digunakan dalam penelitian ini karena mampu memperlihatkan aspek-aspek seperti multiplier effect dan keterkaitan antarsektor yang selama ini terabaikan. Penelitian ini mencakup perekonomian di Provinsi Jawa Tengah dengan objek yang diteliti adalah peran dan keterkaitan sektor kehutanan dengan sektor lainnya serta posisinya dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah dalam kurun

9 waktu tahun 2000 2008. Data yang digunakan adalah data dari Tabel yang diterbitkan oleh BPS Provinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Tengah tahun 2000, 2004, dan 2008. Data input output yang terakhir diterbitkan oleh BPS dan Bappeda Provinsi Jateng adalah data input output tahun 2008. Data input output tidak diterbitkan tiap tahun, tetapi dengan selang waktu yang panjang mengingat begitu sulit penyusunan data ini. Ada beberapa daerah menerbitkan Tabel dengan selang waktu 5 tahun sekali, 10 tahun, 15 tahun bahkan ada yang hanya baru mampu membuatnya sekali saja. Kesulitan paling utama menyangkut peliputan data distribusi intermediate input dan distribusi intermediate output secara sektoral, yang memerlukan proses yang panjang, biaya sangat mahal, dan sumber daya manusia yang memadai. 1.2 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian tentang analisis input output yang telah dilakukan sebelumnya dan digunakan sebagai acuan penelitian ini adalah. Tabel 1.3 Hasil Penelitian Terdahulu terkait dengan Analisis Sektoral No Nama Peneliti 1. Negara (2010) Alat Analisis Kesimpulan 1. Peranan sektor kehutanan dan industri kayu nasional terhadap output, nilai tambah dan kesempatan kerja cenderung menurun selama periode 1995-2008 ratarata sebesar 0,75 persen pada sektor kehutanan dan 2,045 persen pada industri kayu, bambu dan rotan. 2. Sumbangan industri kayu lebih besar dibandingkan kehutanan primer dalam output dan nilai tambah, kehutanan primer lebih berperan dalam penyerapan tenaga kerja yang lebih besar. 3. Sektor kehutanan memiliki angka pengganda (output, tenaga kerja dan pendapatan) relatif tinggi.

10 2. Sadiyah (2006) 3. Ulya dan Yunardi (2004) 4. Santosa, (2006) 5. Indartik dan Suryandari, (2008) 6. Dahal et. al., (2009) SNSE, IMPLAN (Impact Analysis) 1. Sektor kehutanan Kalimantan Tengah memberikan peranan yang besar pada ekspor (34,1 persen). Kontribusinya pada output peringkat keempat, peringkat ketiga pada investasi, dan peringkat kedua pada struktur tenaga kerja. 2. Kehutanan memiliki keterkaitan ke belakang yang besar untuk sektor kehutanan sendiri dan transportasi serta komunikasi, dan memiliki indeks penyebaran dan kepekaan yang tinggi (>1). Pengganda pendapatan dan pengganda output menempati peringkat kedua. 3. Kehutanan merupakan salah satu sektor prioritas utama dalam perekonomian Kalimantan Tengah. 1. Kontribusi sektor kehutanan terhadap output maupun permintaan akhir kecil, namun perannya dalam memberikan nilai tambah adalah yang terbesar setelah sektor pertanian tanaman pangan. 2. Sektor kehutanan bukan merupakan sektor kunci dalam perekonomian Indonesia jika dilihat dari derajat kepekaan dan daya penyebaran. 3. Sektor kehutanan berperan paling besar dalam penyerapan tenaga kerja, dibandingkan dengan penggandaan output dan penggandaan pendapatan. 1. Peranan ekonomi kehutanan pada perhitungan PDRB Provinsi Jawa Tengah cukup signifikan (0,51 persen) perhitungan standar dari total output sebesar 342,15 triliun. 2. Kontribusi penebangan kayu kurang signifikan terhadap PDRB, hasil hutan non kayu, jasa wisata air dan udara bersih memiliki manfaat nyata, dan terkait erat dengan sektor perdagangan, industri dan dapat menjadi pendorong aktifitas ekonomi kehutanan. 1. Kontribusi industri berbasis kayu cukup besar terhadap output di Kalimantan Tengah pada tahun 2004. 2. Industri penggergajian kayu dan kayu awetan merupakan sektor unggulan, sektor pendukungnya adalah kayu, plywood, industri bahan bangunan dari kayu. 3. Industri bahan bangunan dari kayu memiliki output multiplier tertinggi, income multiplier tertinggi sektor industri penggergajian kayu dan labour multiplier tertinggi adalah sektor pengawetan kayu. 1. Dari tahun 2001 sampai 2009, jumlah lapangan kerja pada industri hasil hutan di daerah selatan mengalami penurunan sebesar 33,9 persen dan upah industri juga mengalami penurunan sebesar 4,9 persen.

11 7. Ismail (2006) 2. Dari tahun 2001 sampai 2009, jumlah lapangan kerja pada industri hasil hutan di daerah selatan mengalami penurunan sebesar 33,9 persen dan upah industri juga mengalami penurunan sebesar 4,9 persen. 3. Total output industri untuk industri hasil hutan hanya meningkat 15,1 persen, lebih kecil daripada total output industri yang meningkat sebesar 51,7 persen. sektor kayu dan produk kayu turun sebesar 21,6 persen, sektor kertas dan produk sejenisnya meningkat sebesar 42,7 persen, furnitur kayu itu tetap relatif datar (-4.3 persen). 4. Industri hasil hutan menghasilkan 0,8 persen lapangan pekerjaan dari total perekonomian daerah selatan; 1 persen nilai tambah; 1,6 persen total output industri pada tahun 2009, berkurang dari masing-masing sebesar 1,3 persen; 1,3 persen; 2,1 persen pada tahun 2001. Beberapa penurunan ini diimbangi dengan kenaikan pengganda yakni pengganda lapangan pekerjaan dan pengganda pendapatan yang terbesar dihasilkan oleh sektor kertas, sementara pengganda output dan nilai tambah yang terbesar dihasilkan oleh sektor kayu dan produk kayu. 1. Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi Malaysia, meskipun pemerintah lebih berfokus pada manufaktur dan jasa namun sektor pertanian masih belum dilupakan. Kegiatan pertanian telah banyak memberikan kontribusi bagi pengembangan ekonomi secara langsung maupun tidak langsung. Pertanian merangsang ekonomi dan bertindak sebagai katalis yang mempercepat ekonomi pembangunan di Malaysia. Industri yang sedang berkembang baru seperti industri berbasis agro sangat tergantung pada kegiatan pertanian, setidaknya sebagai sumber input. 2. Pengembangan dari sektor pertanian sektor diikuti langkah serius dalam mengembangkan pasar baru untuk komoditas pertanian, nilai tambah melalui pengolahan produk pertanian yang diproduksi secara lokal, mempromosikan pengembangan usaha kecil dalam perekonomian. 3. Peningkatan nilai tambah di sektor pertanian sedang aktif diupayakan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan.

12 8. Roberts et. al., (1999) 1. Simulasi dampak dengan mengeluarkan sektor kehutanan dari perekonomian diperkirakan mengakibatkan pengurangan nilai output bruto perekonomian Skotlandia sebesar 442 juta poundsterling, 47 persen diantaranya terkait dengan penghapusan industri kehutanan itu sendiri. Sisa 243 juta poundsterling berkaitan dengan penurunan nilai output dari sektor-sektor ekonomi lainnya. 2. Kehutanan telah mengalami perubahan struktural dan teknologi yang cepat dalam beberapa dekade terakhir. Terjadi pergeseran pola tanam baru terhadap hutan alam asli berdaun lebar dengan tanaman berdaun jarum. Jenis tanaman berhubungan dengan besar dan pola pengeluaran untuk pengeluaran input dan arus output yang sangat berbeda. 3. Kehutanan telah mengalami perubahan struktural dan teknologi yang cepat dalam beberapa dekade terakhir. Terjadi pergeseran pola tanam baru terhadap hutan alam asli dan berdaun lebar dengan tanaman berdaun jarum. Jenis tanaman berhubungan dengan besar dan pola pengeluaran untuk pengeluaran input dan arus output yang sangat berbeda. Hal ini akan menimbulkan efek pengganda yang berbeda terhadap perekonomian yang lebih luas. 4. Hutan tanaman berdaun jarum menghasilkan efek pengganda permintaan tambahan per unit yang tertinggi, namun manfaat yang terkait dengan pemeliharaan hutan alam juga terbukti signifikan. Pertanian di lahan hutan diketahui memiliki dampak tidak langsung dan terpengaruh tenaga kerja per unit yang tertinggi. Dampak pekerjaan dan pendapatan langsung diperoleh dari penanaman lahan, pemeliharaan dan pemanenan. 5. Efek pengganda sektor kehutanan berbeda tiap daerah tergantung dari jenis hutan di wilayah tersebut, struktur perekonomian dan sejauh mana sektor ini berpengaruh di kawasan ini. Perbedaan antara penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya meliputi lokasi, periode penelitian, dan alat analisis yang digunakan. Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Jawa Tengah dengan menggunakan data inputoutput tahun 2000, 2004, dan 2008. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian

13 ini adalah analisis kontribusi, analisis multiplier, analisis keterkaitan (linkage analysis), dan analisis sektor unggulan dengan metode Rasmussen/Hirschman. 1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. menganalisis kontribusi sektor kehutanan terhadap output, permintaan antara (intermediate demand), pemintaan akhir (final demand) dan Nilai Tambah Bruto perekonomian Provinsi Jawa Tengah; 2. menganalisis angka pengganda output dan angka pengganda pendapatan di sektor kehutanan Provinsi Jawa Tengah; 3. menganalisis keterkaitan (backward and forward linkages) sektor kehutanan dengan sektor-sektor lainnya; 4. menganalisis posisi sektor kehutanan dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah dalam kurun waktu tahun 2000 sampai dengan tahun 2008 dengan menggunakan analisis sektor unggulan. 1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat penelitian adalah sebagai berikut. 1. Pengambil kebijakan Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang berguna dalam penyusunan program serta kebijakan yang tepat dalam pengelolaan sektor kehutanan mengingat nilai manfaat dan strategis kehutanan serta untuk evaluasi bagi instansi terkait dalam pelaksanaan program pengelolaan kehutanan yang selama ini telah dilaksanakan.

14 2. Ilmu pengetahuan Secara umum hasil penelitian ini diharapkan menambah khasanah ilmu ekonomi khususnya mengenai peranan sektor kehutanan dalam perekonomian di Provinsi Jawa Tengah. 1.4 Sistematika Penulisan Penelitian mengenai analisis input output sektor kehutanan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2000 2008 ini disusun menjadi 4 (empat) bab. Bab I pengantar yang terdiri dari latar belakang, keaslian penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II tinjauan pustaka, landasan teori dan alat analisis menguraikan mengenai landasan teori, studi empiris, dan alat analisis yang digunakan. Bab III analisis data menguraikan tentang cara penelitian, data yang digunakan, hasil analisis dan pembahasan. Bab IV kesimpulan dan saran, menguraikan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang bisa diambil setelah penelitian.