BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
Modul ke: Pedologi. Skizofrenia. Fakultas PSIKOLOGI. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan jiwa (mental disorder) merupakan salah satu dari empat

Metodologi Asuhan Keperawatan

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masalah keperawatan adalah suatu bagian integral dari proses

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

Skizofrenia. 1. Apa itu Skizofrenia? 2. Siapa yang lebih rentan terhadap Skizofrenia?

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TERMINAL (KEPUTUSASAAN )

BAB I PENDAHULUAN. penyimpangan dari fungsi psikologis seperti pembicaraan yang kacau, delusi,

BAB II TUNJAUAN TEORI. orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain (Rawlins, 1993)

BAB I PENDAHULUAN. Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

GANGGUAN SKIZOAFEKTIF FIHRIN PUTRA AGUNG

STANDAR PRAKTIK KEPERAWATAN INDONESIA. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gangguan jiwa atau mental menurut DSM-IV-TR (Diagnostic and Stastistical

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. gejala klinik yang manifestasinya bisa berbeda beda pada masing

1. Bab II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedaruratan psikiatri adalah sub bagian dari psikiatri yang. mengalami gangguan alam pikiran, perasaan, atau perilaku yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini membahas aspek yang terkait dengan penelitian ini yaitu : 1.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Spiritualitas

BAB 1 PENDAHULUAN. menyebabkan disability (ketidakmampuan) (Maramis, 1994 dalam Suryani,

BAB 1 PENDAHULUAN. Gangguan jiwa (Mental Disorder) merupakan salah satu dari empat

BAB I PENDAHULUAN. utuh sebagai manusia. Melalui pendekatan proses keperawatan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA TN. S DENGAN GANGGUAN MENARIK DIRI DI RUANG ABIMANYU RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satunya adalah masalah tentang kesehatan jiwa yang sering luput dari

BAB IV PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

BAB 1 PENDAHULUAN. pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan besar. Tindakan operasi atau

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi berkepanjangan juga merupakan salah satu pemicu yang. memunculkan stress, depresi, dan berbagai gangguan kesehatan pada

PERAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PENANGANAN PENDERITA SKIZOFRENIA

DIAGNOSA DAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dengan laju modernisasi. Data World Health Organization (WHO) tahun 2000

DOKUMENTASI KEPERAWATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kecacatan, atau kerugian (Prabowo, 2014). Menurut Videbeck (2008), ada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terpisah. Rentang sehat-sakit berasal dari sudut pandang medis. Rentang

2. Yura Diagnosa keperawatan adalah pernyataan/kesimpulan yang diambil dari pengkajian status kesehatan pasien/klien.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN PENDAHULUAN (LP) ISOLASI SOSIAL

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang. menggambarkan keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang

BAB I PENDAHULUAN. dengan kehidupan sehari-hari, hampir 1 % penduduk dunia mengalami

GANGGUAN PSIKOTIK TERBAGI. Pembimbing: Dr. M. Surya Husada Sp.KJ. disusun oleh: Ade Kurniadi ( )

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menjelaskan skizofrenia sebagai suatu sindrom klinis dengan variasi

BAB I PENDAHULUAN. Kasus gangguan jiwa berat mendapatkan perhatian besar di berbagai negara. Beberapa

Disampaikan Oleh: R. Siti Maryam, MKep, Ns.Sp.Kep.Kom 17 Feb 2014

PEMERINTAH PROVINSI DKI JAKARTA RUMAH SAKIT UMUM KELAS D KOJA Jl. Walang Permai No. 39 Jakarta Utara PANDUAN ASESMEN PASIEN TERMINAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN JIWA. PADA Sdr.W DENGAN HARGA DIRI RENDAH. DI RUANG X ( KRESNO ) RSJD Dr. AMINO GONDOHUTOMO SEMARANG. 1. Inisial : Sdr.

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

PROSES TERJADINYA MASALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. D DENGAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI DI RUANG MAESPATI RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN TEORISTIS

BAB I PENDAHULUAN. melangsungkan pernikahan dengan calon istrinya yang bernama Wida secara

BAB I PENDAHULUAN. mental dan sosial yang lengkap dan bukan hanya bebas dari penyakit atau. mengendalikan stres yang terjadi sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

GARIS BESAR PROGRAM PENGAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UNIVERSITAS SEBELAS MARET FAKULTAS KEDOKTERAN SILABUS PSIKIATRI

BAB 1 PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan kesehatan bagi masyarakat. Menanggapi hal ini,

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. akibat adanya kepribadian yang tidak fleksibel menimbulkan perilaku

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lain, kesulitan karena persepsinya terhadap dirinya sendiri (Djamaludin,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. Rasa nyaman berupa terbebas dari rasa yang tidak menyenangkan adalah

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. H DENGAN PERUBAHAN PERSEPSI SENSORI HALUSINASI PENDENGARAN DI RUANG SENA RUMAH SAKIT JIWA DAERAH SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kognitif tertentu dapat berkembang kemudian (Sadock, 2003).

PHARMACEUTICAL CARE. DALAM PRAKTEK PROFESI KEFARMASIAN di KOMUNITAS

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial, dimana untuk mempertahankan kehidupannya

By. Lufthiani, S.Kep, Ns

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB 1 PENDAHULUAN. Empati, secara harfiah, dalam bahasa Yunani, yaitu empatheia,

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah berbagai karakteristik positif yang menggambarkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Halusinasi merupakan salah satu gejala yag sering ditemukan pada klien

BAB 1. PENDAHULUAN. Skizofrenia merupakan suatu gangguan yang menyebabkan penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsional berupa gangguan mental berulang yang ditandai dengan gejala-gejala

BAB II KONSEP DASAR. serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003). dasarnya mungkin organic, fungsional, psikotik ataupun histerik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. stressor, produktif dan mampu memberikan konstribusi terhadap masyarakat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Skizofrenia adalah gangguan yang benar-benar membingungkan dan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesalahpahaman, dan penghukuman, bukan simpati atau perhatian.

BAB I PENDAHULUAN yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan

A. Gangguan Bipolar Definisi Gangguan bipolar merupakan kategori diagnostik yang menggambarkan sebuah kelas dari gangguan mood, dimana seseorang

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diagnosa Keperawatan 2.1.1 Pengertian Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Herdman, 2012). Diagnosa keperawatan merupakan suatu bagian integral dari suatu proses keperawatan. Hal ini merupakan komponen dari langkah - langkah analisa, dimana perawat melakukan identifikasi terhadap respon-respon individu terhadap masalah-masalah kesehatan yang aktual dan potensial. Dibeberapa negara diagnosa diidentifikasikan dalam tindakan praktik keperawatan sebagai suatu tanggung jawab legal dari perawat yang professional. Diagnosa keperawatan memberikan dasar petunjuk untuk memberikan terapi yang pasti di mana perawat yang bertanggung jawab di dalamnya (Kim, 1984). Diagnosa keperawatan di tetapkan berdasarkan analisis dan interprestasi data yang di peroleh dari pengkajian klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang kesehatan yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pengambilan keputusannya dapat di lakukan dalam batas wewenang perawat. Diagnosa keperawatan juga sebagai suatu bagian dari proses keperawatan yang di reflesikan dalam standar praktik American Nurses Assiation (ANA). Standar-standar ini

memberikan suatu dasar luas untuk mengevaluasi praktik dan mereflesikan pengakuan hakhak manusia yang menerima asuhan keperawatan (Am, 1980). 2.1.2 Pengkajian Diagnosa Menurut (Nurjannah, 2012) dalam menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien, untuk itu maka diperlukan pengkajian keperawatan untuk mempermudah perawat dalam menentukan diagnosa yang di alami oleh pasien, maka dari itu perlu dilakukan langkah-langkah pengkajian berikut dalam menentukan diagnosa : Pengkajian tanda vital Pengkajian untuk keamanan Pengkajian untuk situasi khusus Pengkajian untuk klien hamil Pengkajian untuk sistem gastrointestinal Pengkajian untuk sisstem perkemihan Pengkajian aktifitas, istirahat dan mobilitas/pergerakan Pengkajian kenyamanan, kulit, dan integritas jaringan Pengkajian untuk nutrisi Pengkajian kondisi psikologi Pengkajian untuk kognitif dan persepsi Pengkajian untuk spiritual, values, dan religious Pengkajian untuk tingkah laku Pengkajian untuk seksualitas dan aspek sosial Pengkajian bayi/anak Pengkajian Caregiver Pengkajian Komunitas

Pengkajian Keluarga Pengkajian lingkungan Pengkajian terkait karakteristik 2.1.3. Jenis Diagnosa keperawatan Penentuan diagnosa kesperawatan, bagaimanapun lebih sulit dan kompleks dari pada penentuan diagnosa medis. Hal itu dikarenakan data dari hasil pengkajian tidak selalu menjadi data batasan karakteristik (S) dalam format PES pada diagnosa keperawatan, tetapi juga bisa menjadi etiologi (E) pada format PES. Data ini bahkan bisa berfungsi sebagai label diagnosa itu sendiri (Herdman, 2012). Diagnosa keperawatan menurut Carpenito (2001) dapat di bedakan menjadi diagnosa keperawatan syndrome dan kolaborasi, Sedangkan menurut Herdman (2012) diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi diagnosa keperawatan aktual, resiko, kemungkinan, dan kesejahteraan. Diagnosa keperawatan menurut Carpenito (2001) dan Herdman (2012) dapat di jelaskan sebagai berikut : 1. Aktual : suatu diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis yang harus di validasi oleh perawat karena adanya batasan karakteristik mayor. Jenis keperawatan tersebut memiliki empat komponen : dimulai dari label, defenisi, karakteristik dan faktor yang berhubungan. Label yang di berikan juga harus singkat dan jelas, hal itu bertujuan untuk mempermudah dalam membantu membedakan diagnosa yang ada agar dapat di bedakan antara diagnosa yang satu dengan diagnosa yang lainnya. Syarat untuk menegakkan suatu diagnosa keperawatan maka di perlukan adanya Problem, etiology, symptom (PES) yang dijelaskan sebagai berikut :

1. Problem (Masalah) Tujuan penulisan pernyataan masalah adalah menjelaskan status kesehatan atau masalah kesehatan klien secara singkat dan sejelas mungkin. Karena pada bagian ini dari diagnosa keperawatan mengidentifikasi apa yang tidak sehat tentang klien dan apa yang harus di rubah tentang status kesehatan klien dan juga memberikan pedoman terhadap tujuan dari asuhan keperawatan. Dengan menggunakan standar diagnosa dari Herdman mempunyai keuntungan yang signifikan yaitu : a. Untuk membantu perawat untuk berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya dengan menggunakan istilah yang di mengerti secara umum. b. Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedaan masalah keperawatan yang ada dengan masalah medis. c. Semua perawat dapat bekerjasama dalam menguji dan mendefenisikan kategori diagnosa dalam mengidentifikasi kriteria pengkajian dan intervensi keperawatan dalam meningkatkan asuhan keperawatan. 2. Etiologi (Penyebab) Etiologi (penyebab) adalah faktor faktor klinik dan personal yang dapat merubah status kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah. Etiologi mengidentifikasi fisiologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual serta faktor-faktor lingkungan yang di percaya berhubungan dengan masalah baik sebagai penyebab maupun faktor resiko. Karena etiologi mengidentifikasi faktor yang mendukung terhadap faktor masalah kesehatan klien, maka etiologi sebagai pedoman atau sasaran langsung dari intervensi keperawatan. Jika terjadi kesalahan dalam menentukan penyebab maka tindakan keperawatan menjadi tidak efektif dan efesien.

3. Symptom (tanda atau gejala) Merupakan identifikasi data objektif dan subjektif sebagai tanda dari masalah keperawatan memerlukan kriteria evaluasi. 2. Resiko : diagnosa keperawatan resiko menggambarkan penilaian klinis dimana individu maupun kelompok lebih rentan mengalami masalah yang sama di bandingkan orang lain di dalam situasi yang sama atau serupa. Syarat untuk menegakkan diagnosa resiko ada unsur PE (Problem and Etiologi ) dan untuk penggunaan batasan karakteristik yaitu resiko dan resiko tinggi tergantung dari tingkat kerentanan/keparahan suatu masalah. Dan faktor yang terkait untuk diagnosa keperawatan resiko merupakan faktor yang sama dengan keperawatan aktual seperti yang sudah dibahas sebelumnya di diagnosa keperawatan aktual. 3. Kemungkinan : diagnosa kemungkinan adalah diagnosa keperawatan yang memerlukan data tambahan, hal tersebut bertujuan untuk mencegah timbulnya suatu diagnosa yang bersifat sementara, dan dalam menentukan suatu diagnosa keperawatan yang bersifat sementara bukanlah menunjukan suatu kelemahan atau keraguan dalam menentukan suatu diagnosa, akan tetapi merupakan suatu proses penting dalam keperawatan. 4. Kesejahteraan : diagnosa keperawatan kesejahteraan merupakan penilaian klinis tentang keadaan individu, keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu menjadi tingakat sejahtera yang lebih tinggi (Herdman, 2007). 5. Syndrome : diagnosa syndrome merupakan kumpulan gejala diagnosa keperawatan, karena terdiri dari diagnosa keperawatan aktual dan resiko yang di perkirakan ada karena situasi atau peristiwa tertentu. Dan didalam diagnosa syndrome terdapat etiologi dan faktor pendukung lainnya yang bertujuan untuk mempermudah dalam menegakkan suatu diagnosa. (Carpenito, 2001).

Meskipun begitu ada juga beberapa data yang mempunyai banyak diagnosa keperawatan adalah tekanan darah yang ditemukan dalam diagnosa keperawatan Activity Intolerance, Anxiety, Decreased Cardiac Output, Fear, Deficient Fluid Volume, Excess Fluid Volume, Acute pain, ineffective Tissue Perfusion dan dysfunctional Ventilator Weaning Response ( Herdman, 2012). Kenyataan ini menunjukan adanya diagnosa banding yang perlu dicermati oleh perawat meskipun hanya dengan satu tanda dan gejala saja. Dalam proses Diagnostic Reasoning dalam keperawatan, mengidentifikasi kemungkinan diagnosa (Possible diagnoses) merupakan bagian penting dari proses Diagnostic Reasoning (Westfall, 1986). Informasi mengenai kemungkinan apa diagnosa keperawatan dan masalah kolaborasinya perlu di sadari oleh perawat sehingga akan memunculkan proses berpikir lebih lanjut untuk dapat mengkonfirmasi berbagai kemungkinan diagnosa tersebut melalui pengkajian fokus. 2.1.4 Diagnosa Kolaborasi Diagnosa kolaborasi merupakan suatu masalah keperawatan dimana perawat perlu membuat suatu keputusan klinik yang akurat dan tepat terkait dengan perubahan patofisiologis pada status kesehatan klien. Telah diketahui bahwa tanda dan gejala yang didapatkan dalam pengkajian dapat menjadi milik diagnosa keperawatan atau kolaboratif. Tetapi pada kenyataannya ini tampak tidak terlalu diperhatikan dalam proses diagnostic reasoning. Referensi yang ada biasanya juga memisahkan dua hal ini, contohnya Carpenito (2006 Carpenito, 2008) adalah referensi yang membedakan diagnosa keperawatan dan diagnosa kolaborasi dalam dua topik yang berbeda. Kenyataan pembagian data tersebut sangat penting sekali diketahui perawat. Salah satu contoh kegunaan pengetahuan ini adalah apabila perawat tahu data mana saja yang hanya akan memunculkan diagnosa potensial komplikasi, maka perawat perlu menyampaikan data ini pada dokter sebagai petugas

kesehatan professional yang ikut berkepentingan terhadap data ini. Hal ini dikarenakan diagnosa potensial komplikasi merupakan grey area dimana perawat bersentuhan dengan medis. Tim medis akan melihat seorang perawat cakap apabila perawat mampu dalam hal diagnosa potensial komplikasi. Tentunya ini berbeda dengan diagnosa keperawatan yang betul-betul milik perawat dan intervensinya pun mandiri oleh perawat. Diagnosa kolaborasi dapat berlangsung secara optimal, jika semua anggota profesi mempunyai keinginan untuk bekerjasama. Perawat dan dokter saling bekerja sama dan saling ketergantungan antara satu dengan yang lain, di mana perawat dan dokter berkontribusi dalam perawatan individu, keluarga dan masyarakat. Perawat sendiri merupakan sebagai anggota yang membawa perspektif dalam tim inter disiplin. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Inti dari suatu hubungan kolaborasi yaitu adanya perasaan saling ketergantungan (interdefensasi) untuk kerjasama dan bekerjasama. Bekerjasama dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan atau target yang telah di tentukan dapat tercapai (Carpenito, 2006). Didalam diagnosa keperawatan kolaborasi yang perlu di perhatikan yaitu tanggung jawab dari keperawatan, mulai dari mendiagnosa, mengintervensi serta meperhatikan kemajuan yang dialami oleh klien. Dalam hal ini perawat tidak sendiri, melainkan melakukan kolaborasi dengan dokter dan praktisi kesehatan lainnya untuk memantau kestabilan fisiologis dari klien, kemudian untuk melihat perlu atau tidaknya dilakukan tindakan (Carpenito, 1983). 2.1.5 Penegakkan diagnosa keperawatan Lunney (2012) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai diagnosa, defenisi dan batasan karakteristik merupakan pengetahuan yang sangat luas dan kompleks, dan hampir

tidak mungkin bagi perawat untuk mengingat semua informasi yang ada, sehingga pentingnya bagi perawat untuk mengakses informasi yang diperlukan tersebut. Kemampuan untuk menemukan informasi yang relevan ini menjadi suatu hal yang penting karena akan mendukung kemampuan dalam menentukan diagnosa (harjai dan Tiwari, 2009). ISDA ( Intans s Screening Diagnoses Assessment) dapat dipertimbangkan sebagai sarana untuk mengakses informasi tersebut dan memberikan petunjuk kemungkinan diagnosa keperawatan atau diagnosa potensial yang mungkin terdapat pada klien. ISDA juga lebih komprehensif karena tidak hanya menskrining diagnosa keperawatan tetapi juga menskreening diagnosa potensial komplikasi ( Nurjannah, 2010). Sedangkan langkah langkah penegakakan diagnosa yaitu dengan menuliskan Problem, Etiology (PE) dan Problem, Etiology, Sympthom (PES) untuk format diagnosa resiko dan aktual, kemudian catat diagnosa keperawatan diagnosa keperawatan resiko dan aktual kedalam masalah atau format diagnosa, lalu gunakan diagnosa NANDA, pastikan dari data pengkajian untuk menentukan diagnosa, masukkan pernyataan diagnosa kedalam daftar masalah, gunakan diagnosa untuk pedoman perencanaan, implmentasi dan evaluasi. Penegakan diagnosa yang akurat merupakan langkah awal yang sangat penting untuk membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat kepada klien. Meskipun begitu terkadang perawat terlalu percaya diri mengenai keakuratan penilaian yang mereka lakukan dan hal ini dapat berkembang menjadi ketidak akuratan dalam membuat diagnosa. Banyak hal yang mempengaruhi keakuratan menegakan diagnosa. Studi yang dilakuakan oleh Nurjannah et al (2013) meneliti keakuratan penegakan diagnosa keperawatan dengan kolaboratif dengan membandingkan dua metode dalam menegakkan diagnosa yaitu metode 4 tahap (Wilkinson, 2007) dan 6 tahap (6 steps of diagnostic reasoning method) (Nurjannah & Warsini, 2013). Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan 6 steps of diagnostic reasoning

method terbukti telah meningkatkan kemungkinan penegakan diagnosa yang lebih akurat (Nurjannah et al, 2013). 2.1.6 Skizofrenia Skizofrenia adalah istilah yang di gunakan untuk menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang di tandai dengan adanya perubahan persepsi, pikiran, afek dan perilaku seseorang (Hawari, 2007). Skizofrenia juga dapat diartikan sebagai tanda dan gejala dari 2 aspek campuran yaitu gejala positif dan gejala negatif yang dapat berlangsung selama 1 bulan(untuk jangka waktu yang pendek dalam proses penyembuhan) (Gejala positif pasien skizofrenia berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gelisah serta perilaku aneh. Gejala negatif adalah perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari pergaulan, pendiam, sulit di ajak bicara, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan inisiatif (Sadock, 2003). 2.1.7. Tanda dan Gejala Skizofrenia a. Gejala karakteristik : 2 atau lebih dari yang ada di bawah ini yang terjadi selama 1 bulan periode ( jika pengobatan yang dilakukan tidak tepat) : Delusi Halusinasi Pembicaraan disorganisasi Timbulnya masalah perilaku Gejala negatif, alogia (ketidak mampuan berbicara), avolisi ( ketidak mampuan mempertahankan aktivitas) b. Disfungsi sosial : pada waktu gejala itu datang dan menyerang pada area utama, maka akan mempengaruhi fungsi kerja, yang membuat kesulitan dalam membina

suatu hubungan sosial, tidak perduli pada perawatan diri,di bawah ini sebelum menuju terjadinya gangguan (ketika gangguan terjadi pada masa anak-anak, remaja, maka hal ini dapat mempengaruhi hubungan sosial, akademik dan prestasi) c. Durasi : tanda dan gejala yang terjadi secara terus menerus yang berlangsung selama kurang lebih sekitar 6 bulan. 6 bulan periode ini harus termasuk 1 bulan ( jika pengobatan tidak tepat) yang mana di temukan pada kritera A (contohnya, pada gejala tahap aktif) dan mungkin termasuk pada periode prodmal dan residual. Selama periode prodmal dan residual tanda gangguan negatif bisa saja mungkin muncul 2 atau lebih gangguan. D. Bukan gejala dari Skizoaktif dan gangguan mood: skizoaktif dan gangguan mood disorder dapat terlihat dari raut wajahnya yang disebabkana karena (1) salah satu tanda dan gejala seperti depresi mayor, manic, atau episode campuran terjadi secara bersamaan dengan gejala aktif, (2) jikalau episode mood telah terjadi selama gejala fase aktif, total durasinya relatif singkat, ini terjadi selama periode residual. E. penggunaan obat/bahan kimia : gangguan pada psikologi efek dari bahan kimia (penyalaah gunaan narkoba, dan obat-obatan) atau penggunaan obat umum lainnya. 2.1.7 Tipe-Tipe Skozofrenia Berdasarkan American Psychchiatric Association skizofrenia dapat dibedakan menjadi 5 bagian yaitu: A. Skizofrenia Tipe paranoid : Gejala umum dari skizofrenia paranoid yaitu adanya delusi kebesaran dan adanya mengalami halusinasi terutama halusinasi pendengaran.

tipe sizofrenia paranoid dapat dibedakan menjadi 2 kriteria yaitu : a. Biasanya delusi frequensinya lebih panjang dibandingkan dengan halusinasi. b. Tidak ada salah satu dari tanda dan gejala ini : bicara tidak teratur, perilaku tidak disorganisasi, afek datar. B. Tipe Disroganisasi Gejala umum dari skozofrenia tipe disorganisasi yaitu : bicara tidak teratur, perilaku tidak teratur, afek datar, bicara kacau balau dengan disertai sikap yang tidak tepat dengan situasi dengan tertawa tanpa alasan. C. Tipe Katatonik Gejala umum pada skizofrenia katatonik yaitu : ditandai dengan melibatkan imobilitas motorik, aktivitas motorik yang berlebihan seperti negativisme, bisu (mutisme), postur aneh, agitasi, pingsan. D. Tipe Tak Terbedakan Tidak memenuhi kriteria skizofrenia sehingga tidak dapat dibedakan kedalam salah satu tipe. E. Tipe Residual Gejala umum dari skizofrenia tipe residual yaitu : mengalami satu episode skizofrenia dengan gejala psikotik yang menonjol dan diikuti episode lain tanpa gejala psikotik. 2.1.7 Terapi (Pengobatan) Terapi psikofarmaka : Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat antara lain sebagai berikut : a. Dosis rendah dengan efektivitas terapi dalam waktu relative singkat

b. Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala positif maupun gejala negatif skizofrenia c. Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil d. Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat) e. Memperbaiki pola tidur f. Tidak menyebabkan lemas otot Adapun obat yang akan diberikan pada pasien skizofrenia golongan pertama yaitu: Chlorpromazine HCL, Trifluoperazine HCL, Thioridazine HCL, Haloperidol. Sedangkan obat yang akan diberikan pada pasien skizofrenia golongan kedua yaitu: Risperidone,Clozapine, Quetiapine, Olanzapine, Zatetine, Aripiparazole. Untuk golongan obat skizofrenia baik golongan pertama maupun kedua pada pemakaian jangka panjang umumnya menyebabkan pertambahan berat badan. Obat golongan pertama khususnya berkhasiat dalam mengatasi gejala-gejala positif skizofrenia, sehingga meninggalkan gejala-gejala negatif skizofrenia. Sementara itu pada penderita skizofrenia dengan gejala negatif pemakain golongan petrama kurang memberikan respons. Selain itu obat golongan pertama tidak memberikan efek yang baik pada pemulihan fungsi kognitif (kemampuan berpikir dan mengingat) penderita. Selain itu obat golongan pertama sering menimbulkan efek samping berupa gejala ekstra piramidal ( extrapyramidal symptoms/eps). Dibandingkan dengan obat golongan pertama, obat golongan kedua juga

mempunyai kelebihan antara lain : gejala positif maupun negatif dapat dihilangkan, efek samping EPS sangat minimal atau boleh dikatakan tidak ada, memulihkan kognitif. Terapi Psikoterapi : Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh misalnya : a. Psikoterapi Suportif Jeniss psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan ssemangat juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun. b. Psikoterapi Re-edukatif Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan waktu lalu dan juga dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar. c. Psikoterapi Re-konstruksi Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula sebelum sakit. d. Psikoterapi kognitif Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi kognitif ( daya pikir dan daya ingat ) rasional sehingga penderita mampu membedakan nilai nilai moral etika, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan tidak, mana yang halal dan haram dan sebagainya.