TESIS. Oleh JUFRIHADI /MKLI L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

dokumen-dokumen yang mirip
ditujukan terhadap faktor risiko lingkungan di kapal untuk memutuskan mata kapal antara lain dapur, ruang penyediaan makanan, palka, gudang, kamar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT)

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang International Health Regulation 2005 (IHR), World Health Organization

HAMA DAN PENYAKIT PASCA PANEN

BAB 1 PENDAHULUAN. dijadikan tempat berkembang penyakit dan vector penular penyakit.

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah, sehingga

HUBUNGAN SANITASI KAPAL DENGAN KEBERADAAN TIKUS PADA KAPAL YANG BERLABUH DI PELABUHAN TRISAKTI BANJARMASIN

IDENTIFIKASI BAHAYA B3 DAN PENANGANAN INSIDEN B3

PT. BINA KARYA KUSUMA

LAPORAN PRAKTIKUM PENGENDALIAN VEKTOR FUMIGASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Peraturan Kesehatan Internasional/International Health Regulation (IHR) tahun

HIGIENE SANITASI RUMAH MAKAN PERSINGGAHAN BUS LINTAS SUMATERA DI RANTAU SELATAN KABUPATEN LABUHAN BATU TAHUN Skripsi. Oleh

LEMBAR DATA KESELAMATAN

PT. BINA KARYA KUSUMA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBAR DATA KESELAMATAN

PT. BINA KARYA KUSUMA

2016, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan L

LEMBAR DATA KESELAMATAN

LEMBAR DATA KESELAMATAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 965/MENKES/SK/XI/1992 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dan berkesinambungan terus diupayakan untuk mencapai tujuan nasional. Adapun

PEMANFAATAN LIMBAH ROKOK DALAM PENGENDALIAN NYAMUK Aedes aegypty

PT. BINA KARYA KUSUMA

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

Pengertian Bahan Kimia Berbahaya dan Beracun Bahan kimia berbahaya adalah bahan kimia yang memiliki sifat reaktif dan atau sensitif terhadap

AlCl₃ (Aluminium Klorida) Ishmar Balda Fauzan ( ) Widya Fiqra ( ) Yulia Endah Permata ( )

BAB 1 PENDAHULUAN. solusi alternatif penghasil energi ramah lingkungan.

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax.

LEMBAR DATA KESELAMATAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. upaya perlindungan terhadap tenaga kerja sangat diperlukan. Salah satunya dengan cara

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

Tips Mencegah LPG Meledak

PEDOMAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN AKIBAT KECELAKAAN B3 DAN LIMBAH B3

Material Safety Data Sheet. : Resin Pinus Oleo

PEDOMAN PENYELENGGARAAN HAPUS TIKUS KAPAL DI PELABUHAN, HAPUS SERANGGA KAPAL DI PELABUHAN, DAN HAPUS SERANGGA PESAWAT DI BANDAR UDARA

EFEKTIFITAS EKSTRAK KULIT DUKU ( Lansiumdomesticum) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI DALAM MEMBUNUH NYAMUK Aedesspp TAHUN 2014 SKRIPSI OLEH :

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PT. BINA KARYA KUSUMA

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

PENGARUH SANITASI DAN MANAJEMEN KAPAL TERHADAP KEPEMILIKAN SERTIFIKAT SANITASI KAPAL PADA PELABUHAN LHOKSEUMAWE. Oleh /IKM

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA

IQBAL OCTARI PURBA /IKM

PERILAKU DAN APLIKASI PENGGUNAAN PESTISIDA SERTA KELUHAN KESEHATAN PETANI DI DESA URAT KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR

PT. TRIDOMAIN CHEMICALS Jl. Raya Merak Km. 117 Desa Gerem Kec. Grogol Cilegon Banten 42438, INDONESIA Telp. (0254) , Fax.

BAB I PENDAHULUAN. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, maka ikut berkembang pula

PENGARUH JENIS INSEKTISIDA TERHADAP KERENTANAN VEKTOR NYAMUK ANOPHELES spp DI KOTA BATAM TAHUN 2010 T E S I S. Oleh AGUS JAMALUDIN /IKM

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

LEMBAR OBSERVASI HYGIENE SANITASI KAPAL

PAPARAN PESTISIDA DI LINGKUNGAN KITA

PT. BINA KARYA KUSUMA

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan produksi pertanian.

LAPORAN KEGIATAN DI WILAYAH KERJA BUNGUS BULAN APRIL TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

Tempat-tempat umum merupakan tempat kegiatan bagi umum yang. pemerintah, swasta, dan atau perorangan yang dipergunakan langsung oleh

LEMBAR DATA KESELAMATAN

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

LEMBAR DATA KESELAMATAN

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

PESTISIDA 1. Pengertian 2. Dinamika Pestisida di lingkungan Permasalahan

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 8. Penggunaan Alat Dan Bahan Laboratorium Latihan Soal 8.4

Lembaran Data Keselamatan Bahan

BAB IV HASIL PENELITIAN

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

BIOLOGI TIKUS BIOLOGI TIKUS. Kemampuan Fisik. 1. Menggali (digging)

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

Paparan Pestisida. Dan Keselamatan Kerja

PT. BINA KARYA KUSUMA

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan ikan segar. Menurut Handajani (1994) (dalam Sari, 2011), ikan asin lebih menguntungkan dalam hal kesehatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Material Safety Data Sheet MAXFORCE Forte Gel0,05 20X(4X30GR) BOX 4 Nopember 2012

III. METODE PENELITIAN

Kuesioner ditujukan kepada karyawan pengolah makanan

BAB I PENDAHULUAN. disebut molekul. Setiap tetes air yang terkandung di dalamnya bermilyar-milyar

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

Penyakit Menular (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273); 4.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

UJI TOKSISITAS DETERJEN CAIR TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Oleh :

Bab I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. pekerja yang terganggu kesehatannya (Faris, 2009). masyarakat untuk mempertahankan hidupnya dan kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit yang masih menjadi fokus utama masyarakat Internasional serta

BAB I PENDAHULUAN. yang bekerja mengalami peningkatan sebanyak 5,4 juta orang dibanding keadaan

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

KEDARURATAN LINGKUNGAN

Transkripsi:

EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH 3 Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009 TESIS Oleh JUFRIHADI 077031004/MKLI S E K O L A H PA S C A S A R J A N A SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH 3 Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009 TESIS Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan dalam Program Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri pada Sekolah Pasacasarjana Universitas Sumatera Utara Oleh JUFRIHADI 077031004/MKLI SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : : : : EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH3Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009 Jufrihadi 077031004 Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Menyetujui Komisi Pembimbing (Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS) Ketua (Ir. Indra Chahaya S. M.Si) Anggota Ketua Program Studi Direktur (Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc) Tanggal lulus: 06 April 2009

Telah diuji pada Tanggal : 06 April 2009 PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S, M.Si 2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS 3. dr. Surya Dharma, MPH

PERNYATAAN EFEKTIFITAS FUMIGAN METIL BROMIDA (CH 3 Br) UNTUK PEMBERANTASAN TIKUS DI KAPAL DENGAN MENGGUNAKAN SISTIM MANUAL DAN SISTIM PENGUAPAN DI PELABUHAN TANJUNG PINANG TAHUN 2009 TESIS Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka. Medan, April 2009 JUFRIHADI 077031004/MKLI

ABSTRAK Salah satu dari ratusan penyakit zoonosis adalah penyakit pes yang disebabkan oleh pinjal tikus. Oleh sebab itu pemerintah melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit pes, agar tidak terjadi wabah di Indonesia. Dalam upaya mengatasi penyakit pes tersebut perlu adanya pemberantasan tikus di wilayah pelabuhan khususnya di kapal. Salah satu cara pemberantasan tikus di kapal dilakukan sistim fumigasi dengan bahan fumigan CH 3 Br. Fumigan CH 3 Br adalah gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6 ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap dapat mematikan hama khususnya tikus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat efektifitas fumigan CH3Br terhadap pemberantasan tikus di kapal dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan pada dosis yang tepat di Pelabuhan Tanjung Pinang. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize Design), dengan percobaan Faktorial dan uji Anova (Analysis of Variance) apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) pada taraf nyata 5 %. Subyek penelitian adalah semua kelompok perlakuan tikus yang ditangkap menggunakan perangkap tikus hidup dengan jumlah 240 ekor tikus. Hasil temuan penelitian adalah adalah fumigasi sistim manual pada dosis 4 gram/m³, dengan tingkat efektifitas kematian 100 % tikus mati dan membutuhkan waktu selama 6 jam dengan titik aman 8 jam untuk pemberantasan tikus di kapal. Dari hasil penelitian ini disarankan kepada pihak Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang sebagai pengawas fumigasi dan Badan Usaha Swasta Vekto Bahtera Samudera sebagai pihak pelaksana dapat dijadikan kebijakan dasar pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal. Kata Kunci: Fumigan CH 3 Br, Sistim Manual dan Sistim Penguapan.

ABSTRACT One of hundreds of zoonosis diseases is pest caused by flea of rat. To prevent the incident of pest plague in Indonesia, the government has taken a preventive action by terminating the rats living in seaport area especially those living on ship. One of the ways of terminating the rats is by conducting system of fumigation using fumigant CH 3 Br in the form of cumulative gas which is heavier than air with its boiling point 3,6ºC and adequately big penetration, easily evaporating, and able to kill the past especially rat. The pupose of this study is to analyze the level of fumigant CH 3 Br effectiveness in terminating rats living on ships using manual and evaporation system at an accurate dosage in the seaport of Tanjung Pinang. The subject of study was 240 living rats caught by using mouse-traps. The rats were studied through the Completely Randomized Design Method with Factorial and Anova (Analysis of Variance) test. If the result was significantly different. It was tested again through Duncan New Multiple Range Test (DNMRT) at the level of confidence of 5 %. The result of study shows that the manual system of fumigation at the dosage of 4 gram/m³ with death effectiveness level of 100 % dead rat needs hours with 8 hour for safety point to teminate the rats living on ships. It is suggested that the Health Office of Tanjung Pinang Seaport as the fumigation supervisor and Vekto Bahtera Samudera as a company which implements the fumigation can use the result of this study as a basic policy of the implementation of terminating the rats living on ships. Keywords: Fumigant CH 3 Br, Manual System, Evaporation System.

KATA PENGANTAR Segala puji dan rahmat atas kehadirat Allah SWT, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul: Efektifitas Fumigan Metil Bromida (CH 3 Br) untuk Pemberantasan Tikus di Kapal dengan Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang Tahun 2009. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan maupun doa berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Dr. Irnawati Marsaulina, MS, Ketua Program Studi Magister MKLI dan juga sebagai Komisi Pembanding dalam penulisan tesis ini. 3. Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS, sebagai Ketua Komisi Pembimbing penulisan tesis. 4. Ir. Indra Chahaya S. M.Si, sebagai Anggota Komisi Pembimbing tesis. 5. dr. Surya Dharma, MPH, sebagai Anggota Komisi Pembanding dalam penulisan tesis. 6. Ditjen PP & PL Depkes R.I telah memberi izin tugas belajar dan Pusrengun-SDM Kesehatan yang mensponsori penulis dalam menyelesaikan studi di Program SPs- USU.

7. Ibunda di Bireuen serta ayahanda di Padang yang telah banyak memberikan motivasi kepada pembimbing. 8. Istriku tercinta Corina Tane dan anakku tersayang Vanisa Meifari yang telah banyak berkorban baik materil maupun moril secara ikhlas memberi semangat, harapan dan doa tanpa putus asa, sekaligus sebagai motivator utama penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini. 9. Rekan-rekan mahasiswa MKLI angkatan II tahun 2007/2008, serta rekan-rekan di Sarmin 41, terima kasih buat kalian semua yang telah mendukung penulis. 10. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Tanjung Pinang dan Ketua Pest Kontrol Vekto Bahtera Samudra khususnya divisi fumigasi yaitu Iwan, Kusna dan Indra Tarigan. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritikan, saran dan masukan dari berbagai pihak demi perbaikan tesis ini. Medan, April 2009 Penulis, Jufrihadi

RIWAYAT HIDUP Nama Jenis Kelamin : Jufrihadi : Laki-laki Tempat/Tanggal Lahir : Bireuen, 30 Maret 1969 Agama Alamat : Islam : Perum. Griya Bestari Permai Blok. J/19 Bintan Center Telp : 0771-441510 (Batu. 9) Tanjung Pinang Kepri RIWAYAT PENDIDIKAN 1. SD Negeri 2 Jeumpa tahun 1976-1982 2. SMP Negeri 1 Bireuen tahun 1982-1985 3. SMA Negeri 2 Bireuen tahun 1985-1988 4. SPPH Banda Aceh tahun 1989-1990 5. AKL Kabanjahe tahun 1996-1998 6. FKM-USU tahun 2002-2004 7. Program Magister MKLI SPs-USU tahun 2007-2009 RIWAYAT PEKERJAAN 1. Staf Sanitasi KKP Tanjung Pinang tahun 1991-2004 2. Staf PRL KKP Tanjung Pinang tahun 2004 s/d sekarang

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR... iii RIWAYAT HIDUP... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.4 Manfaat Penelitian... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA... 6 2.1 Tikus... 6 2.2 Jenis-jenis Tikus... 8 2.3 Upaya Pengendalian Tikus... 10 2.4 Pemberantasan Tikus di Kapal... 12 2.5 Kelebihan dan Kelemahan Fumigasi Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan... 16 2.6 Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Tikus, Manusia dan Lingkungan... 17 2.7 Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi dan Pelaksanaan Fumigasi. 19 2.8 Kerangka Konsep... 24 2.9 Hipotesis Penelitian... 25 BAB 3 METODE PENELITIAN... 26 3.1 Jenis Penelitian... 26 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 26 3.3 Populasi dan Sampel... 27 3.4 Metode Pengumpulan Data... 27 3.5 Definisi Operasional... 28 3.6 Metode Pengukuran... 29 3.7 Teknik Pengumpulan Data... 30 3.8 Teknik Pengolahan Data... 38

3.9 Analisis Data... 38 BAB 4 HASIL PENELITIAN... 42 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian... 42 4.2. Efektifitas Fumigan CH 3 Br terhadap Kematian Tikus... 44 4.3. Uji Coba dengan Sistim Manual... 44 4.4. Uji Coba dengan Sistim Penguapan... 46 4.5. Analisis Statistik... 49 4.6. Suhu Ruangan Penelitian... 52 4.7. Kelembaban Udara Ruangan Penelitian... 52 4.8. Waktu... 52 BAB 5 PEMBAHASAN... 53 5.1 Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Kematian Tikus... 53 5.2 Suhu dan Kelembaban Ruangan Penelitian... 57 5.3 Waktu Fumigasi... 57 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 58 6.1 Kesimpulan... 58 6.2 Saran... 58 DAFTAR PUSTAKA... 60

DAFTAR TABEL Nomor Judul Halaman 2.1. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi... 20 3.1. Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur dan Skala... 28 3.2. Tabel Rancangan Penelitian... 29 3.3. Tabel Sidik Ragam.. 39 4.1. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Manual Dosis 2 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang... 44 4.2. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Manual Dosis 4 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang... 45 4.3. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Penguapan Dosis 2 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang... 47 4.4. Hasil Uji Coba Menggunakan Sistim Penguapan Dosis 4 Gram/m³ di Pelabuhan Tanjung Pinang... 48 4.5. Rata-rata Kematian Tikus Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 49 4.6. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 2 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 50 4.7. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 4 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 50 4.8. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 6 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 51 4.9. Hasil Analisis Sidik Ragam Kematian Tikus Waktu 8 Jam dengan Sistim Manual dan Sistim Penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang... 51

DAFTAR GAMBAR Nomor Judul Halaman 1. Skema Pemberantasan Tikus di Kapal... 13 2. Kerangka Konsep Penelitian... 24 3. Peta Kota Tanjung Pinang... 43

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Judul Halaman 1. Tabel Rancangan Penelitian... 62 2. Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 2 jam... 63 3. Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 4 jam... 65 4. Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 6 jam... 67 5. Penghitungan hasil uji anova dengan waktu 8 jam... 69 6. Spesifikasi fumigan CH 3 Br. 71 7. Foto Kegiatan Penelitian... 72 8. Surat Izin Penelitian... 76 9. Surat Selesai Penelitian... 77

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari ratusan penyakit zoonosis adalah penyakit pes yang disebabkan oleh pinjal tikus. Oleh sebab itu pemerintah melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit pes, agar tidak terjadi wabah di Indonesia (Depkes RI, 2003). Sesuai Kepmenkes RI Nomor 356/Menkes/SK/IV/2008, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai unit pelaksana teknis di bidang pengendalian dan pencegahan penyakit menular dalam lingkungan Depkes RI, mempunyai tugas pokok melaksanakan pencegahan masuk dan keluarnya penyakit karantina dan penyakit potensial wabah melalui kapal laut dan pesawat udara, KKP juga melaksanakan tugas pemeliharaan sanitasi lingkungan pelabuhan serta pelayanan kesehatan terbatas. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam program pemberantasan tikus dikapal dan pesawat yang dilakukan dengan fumigasi. Upaya tersebut menjadikan Indonesia dapat bebas dari penyakit pes, mengingat di negara Afrika seperti Kongo, Madagaskar, Malawi, Mozambique, Namibia, Tanzania, Uganda, Zambia, Zimbabwe, dan negara-negara Amerika Latin antara lain Bolivia, Brazil, Ekuador, dan Peru. Di negara Asia Tenggara, Vietnam masih merupakan daerah endemis pes.

Dalam kurun waktu 1962-1972 di Vietnam dilaporkan terjadi ribuan kasus pes diperkotaan dan pedesaan. Pada tahun 1994, dilaporkan terjadi out break Pneumonic Plague di Surat, negara bagian Gujarat India (Depkes RI, 2003). Sedangkan di Indonesia pes masuk pertama kali pada tahun 1910 melalui Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, kemudian tahun 1916 melalui Pelabuhan Tanjung Mas Semarang, tahun 1923 melalui Pelabuhan Cirebon. Korban yang diakibatkan karena penyakit pes dari tahun 1910 sampai dengan tahun 1960 tercatat 245.375 orang, dengan angka kematian tertinggi yaitu 23.275 orang. Pada saat itu pemerintah di bawah Depkes RI melakukan kampanye dan pemberantasan tikus, baik secara fisik, kimia maupun biologi untuk mengendalikan penyakit pes, supaya tidak meluas keseluruh nusantara (Depkes RI, 2003). Sejak terjadinya wabah pes pada tahun 1987 di Kecamatan Nangkojajar Kabupaten Pasuruan yang menewaskan 21 orang, kemudian pada tahun 1997 di Pasuruan kembali terjadi KLB penyakit pes. Sedangkan daerah endemik pes di Indonesia saat ini adalah Boyolali dan Sleman Yogyakarta (Depkes RI, 2000). Pelabuhan laut maupun udara merupakan pintu masuk yang strategis bagi penularan pes, dengan meningkatnya arus transportasi maka upaya-upaya pengamatan bukan saja dilaksanakan di daerah fokus tetapi usaha-usaha pengamatan harus tetap dilaksanakan di daerah pelabuhan guna mencegah masuknya pes dari negara lain (WHO, 2005). Banyak kapal yang masuk dan singgah di pelabuhan, memudahkan masuknya penyakit karantina dan potensial wabah lainnya, dengan demikian pengawasan

terhadap masuk keluarnya kapal harus ditingkatkan karena merupakan wewenang dan tanggung jawab pemerintah (Depkes RI, 2006). Permasalahan yang sering timbul terhadap sanitasi kapal adalah masalah kehidupan vektor yaitu, tikus. Pemberantasan tikus di kapal bertujuan untuk mengurangi populasi tikus, karena tikus sangat cepat berkembang biak dengan habitat yang sangat mendukung, seperti adanya makanan yang cukup (Manual KKP, 2004), karena seekor tikus betina dalam 1 periode dapat melahirkan 80 ekor anak tikus (Suyanto, 2007). Salah satu cara untuk mengendalikan tikus di kapal adalah dengan fumigasi. Di Indonesia fumigasi masih dilakukan oleh Badan Usaha Swasta dan di bawah pengawasan KKP (Depkes RI, 1990). WHO merekomendasikan fumigasi dengan menggunakan bahan fumigan yaitu, sulfur oksida (SO2) dan Hydrogen Cyanida (HCN). Di Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal PPM & PLP Depkes, R.I Nomor 716- I/PD.03.04.EI tanggal 19 Nopember 1990 tentang bahan fumigan yang digunakan untuk fumigasi dalam rangka pemberantasan tikus di kapal, adalah Hydrogen Cyanida (HCN) dan Methyl Bromide (CH 3 Br). Sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 51/M-Dag/Per/12/2007, pada Pasal 1 ayat 1 melarang impor dan pemakaian CH 3 Br di Indonesia untuk semua kegiatan fumigasi. Pelarangan tersebut dikecualikan untuk kegiatan karantina khususnya perkapalan, sesuai dengan Pasal 2 (dua) ayat 1 (satu). Pada saat ini pelaksanaan fumigasi di Tanjung Pinang digunakan dengan 2 sistim yaitu, sistim manual dan sistim penguapan, dengan bahan fumigan CH 3 Br.

Tetapi dalam pelaksanaannya perlu dilakukan uji efektifitas penggunaan fumigan CH 3 Br pada kedua sistim tersebut, untuk pemberantasan tikus. Karena sampai saat ini belum pernah dilakukan uji efektifitas terhadap dosis yang standar pada kedua sistim tersebut. 1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan masalah dalam penelitian ini, adalah belum diketahui sistim yang paling efektif dalam pelaksanaan fumigasi dengan bahan CH3Br untuk pemberantasan tikus di kapal. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui tingkat efektifitas dosis fumigan CH3Br untuk pemberantasan tikus di kapal dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan di Pelabuhan Tanjung Pinang. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui tingkat keefektifan fumigasi sistim manual yang efektif dengan CH3Br pada dosis yang tepat. 2. Untuk mengetahui tingkat keefektifan fumigasi sistim penguapan yang efektif dengan CH3Br pada dosis yang tepat.

1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Sub. Dit Karantina Kesehatan Ditjen PP dan PL Depkes R.I Sebagai informasi baru mengenai sistim yang lebih efektif dan dosis yang digunakan dalam program pemberantasan tikus di kapal. 1.4.2. Institusi Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang Sebagai dasar dalam pengawasan fumigasi kapal di wilayah kerja KKP Tanjung Pinang dalam cegah tangkal penyakit menular dari dalam dan luar negeri khususnya pes. 1.4.3. Pelaksana (Badan Usaha Swasta) Dapat digunakan sebagai pedoman dasar sistim yang dipakai dengan bahan fumigan CH3Br dengan dosis yang tepat dalam pemberantasan tikus di kapal. 1.4.4. Ilmu Pengetahuan Dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan informasi tentang sistim yang lebih efektif yang mungkin dapat dikembangkan peneliti selanjutnya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tikus Tikus termasuk rodent, yaitu mamalia yang sangat merugikan, mengganggu kehidupan serta kesejahteraan manusia. Tikus dapat menimbulkan berbagai penyakit, salah satunya penyakit pes yang merupakan penyakit karantina dan dapat menimbulkan wabah khususnya di wilayah pelabuhan, baik pelabuhan domestik maupun pelabuhan internasional, berdasarkan peraturan yang ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) dalam IHR (International Health Regulations) tahun 2005. 2.1.1. Karakteristik Tikus Tikus merupakan binatang malam, di mana pada siang hari gerakannya lamban. Tikus lebih suka pada tempat-tempat yang sempit dan membuat jalan di sepanjang garis anatara dinding dan lantai, sifat penting dari tikus adalah melakukan migrasi ke tempat yang banyak makanan dan terlindung (Depkes RI, 2006). 2.1.2. Siklus Hidup Tikus Tikus mencapai usia kematangan seksual setelah 4 bulan, kegiatan seksual dan reproduksi akan berlanjut. Untuk semua jenis tikus rumah, rata-rata seekor betina

dapat beranak 3 sampai 6 kali dalam satu tahun. Kegiatan tikus akan meningkat mulai berumur 2 bulan sampai 9 bulan. Rata-rata umur tikus lebih dari 12 bulan. 2.1.3. Penginderaan Tikus Tikus memiliki indera pendengar yang cermat dan penglihatan cukup baik, sehingga mampu melihat ditempat yang gelap, mendengar suara dan mencium bau makanan tertentu dan menolak bau yang lainnya, sedangkan indera pengecap tidak baik tetapi mampu mengecap perbedaan berbagai jenis makanan (Iskandar, A, 1995). 2.1.4. Tanda-tanda Kehidupan Tikus Untuk pemberantasan tikus khususnya di kapal, harus diketahui ada tidaknya tanda-tanda kehidupan tikus, dengan dideteksi beberapa cara, yang paling umum adalah adanya kerusakan barang, kabel atau alat pada kapal. Tanda-tanda berikut merupakan penilaian adanya kehidupan tikus, yaitu: 1. Gnawing (bekas gigitan), 2. Dropping (kotoran tikus), 3. Runways (jalan tikus), 4. Foot print (bekas telapak kaki), 5. Borrow (lubang tikus), 6. Tanda-tanda lain: adanya bau tikus, bekas urine, suara tikus, jejak tikus, tempat persembunyian tikus dan bangkai tikus (Depkes RI, 2004). Selain tanda-tanda tersebut di atas, perlu analisa yang mendalam karena tanda-tanda tersebut mempunyai spesifikasi dan sangat menentukan ada tidaknya

kehidupan tikus di kapal, seperti kotoran tikus yang baru dan kotoran tikus yang lama (Depkes RI, 2003). 2.2. Jenis-jenis Tikus Pada umumnya masyarakat telah mengenal tikus sebagai binatang perusak dan pembawa penyakit. Menurut Iskandar, A (1995), di Indonesia ada beberapa jenis tikus yang dikenal oleh masyarakat, yaitu: 1. Rattus norvegicus - Tikus ini suka bersarang dan menggali lubang pada saluran air kotor atau dibawah pondasi bangunan sekitar pelabuhan. - Bentuk tubuh gemuk dengan berat antara 200 500 gram. - Panjang badan sampai dengan 240 mm. - Warna bagian atas gelap dan bagian bawah pucat. 2. Rattus-ratus diarrdi - Jenis tikus ini hidup di rumah-rumah dan bangunan dengan membuat sarang diatas atap, tikus ini lebih dikenal sebagai tikus rumah. - Bentuk tubuh langsing dengan berat antara 110 340 gram. - Panjang badan 125 205 mm. - Warna tubuh sawo matang keabu-abuan.

3. Mus mucculus - Mus mucculus suka bersarang ditumpukan kertas dalam gudang, rumah dan bangunan lainnya. Jenis tikus ini lebih sering mencari makan di dalam rumah dan bangunan. - Bentuk tubuh kecil dengan berat hanya sampai 21 gram. - Warna tubuh seluruhnya sawo matang dengan panjang badan 60 90 mm. 4. Rattus exulans - Jenis tikus yang hidup dan bersarang di ladang/kebun yang belum diolah atau setelah masa panen. - Bentuk tubuh langsing dengan berat badan antara 110 340 gram. - Panjang badan sampai dengan 135 mm. - Warna tubuh bagian atas sawo matang dan bagian bawah berwarna keabuabuan. 5. Bandikota banglansis - Tikus ini habitatnya lebih banyak dijumpai di sawah yang bertebing. - Bentuk tubuh besar dengan berat sampai dengan 500 gram. - Panjang badan sampai dengan 200 mm. - Warna keabu-abuan bagian atas dan bawah perut. 6. Rattus frugiyorus - Tikus Rattus frugiyorus adalah jenis tikus yang hidup di atas pohon buahbuahan dan kelapa sawit.

- Tubuh bagian atas berwarna coklat dan bagian bawah berwarna putih kekuning-kuningan. - Panjang badan 125 205 mm. 2.2.1. Pengaruh Tikus terhadap Kesehatan Salah satu pengaruh tikus terhadap kesehatan adalah sebagai pembawa penyakit pes, merupakan penyakit yang disebabkan oleh pinjal tikus dan dapat ditularkan kepada manusia, pes juga dikenal sebagai penyakit sampar ini adalah penyakit yang sangat fatal dengan gejala bakteriaemia, demam yang tinggi, shock, penurunan tekanan darah, nadi cepat dan tidak teratur, gangguan mental, kelemahan, gelisah dan koma (tidak sadar). Penyebab penyakit ini adalah oleh bakteri yersinia pestis (Depkes RI, 2003). 2.3. Upaya Pengendalian Tikus 2.3.1. Pengendalian Secara Fisik Pengendalian tikus secara fisik untuk mempertahankan populasi tikus pada tingkat serendah-rendahnya, yang meliputi: Perbaikan sanitasi lingkungan seperti, penyimpanan sampah, pengumpulan sampah, pembuangan sampah yang saniter membuat bangunan kedap tikus, penyimpanan barang yang masih berguna pada tempat yang terang, menukar posisi meubeler secara berkala dan membuat bangunan selalu dalam keadaan bersih dan memasang perangkap tikus (Iskandar, A, 1995).

2.3.2. Pengendalian Secara Kimia Upaya pengendalian tikus secara kimia dilakukan dengan peracunan yang menggunakan umpan, peracunan biasanya secara lambat maupun peracunan secara cepat dengan racun seperti: red squill, warfarin, pivel fumarin dan dipachinone (Iskandar, A, dkk, 1995). Sedangkan untuk pemberantasan tikus pada bangunan dan ruang tertutup, menggunakan bahan kimia khusus yaitu fumigan. Fumigan adalah suatu kelompok khusus sederhana, merupakan senyawa yang mudah menguap dan berada dalam bentuk gas pada temperatur lebih besar, digunakan untuk membasmi vektor penular penyakit (Kusnoputranto, H, 2000). Saat ini jenis fumigan yang banyak digunakan adalah jenis fumigan CH 3 Br untuk pemberantasan vektor khususnya tikus di kapal (Depkes RI, 1990). 2.3.3. Pengendalian Secara Biologi Pengendalian tikus secara biologi dengan memelihara hewan sebagai predator seperti kucing, cerpelai dan ular. Di Indonesia pada umumnya memelihara kucing sebagai pengendalian secara biologi, tetapi dalam hal ini, kucing tidak dapat mengatasi masalah populasi tikus, karena kucing dapat membawa penyakit setelah memangsa tikus (Iskandar, A, 1995). 2.3.4. Perkiraan Jumlah Tikus Jumlah kehidupan tikus dapat diperkirakan, bila ditemukan 1 ekor tikus yang hidup sama dengan 20 ekor tikus yang ada. Tetapi perkiraan ini dapat lebih efektif lagi setelah dilakukan pengamatan yang khusus, seperti yang biasa dilakukan oleh petugas di KKP dalam pemeriksaan sanitasi kapal yaitu, ditemukan tanda-tanda

kehidupan tikus dengan cara: menghitung tumpukan kotoran (excreta) dengan perbandingan 1 tumpukan kotoran sama dengan 1 ekor tikus (Depkes RI, 2003). 2.4. Pemberantasan Tikus di Kapal Pelaksanaan pemberantasan tikus di kapal selalu dikaitkan dengan penerbitan surat hapus tikus atau surat bebas hapus tikus pada Kantor Kesehatan Pelabuhan yaitu, SSCC (Ship Sanitary Certificate Control) dan SSCEC (Ship Sanitary Certificate Exemption Control). Bila hasil dari pemeriksaan tersebut ditemukan adanya kehidupan vektor khususnya tikus, maka dilakukan pemberantasan dengan cara fumigasi. Pada umumnya di Indonesia fumigasi menggunakan fumigan metil bromida (CH 3 Br) untuk pemberantasan tikus di kapal (Depkes RI, 2007). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada skema berikut ini:

Kedatangan Kapal Pemeriksaan Sanitasi Kapal Pemeriksaan Dokumen Kesehatan (SSCC/SSCEC) Positif Tikus Fumigasi (Fumigan CH 3 B dan HCN) Kapal Bebas Tikus dan Penerbitan SSCC Gambar 1. Skema Pemberantasan Tikus di Kapal 2.4.1. Fumigasi Fumigasi adalah pengendalian hama dengan jalan memasukkan atau melepaskan fumigan kedalam ruangan tertutup/kedap udara selama beberapa waktu yang diperlukan dengan dosis dan konsentrasi tertentu, dapat mematikan hama di gudang, bangunan, pesawat udara dan kapal laut (Siswanto, H, 2003). 2.4.2. Fumigan CH 3 Br Fumigan CH 3 Br yang masih diizinkan pemakaiannya mempunyai sifat-sifat fisik sebagai berikut: 1. Nama kimia : Methyl Bromide (CH 3 Br)

2. Bau (odour) : Tidak berbau pada konsentrasi rendah, Kecuali ditambah chloropicrin. 3. Titik didih : 3,6 ºC. 4. Titik beku : - 93 ºC. 5. Berat molekul : 94,94 6. Berat jenis : a. Gas (udara=1) : 3,27/0 ºC b. Cairan : 1,732/0 ºC 7. Tidak mudah terbakar 8. Daya larut dalam air : 1,34/100 ml pada 25 ºC. 9. Toksisitas : Lambat dan komulatif. 10. Sifat fisik lainnya : a. Penetrasi kuat dapat melarutkan bahan-bahan organik khususnya karet. b. Gas murni tidak korosif dengan metal. c. Cairan bereaksi dengan alumunium. d. Bereaksi dengan barang-barang dari kulit dan wool. e. Bereaksi dengan photographic chemical Gas CH 3 Br ini lebih berat dari udara sehingga ketika pelepasan gas pada saat dilakukan fumigasi kapal, gas berkumpul di bawah ruangan. CH 3 Br mempunyai kapasitas penetrasi yang cukup besar, cepat menembus kulit, mata dan saluran

pernafasan. Jika kulit bersinggungan dengan benda-benda yang terkontaminasi dengan fumigan cair dapat menyebabkan dermatitis akut (Depkes RI, 1990). 2.4.3. Keuntungan Pemakaian Fumigan CH 3 Br Menurut Depkes RI tahun 1990, dalam rangka fumigasi kapal, harus dilihat keuntungan dan kerugian pemakaian bahan fumigan. Keuntungan pemakaian fumigan CH 3 Br adalah sebahai berikut: 1. Relatif lebih aman bagi fumigator karena gas kurang toksik dan membutuhkan waktu lama pemaparan pada fumigator. 2. Gas agak berbau sehingga mudah dideteksi. 3. Bila terjadi kebocoran, gas tidak cepat menyebar keluar. 4. Fumigator lebih nyaman dan konsentrasi penuh terhadap pelaksanaan fumigasi tetapi tetap memperhatikan keselamatan. 5. Biaya relatif lebih murah karena biaya fumigan yang terjangkau dan mudah didapat. 2.4.4. Kerugian Pemakaian Fumigan CH 3 Br 1. Pelaksanaan fumigasi membutuhkan waktu lama. 2. Membutuhkan peralatan yang banyak. 3. Risiko terjadinya kecelakaan pada fumigator saat penggasan. 4. Kemasan bahan fumigan yang berat/besar. 5. Dapat merusak barang-barang dan peralatan di kapal antara lain: karet, busa, bahan-bahan dari kulit, wool, garam beryodium, deterjen dan baking soda dan tidak ada anti dotum.

2.5. Kelebihan dan Kelemahan Fumigasi Menggunakan Sistim Manual dan Sistim Penguapan Pada prinsipnya fumigasi dapat dilakukan dengan berbagai cara, tetapi di Indonesia sistim fumigasi banyak dilakukan dengan sistim manual dan penguapan. Dalam pelaksanaan kedua sistim tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahannya, adapaun kelebihan dan kelemahannya adalah sebagai berikut (Ministry of Health Canada, 1995): 2.5.1. Kelebihan Menggunakan Sistim Manual 1. Tidak membutuhkan waktu lama. 2. Tidak membutuhkan peralatan yang banyak. 3. Dapat dilakukan dalam ruang sempit. 4. Biaya yang relatif kecil. 2.5.2. Kelemahan Menggunakan Sistim Manual 1. Tenaga yang dibutuhkan lebih banyak. 2. Resiko terjadinya keracunan dan kecelakaan bagi fumigator tinggi. 3. Efek terjadinya kerusakan barang di kapal khususnya radio komunikasi dan elektronik. 2.5.3. Kelebihan Menggunakan Sistim Penguapan 1. Resiko keracunan dan kecelakaan bagi fumigator relatif kecil. 2. Tidak menimbulkan kerusakan barang di kapal. 3. Efek pencemaran ke lingkungan berkurang. 4. Tenaga fumigator yang dibutuhkan lebih sedikit.

2.5.4. Kelemahan Pemakaian Sistim Penguapan 1. Membutuhkan waktu lama. 2. Membutuhkan peralatan yang banyak. 3. Biaya relatif tinggi. 4. Tidak dapat dilakukan dalam ruang yang sempit. 2.6. Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Tikus, Manusia dan Lingkungan 2.6.1. Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Tikus Menurut SK Ditjen PPM & PLP Depkes R.I Nomor 716 Tahun 1990, dalam pelaksanaan fumigasi kapal dengan fumigan HCN dan CH 3 Br harus diperhitungkan bahan dosis yang digunakan dengan masa kontak (exposure). Pada keadaan tertentu seperti tingginya infestasi tikus, kontruksi kapal yang memungkinkan banyak tempat bersarang bagi tikus, adanya bahan-bahan material dalam ruangan kapal, maka dosis harus ditentukan dan disesuaikan agar pengaruh fumigan terhadap tikus lebih efektif dan tepat sasaran sehingga dapat mematikan tikus. 2.6.2. Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Manusia Pengaruh CH 3 Br terhadap manusia dapat terserap melalui kulit, bila kulit kontak dengan CH 3 Br dalam bentuk cair dapat menimbulkan gelembung pada kulit seperti luka bakar. Sepatu ataupun pakaian yang tidak terkena ataupun yang terkena fumigan harus segera diganti dan segera membilas diri dengan air yang mengalir (Depkes RI, 1990).

Sedangkan tanda-tanda keracunan CH 3 Br biasanya agak lambat yaitu antara setengah jam sampai dengan satu jam setelah pemaparan dengan fumigan tersebut. Adapun tanda-tanda keracunan oleh CH 3 Br, yaitu: 1. Lelah dan lemah yang luar biasa disertai dengan perasaan mengantuk. 2. Mata berkunang-kunang, pandangan nanar. 3. Sakit kepala, pusing, mual, muntah dan sakit perut. 4. Iritasi pada mata dan iritasi saluran nafas. 5. Tremor (gemetaran). 6. Otot bergerak-gerak. 7. Kejang epileptik, oedema paru dengan batuk disertai sputum berbusa. 8. Koma, kegagalan respirasi dan dapat mengakibatkan kematian. Menurut Hoyle dan Roowe, yang dikutip oleh Ginting (2002) bahwa manusia tidak dapat terus menerus kontak dengan CH 3 Br pada dosis lebih dari 20 ppm, kontak dengan CH 3 Br selama beberapa jam pada 100 200 ppm menyebabkan keadaan gawat dan dapat menyebabkan kematian. Ini merupakan treshold limit selama 8 jam tiap hari, kontak hanya diperbolehkan sekali dalam seminggu dengan batas toleransi yaitu: 1. 7 jam pada 100 ppm. 2. 1 jam pada 200 ppm. 3. 5 menit pada 1.000 ppm. Bila terdapat 5 mg CH 3 Br dalam darah adalah merupakan suatu indikasi bahwa telah terpapar CH 3 Br dan untuk tindakan bila terjadi kontak dengan kulit

adalah melakukan pembilasan dengan air mengalir secara berulang-ulang agar tidak menimbulkan luka dan penggelembungan pada kulit korban. Hal ini untuk antisipasi sebelum dilakukan pertolongan di rumah sakit (Depkes RI, 1990). 2.6.3. Pengaruh Fumigan CH 3 Br terhadap Lingkungan Pemakaian CH 3 Br yang berlebihan akan membawa dampak terhadap lingkungan karena CH 3 Br adalah gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6 ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap (Depkes RI, 1990). Bila fumigan CH 3 Br dilepas ke udara akan bereaksi dengan ozon (O3) sehingga dapat mengakibatkan penipisan lapisan ozon, karena lapisan ozon berfungsi melindungi kehidupan di bumi dari radiasi sinar ultra violet. 2.7. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi dan Pelaksanaan Fumigasi Sebelum pelaksanaan fumigasi kapal terlebih dahulu dilakukan perhitungan besar ruangan kapal yang akan difumigasi, baik pengukuran secara langsung maupun penghitungan secara umum dengan memakai tabel yang standar, sehingga diketahui berapa banyak bahan fumigan yang dibutuhkan. Dengan mengetahui banyaknya fumigan yang diperlukan dapat dihindari bahaya dari efek fumigan yang ditimbulkan (Depkes RI, 1990).

2.7.1. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi Untuk mengetahui besarnya ruangan pada kapal yang akan difumigasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2.1. Besar Ruangan Kapal yang Difumigasi Jenis Kapal Persentase (%) Keterangan Kapal Penumpang 65 Kapal Tanker 9 16 Kapal Kargo 65 Kapal Tunda (Tug Boat) 90 Kapal Suplay 17 Kapal Navigasi 75 90 Kapal Perang (KRI) 90 Kapal Keruk 10-20 Kapal Daerah Terjangkit 100 Sumber: Katutu, 1996 Perhitungan berdasarkan dari isi kotor kapal (Brutto/m 3 ) Berdasarkan tabel di atas, pelaksanaan fumigasi kapal dapat ditentukan jumlah atau dosis fumigan yang akan digunakan, hal ini untuk menghindari ketidakefektifan fumigan yang dipakai. 2.7.2. Pelaksanaan Fumigasi Kapal Dalam petunjuk teknis pelaksanaan fumigasi kapal harus dari tahapan dasar kegiatan fumigasi, untuk mendapatkan hasil yang maksimal, yaitu: 2.7.2.1.Tahap persiapan peralatan dan tenaga Tahap pelaksanaan fumigasi kapal dimulai dengan persiapan tenaga, bahan dan alat yang diperlukan, yaitu:

1. Badan Usaha Swasta (BUS) Membuat rencana kerja pelaksana fumigasi dengan KKP untuk perhitungan besar kapal (volume m³) yang akan difumigasi, jumlah fumigan dan sistim yang akan digunakan serta menentukan jumlah fumigator, helper, pengawas, medis dengan supervisor. 2. Pemeriksaan terhadap peralatan, seperti P3K, bahan fumigan dan peralatan Alat Pelindung Diri. 2.7.2.2.Tahap persiapan di kapal Sebelum dilakukan fumigasi, perlu dilakukan pemeriksaan kompartemen di kapal yang meliputi: 1. Pemeriksaan terhadap barang-barang dan bahan makanan di kapal, semua bahan tersebut termasuk hewan piaraan harus dikeluarkan di tempat yang tidak terjangkau oleh gas yang dipakai dalam fumigasi. 2. Pengawas, supervisor dan nakhoda/perwira kapal melakukan pemeriksaan keseluruh ruangan yang akan difumigasi, sementara petugas penempel mulai menutup ventilasi dan ruangan kapal yang mempunyai lubang udara, dengan menggunakan plastik dan lakban. Kemudian nakhoda memerintahkan perwira jaga untuk menaikkan bendera VE (Victor Eco) dan tanda bahaya yang ditempel atau dilekatkan pada dinding kapal atau tempat yang strategis yang mudah dilihat. 3. Memberikan surat pernyataan yang harus ditanda tangani oleh nakhoda/ perwira jaga bahwa kapal dalam keadaan aman dan tidak ada satu orangpun yang berada di kapal.

4. Penempatan alat-alat, bahan fumigasi di dalam kapal. 5. Melakukan black out (mesin kapal dimatikan) dan menempatkan penjaga di kapal, supaya tidak seorangpun bisa naik ke kapal. 2.7.2.3.Tahap pelaksanaan fumigasi Bila semua tahap persiapan telah dilakukan, maka dimulai tahap pelaksanaan fumigasi sebagai berikut: 1. Fumigator dengan APD lengkap (masker, canester, sarung tangan, sepatu safety dan pakaian kerja anti zat kimia) mulai melaksanakan pelepasan gas, dimulai dari ruangan yang paling dalam/bawah dan bergerak dengan cepat kebagian atas agar terhindar dari paparan gas. Bila menggunakan CH 3 Br yang dikemas dalam tabung, menggunakan sistem penguapan menggunakan selang yang disemprot, bila menggunakan sistem manual diletakkan dalam wadah (ember) anti chemical. 2. Selama masa exposure harus diawasi orang-orang di sekitar kapal agar tidak mendekat ke wilayah fumigasi. 2.7.2.4.Tahap pembebasan gas Sebelum memasuki tahap pembebasan gas harus harus diketahui kapal benarbenar steril dari jangkauan orang di sekitar, kecuali petugas fumigator yang akan membebaskan gas, yang dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Pengawas, supervisor dan fumigator melakukan pembebasan gas dengan menggunakan APD, melalui tahapan sebagai berikut:

a. Pembukaan ventilasi, jendela, pintu, cerobong asap dan ruangan lainnya pada bagian luar kapal. b. Dalam waktu antara 30 60 menit, supervisor membiarkan keadaan kapal terbuka. c. Supervisor dan fumigator kembali masuk keruangan kapal membuka ventilasi dan ruangan lainnya yang berada dalam bagian kapal. Kemudian kapal dibiarkan selama 30 menit untuk menunggu gas dalam keadaan stabil. 2. Bila ruangan sudah dalam keadaan stabil, supervisor meminta kepada nakhoda/perwira jaga untuk memerintahkan petugas bagian elektrik menghidupkan mesin dan blower kapal untuk pengaliran udara dengan menggunakan APD. 3. Setelah mesin dihidupkan selama 1 jam, pengawas dan supervisor dengan memakai APD melakukan pengukuran konsentrasi gas, menggunakan gas detektor di bawah 100 ppm. 4. Bila konsentrasi gas telah stabil, supervisor, pengawas dan nakhoda kapal membuat surat pernyataan, bahwa kapal sudah bebas dari gas dan memerintahkan nakhoda kapal menurunkan bendera VE bahwa kapal sudah dalam keadaan aman, kemudian petugas fumigasi melakukan pencarian tikus yang mati, membersihkan ruangan kapal yang ditempel. 5. Tikus yang didapat, dihitung dan kemudian dikumpulkan untuk identifikasi jenis tikus.

ari 6. Pengawas dan supervisor membuat surat pernyataan serah terima kapal kepada nakhoda dan menghitung biaya yang dikeluarkan oleh pihak kapal kepada pelaksana fumigasi (BUS). 7. Pengawas membuat laporan hasil fumigasi kepada kepala KKP. 8. Melakukan evaluasi hasil fumigasi 2.8. Kerangka Konsep Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN Fumigan CH 3 Br 2. Sistim Manual - Dosis 2 gram / m³ - Dosis 4 gram / m³ - Dosis 6 gram / m³ Efektifitas Fumigan CH 3 Br Terhadap Kematian Tikus Fumigan CH 3 Br 1. Sistim Penguapan - Dosis 2 gram / m³ - Dosis 4 gram / m³ - Dosis 6 gram / m³ - Suhu - Kelembaban - Waktu Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian

2.9. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah 1. Ada perbedaan jumlah kematian tikus setelah difumigasi dengan fumigan CH 3 Br menggunakan sistim manual berdasarkan dosis yang dipakai. 2. Ada perbedaan jumlah kematian tikus setelah difumigasi dengan fumigan CH 3 Br menggunakan sistim penguapan berdasarkan dosis yang dipakai.

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Metode penelitan yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (Completely Randomize Design), dengan percobaan Faktorial dan uji Anova (Analysis of Variance) apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) pada taraf nyata 5 % (G.D, Steel Robert, 1995). Penelitian ini untuk mengukur efektifitas Metil Bromida (CH 3 Br) yang menggunakan sistim manual dan sistim penguapan pada fumigasi kapal terhadap kematian tikus pada dosis yang telah ditentukan. Subyek penelitian adalah semua kelompok perlakuan tikus yang ditangkap menggunakan perangkap tikus hidup. 3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Tanjung Pinang Propinsi Kepulauan Riau, dengan pertimbangan bahwa wilayah kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang banyak disinggahi kapal laut, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dan juga tingginya frekuensi kapal yang difumigasi setiap bulannya di wilayah kerja tersebut.

3.2.2. Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dalam waktu 6 bulan, dari Oktober 2008 sampai dengan April 2009, dimulai dari penelusuran pustaka, persiapan proposal, pelaksanaan seminar proposal, melaksanakan penelitian, melakukan pengolahan data, analisa data, penyusunan hasil penelitian, seminar hasil penelitian dan ujian komprehensif. 3.3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah semua kelompok perlakuan yaitu: tikus yang ditangkap dengan menggunakan perangkap tikus hidup. Sampel adalah tikus yang ditangkap sebanyak 240 ekor, di mana dimasukkan sebanyak 20 ekor tikus di setiap ruangan dengan 2 perlakuan untuk masing-masing sistim dan 3 kali ulangan setiap dosis yang dipakai. 3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer Data diperoleh dari uji efektifitas fumigan CH 3 Br dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan untuk pemberantasan tikus di Pelabuhan Tanjung Pinang, dengan beberapa kali uji coba dan 3 kali ulangan pada kedua sistim tersebut. 3.4.2. Data Sekunder Data diperoleh dari laporan Kantor Kesehatan Pelabuhan Tanjung Pinang sebagai pengawas fumigasi dan Badan Usaha Swasta Vekto Bahtera Samudera sebagai pelaksana fumigasi di Tanjung Pinang.

3.5. Definisi Operasional Tabel 3.1. Definisi Operasional, Alat Ukur, Cara Ukur dan Skala Variabel Methyl Bromide (CH3Br) Definisi Operasional Gas yang komulatif lebih berat dari udara dengan titik didih 3,6 ºC, mempunyai penetrasi yang cukup besar dan sangat mudah menguap dapat mematikan hama. Alat Ukur Cara Ukur Skala Timbangan digital Menimbang Rasio Sistim Manual Sistim Fumigasi yang menggunakan metode manual melalui tabung ke media. Timbangan digital Menimbang Rasio Sistim Penguapan Sistim Fumigasi yang menggunakan metode penguapan dari tabung melalui selang keruangan Timbangan digital Menimbang Rasio Efektifitas Fumigan CH 3 Br Terhadap Kematian Tikus Akibat diberi perlakuan dosis yang tepat dengan tingkat kematian tikus 100 % Observasi Penghitungan Rasio Suhu Keadaan udara di ruangan Thermometer Pengukuran Interval Kelembaban Kadar air di udara Hygrometer Max-min Pengukuran Interval Waktu Masa yang ditentukan dalam uji coba terhadap dosis yang dipakai. Jam digital Penghitungan Rasio

3.6. Metode Pengukuran Pengukuran pada efektifitas fumigan CH3Br dengan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan di wilayah Tanjung Pinang yang meliputi: 1. A = cara aplikasi CH 3 Br A1 = Sistim Manual A2 = Sistim Penguapan 2. B = dosis CH 3 Br B1 = dosis 2 gram/m³ B2 = dosis 4 gram/m³ B3 = dosis 6 gram/m³ Dari percobaan masing-masing perlakuan dilakukan dengan 3 kali ulangan, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel rancangan penelitian berikut ini: Tabel 3.2. Tabel Rancangan Penelitian Perlakuan Sistim Fumigasi (A) Dosis (B) Manual (A1) Penguapan (A2) B1 2 gram A1 B1 A2 B1 B2 4 gram A1 B2 A2 B2 B3 6 gram A1 B3 A2 B3 Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa masing-masing perlakuan dengan 3 (tiga) kali ulangan menggunakan sistim manual dan sistim penguapan.

3.7. Teknik Pengumpulan Data 3.7.1. Pemasangan Perangkap Tikus 1. Pemasangan perangkap dilakukan di wilayah pelabuhan khususnya gudang, kantor dan bangunan lainnya. 2. Perangkap yang berisi tikus dikumpulkan dan dibawa ke lokasi penelitian, dengan jumlah yang telah ditentukan. Bila jumlah tikus belum mencukupi maka dilakukan pemasangan kembali. 3.7.2. Alat dan Bahan Fumigan CH3Br 1. Alat dan Bahan - Masker - Canester - Sarung tangan - Wear pack - Senter - P3K - Sepatu kerja - Gas detektor CH3Br - Kunci pembuka - Tabung kimia - Tabung penguapan (boiler evaporation) - Gas elpiji - Selang kimia

- Ember kimia - Timbangan digital - Fumigan CH3Br - Plastik dan lakban - Thermometer dan Hygrometer max-min 3.7.3. Metode Kerja Menggunakan Sistim Manual 3.7.3.1. Percobaan pertama dengan dosis 2 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan ke dalam ruangan dan asisten fumigator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri menimbang fumigan melalui selang kimia kedalam tabung kimia yang telah disiapkan dengan dosis 100 gram sebagai uji coba pertama. Kemudian fumigator dan asisten fumigator keluar dari ruangan dan menempel kembali pintu keluar.

5. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 6. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan. 3.7.3.2. Percobaan ke 2 (dua) dengan dosis 4 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan Fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri menimbang fumigan melalui selang kimia kedalam tabung kimia yang telah disiapkan dengan dosis 200 gram sebagai uji coba ke 2 (dua). Kemudian fumigator dan asisten fumigator keluar dari ruangan dan menempel kembali pintu keluar.

5. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 6. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan. 3.7.3.4. Percobaan ke 3 (tiga) dengan dosis 6 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri menimbang fumigan melalui selang kimia kedalam tabung kimia yang telah disiapkan dengan dosis 300 gram sebagai uji coba ke 3 (tiga). Kemudian fumigator dan asisten fumigator keluar dari ruangan dan menempel kembali pintu keluar.

5. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 6. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan. 3.7.4. Percobaan Menggunakan Sistim Penguapan 3.7.4.1. Percobaan pertama dengan dosis 2 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan asisten fumiator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri, menyiapkan tabung penguapan yang diisi dengan air bersih sebanyak 20 liter. Bila air telah mendidih, fumigator menimbang fumigan dengan dosis 100 gram melalui selang kimia dan dialirkan kedalam tabung penguapan yang telah disiapkan.

5. Dari tabung penguapan dialirkan selang kedalam ruangan sebagai uji coba pertama. Kemudian fumigator dan asisten fumigator menempel ruangan terakhir. 6. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 7. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan. 3.7.4.2. Percobaan ke dua dengan dosis 4 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik. Hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan asisten fumiator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi. 4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri, menyiapkan tabung penguapan yang diisi dengan air bersih sebanyak 20 liter. Bila air telah mendidih, fumigator menimbang fumigan

5. Dari tabung penguapan dialirkan selang kedalam ruangan sebagai uji coba kedua. Kemudian fumigator dan asisten fumigator menempel ruangan terakhir. 6. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 7. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan. 3.7.4.3. Percobaan ketiga dengan dosis 6 gram/m³ fumigan CH3Br 1. Menempel ruangan kapal dengan luasnya 50 m³ yang telah disiapkan dengan menggunakan plastik dan lakban yang tidak dapat menembus udara masuk kedalam sehingga semua ruangan tertutup dengan baik, hanya satu pintu yang masih terbuka sebagai tempat keluar fumigator setelah melakukan penggasan. 2. Tikus yang berada dalam perangkap dengan jumlah 20 ekor dimasukkan kedalam ruangan dan asisten fumigator melakukan pengukuran suhu serta kelembaban ruangan. 3. Siapkan fumigan CH3Br kedalam ruangan yang akan dilakukan fumigasi.

4. Fumigator yang dibantu oleh seorang asisten fumigator dengan alat pelindung diri, menyiapkan tabung penguapan yang diisi dengan air bersih sebanyak 20 liter. Bila air telah mendidih, fumigator menimbang fumigan dengan dosis 300 gram melalui selang kimia dan dialirkan kedalam tabung penguapan yang telah disiapkan. 5. Dari tabung penguapan dialirkan selang kedalam kapal sebagai uji coba ketiga. Kemudian fumigator dan asisten fumigator menempel ruangan terakhir. 6. Setelah 8 jam fumigator masuk keruangan dengan membawa alat gas detektor melakukan pengukuran kadar gas yang ada di dalam ruangan dan melihat kondisi tikus untuk memastikan sejauhmana reaksi gas. 7. Asisten fumigator mencatat kadar gas, dan reaksi tikus. Semua kegiatan dicatat secara berurutan untuk mengetahui efektifitas dan dosis fumigan yang digunakan. Percobaan dilakukan dengan 3 kali ulangan setiap dosis yang digunakan. Setelah semua percobaan dengan sistim manual dan sistim penguapan dilakukan, semua data dikumpulkan dan dicatat secara berurutan kemudian diisi dalam tabel rancangan penelitian.

3.8. Teknik Pengolahan Data Data yang sudah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer dan dianalisis, pengolahan data yang mencakup antara lain kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Editing, data yang diolah dirapikan, diseragamkan sehingga terlihat jelas sifatsifat yang dimiliki data tersebut. 2. Tabulasi, data yang dikelompokkan sesuai dengan sifat yang dimiliki dan dipindahkan kedalam suatu tabel dan disesuaikan dengan tujuan kemudian dianalisis secara deskriptif. 3. Coding, yaitu untuk memudahkan proses entri data tiap jawaban diberi kode dan skor. 4. Entri, data diperoleh dientri ke dalam sistem komputerisasi. 5. Penyajian data/laporan. 3.9. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil penelitian, diolah dan dianalisa menggunakan statistik uji Anova dengan menggunakan tabel F untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan efektifitas fumigan CH3Br dengan dosis yang telah ditentukan terhadap kematian tikus di kapal dengan tingkat kemaknaan 0,05, kemudian dimasukkan pada table sidik ragam dalam rancangan acak lengkap. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Jika ada perbedaan dilanjutkan dengan uji DNMRT (Duncan New Multiple Range Test) untuk mengetahui berapa konsentrasi yang paling tepat terhadap kematian tikus di kapal dimasukkan pada tabel sidik ragam dalam rancangan acak lengkap (RAL). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 3.3. Tabel Sidik Ragam Sumber db JK KT F Faktor A a - b JKA KTA F (A) Faktor B b - 1 JKB KTB F (B) Interaksi AxB (a - 1) (b - 1) JKAB KTAB F (AB) Sisa ab (r - 1) JKS KTS - Total abr - 1 JKT - - Sebelum dimasukkan kedalam tabel sidik ragam, dilakukan pengolahan data dengan uji anova menggunakan rumus sebagai berikut: 1. (Faktor Koreksi (FK) FK = Tij²/k.t 2. Jumlah Kuadrat Total (JKT) JKT = (Yij²) FK db = k.t-1 3. Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP) JKP = Tpi²/t - FK dbp = k -1 4. Jumlah Kuadrat Acak (JKA) JKA = JKT JKP

5. Kuadrat Total Perlakuan (KTP) KTP = JKA/dbp 6. Kuadrat Total Acak (KTA) KTA = KTP/dba 7. F hitung F hitung = KTP/KTA 8. Bila berbeda nyata dilanjutkan dengan DNMRT SY = KTA/t DNMRT = P.SY 9. Keterangan FK JKT JKP JKA KTP KTA SY P K T dbp = Faktor Koreksi = Jumlah Kuadrat Total = J umlah Kuadrat Perlakuan = Jumlah Kuadrat Acak = Kuadrat Total Perlakuan = Kuadrat Total Acak = Kuadrat standar rata-rata deviasi = Jumlah kuadrat nyata duncan = Konsentrasi = Ulangan = Derajat Bebas Perlakuan

dba = Derajat BebasAcak DNMRT = Beda Jarak Nyata Duncan

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang terdiri dari: Kota Tanjung Pinang, Kota Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna dan Kabupaten Lingga. Secara keseluruhan wilayah Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari 5 kabupaten dan 2 kota, 42 kecamatan serta 256 kelurahan/desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan pulau kecil, di mana 40% belum bernama dan berpenduduk, adapun luas wilayahnya secara keseluruhan sebesar 252.601 km 2. Kota Tanjung Pinang yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Riau dan sekaligus sebagai ibukota provinsi yang mempunyai kedudukan cukup strategis baik segi ekonomi, pertahanan, keamanan maupun sosial budaya, Kota Tanjung Pinang terletak di Pulau Bintan, tepatnya di bagian selatan pulau tersebut dengan menghadap kearah Barat Daya pada 0 50 54,62 LU dan 104 20 23,40 BT - 104 32 49,9 BT. Adapun batas wilayah administrasi adalah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Teluk Bintan. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Galang. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Bintan Timur.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Karas, Kecamatan Galang Kota Batam. Luas wilayah Kota Tanjung Pinang keseluruhan adalah 239,5 Km², yang terdiri dari atas daratan dengan luas 131,54 Km² dan lautan dengan luas 107,96 Km², sehingga dikategorikan menjadi dua kategori wilayah yaitu Tanjung Pinang Daratan dan Tanjung Pinang Lautan. Kota Tanjung Pinang secara administrasi dibagi menjadi 4 (empat) kecamatan, 18 (delapan belas) kelurahan, sedangkan Kantor Kesehatan Pelabuhan terletak di Kota Tanjung Pinang yang terdiri dari 10 wilayah kerja yang merupakan pelabuhan umum dan pelabuhan khusus. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 3. Peta Kota Tanjung Pinang