Saluran Air Tertutup Sebagai Faktor Penekan Populasi Tikus di Daerah Bekas Fokus Pes Cangkringan Sleman Yogyakarta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pes merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Yersinia pestis.

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) atau wabah, sehingga

PERBEDAAN JENIS UMPAN TERHADAP JUMLAH RODENTIA TERTANGKAP DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS CANGKRINGAN

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

BAB I PENDAHULUAN. karena kebiasaan tikus yang suka mengerat benda-benda disekitarnya,

Jurnal Kesehatan Masyarakat

Key word : mouse, plague, ectoparasites

HUBUNGAN KONDISI FASILITAS SANITASI DASAR DAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE DI KECAMATAN SEMARANG UTARA KOTA SEMARANG.

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan dan kesehatan manusia. Keadaan lingkungan dan pola hidup

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT TENTANG KEBERSIHAN LINGKUNGAN DENGAN KEBERADAAN TIKUS DI DESA LENCOH KECAMATAN SELO KABUPATEN BOYOLALI NASKAH PUBLIKASI

PENGARUH JUMLAH TEMPAT PENAMPUNGAN SAMPAH SEMENTARA TERHADAP TIKUS YANG TERINFEKSI LEPTOSPIRA DI KOTA YOGYAKARTA

EKTOPARASIT (FLEAS) PADA RESERVOIR DI DAERAH FOKUS PEST DI KABUPATEN BOYOLALI PROVINSI JAWA TENGAH

PENDAHULUAN. zoonoses (host to host transmission) karena penularannya hanya memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Leptospira sp dan termasuk penyakit zoonosis karena dapat menularkan ke

STUDI KASUS LEPTOSPIROSIS DI KECAMATAN MIJEN KABUPATEN DEMAK.

BAB 1 PENDAHULUAN. Leptospirosis adalah penyakit infeksi yang terabaikan / Neglected

GAMBARAN EPIDEMIOLOGI LEPTOSPIROSIS DI KECAMATAN JEPARA, KABUPATEN JEPARA, PROVINSI JAWA TENGAH

HUBUNGAN PENANGANAN SAMPAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS INGIN JAYA KABUPATEN ACEH BESAR

lingkungan sosial meliputi lama pendidikan, jenis pekerjaan dan kondisi tempat bekerja (Sudarsono, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. beriklim sub tropis dan tropis (WHO, 2006). Namun insiden leptospirosis. mendukung bakteri Leptospira lebih survive di daerah ini.

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

DELI LILIA Dosen Program Studi S.1 Kesehatan Masyarakat STIKES Al-Ma arif Baturaja ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dan musim hujan. Tata kota yang kurang menunjang mengakibatkan sering

PENDAHULUAN. Herdianti STIKES Harapan Ibu Jambi Korespondensi penulis :

Unnes Journal of Public Health

HUBUNGAN ANTARA SANITASI RUMAH WARGA DENGAN JUMLAH TIKUS DAN KEPADATAN PINJAL DI DESA SELO KECAMATAN SELO BOYOLALI

BAB I. Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, disebabkan oleh

Unnes Journal of Public Health

ANALISIS DISTRIBUSI PENYAKIT DIARE DAN FAKTOR RESIKO TAHUN 2011 DENGAN PEMETAAN WILAYAH DI PUSKESMAS KAGOK SEMARANG

HUBUNGAN ANTARA SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS LIMBUR LUBUK MENGKUANG KABUPATEN BUNGO TAHUN 2013

Kata Kunci : Diare, Anak Balita, Penyediaan Air Bersih, Jamban Keluarga

HALAMAN PENGESAHAN ARTIKEL ILMIAH

DAFTAR PUSTAKA. Anonimous, Mengenal Jenis-jenis Restoran. Diakses tanggal 13 Januari jttcugm.wordpress.com/2008/12/16/restoran/

Gambaran Sanitasi Lingkungan Wilayah Pesisir Danau Limboto di Desa Tabumela Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Tahun 2013

PEMASANGAN PERANGKAP, PEMERIKSAAN (IDENTIFIKASI), DAN PENYISIRAN TIKUS (PENANGKAPAN EKTOPARASIT)

Identitas Responden 1. Nomor Responden : 2. Nama : 3. Jenis Kelamin : 4. Umur : 5. Pendidikan Terakhir : 6. Pekerjaan :

BAB I PENDAHULUAN. yang beriklim sedang, kondisi ini disebabkan masa hidup leptospira yang

GAMBARAN SANITASI RUMAHTERKAIT DENGAN LEPTOSPIROSIS (STUDI DI KECAMATAN GAJAH MUNGKUR KOTA SEMARANG)

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

STUDI KEPADATAN TIKUS DAN EKTOPARASIT DI DAERAH PERIMETER DAN BUFFERPELABUHAN LAUT CILACAP Yudhi Cahyo Priyotomo

PEMETAAN KEBERADAAN TIKUS DAN KONDISI LINGKUNGAN SEBAGAI POTENSI PENULARAN LEPTOSPIROSIS DI RW 08 KELURAHAN NGEMPLAK SIMONGAN KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan

BAB I PENDAHULUAN. tikus. Manusia dapat terinfeksi oleh patogen ini melalui kontak dengan urin

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara. Pada usia balita merupakan masa perkembangan tercepat

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

HUBUNGAN FAKTOR SOSIODEMOGRAFI DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GIRIWOYO 1 WONOGIRI

Fajarina Lathu INTISARI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare merupakan penyakit yang sangat umum dijumpai di negara

BAB I PENDAHULUAN. hujan yang tinggi (Febrian & Solikhah, 2013). Menurut International

HUBUNGAN ANTARA FAKTOR PERILAKU LINGKUNGAN FISIK DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN KLATEN NASKAH PUBLIKASI

Yulisetyaningrum ABSTRAK

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DI MASYARAKAT DESA MARANNU KECAMATAN PITUMPANUA KABUPATEN WAJO YURIKA

BAB I PENDAHULUAN. Repository.unimus.ac.id

Analisis Sarana Dasar Kesehatan Lingkungan yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Balita di Kecamatan Gading Cempaka Kota Bengkulu

Tedy Candra Lesmana. Susi Damayanti

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Rencana Strategis Kementrian Kesehatan (2011), Pembangunan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN HIBAH BERSAING

ANALISIS HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN KONTRUKSI SUMUR GALI TERHADAP KUALITAS SUMUR GALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh virus influenza tipe A, yang ditularkan oleh unggas seperti ayam, kalkun, dan

Volume VI Nomor 4, November 2016 ISSN: PENDAHULUAN

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

HUBUNGAN BREEDING PLACE DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEBERADAAN JENTIK VEKTOR DBD DI DESA GAGAK SIPAT KECAMATAN NGEMPLAK KABUPATEN BOYOLALI

Hubungan Antara Faktor Lingkungan Fisik Rumah dan Keberadaan Tikus dengan Kejadian Leptospirosis di Kota Semarang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA RANOWANGKO KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA TAHUN

Vol. 10 Nomor 1 Januari 2015 Jurnal Medika Respati ISSN :

UKDW. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara

JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015 (ISSN: )

HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT Chikungunya DI KOTA PADANG. Mahaza, Awaluddin,Magzaiben Zainir (Poltekkes Kemenkes Padang )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Mranggen merupakan daerah yang berada di Kabupaten Demak

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TENGAL ANGUS KABUPATEN TANGERANG

FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS DI WILAYAH PUSKESMAS KEDUNGMUNDU SEMARANG

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG LEPTOSPIROSIS DENGAN KEJADIAN LEPTOSPIROSIS PADA MASYARAKAT DI DESA ARGODADI DAN ARGOREJO SEDAYU BANTUL YOGYAKARTA

Ririh Citra Kumalasari 1. Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Undip *)Penulis korespondensi:

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERILAKU 3M, ABATISASI DAN KEBERADAAN JENTIK AEDES HUBUNGANNYA DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE

ANALISIS FAKTOR RISIKO PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN HELVETIA TENGAH MEDAN TAHUN 2005

HUBUNGAN PELAKSANAAN PSN 3M DENGAN DENSITAS LARVA Aedes aegypti DI WILAYAH ENDEMIS DBD MAKASSAR

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN ANGKA KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MEURAXA TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), diare adalah

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. juga dipengaruhi oleh tidak bersihnya kantin. Jika kantin tidak bersih, maka

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN TINDAKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN MALALAYANG 2 LINGKUNGAN III

STUDI ANGKA BEBAS JENTIK (ABJ) DAN INDEKS OVITRAP DI PERUM PONDOK BARU PERMAI DESA BULAKREJO KABUPATEN SUKOHARJO. Tri Puji Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH KONSTRUKSI SUMUR TERHADAP KANDUNGAN BAKTERI ESCHERCIA COLI PADA AIR SUMUR GALI DI DESA DOPALAK KECAMATAN PALELEH KABUPATEN BUOL

Anwar Hadi *, Umi Hanik Fetriyah 1, Yunina Elasari 1. *Korespondensi penulis: No. Hp : ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. sehingga menimbulkan gejala penyakit (Gunawan, 2010). ISPA merupakan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

GAMBARAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP RISIKO PENYAKIT PES PADA DUSUN FOKUS DAN DUSUN TERANCAM PES

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

BAB 1 : PENDAHULUAN. memerlukan daya dukung unsur-unsur lingkungan untuk kelangsungan hidupnya.

Transkripsi:

http://doi.org/10.22435/blb.v13i1. 4557. 83-92 Saluran Air Tertutup Sebagai Faktor Penekan Populasi Tikus di Daerah Bekas Fokus Pes Cangkringan Sleman Yogyakarta Closed Water Chanel As A Pressing Factor Of Rats Population In Plague Focused Area At Cangkringan Sub District, Sleman District, Yogyakarta Province. Sukismanto 1*,Lupita Chairunnisa 1, Indah Werdiningsih 2 1 Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Respati Yogyakarta 1 Jln Raya Tajem KM 1,5 Maguwoharjo, Depok, Sleman, DIY. 2 Poltekkes Kemenkes Yogyakarta, Jurusan Kesehatan Lingkungan 2 Jln Tatabumi No 3 Banyuraden, Gamping, Sleman, DIY. *E_mail : sukisjogja@gmail.com Received date: 28-01-2016, Revised date: 21-06-2017, Accepted date: 06-07-2017 ABSTRAK Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman merupakan wilayah fokus pengamatan pes yang letaknya berada di lereng Gunung merapi. Setelah erupsi Gunung merapi perlu diwaspadai dugaan tikus hutan masuk ke dalam perkampungan penduduk. Pengamatan dan pemantauan tikus dilakukan untuk kewaspadaan pes dan penyakit lain dari keberadaan tikus seperti leptospirosis. Kecamatan Cangkringan memiliki lima desa salah satunya yaitu Desa Wukirsari yang merupakan daerah bekas fokus. Tujuan kegiatan adalah menentukan kondisi lingkungan rumah yang berperan dalam keberhasilan penangkapan tikus. Jenis penelitian deskriptif metode observasional dengan pendekatan cross sectional, jumlah sampel sebanyak 66 sampel rumah. Analisis data secara univariat dan bivariat. Jumlah tikus yang tertangkap di Desa Wukirsari semuanya berada di dalam rumah sebanyak 36 tikus dengan hasil trap success sebanyak 27,7%, jenis tikus yang tertangkap Rattus rattus diardi dengan jumlah pinjal khusus Xenopsylla cheopis sebanyak 5 ekor. Hasil perhitungan indeks pinjal khusus sebesar 0,13. Hasil analisis bivariat hanya variabel keberadaan saluran air tertutup yang signifikan ada hubungan dengan kesuksesan dalam penangkapan tikus. Kata kunci: Kepadatan Tikus, Saluran Air, Kondisi Lingkungan Rumah ABSTRACT Sub-district Cangkringan of Sleman District is an focus area of Plague surveillance at the slopes of Merapi Mountains. Eruption montains was interested alert of rats to insert surrounding villages mountain. Surveillance such as monitoring of rats population was doing for early warning Plague and other disease such as Leptospirosis disease. Sub-district Cangkringan consist of five villages, Wukirsari village is one of former focus. The purpose of study was to determine home environment conditions contributed to trap success. Study design was observational with cross sectional, size of sample as 66 samples (home). Data analyzed with univariat and bivariate. The number of rats caught in the village of Wukirsari are 36 rats with 27.7% trap success with type of rats by Rattus rattus diardi with number of Xenopsylla cheopis are 5. Index flea was calculated of 0.13. based on bivariat analysis just closed water channel variabel was significantly correlated with trap success. Keywords : Rat Density, Water Channel, Home Environment Condition PENDAHULUAN Pes masih terdapat di Indonesia baik pada manusia (secara serologis) maupun pada hewan. 1 Tikus termasuk mamalia yang sangat merugikan, mengganggu kehidupan serta kesejahteraan manusia, tetapi relatif bisa hidup berdampingan dengan manusia. 2 Tikus merupakan hama penting pada habitat permukiman dan penyebab beberapa jenis penyakit seperti leptospirosis. Tikus dianggap sebagai hama, karena banyak menimbulkan kerugian bagi manusia. Kerugian yang ditimbulkan adanya kerusakan yang berupa keratan pada berbagai benda rumah tangga yang terbuat dari kayu, kain, kertas, plastik, logam, dan alat-alat listrik, serta adanya kontaminasi berupa rambut, feses, dan urin tikus pada berbagai bahan makanan manusia. 3 Masalah kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan 83

BALABA Vol.13 No.1, Juni 2017: 83-92 yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya. Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi manusia. Rumah atau tempat tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. 4 Warga wilayah Kecamatan Cangkringan harus mewaspadai serangan pes atau dikenal Pesteurellosis. Penyakit yang ditularkan melalui pinjal atau kutu dari tikus tersebut beresiko beredar setelah bencana erupsi merapi. Kepala Bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, menjelaskan bahwa sejauh ini belum ada pasien terkena pes yang dilaporkan. Namun warga perlu waspada terhadap serangan pinjal yang biasa hinggap di badan tikus hutan yang masuk ke perkampungan beresiko membawa pinjal yang mengandung bakteri penyebab Pes. Penyebaran tikus yang tidak terdeteksi memicu adanya penyebaran pinjal yang bisa menularkan Pes kepada manusia. Himbauan kepala bidang Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman agar warga masyarakat harus mewaspadai pes pasca erupsi Gunung merapi meskipun belum ada penularan yang terjadi pada manusia. 5 Kegiatan pemberantasan penyakit (P2) untuk menunjang bebas pes dilakukan pengamatan dan pemantauan tikus di wilayah Kecamatan Cangkringan yang berbatasan dengan Kabupaten Boyolali Jawa Tengah, serta pengamatan pada manusia yang bergejala klinis pes. Kegiatan pengamatan dan pemantauan dilaksanakan dengan trapping tikus dan pemeriksaan pinjal tikus serta pengambilan darah pada warga yang dilakukan oleh Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan- Pemberantasan Penyakit menular BBTKL-PPM) Yogyakarta. Hasil pemeriksaan laboratorium bahwa dari 100 orang diperiksa menunjukan bahwa secara serologis dan titer semuanya negatif. Pemantauan dengan trapping tikus sebanyak 259 ekor dan pemeriksaan pinjal dengan pemeriksaan serologis dan titer diketahui hasilnya negatif. Pada tahun 2012 sebanyak 100 orang yang diperiksa serologi 100% dengan sampel titer negatif. 6 Kecamatan Cangkringan merupakan wilayah bekas fokus Pes memiliki lima Desa yang salah satunya adalah Desa Wukirsari dimana desa tersebut merupakan daerah bekas fokus. Berdasarkan data penyidikan epidemiologi pada tahun 2014 diketahui bahwa di Desa Wukirsari jenis tikus yang tertangkap Rattus rattus diardi (RRD) sejumlah 58 ekor (jenis kelamin jantan 42 ekor dan betina 16 ekor) dan Suncus murinus (SM) sejumlah 26 ekor (jenis kelamin jantan 14 dan betina 12), dengan jenis pinjal Xenopsylla cheopis pada tikus Rattus rattus diardi (RRD) sejumlah 42 ekor dan Suncus murinus (SM) sejumlah 2 ekor. Berdasarkan data penyidikan epidemiologi tersebut tidak diketahui jumlah kepadatan tikus dan pinjal sehingga peneliti melakukan penelitian di desa Wukirsari yang merupakan Desa fokus pengamatan oleh Puskesmas. Peneliti juga meneliti kondisi lingkungan rumah karena berdasarkan data dari rencana penataan pemukiman tahun 2010 2015 di Desa Wukirsari bahwa penduduk Wukirsari memiliki kondisi perumahan yang bersifat permanen, kondisi dengan rata-rata konstruksi bangunan menggunakan batako ataupun batu, sedangkan rumah yang bersifat semi permanen rata-rata konstruksi bangunannya berupa tembok dan sebagian kayu atau masih berupa bilik yang terbuat dari bambu, sedangkan kondisi perumahan yang bersifat temporer konstruksi bangunannya terdiri dari bilik dan papan. Tujuan penelitian adalah untuk menentukan kondisi lingkungan rumah yang memberikan faktor keberhasilan dalam penangkapan tikus. METODE Desain penelitian yang digunakan adalah Deskriptif Observasional. Lokasi penelitian dilakukan di Desa Wukirsari Kecamatan Cangkringan, pada 31 Mei 11 Juni 2015. Populasi pada penelitian ini berjumlah 649 rumah. Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian adalah multistage sampling, dari 24 dusun diambil 4 dusun dengan metode convenience sampling sesuai dengan jadwal pemasangan perangkap yang dilakukan secara rutin oleh Puskesmas Cangkringan yaitu Dusun Sembungan, Sintokan, Pusmalang dan Kregan. 84

Saluran Air...(Sukismanto, dkk) Pengambilan sampel Rumah secara simple random dan besar sampel dihitung dengan rumus sesuai metode menelitian cross sectional. Pengambilan ditingkat Dusun dengan teknik proportional random sampling, sehingga untuk dusun Sembungan diambil 19 rumah, Sintokan dan Pusmalang masing-masing 20 rumah, sedangkan untuk Kregan sejumlah 7 rumah. Umpan yang digunakan dalam perangkap adalah kelapa bakar. Tikus yang tertangkap dimasukan kantong plastik untuk dilakukan pembiusan kemudian pengamatan ektoparasit dan baru dilakukan identifikasi spesies tikus. Setiap rumah yang dipasang perangkap dilakukan observasi untuk mengetahui faktor lingkungan yang diteliti. HASIL Tabel 1. Keberhasilan penangkapan Tikus di Desa Wukirsari Cangkringan Jumlah Tikus Jumlah perangkap Lokasi Tertangkap Dusun Sembungan 17 38 44,7% Dusun Sintokan 13 40 32,5% Dusun Pusmalang 1 40 2,5% Kregan 5 14 35,7% 36 132 27,3% Hasil trap success yang dilakukan di dusun Sembungan, Sintokan, Pusmalang dan Kregan yang berada desa Wukirsari dari tabel 1. menunjukkan hasil trap success terbanyak di dusun sembungan sebesar 44,73% dan yang paling rendah di Dusun Pusmalang trap success sebesar 2,5%. Rata-rata hasil trap success di desa Wukirsari sebesar 27,3%. Jumlah tikus yang tertangkap pada dusun Pusmalang sangat sedikit dibandingkan dengan dusun yang lain dikarenakan kondisi perangkap yang dipasang masih kotor dan ada jejak tikus yang sudah tertangkap di dalamnya. Hasil analisis pada 66 rumah didapatkan jumah tikus yang tertangkap berdasarkan jenis kelamin didapatkan tikus jantan sebanyak 29 tikus (81%) dan tikus betina sebanyak 7 (19%). Semua jenis tikus tertangkap merupakan spesies Rattusrattus diardi. Berdasarkan dusun menunjukan paling banyak ditemukan di dusun Sembungan (17 ekor) dan paling sedikit di dusun Pusmalang (1 ekor). Tabel 2. Hasil Penyisiran Tikus Terhadap Keberadaan Pinjal dengan Indeks Pinjal Khusus (IPK) Tikus yang Pinjal IPK Lokasi tertangkap X.cheopis Dusun Sembungan 17 2 0,11 Dusun Sintokan 13 2 0,15 Dusun Pusmalang 1 0 0 Dusun Kregan 5 1 0,2 36 5 0,14 Hasil tabel 2. Jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 36 ekor, Xenopsylla cheopis sebanyak 5 ekor. Oleh karena pinjal yang ditemukan hanya 1 spesies maka nilai indeks pinjal umum sama dengan nilai indeks pinjal khusus yaitu sebesar 0,14. 85

BALABA Vol.13 No.1, Juni 2017: 83-92 Tabel 3. Keberhasilan Penangkapan Tikus Berdasarkan Lantai Rumah di Desa Wukirsari Trap Success Tinggi ( 7%) Rendah (<7%) Lantai rumah tanah Ya 5 (7,6%) 10 (15,1%) 15 (22,73%) Tidak 17 (25,8%) 34 (51,1%) 51 (77,27%) 22 (33,3%) 44 (66,76) 66 (100%) Berdasar tabel 3. Jumlah lantai rumah tidak bertanah dengan kepadatan tikus (<7%) paling tinggi yaitu sebanyak 34 rumah sedangkan lantai rumah bertanah dengan kepadatan tikus ( 7%) sebanyak 5 rumah. Tabel 4. Keberhasilan Penangkapan Tikus Berdasarkan Keberadaan Sampah Didalam Rumah di Desa Wukirsari Trap Success Tinggi ( 7%) Rendah (<7%) Terdapat tempat sampah didalam rumah Ya Tidak 19 (28,8%) 41(62,1%) 60(90,9%) 3 (4,5%) 3 (4,5%) 6 (9,1%) 22 (33,3%) 44 (66,7%) 66 (100%) Hasil di tabel 4. Jumlah rumah yang terdapat tempat sampah didalam rumah sebanyak 62,1% kepadatan tikus tertangkap rendah. sedangkan rumah yang tidak memiliki tempat sampah di dalam rumah diketahui keberhasilan penangkapan berimbang untuk kategori tinggi dan rendah yaitu sama-sama sebesar 4,5%. Tabel 5. Keberhasilan Penangkapan Tikus Berdasarkan Kondisi Tempat Sampah di Desa Wukirsari Tinggi ( 7%) Rendah (<7%) Tempat sampah tertutup Ya 4 (6,06%) 7(10,6%) 11 (16,66%) Tidak 18 (27,3%) 37(56,06%) 55 (83,3%) 22(33,33%) 44 (66,66%) 66 (100%) Hasil di tabel 5. Jumlah rumah yang memiliki tempat sampah tidak tertutup sebanyak 10,6% dengan keberhasilan penangkapan tikus rendah, sedangkan pada tempat sampah tertutup keberhasilan penangkapan tikus dalam kategori rendah juga sebanyak 56,06%. Tabel 6. Keberhasilan Penangkapan Tikus Berdasarkan Kondisi Tempat Sampah di Desa Wukirsari Tempat sampah mudah bocor Tinggi ( 7%) Rendah (<7%) Ya 16(24,2%) 34 (51,5%) 50(75,7%) Tidak 6(9,1%) 10 (15,2%) 16(24,3%) 22(33,3%) 44(66,7%) 66(100%) Hasil di tabel 6. Diketahui jumlah rumah yang memiliki tempat sampah yang mudah bocor terdapat keberhasilan penangkapan tikus sebesar 51,5% rendah, sedangkan rumah dengan tempat sampah yang tidak bocor keberhasilan penangkapan tikus 15,2% juga rendah. 86

Saluran Air...(Sukismanto, dkk) Tabel 7. Keberhasilan Penangkapan Tikus Berdasarkan Kondisi Tempat Sampah di Desa Wukirsari Tinggi ( 7%) Rendah (<7%) Tempat sampah Ya 20 (30,3%) 42(63,63%) 62 (93,9%) mudah diangkut Tidak 2 (3,03%) 2(3,03%) 4(6,1%) 22 (33,33%) 44(66,66%) 66 (100%) Hasil di tabel 7. Diketahui Jumlah rumah yang memiliki tempat sampah mudah diangkut sebanyak 63,63% rendah, sedangkan tempat sampah yang tidak mudah diangkut seimbang sebesar 3,03%. Tabel 8. Keberhasilan Penangkapan Tikus Berdasarkan Keberadaan Genangan Air Disekitar Rumah di Desa Wukirsari Tidak ada genangan air disekitar rumah Tinggi ( 7%) Rendah (<7%) Ya 15(22,7%) 31(46,9%) 46 (69,7%) Tidak 7(10,6%) 13(19,7%) 20 (30,3%) 22(33,3%) 44 (66,66%) 66(100%) Jumlah rumah yang tidak ada genangan air disekitar rumah keberhasilan penangkapan tikus 46,9% rendah, sedangkan rumah yang memiliki genangan air 19,7% rendah. Tabel 9. Keberhasilan Penangkapan Tikus Berdasarkan Kondisi Saluran Limbah Tertutup Atau Diresapkan di Desa Wukirsari Tinggi ( 7%) Rendah (<7%) Saluran tertutup atau Ya 18(27,2%) 43 (65,2%) 61(92,4%) diresapkan Tidak 4(6,1%) 1(1,5%) 5(7,6%) 22(33,33%) 44(66,7%) 66(100%) Jumlah rumah yang memiliki saluran tertutup atau diresapkan sebesar 65,2% keberhasilan penangkapan tikus rendah, sedangkan saluran yang tidak tertutup keberhasilan penangkapan tikus 6,1% tinggi. Tabel 10. Keberhasilan Penangkapan Tikus Berdasarkan Kondisi Selokan Lancar Atau Tidak Tersumbat Trap Success Tinggi ( 7%) Rendah (<7%) Kondisi selokan lancar tidak Ya 20(30,30%) 42(63,63%) 62(93,9%) tersumbat Tidak 2(3,03%) 2(3,03%) 4(6,1%) 22(33,3%) 44(66,66%) 66 (100%) 87

BALABA Vol.13 No.1, Juni 2017: 83-92 Jumlah rumah yang memiliki kondisi selokan lancar dan tidak tersumbat dengan keberhasilan penangkapan tikus 63,63% rendah, sedangkan rumah yang memiliki kondisi selokan yang tersumbat seimbang keberhasilan penangkapan tikus sebanyak 3,03%. Tabel 11. Keberhasilan Penangkapan Tikus Berdasarkan Keberadaan Sampah Didalam Rumah Keberadaan sampah dirumah selama 24 jam Tinggi ( 7%) Rendah (<7%) Ya 10(15,15%) 29(43,94%) 39(59,1%) 12(18,18%) 15(22,72%) 27(40,9%) Tidak 22(33,33%) 44(66,66%) 66(100%) Jumlah rumah yang keberadaan sampah dirumah selama 24 jam dengan keberhasilan penangkapan tikus 43,94% rendah, sedangkan keberadaan sampah dirumah lebih dari 24 jam 22,72% rendah. Tabel 12. Hasil Analisis bivariate antara trap Success dengan beberapa variabel kondisi lingkungan rumah Asymp sign Exact sig. (2-sided) (2-sided) Lantai rumah dari tanah 1,00 Keberadaan tempat sampah didalam rumah* 0,392 Tempat sampah tertutup* 1,00 Tempat sampah mudah dipindah* 0,596 Tempat sampah mudah bocor 0,685 Keberadaan genangan air disekitar rumah 0,850 Saluran air tertutup* 0,039 Kondisi selokan lancar* 0,596 Keberadaan sampah lebih dari 24 jam 0,111 Ket * : tidak memenuhi syarat uji Chi Square Berdasarkan hasil analisis statistic dengan menggunakan uji chi square diketahui dengan membandingkan antara nilai signifikansi dengan nilai alfa (α) 0,05 maka dari beberapa variabel dapat disumpulkan bahwa variabel keberadaan saluran air tertutup ada hubungan dengan keberhasilan dalam penangkapan tikus. yang lain tidak signifikan atau tidak ada hubungan secara statistik. PEMBAHASAN Keberhasilan penangkapan tikus rata-rata di atas 7%, menunjukkan bahwa keberhasilan penangkapan tikus didalam rumah dalam kategori tinggi. Menurut Hadi dalam penelitian Pramestuti,dkk (2012) mengatakan bahwa keberhasilan penangkapan di habitat rumah (7%) biasanya lebih tinggi daripada di habitat luar rumah (2%). 7 Banyaknya tikus yang tertangkap di lokasi penelitian dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan rumah yang mendukung tikus dapat berkembangbiak di dalam rumah maupun diluar rumah seperti kondisi lantai, selokan, keberadaan tempat sampah, keberadaan sampah didalam rumah, jarak rumah yang berhimpitan dan ketersediaan makan untuk tikus yang cukup baik. Pada saat penelitian ini umpan yang digunakan adalah kelapa bakar serta partisipasi responden yakni masyarakat yang sangat membantu, jika hari sebelumnya perangkap yang dipasang tidak bisa memerangkap tikus, responden mengganti jenis umpan yang diberikan yaitu makanan yang disukai oleh tikus seperti ikan asin dan tempe. Sebelum pemasangan perangkap hari berikutnya perangkap dilakukan pencucian terlebih dahulu 8. Berdasarkan Indikator kejadian luar biasa (KLB) pes yaitu pada pemeriksaan secara serokonversi, meningkat empat kali lipat (2 x 88

Saluran Air...(Sukismanto, dkk) pengambilan), Flea Index (FI) umum lebih besar atau sama dengan dua (2), dan Flea Index (FI) khusus lebih besar atau sama dengan 1, ditemukan Yersinia pestis dari pinjal, tikus, tanah, sarang tikus, atau bahan organik lain, pada manusia hidup maupun meninggal 1. Hasil penelitian ini perhitungan indeks pinjal khusus dan indeks pinjal umum sama hasilnya karena hanya 1 spesies yang ditemukan yaitu spesies Xenopsylla cheopis. Indeks pinjal yang didapatkan sebesar 0,13. Sehingga dari angka indeks pinjal yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa kewaspadaan terhadap pes masih dalam kategori normal atau aman. Jika indeks pinjal umum lebih dari dua dan indeks pinjal khusus lebih dari satu dapat berpotensi menjadi penular pes 9. Kebiasaan Binatang pemangsa tikus seperti kucing yang memiliki kesukaan yang sama ditempat sampah dapat menjadi salah satu faktor keberadaan tikus disekitar. Kucing juga dapat bertindak sebagai inang dari pinjal, seperti hasil penelitian yang diketahui manifestasi pinjal dengan rata-rata kepadatan per kucing 3,8 ± 1,9 individu 10. Secara umum, pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat mengakibatkan tempat berkembang dan sarang dari serangga dan tikus, dapat menjadi sumber pengotoran tanah, sumber pencemaran air permukaan, pencemaran udara, serta menjadi sumber dan tempat hidup dari kuman yang membahayakan kesehatan 11. tikus merugikan bagi manusia baik dari sisi ekonomi maupun non ekonomi, membawa kuman penyakit ektoparasit maupun endoparasit 11. Hasil penelitian menunjukan lebih banyak tempat sampah didalam rumah dengan keberhasilan penangkapan tikus rendah sebanyak 41 rumah. Hasil analisis bivariat tidak ada hubungan antara tempat sampah didalam rumah dengan keberhasilan penangkapan tikus, Menurut Auliya (2012) menyatakan ada hubungan antara sarana pembuangan sampah dengan kejadian leptospirosis. 12 Menurut Dinkes Prop Jateng 2005 menyatakan bahwa sarana pembuangan sampah harus memenuhi syarat agar tidak menimbulkan keberadaan vektor-vektor penyakit, syarat-syarat tersebut antara lain sampah harus diangkut tidak melebihi 3x24 jam, tertutup dan kedap air. 14 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada genangan air disekitar rumah dengan keberhasilan penangkapan tikus rendah lebih banyak yaitu 31 rumah, adanya genangan air dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan oleh tikus yaitu penyakit leptospirosis. Namun berdasarkan analisis bivariat tidak ada hubungan antara keberadaan genangan air dengan tingkat kesuksesan perangkap tikus, maka keberadaan air disekitar rumah tidak menjadikan peningkatan populasi dan tikus disekitar rumah sehingga tidak meningkatkan resiko peningkatan indeks pinjal. Menurut Tunissea (2008) menyatakan bahwa genangan air alami merupakan salah satu faktor risiko kejadian leptospirosis. 15 Hal ini membuktikan bahwa keberadaan air menggenang cukup berpengaruh terhadap kejadian leptospirosis. Air yang menggenang di lokasi penelitian merupakan air yang berasal dari kamar mandi, dan bekas cucian. Genangan air terjadi juga disebabkan oleh kondisi selokan yang kurang baik, berdasarkan hasil penelitian Auliya Rizka (2014) menyatakan ada hubungan antara sarana pembuangan limbah dengan kejadian leptospirosis. 13 Hasil analisis bivariat untuk variabel saluran air tertutup terhadap keberhasilan penangkapan perangkap tikus menunjukan ada hubungan yang signifikan, yang artinya bahwa untuk saluran air terbuka keberhasilan penangkapan tikus lebih tinggi dibandingkan dengan keberhasilan dalam penangkapan tikus dirumah yang memiliki saluran air tertutup. sedangkan kondisi selokan tidak tersumbat tidak signifikan berhubungan dengan keberhasilan penangkapan tikus. Saluran pembuangan limbah yang buruk sehingga menyebabkan adanya genangan air disekitar rumah merupakan faktor risiko kejadian leptospirosis karena vektor perantara bakteri leptospira dapat bertahan hidup selama berbulan-bulan pada air yang menggenang. 16 Menurut penelitian Rahmawati E (2013) diketahui bahwa jumlah penangkapan tikus banyak dilakukan pada responden sebanyak 87% yang tidak memiliki saluran limbah dengan baik. 17 Kondisi saluran air tertutup tingkat keberhasilan penangkapan tikus rendah, sedangkan kondisi saluran terbuka keberhasilan lebih tinggi dari pada rumah dengan keberhasilan yang rendah. Kondisi saluran terbuka memberikan keleluasaan tikus untuk memasuki rumah dari saluran terbuka tersebut. Mengingat tikus rumah merupakan tikus domestik yang relatif tinggi kontak dengan 89

BALABA Vol.13 No.1, Juni 2017: 83-92 manusia, binatang arboreal memiliki kemampuan memanjat yang lihai dan turun dengan kepala dibawah, reproduksi yang tinggi sehingga perlu diperhatikan dalam pengendalian populasinya. Pengendalian populasi tikus dapat dilakukan dengan pelestarian dan pengembangan burung hantu 19. KESIMPULAN Kondisi lingkungan yang merupakan faktor kesuksesan dalam penangkapan tikus adalah faktor kondisi saluran air yang tertutup dibandingkan dengan saluran air terbuka dengan rata-rata sebesar 27,7%. Sedangkan jenis tikus yang berada di lingkungan rumah penduduk adalah jenis Rattus rattus diardi dan indeks pinjal yang didapat sejumlah 0,13 dengan kategori aman masih dibawah nilai satu. UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Ketua prodi S-1 Kesehatan Masyarakat dan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta yang telah memberikan dukungan dalam memfasilitasi kegiatan Penelitian Ini. Ucapan terimakasih kami sampaikan pula kepada Kepala Puskesmas Cangkringan beserta jajarannya dan kepada seluruh masyarakat yang menjadi responden dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA 1. Kemenkes Kesehatan Republik Indonesia. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2012. Jakarta: Direktorat Jendral Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. http://www.tbindonesia.or.id/pdf/profilpppl201213 0917032535phpapp02.pdf. Diakses pada tanggal 1 September 2014, pukul 18.37 WIB 2. Soejoedi, H,. Pengendalian Rodent, Suatu Tindakan Karantina. Jurnal Kesehatan Lingkungan, Vol. 2, No.54 1, Juli 2005 : 53 66. 2005 3. Banilo, Margaretha, Balbina. Survei Entomologi Kepadatan Pinjal pada Tikus di Daerah Buffer Wilayah Kerja KKP Kelas IV Yogyakarta. Skripsi: UNRIYO, Yogyakarta. 2014. 4. Notoatmodjo, S,. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Jakarta: Rineka Cipta. 2003 5. Harian Jogja. Internet. Cangkringan waspada serangan pes. http://jogja.solopos.com/baca/2011/02/23/cangkrin gan-waspada-serangan-pes-145092. Diakses pada 2 Februari 2015. 2011 6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Tahun 2011. https://app.box.com/s/sijeep fahmiumglzh7nn Jakarta: Direktorat Jendral Penanggulangan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Diakses pada tanggal 6 Desember 2014. 7. Pramestuti N, dkk. Populasi Tikus Dan Pengetahuan Masyarakat Tentang Tikus Dan Penyakit Yang Ditularkan Di Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman, Artikel Balai Litbang P2B2 Banjarnegara, Vol. 8, No. 01, Jun 2012 : 11-16. 2012 8. Rahmawati, E., Partisipasi Ibu dalam pemasangan live trap terhadap jumlah tikus dan pinjal di sukabumi kecamatan cepogo Kabupaten Boyolali, Unnes Journal of Public Health, Vol2 No.3, 2013. 9. Maulana, Yusup, dkk, identifikasi ektoparasit pada tikus dan cecurut di daerah focus pes desa suroteleng kecamatan selo kabupaten Boyolali, Jurnal Penelitian : Balaba, Vol 8, N0.2, Desember 2012: 33-36 10. Bashofi, AS, dkk Infestasi Pinjal dan Infeksi Dipylidium Canium (Linnaeus) pada kucing liar di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor, Kecamatan Dramaga Jurnal Entomologi Indonesia, Vol 12, No.2 Juli 2015:108-114. 2015 11. Supriyati, Dina, Ustiawan, Adil., Spesies Tikus, cecurut dan pinjal yang ditemukan di Pasar Kota Banjarnegara. Jurnal penelitian: Balaba Vol. 9, No.2, Desember 2013: 58-62 12. Mubarak Wahid, I dan Nurul Chayatin. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori Dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. 2009 13. Auliya, R. Hubungan Antara Strata PHBS Tatanan Rumah Tangga Dan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Leptospirosis (Studi Kasus Di Kecamatan Candisari Kota Semarang Tahun 90

Saluran Air...(Sukismanto, dkk) 2012). Skripsi. Universitas Respati Yogyakarta. 2012 14. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman. Profil Kesehatan Sleman Tahun 2012. http://dinkes.slemankab.go.id/wpcontent/uploads/2014/01/profil-2013.pdf. Diakses pada tanggal 7 November 2014 15. Raharjo, Jarohman dan Rahmadhani, Tri. Studi Kepadatan Tikus dan Ektoparasit (Fleas) pada Daerah Fokus dan Bekas Pes. Predisposing Seminar nasional kesehatan: Jurusan Kesehatan masyarakat FKIK UNSOED. 2012. http://kesmas.unsoed.ac.id/sites/default/files/fileun ggah/jarohman-15.pdf. Diakses pada tanggal 19 November 2014. 17. Ernawati, Dwi dan Priyanto, Dwi., Pola Sebaran Spesies Tikus Habitat Pasar berdasarkan jenis komoditas di pasar Kota Banjarnegara, Jurnal Penelitian: Balaba, Vol.9, No.2, Desember 2013: 58-62. 18. Chin, J.. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17 Cetakan IV Editor penterjemah : I Nyoman Kandun. Jakarta : CV. Infomedika. 2012 19. Setiabudi Johan, dkk,. Analisis prioritas kebijakan pemanfaatan burung hantu (Tyto alba) sebagai pengendalian hama tikus sawah yang ramah lingkungan di kabupaten Semarang, Indonesian Journal of Conservation, Vol 04, No.1, 2015: 67-73. 2015 16. Rusmini, Bahaya Leptospirosis (Penyakit Kencing Tikus) & Cara Pencegahannya, Yogyakarta: Gosyen Publishing. 2011 91

92 BALABA Vol.13 No.1, Juni 2017: 83-92