BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (2014) menyebutkan bahwa populasi lanjut usia (lebih dari 60 tahun) diperkirakan mengalami peningkatan pada tahun 2000 hingga 2050 yaitu 11% menjadi 22% dari total penduduk di dunia. Sedangkan Indonesia memiliki jumlah penduduk lansia urutan ke-4 terbesar di dunia, setelah negara China, India dan Amerika (United Nations, 2015). Badan Pusat Statistik (BPS, 2013) menyebutkan bahwa jumlah lansia di Indonesia mencapai 20,04 juta orang atau sekitar 8,05% dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara proporsi penduduk lansia tertinggi Indonesia berada di Daerah Istimewa Yogyakarta (13,20%), kemudian Jawa Tengah (11,11%), dan Jawa Timur (10,96%) (BPS, 2013). Hal ini juga didukung dari data yang diperoleh BPS pada tahun 2010, yang menyatakan bahwa Kabupaten Sleman menjadi daerah yang memiliki Angka Harapan Hidup (AHH) tertinggi di Indonesia. Tingginya angka harapan hidup menunjukkan potensi jumlah penduduk lansia terus meningkat yang mungkinkan munculnya kejadian penyakit-penyakit degeneratif. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan sebelumnya, data menunjukkan bahwa Diabetes Mellitus (DM) menduduki peringkat ke-3 penyakit degeneratif terbanyak yang diderita oleh lansia di wilayah Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. DM merupakan salah satu penyakit metabolik yang berlangsung secara kronik. Penderita diabetes mengalami kelebihan gula darah dalam tubuh akibat tidak dapat memproduksi insulin dengan jumlah cukup atau tidak mampu menggunakan insulin secara efektif (Misnadiarly, 2008). 1
2 Hasil penelitian Risvi (2009) juga menyebutkan bahwa dari populasi penderita diabetes, dua pertiga diantaranya merupakan penderita dengan usia lebih dari 60 tahun atau lansia. Sementara itu data Riskesdas pada tahun 2007 menunjukkan prevalensi penyakit DM di Indonesia menurut usia, yaitu pada usia 15 24 tahun prevalensi sebesar 0,1%, usia 25 34 tahun sebesar 0,2%, usia 35 44 tahun sebesar 0,7%, usia 45 54 sebesar 2,0%, usia 55 64 tahun sebesar 2,8%, usia 65 74 tahun sebesar 2,4%, dan usia >75 tahun sebesar 2,2%. Prevalensi tersebut menggambarkan bahwa populasi penderita DM pada lansia mengalami peningkatan yang lebih dibandingkan kelompok usia yang lain. Sementara itu di Kabupaten Sleman jumlah penderita DM pada kelompok usia 55 59 tahun mencapai 702 orang, usia 60 69 tahun mencapai 624 orang, dan pada usia >70 tahun mencapai 304 (DINKES Sleman, 2013). Jumlah penderita yang banyak pada kelompok lansia ini dapat menimbulkan permasalahan yang kompleks. Seseorang dengan usia lanjut akan mengalami penurunan secara biologis maupun mental. Pada penderita DM juga mengalami penurunan kesehatan fisik dan mental, yang memengaruhi pekerjaan serta aktivitas sosial lainnya (Hutuleac, 2012). Penurunan ini terjadi akibat kadar gula darah berlebih dalam tubuh yang dapat mengganggu hingga merusak fungsi organ-organ. Selain itu penderita diabetes akan rentan terhadap bakteri saat gula darah meningkat, sehingga kemungkinan-kemungkinan untuk terjadi luka atau infeksi semakin tinggi. Apabila dikaitkan dengan penurunan fungsi, maka DM menjadi faktor yang menambah resiko terjadinya gangguan pada lansia penderita DM.
3 Gangguan fisik dan psikososial berdampak terganggunya seseorang dalam mewujudkan kemauan dan kemampuannya menjalani kehidupan di masyarakat maupun secara individual. Menurut Wuryanano (2007), kemampuan dan kemauan dalam menjalani komitmen dan kewajiban mempertahankan kehidupan merupakan bagian dalam meningkatkan kualitas hidup seseorang. Kualitas hidup harus dipahami tidak hanya secara, statis, namun selalu terbuka pada setiap kemungkinan perubahan-perubahan dan pengembangan. Hal ini terjadi pula pada lansia penderita DM, yang secara jelas telah terjadi perubahan-perubahan (penurunan) baik secara fisik maupun mental. Pada penyakit kronik ini, kualitas hidup menjadi peranan yang sangat penting dalam morbiditas-mortalitas penderita (Hutuleac, 2012). Untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup pada lansia penderita DM, perlu adanya penanganan maupun manajemen diri yang baik untuk mendukung kelangsungan hidup penderita. Sehingga kualitas hidup merupakan komponen penting dalam lingkup praktek keperawatan (King, 2006). WHO (2015) telah merekomendasikan adanya penanganan DM dengan pendekatan diet sehat dan aktivitas fisik secara teratur. Hal ini juga didukung dengan pernyataan Liese et al (2013) bahwa salah satu kunci dalam menajemen diabetes mellitus adalah aktivitas fisik. Penelitian tersebut berupa systematic review dari berbagai penelitian sebelumnya mecakup dari tahun 1970 2012, yang menunjukan bahwa aktivitas fisik dalam DM dapat membantu kontrol gula darah dan memberikan efek kesehatan. Selain itu, hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ijzerman et al (2011) menunjukkan adanya gangguan mobilitas fisik pada penderita diabetes mellitus berkaitan dengan kelemahan otot penderita, baik
4 penderita yang mengalami polyneuropathy maupun tidak. Kemudian hasil ini dikaitan dengan kualitas hidup penderita, yang memberikan hasil hubungan positif (all, p < 0,05). Namun, aktivitas fisik yang dilakukan oleh penderita DM cenderung kurang dari batas normal (minimal 60 menit per hari) (Liese et al, 2013). Terapi gizi merupakan salah satu komponen utama selain aktivitas fisik dalam penatalaksanaan diabetes (Phitri & Widyaningsih, 2013). Namun demikian, ketepatan gizi sesuai dengan yang dibutuhkan oleh penderita diabetes sering kali menjadi masalah bagi mereka. Takaran gizi yang tidak tepat akan berefek pada kadar glukosa dalam tubuh. Saat terjadi hipoglikemi maupun hiperglikemi maka akan terasa pada tubuh penderita, bahkan resiko terjadinya komplikasi juga meningkat. Hal ini akan memengaruhi kualitas hidup penderita dalam menjalani aktivitas sehari-harinya. Penderita diabetes harus mampu mengendalikan pola diet sehat dan sesuai dengan yang dianjurkan. Prinsip pengaturan makanan meliputi jadwal makan, jumlah makan, dan jenis makanan. Dalam masyarakat masih banyak penderita yang belum melaksanakan dengan benar terkait hal tersebut. Bahkan pada orang dengan lanjut usia berpotensi mengalami pola diet yang tidak baik terkait dengan terjadinya penurunan fungsi-fungsi tubuh. Penelitian Setyani (2007), menggambarkan tingkat ketaatan diet bagi pasien diabetes mellitus. Hasil penelitiannya menunjukkan hanya 43% pasien yang patuh menjalankan diet diabetes mellitus. Sebanyak 57% pasien tidak patuh menjalankan diet yang dianjurkan. Selain aktivitas dan pola diet, juga diperlukan sikap dari penderita dalam menangani penyakit diabetes untuk mencapai kualitas hidup yang baik. Sikap tidak terlepas dari pengetahuan yang mereka miliki. Hasil penelitian Phitri &
5 Widyaningsih (2012), menunjukkan bahwa dari 54 responden, responden yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 12 responden, terdapat 8 responden (66,7%) patuh dan tidak patuh sebanyak 4 responden (33,3%). Responden yang mempunyai pengetahuan cukup sebanyak18 responden, terdapat 11 responden (61,7%) patuh dan tidak patuh sebanyak 7 responden (38,9%). Sedangkan responden yang mempunyai pengetahuan kurang sebanyak 24 responden, terdapat 20 responden (83,3%) tidak patuhdan patuh sebanyak 4 responden (16,7%). Penanganan yang adekuat pada usia lanjut yang menderita DM dipandang cukup penting bagi kelangsungan hidup penderita. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit ataupun menghindari komplikasi yang lebih lanjut. Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa aktivitas fisik, pola dit, dan pengetahuan merupakan komponen penting dalam upaya peningkatan kualitas hidup lansia penderita DM. Perawat sebagai care provider bertugas untuk memberikan pelayanan keperawatan baik dari segi edukasi maupun perawatan penyakit untuk memandirikan pasien dalam menyelesaikan masalah khususnya masalah kesehatan (Asmadi, 2005). Dalam hal ini perawat merupakan salah satu petugas kesehatan yang ikut mengupayakan peningkatan kualitas hidup lansia penderita DM. Pengetahuan, aktivitas fisik, dan pola diet sebagai komponen penting dalam upaya tersebut perlu dikuasai oleh perawat. Namun, sejauh ini belum ditemukan penelitian yang menghubungkan antara ketiga komponen di atas.
6 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah, apakah ada hubungan antara pengetahuan, aktivitas fisik, dan pola diet dengan kualitas hidup lansia penderita DM tipe II? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara pengetahuan, aktivitas fisik, dan pola diet dengan kualitas hidup lansia penderita DM tipe II. 2. Tujuan khusus: a. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang penyakit DM dengan aktivitas fisik lansia penderita DM tipe II di Kabupaten Sleman b. Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan pola diet lansia penderita DM tipe II di Kabupaten Sleman c. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas hidup lansia penderita DM tipe II di Kabupaten Sleman d. Mengetahui hubungan antara pola diet dengan kualitas hidup lansia penderita DM tipe II di Kabupaten Sleman D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini antara lain: 1. Bagi mahasiswa Menambah keilmuan bagi profesi keperawatan terkait hubungan antara pengetahuan, aktivitas fisik dan pola diet dengan kualitas hidup lansia penderita DM sebagai pertimbangan dalam menentukan penatalakasaan yang tepat.
7 2. Bagi peneliti Mengetahui hubungan antara pengetahuan, aktivitas fisik, dan pola diet dengan kualitas hidup lansia penderita DM di kabupaten Sleman, D I Yogyakarta sebagai bekal penelitian-penelitian selanjutnya. 3. Bagi tenaga profesi keperawatan dan tenaga kesehatan lain Menambah informasi terkait peran pengetahuan, aktivitas fisik, dan pola diet dengan kualitas hidup lansia penderita DM dalam penanganannya y E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan peneliti, belum pernah dilakukan penelitian mengenai hubungan pengetahuan, aktivitas fisik, dan pola diet terhadap kualitas hidup lansia penderita DM yang saling mengaitan satu sama lain. Adapun beberapa penelitian yang ada hubungannya dengan penelitian ini, antara lain: 1. Penelitian Phitri & Widyaningsih (2013) dengan judul Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Penderita Diabetes Melitus dengan Kepatuhan Diet di RSUD AM. Parikesit Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dan jenis descriptive correlational. Tujuan dari penelitian adalah mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap kepatuhan diet. Hasil dari penelitian ini terdapat hubungan antara pengetahuan dan motivasi terhadap kepatuhan diet penderita. Persamaan dengan penelitian ini antara lain meneliti tentang hubungan pengetahuan dengan diet. Perbedaannya, responden penelitian tidak dispesifikan dengan usia, sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada lansia serta terdapat variable lain yang dihubungkan.
8 2. Penelitian yang dilakukan oleh Felea et al (2013) dengan judul Educational Outcomes in the Rehabilitation of Elderly Patients with Diabetes. Penelitian ini bertujuan untuk melihat keefektifan intervensi pemberian edukasi mengenai jalan sehari-hari dan diet dalam mengubah maupun mempertahankan gaya hidup sehat serta kualitas hidup yang optimal. Hasil menunjukkan intervensi dapat meningkatkan kontrol glukosa, kepekaan tinggi terhadap gejala dan komplikasi diabetes. Persamaan dengan penelitian ini adalah melakukan penelitian mengenai pengetahuan, aktivitas fisik, dan diet terhadap kualitas hidup lansia penderita DM. Namun lingkup pengetahuan dalam penelitian berupa intervensi yang lebih difokuskan pada a daily walk, dan aktivitas fisik yang diukur juga lebih cenderung pada a daily walk. 3. Zyoud et al (2015) dengan judul penelitian Relationship of Tratment Satisfaction to Health-Related Quality of Life Among Palestinian Patients with Type 2 Diabetes Mellitus: Findings from A Cross-sectional Study. Hasil menunjukkan hubungan yang rendah antara kepuasan treatment dengan healthrelated quality of life, dimana penderita yang disertai dengan penyakit komordibitas beresiko memiliki health-related quality of life yang rendah. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang hubungan penanganan DM terhadap kualitas hidup penderita. Perbedaannya, penelitian ini lebih difokuskan pada kepuasan treatment, sedangkan peneliti ingin mengetahui pada penanganan yang yang sudah dilakukan penderita sehari-hari. 4. Penelitian Masfufah et al (2014) dengan judul Pengetahuan, Kadar Glukosa Darah, dan Kualitas Hidup Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan di
9 Wilayah Kerja Puskesmas Kota Makassar yang dilakukan secara exhaustive sampling di Puskesmas. Hasil menunjukkan bahwa tidak ada hubungan anatara pengetahuan, kadar glukosa darah, dengan kualitas hidup. Perbedaannya penelitian Masfufah et al (2014) meneliti kadar glukosa darah tambah melihat cara pengendaliannya. Sedangkan penelitan ini difokuskan pula dalam aktivitas fisik dan pola diet. Selain itu tidak ada pengelompokan usia, penelitian ini difokuskan pada lansia dengan usia lebih dari 60 tahun. 5. Penelitian Raharjo et al (2015) berjudul Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Kepatuhan Diet Diabetes Mellitus pada Penderita Diabtes Melitus pada Penderita Diabetes mellitus di Desa Gonilan. Persamaan dalam penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional dan berjenis penelitian kuantitatif. Namun Raharjo et al (2015) menggunakan total sampling pada semua usia, sedangkan penelitian ini lebih berfokus pada lansia. Penelitian Raharjo Raharjo et al (2015) juga tidak menganalisis hubungan kepatuhan diet dengan variabel kualitas hidup responden. Hasil menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dengan kepatuhan diet (p=0,001) dan terdapat hubungan yang signifikan antara sikap dengan kepatuhan diet pada penderita DM di Desa Gonilan (p=0,001). 6. Penelitian Panjaitan et al (2013) berjudul Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di Puskesmas Purnama Kecamatan Pontianak Selatan. Penelitian ini memiliki persamaan meneliti hubungan antara aktivitas fisik dengan kualitas penderita Dm dan dilakukan dengan rancangan cross sectional melibatkan Puskesmas. Namun penelitian Panjaitan et al (2013) tidak
10 berfokus pada lansia saja dan pengambilan data dilakukan pada penderita DM yang berobat ke Puskesmas. 7. Penelitian Kueh et al (2015) berjudul Modelling of Diabetes Knowledge, Attitudes, Self management, and Quality of Life; A Cross Sectional Study with An Australian Sample. Persamaan dengan penelitian ini yaitu meneliti hubungan antara pengetahuan, aktivitas fisik, dan pola diet dengan kualitas hidup penderita DM tipe II dengan menggunakan rancangan cross sectional. Namun penelitian dilakukan di negara Australia dan tidak spesifik pada lansia. Hasil menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap, dan manajemen mandiri memiliki pengaruh pada kualitas hidup penderita DM tipe II. 8. Penelitian Junita (2010) dengan judul Gambaran Pengetahuan dan Tindakan Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 terhadap Pentingnya Aktivitas Fisik di RSUP H. Adam Malik. Penelitian ini sama-sama meniliti terkait pengetahuan dan aktivitas fisik penderita DM tipe II. Namun pada penelitian Junita (2010) tidak menelii hubungan antara pengetahuan dan aktivitas fisik. Responden yang digunakan juga tidak berfokus pada lansia, namun melibatkan semua kategori usia.