BAB II KAJIAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

FISIKA ATOM & RADIASI

PENGUKURAN DOSIS PAPARAN RADIASI DI AREA RUANG CT SCAN DAN FLUOROSKOPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Novita Rosyida

TEORI DASAR RADIOTERAPI

BAB III Efek Radiasi Terhadap Manusia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN HITUNG JENIS LEKOSIT PADA RADIOGRAFER DI PERUSAHAAN X SURABAYA TAHUN 2012 Laily Hidayati Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

ALAT UKUR RADIASI. Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Jl. MH Thamrin, No. 55, Jakarta Telepon : (021)

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tindakan tertentu, maupun terapetik. Di antara prosedur-prosedur tersebut, ada

LEMBAR PENGESAHAN. No. Dok : Tanggal : Revisi : Halaman 1 dari 24

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertama kali menemukan sinar Roentgen pada tahun 1895 sewaktu melakukan

PENGUKURAN LAJU DOSIS PAPARAN RADIASI EKSTERNAL DI AREA RADIOTERAPI RSUD DR. SAIFUL ANWAR MALANG. Diterima: 6 Juni 2016 Layak Terbit: 25 Juli 2016

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BAB V Ketentuan Proteksi Radiasi

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Penelitian. bersinggungan dengan sinar gamma. Sinar-X (Roentgen) mempunyai kemampuan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sangat di pengaruhi oleh upaya pembangunan dan kondisi lingkungan

PENGUKURAN RADIASI. Dipresentasikan dalam Mata Kuliah Pengukuran Besaran Listrik Dosen Pengajar : Dr.-Ing Eko Adhi Setiawan S.T., M.T.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

DETEKTOR RADIASI. NANIK DWI NURHAYATI, S.Si, M.Si nanikdn.staff.uns.ac.id

MODEL ATOM. Atom : bagian terkecil suatu elemen yg merupakan suatu partikel netral, dimana jumlah muatan listrik positif dan negatif sama.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 780/MENKES/PER/VIII/2008 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN RADIOLOGI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

X. ADMILNISTRASI. 1. Konsep satuan-satuan radiasi. Besaran-besaran radiologis yang banyak digunakan dalam proteksi radiasi adalah :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

DASAR-DASAR RADIOLOGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

Alat Proteksi Radiasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. massanya, maka radiasi dapat dibagi menjadi radiasi elektromagnetik dan radiasi

BAB I PENDAHULUAN. Congrat Roentgen tahun 1895 dan unsur Radium oleh Fierre dan Marie Curie, 3

BAB IV Alat Ukur Radiasi

BAB I PENDAHULUAN. keselamatan para tenaga kerjanya (Siswanto, 2001). penting. Berdasarkan data International Labour Organization (ILO) tahun 2003

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

Sinar x memiliki daya tembus dan biasa digunakan dalam dunia kedokteran. Untuk mendeteksi penyakit yang ada dalam tubuh.

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Perancangan Keselamatan Ruangan Radiologi Pesawat Sinar-X Di PSTA BATAN Yogyakarta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR KELENGKAPAN DOKUMEN YANG HARUS DILAMPIRKAN

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

Sinar X. (Diajukan Guna Memenuhi Tugas Fisika Modern) Oleh :

STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1202, 2012 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR. Kedokteran Nuklir. Radiasi. Keselamatan.

Bab 2. Nilai Batas Dosis

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang

RONTGEN Rontgen sinar X

Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2000 Tentang : Keselamatan Dan Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdapat 2 elektroda yaitu anoda dan katoda. Katoda/filamen tabung

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II Besaran dan Satuan Radiasi

DETEKTOR RADIASI INTI. Sulistyani, M.Si.

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral)

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini survei deskriptif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat bantu pengumpul data.

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Upaya keselamatan dan kesehatan kerja dimaksudkan untuk memberikan

PEMANTAUAN PENERIMAAN DOSIS EKSTERNA DAN INTERNA DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2012

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

MAKALAH PROTEKSI RADIASI

BAB I PENDAHULUAN. Radiodiagnostik merupakan tindakan medis yang memanfaatkan radiasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III BESARAN DOSIS RADIASI

Prinsip Dasar Pengukuran Radiasi

BAB II LANDASAN TEORI

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II LANDASAN TEORI

PERTEMUAN KE 2 (50 MENIT)

BUKU PINTAR PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DI RUMAH SAKIT

Materi. Radioaktif Radiasi Proteksi Radiasi

PERCOBAAN PEMBELOKAN RADIASI SINAR BETA OLEH MEDAN MAGNET

BAB I PENDAHULUAN. berlebihan khususnya yang lama dan berkelanjutan dengan dosis relatif kecil

BAB I PENDAHULUAN. Radiasi matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang terdiri atas medan listrik dan medan magnet. Matahari setiap menit

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEDOKTERAN NUKLIR

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Radiasi Radiasi adalah energy atau partikel yang dipancarkan oleh sumber radiasi atau zat radioaktif. 2.1.1 Jenis-Jenis 2.1.1.1 Radiasi alfa (α) : Merupakan partikel yang dipancarkan oleh inti atom yang berbentuk inti atom Helium-alfa memiliki energi berkisar 1 MeV hingga 10 MeV dan mempunyai kecepatan 7.000-20.000 km/detik. Akibatnya Radiasi Alfa mempunyai daya tembus yang pendek, 2 3 cm sehingga untuk perlindungan diri (proteksi radiasi) terhadap Radiasi Alfa bisa dihentikan dengan ditutup media selembar kertas. Pada kulit Radiasi Alfa dapat menembus hingga lapisan epidermis, khususnya bagian sel yang mati. 2.1.1.2 Radiasi beta (β): Merupakan elektron bermuatan positif atau positron dan elektron bermuatan negatif. Energi Beta berkisar antara 0.018 MeV hingga 6.1 MeV dan mempunyai kecepatan mendekati kecepatan cahaya. Beta mempunyai 3 jenis proses yaitu pemancaran positron, pemancaran elektron dan penangkapan elektron. Karena Beta hanya punya 1 muatan listrik maka sulit diserap bahan sehingga daya tembusnya lebih besar, selain itu karena massanya yang ringan 7

8 maka dalam bahan Beta akan dibelokkan. Untuk radiasi eksterna, selembar aluminium dapat digunakan untuk menghalangi jalannya Radiasi Beta. 2.1.1.3 Radiasi gamma (γ) dan sinar-x: Merupakan radiasi elektromagnetik, oleh karena itu daya tembusnya sangat besar. Untuk Radiasi gelombang elektromagnetik ini sebaiknya dihalangi oleh timbal (Pb) atau beton (Wardhana, 2008). 2.1.2 Sumber Radiasi 2.1.2.1 Radiasi alam Radiasi alam merupakan radiasi yang sudah ada sejak terbentuknya alam semesta ini dan akan terus ada selama alam semesta ini ada dan akan lenyap bersamaan dengan lenyapnya alam semesta ini. Akan tetapi yang pasti selama alam semesta ini ada radiasi alam juga ada. Pada dasarnya sumber radiasi alam dapat dibagi menjadi: radon yang merupakan sumber utama radiasi alam, reaksi cosmic, sumber daya alam lainnya. 2.1.2.2 Radiasi buatan Radiasi buatan adalah radiasi yang dibuat oleh manusia yang mulai ada sejak tahun 1895, manakala ahli fisika Jerman yang bernama Wilhelm Conraad Rontgen berhasil membuat pesawat sinar-x. Sumber radiasi buatan meliputi: reaktror nuklir, akselerator, irradiator, pesawat rontgen, radioisotop atau isotop radioaktif. Dalam bidang kedokteran, radiasi buatan digunakan sebagai alat pemeriksaan (diagnosis) maupun penyembuhan (terapi). Salah satu alat diagnosis yang paling banyak dikenal adalah pesawat rontgen (Wardhana, 2008).

9 2.2 Pesawat Rontgen/Pesawat Sinar-X Pesawat Rontgen atau pesawat sinar-x adalah piranti yang menghasilkan radiasi sinar-x yang intensitasnya bisa diatur sesuai kebutuhan. Sinar-X merupakan pancaran gelombang elektromagnetik yang sejenis dengan gelombang radio, panas, cahaya dan sinar ultraviolet tetapi dengan panjang gelombang yang sangat pendek. Sinar-x bersifat heterogen, panjang gelombangnya bervariasi dan tidak terlihat (Rasad, 2006) Dosis radiasi yang terima dari rontgen merupakan dosis tunggal (sekaligus terbesar diterima dari dosis buatan manusia). Dalam sekali penyinaran sinar-x ke dada, seseorang dapat menerima dosis radiasi total sejumlah 35-95 hari jumlah radiasi yang diterima dari alam. Penyinaran sinar-x untuk pemeriksaan gigi memberikan dosis total sejumlah kira-kira 3 hari jumlah radiasi yang diterima dari alam. Penyinaran radiasi untuk penyembuhan kanker nilai dosisnya kira-kira ribuan kali dari yang diterima dari alam. Panjang gelombang sinar-x pada umumnya lebih kecil dari 10-6 cm, sedangkan panjang gelombang radiasi Gamma lebih kecil lagi, sehingga pada umumnya radiasi Gamma mempunyai energi yang lebih dibandingkan dengan energi sinar-x. Alat ini sudah lama dikenal orang terutama dipakai di rumah sakitrumah sakit. 2.2.1 Proses terjadinya sinar-x Urutan proses terjadinya sinar-x adalah sebagai berikut: 1. Katoda (filamen)dipanaskan (lebih dari 20000 0 C) sampai menyala dengan mengalirkan listrik yang berasal dari tranformator tegangan tinggi.

10 2. Akibat panas, elektron-elektron dari katoda (filamen) terlepas 3. Sewaktu dihubungkan dengan tranformator teganggan tinggi, elektronelektron akan dipercepat gerakannya menuju anoda dan dipusatkan ke alat pemusat. 4. Filamen dibuat relatif negatif terhadap sasaran (target) dengan memilih potensial tinggi. 5. Awan-awan elektron mendadak dihentikan pada sasaran (target) sehingga terbentuk panas (>99%) dan sinar-x. 6. Pelindung (perisai) timah akan mencegah keluarnya sinar-x dari tabung sehingga sinar-x yang terbentuk hanya dapat keluar melalui jendela. 7. Panas yang tinggi pada sasaran (target) akibat benturan elektron ditiadakan oleh radiator pendingin (Rasad, 2006). Salah satu keistimewaan sinar-x adalah daya penetrasinya yang sangat kuat. Bahan logam yang terkena sinar-x akan mengabsorbsinya dan akan memberikan fenomena tentang atom bahan tersebut. Dengan demikian radiasi sinar-x dapat digunakan untuk mengetahui lebih jauh tentang sifat atom dari bahan yang mengabsorbsi sinar-x. Apabila sinar-x primer yang langsung keluar dari tabung Coolidge mengenai suatu bahan, maka bahan tersebut akan mengabsorbsi sinar-x dan akan memancarkan radiasi sebagaimana tampak pada Gambar 2.1:

11 Sinar-X karakteristik Sinar-X terhambur Sinar-X Primer Sinar-X yang ditransmisikan Radiasi p terhambur Radiasi p karakteristik bahan Gambar 2.1 Bahan mengabsorbsi sinar-x (Wardhana, 2008). Sinar-X karakteristik, sesuai dengan namanya, akan memberikan gambaran (karakter) bahan yang mengabsorbsi sinar-x. Bahan pada umumnya mempunyai 2 macam sinar-x karakteristik, yaitu sinar-x radiasi K dan sinar-x radiasi L yang mana jenis sinar-x radiasi K memiliki energi lebih kuat daripada energi sinar-x radiasi L. Selain daripada itu, koefisien absorbsi sinar-x radiasi K jauh lebih kecil daripada koefisien absorbsi sinar-x radiasi L. Sinar-X dan radiasi Gamma mempunyai sifat yang sama, yaitu sama-sama tak bermuatan dan tak bermassa dan memiliki daya penetrasi yang kuat, tetapi radiasi Gamma lebih kuat dari pada sinar-x karena panjang gelombangnya lebih pendek. Akan tetapi pada umumnya yang banyak digunakan dalam bidang kesehatan dan bidang industri adalah sinar-x terutama untuk intensitas sedang. Hal ini disebabkan karena intensitas sinar-x dapat diatur sesuai keperluan, yaitu dengan mengatur tegangan vang diberikan pada anoda dan mengatur arus pada katoda (filamen). Akan tetapi untuk intensitas yang lebih tinggi biasanya digunakan radiasi Gamma (Wardhana, 2008).

12 2.2.2 Sifat-sifat sinar X Sinar - X mempunyai beberapa sifat fisik. Sifat fisik tersebut adalah: a. Daya tembus Sinar - X dapat menembus bahan dengan daya tembus sangat besar dan digunakan dalam radiografi. Semakin tinggi tegangan tabung (besarnya kv) yang digunakan, sernakin besar daya tembusnya. Semakin rendah berat atom atau kepadatan suatu benda, semakin besar daya tembus sinarnya. b. Pertebaran Apabila berkas sinar - X melalui suatu bahan atau sumber zat, maka berkas tersebut akan bertebaran kesegala jurusan, menimbulkan radiasi sekunder (radiasi hambur) pada bahan / zat yang dilaluinya. c. Penyerapan Sinar - X dalam radiografi diserap oleh bahan atau zat sesuai dengan berat atom atau kepadatan bahan / zat tersebut. Semakin tinggi kepadatannya atau diproses secara kimiawi. d. Pendar fluor (Fluoresensi) Sinar - X menyebabkan bahan - bahan tertentu seperti kalsium - tungstat atau zink - sulfid memendarkan cahaya (luminisensi), bila bahan tersebut dikenai radiasi sinar- X. e. Ionisasi Efek primer sinar - X apabila mengenai suatu bahan atau zat akan menimbulkan ionisasi partikel - partikel bahan atau zat tersebut.

13 f. Efek Biologi Sinar - X akan menimbulkan perubahan - perubahan biologik pada jaringan. Perubahan tersebut dapat berupa aksi langsung yang akan menimbulkan kerusakan pada makromolekul biologik (DNA, RNA, protein, enzim) dan aksi tidak langsung (melalui DNA) yang berakibat pada keturunan (Rasad, 2006). 2.2.3 Desain Ruangan Pesawat Sinar-X Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam instalasi ruangan pesawat Sinar-X diagnostik sebelum bangunan didirikan, antara lain lokasi bangunan, letak ruangan, disain ruangan dan tebal dinding maupun perisai pintu. Lokasi ruangan radiologi sebaiknya dekat dengan kamar bedah dan pelayanan darurat, mudah dicapai oleh pasien bangsal dan klinik. Mengelompokkan dua sampai empat kamar diagnostik di sekitar satu kamar gelap (sentralisasi fasilitas kamar gelap) Ruangan Sinar-X harus dibangun dengan cukup kuat untuk menahan beban perlatan yang ada di dalamnya dan dibangun sedemikian, sehingga memberikan proteksi yang cukup terhadap operator (petugas) dan orang lain yang berada di sekitar ruangan pesawat Sinar-X. Persyaratan fasilitas radiologi sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut: a. Ukuran minimum ruangan untuk sebuah pesawat Sinar-X diagnoistik adalah panjang 4 meter, lebar 3 meter, dan tinggi 2, 8 meter, tidak termasuk ruang operator dan kabin pasien dan kalau ada jendela maka tinggi jendela dari lantai adalah 2 meter.

14 b. Ukuran ruangan untuk sebuah Sinar-X gigi panjang 3 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 2, 8 meter. c. Tebal dinding 20 cm beton atau 25 cm bata merah dengan kerapatan jenis 2,2 gr/cm 3 atau yang setara dengan 2 mm Pb sehingga aman dari bahaya radiasi. Sarana/tempat pelayanan harus pula dilengkapi dengan kamar gelap, yang minimal memenuhi syarat : a. Berukuran panjang 3 meter, lebar 2 meter, dan tinggi 2, 8 meter. b. Tersedia air bersih yang mengalir setiap saat c. Sirkulasi udara dalam ruangan baik Apabila penggunaan alat pemroses otomatis, ukuran kamar gelap dapat disesuaikan dengan besar alat tersebut. Dasar penentuan persyaratan ruangan pesawat Sinar-X diagnostik dengan mempertimbangkan potensi bahaya radiasi yang mungkin terjadi. Agar resiko bahaya yang diterima pekerja radiasi (radiation workers), staf lain (non radiation workers) dan masyarakat (public) harus dapat ditekan sekecil-kecilnya jika mungkin dapat ditiadakan. Pemahaman radiasi dari ruangan (dinding, pintu atau kaca Pb, misalnya untuk CT Scan) dapat ditentukan dengan mempertimbangkan faktor berikut antara lain, kemampuan tabung (tube rating), yaitu kv dan ma, beban kerja (work load), yaitu jumlah pasien per minggu, jarak sumber radiasi terhapdap. titik pengamatan, dan daerah pengawasan (controlled area) atau daerah tidak pengawasan (uncontrolled area). Sebagai contoh, untuk pesawat CT Scan kaca pengamatan untuk radiopfrafer dibuat dengan tebal 2 mm Pb yang dilengkapi dengan

15 sertifikat dari pabrik, dengan spesifikasi tegangan tabung Sinar-X hingga 150kV (BATAN, 2005). 2.3 Paparan Radiasi Paparan radiasi dalam pekerjaan dapat terjadi akibat dari berbagai aktivitas manusia, termasuk pekerjaan pengelolaan siklus bahan bakar nuklir, pemanfaatan sumber radioaktif dan pesawat sinar-x, penelitian ilmiah, pertanian dan industri serta pekerjaan lain yang berkaitan dengan penanganan bahan mineral yang mengandung radionuklida alam berkonsentrasi tinggi (BATAN, 2005). Paparan terhadap radiasi ionisasi terjadi dengan dua cara yaitu eksterna dan internal. 1. Paparan eksternal, berasal dari sumber-sumber yang terletak di luar tubuh. Efek-efek paparan eksternal tergantung pada daya tembus radiasi. Radiasi dengan daya tembus rendah akan diabsorbsi kulit luar sedangkan radiasi dengan daya tembus tinggi akan mencapai jaringan dan organ yang terletak di dalam tubuh. 2. Paparan internal, disebabkan oleh zat-zat radioaktif yang akan masuk ke dalam tubuh. Zat-zat radiokatif masuk ke dalam tubuh terutama melalui inhalasi, walaupun jalan masuk dengan penelanan dan penetrasi kulit dapat pula cukup bermakna (BATAN, 1993).

16 2.4 Pengaruh Radiasi terhadap Manusia 2.4.1 Proses kerusakan akibat radiasi Pengaruh radiasi terhadap manusia perlu diperhatikan dengan seksama, karena susunan tubuh manusia sangat kompleks. Selain daripada itu, sebagian besar tubuh manusia terdiri dari air yang sangat mudah bereaksi bila dikenai radiasi. Seperti diketahui, setiap organ tubuh manusia terdiri atas 2 atau lebih jaringan. Jaringan tubuh manusia tersusun dari sejumlah sel yang sama atau sejenis. Jaringan tubuh manusia ada 4 macam, yaitu: jaringan epithelial, jaringan connective, jaringan otot, dan jaringan urat syaraf. Masing-masing jaringan tersebut mempunyai fungsi dan tugas sendiri-sendiri. Bagian terkecil dari jaringan tubuh manusia adalah yang disebut sel. Inti sel (nucleus) dan cytoplasma merupakan bagian sel yang sangat penting sebagian besar berupa 70% air. Mengapa bagian ini sangat penting, karena secara kimiawi inti sel (nucleus) sangat aktif. Dalam keadaan normal pertumbuhan sel dikendalikan oleh inti sel. Inti juga mengontrol perbaikan sel yang rusak, tapi ada sel tertentu dari bagian tubuh manusia yang tidak bisa diperbaiki bila mengalami kerusakan yaitu sel otak dan sel ginjal. Cytoplasma adalah bagian sel yang berupa cairan tak berwarna, berfungsi mengeluarkan enzim dan sekaligus mengatur penyerapan dan mengeluaran di dalam sel. Regenerasi sel terjadi setiap saat karena sel mempunyai batas umur, dari beberapa jam sampai beberapa tahun. Untuk menjaga kesinambungan pergantian sel (regenerasi sel), supaya fungsi sel tetap berjalan baik, maka sel akan membelah dalam beberapa tingkatan. Misal, anak sel hasil pembelahan akan

17 menggantikan tugas sel yang lebih tua, yaitu induknya. Pada saat terjadi pembelahan sel, inti dan benang kromosom yang ada di dalam inti akan ikut membelah secara merata. Jumlah benang kromosom di dalam sel sudah tertentu jumlahnya. Benang kromosom ini sangat penting artinya karena benang kromosom merupakan pembawa sifat yang menurun. Jadi kalau benang kromosom diubah jumlahnya, sifatnya juga akan berubah sehingga berbeda dari sifat sel induknya. Sel manusia dalam keadaan normal akan mengandung 46 buah benang kromosom. Kromosom pembawa sifat ini terdiri atas molekul molekul Deoxy Ribonucleic Acid (DNA) dan molekul protein. Apabila terjadi kerusakan sel, lebih lebih lagi kalau yang rusak adalah kromosomnya, kerusakan itu akan berdampak sangat fatal bagi organ tubuh manusia secara keseluruhan. Kerusakan sel manusia dapat disebabkan oleh terpapar atau terkena senyawa kimia tertentu, terpapar oleh panas, terpapar oleh sinar tertentu, terpapar oleh radiasi nuklir, dan lain sebagainya. Akan tetapi kerusakan sel manusia karena radiasi nuklir akan berbeda dengan kerusakan yang diakibatkan oleh sebab yang lain. Hal ini dikarenakan radiasi nuklir dapat menimbulkan proses ionisasi di dalam sel. Jadi pengaruh radiasi terhadap manusia adalah melalui kerusakan sel manusia melalui 4 tahap, yaitu: kerusakan karena proses ionisasi, kerusakan karena proses kimiafisika, kerusakan karena proses biokimia, dan kerusakan karena proses biologis.

18 2.4.2 Tahap Kerusakan Akibat Radiasi Radiasi terhadap tubuh manusia mengakibatkan terjadinya kerusakan sel yang secara umum dapat digolongkan menjadi: tahap kerusakan efek somatik, tahap kerusakan efek tertunda, dan tahap kerusakan efek genetik. Ketiga macam tahap kerusakan tersebut merupakan kelanjutan kerusakan sel sebelumnya (Wardhana, 2008). Gangguan kesehatan dalam bentuk apapun yang merupakan akibat dari paparan radiasi bermula dari interaksi antara radiasi pengion dengan sel maupun jaringan tubuh manusia. Interaksi tersebut menyebabkan sel-sel mengalami perubahan struktur dari struktur normal semula. Interaksi antara radiasi dengan bahan biologi merupakan proses yang berlangsung secara bertahap. Tahapan reaksi tersebut yaitu: 1. Tahap fisik, berupa absorsi energi radiasi pengion yang menyebabkan terjadinya eksitasi dan ionisasi pada melekul atau atom penyusun bahan biologi. 2. Tahap fisikokimia, di mana atom atau melekul yang terksitasi atau terionisasi mengalami reaksi-reaksi sehingga terbentuk radikal bebas yang tidak stabil. 3. Tahap kimia dan biologi, yang berlangsung dalam beberap detik ditandai dengan terjadinya reaksi antara radikal bebas dan peroksida dengan melekul organik sel serta init sel yang terdiri atas kromosom-kromosom. Reaksi ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan-kerusakan terhadap molekulmolekul dalam sel. Radikal bebas dan peroksida juga dapat merusak struktur biokimia molekul enzim sehingga fungsi enzim terganggu. Kromosom dan

19 molekul DNA di dalamnya juga dapat dipengaruui oleh radikal bebas dan peroksida sehingga terjadi mutasi genetik. 4. Tahap biologis, ditandai dengan terjadinya tanggapan biologis yang bervariasi bergantung pada molekul penting mana yang bereaksi dengan radikal bebas dan peroksida yang terjadi pada tahap ketiga (Bomford, dkk, 1979). Setiap jaringan mempunyai kepekaan terhadap radiasi yang berbeda-beda. Tingkat kepekaan suatu jaringan terhadap radiasi disebut radiosensitivitas. Radiosensivitas organ tertentu pada tubuh manusia bergantung pada sifat sel penyusunya. Jaringan yang sel-selnya aktif membelah mempunyai kepekaan yang relatif tinggi terhadap radiasi. Termasuk dalam golongan ini adalah sel-sel darah putih, sel-sel pembentuk jaringan. Sedang yang termasuk golongan sel dengan radiosensitivitas rendah adalah sel-sell pembentuk jaringan otot, sel pembentuk tulang dan sel pembentuk jaringan syaraf. Di antara sel-sel penyusun tubuh manusia sel darah putih mempunyai radiosensitivitas paling tinggi, sedang sel penyusun jaringan syaraf radiosensitivitas paling rendah. 1. Efek Somatik Pengaruh efek somatik langsung tampak pada orang yang terkena paparan radiasi. Kerusakan organ tubuh karena efek somatik disebabkan sel pembentuk jaringan tidak membelah lagi. Bisa juga karena pembelahannya tertunda atau pembelahan sel-selnya tidak normal sehingga jaringan yang terkena radiasi tersebut mati, hal tersebut dipengaruhi oleh: jenis radiasi, banyaknya dosis, waktu paparan, dan distribusi dosis radiasi.

20 Efek somatik yang akibatnya tampak dalam waktu singkat atau relatif tidak terlalu lama, antara lain adalah: kerusakan pada sistem syaraf pusat, kerusakan pada sistem pencernaan, kerusakan pada sumsum tulang/sel-sel darah, kerusakan pada organ reproduksi, kerusakan kelenjar thyroid, kerusakan mata, kerusakan paru-paru dan ginjal (Travis, 1975). Gejala kerusakan akan tampak dalam beberapa hari dan efek somatik selengkapnya akan muncul setelah beberapa minggu setelah terkena radiasi. Kecepatan timbulnya gejala sebenarnya tergantung pada dosis radiasi yang diterima. Dosis radiasi 300-500 Rad sudah pasti dapat menimbulkan kematian, karena kerusakan yang terjadi pada sumsum tulang belakang juga menyebabkan kerusakan pada darah, padahal darah mempunyai fungsi yang sangat vital. 2. Efek Tertunda/efek stokastik Efek tertunda atau sering disebut dengan efek stokastik memerlukan waktu untuk dapat diketahui akibatnya. Beberapa bentuk efek tertunda karena radiasi antara lain adalah: neoplasma, katarak, kemandulan, berkurangnya usia harapan hidup, dan hambatan pada pertumbuhan. Para ilmuwan telah menyimpulkan bahwa rentang harapan hidup manusia yang dimiliki mereka dikurangi dengan 10 hari untuk setiap rad dosis dari paparan radiasi yang diterima (Bushong, 1993). 3. Efek Genetik Radiasi memang dapat menimbulkan efek genetik dan hal ini terjadi atau tampak akibatnya setelah beberapa generasi. Efek genetic ini timbul karena kerusakan dari sel-sel reproduksi berupa kelainan kromosom, mutasi gen, sterilitas

21 permanen atau temporer. Secara teoritis kromosom dalam sel memang dapat berubah atau mengalami mutasi karena radiasi (Jefferies, 1994). 4. Efek Deterministik Efek deterministik dicirikan oleh hubungan sebab akibat yang bersifat antara dosis yang diterima (sebab) dengan efek yang ditimbulkannya (akibat). Kemunculan efek deterministik ditandai dengan munculnya keluhan baik umum maupun lokal namun sulit dibedakan dengan penyakit-penyakit lainnya (Rasad, 2006). Sejumlah komponen biologi akan mengalami perubahan setelah paparan radiasi sebagai akibat langsung dari kerusakan radiasi. Indikator hematopoitik yang umum digunakan sebagai indikasi paparan radiasi adalah hitung limfosit absolut, neutrofil, platelet, dan sel darah merah (Lusiyanti, dkk, 2007). Penelitian menunjukkan bahwa ternyata tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap radiasi. Bushong (1991) mengutip, Bergonie dan Tribondeu 1906 menjelaskan bahwa radioaktivitas berbanding terbalik dengan derajat deferensiasi dan berbanding lurus dengan kapasitas reproduksi. Dengan demikian jaringan yang sel-selnya aktif membelah mempunyai kepekaan yang relatif tinggi terhadap radiasi. Termasuk di dalam golongan ini adalah: sel-sel darah putih, sel-sel pembentuk darah dalam sumsum tulang merah, sel-sel epitel kulit dan selaput lendir dan sel-sel pembentuk sperma dan telur. Radiasi dapat menyebabkan berkurangnya jumlah sel limfosit dan menurunnya system imunologi (Jenkis dkk, 1973 ; Kenefick, 1976).

22 Urutan penurunan jumlah sel darah akibat paparan radiasi berdasarkan dosis dan waktu adalah pertama penurunan lymphosyt (dosis <10 rad), kedua neutrofil (dosis rata-rata 50 rad) dan yang ketiga platelet dan RBC (dosis >50 rad). Paparan radiasi dosis rendah mengakibatkan sedikit penurunan jumlah limfosit dan akan pulih kembali dalam beberapa bulan setelah terpapar radiasi (Travis, 1975). Gambar 2.2 Variasi Penurunan Jumlah Komponen Sel Darah Akibat Paparan Dosis Rendah Dalam Tubuh (Travis, 1975). Sumsum tulang sebagai tempat pembentukan sel darah, adalah organ sasaran paparan radiasi dosis tinggi akan mengakibatkan kematian dalam waktu beberapa minggu. Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan secara tajam sel stem/induk pada sumsum tulang. Dosis radiasi seluruh tubuh sekitar 0,5 Gy sudah dapat menyebabkan penekanan proses pembentukan sel-sel darah sehingga jumlah sel darah akan menurun. Komponen sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan sel keping darah (trombosit). Sel lekosit dapat dibedakan atas sel

23 limfosit dan netrofil. Radiosensitivitas dari berbagai jenis sel darah ini bervariasi, sel yang paling sensitif adalah sel limfosit dan sel yang paling resisten adalah sel eritrosit Jumlah sel limfosit menurun dalam waktu beberapa jam pasca paparan radiasi, sedangkan jumlah granulosit dan trombosit juga menurun tetapi dalam waktu yang lebih lama, beberapa hari atau minggu. Sementara penurunan jumlah eritrosit terjadi lebih lambat, beberapa minggu kemudian. Penurunan jumlah sel limfosit absolut/total dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat keparahan yang mungkin diderita seseorang akibat paparan radiasi akut. 2.5 Keselamatan Kerja Radiasi Keselamatan radiasi atau yang lazim disebut proteksi radiasi adalah cabang ilmun pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia atau lingkungan yang berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang ataupun keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi (BAPETEN, 2010). Program keselamatan radiasi ini dibuat sedemikian rupa sehingga efek non stokastik dapat dicegah dan efek stokastik bisa dikurangi (Koehler & Natarajan, 2007). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2007 tentang keselamatan radiasi pengion dan keamanan sumber radioaktif, disebutkan keselamatan radiasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk melindungi pekerja, anggota masyarakat, dan lingkungan hidup dari bahaya radiasi (BAPETEN, 2010). Ketentuan keselamatan kerja terhadap radiasi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada ketentuan yang berlaku secara internasional, yaitu ketentuan yang diterbitkan oleh badan tenaga atom

24 internasional (International Atomic Energy Agency) dan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komisi Internasional tentang Proteksi Radiasi (International Commission On Radiological Protection) atau lebih dikenal dengan ICRP. Proteksi radiasi didasarkan pada tiga asas yaitu justifikasi, optimisasi dan limitasi. (BAPETEN, 2003). 1. Justifikasi Pemanfaatan radioaktif atau sumber radiasi boleh dilakukan apabila menghasilkan keuntungan yang lebih besar kepada seseorang yang terkena radiasi dibandingkan kerugian akibat radiasi tersebut dengan memperhatikan factor social, ekonomi dan lainnya. 2. Optimisasi Paparan radiasi yang berasal dari suatu kegiatan harus ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan social. Asas ini dikenal dengan sebutan ALARA (As Low As Reasonably Archevable). 3. Limitasi Dosis radiasi yang diterima oleh seseorang dalam menjalankan suatu kegiatan tidak boleh melebihi nilai batas yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang. Penetapan dosis ini tidak memperhitungkan penerimaan dosis untuk tujuan medik dan yang berasal dari radiasi alam (BATAN, 2005).

25 2.6 Batas Dosis Radiasi yang Diterima Oleh Tubuh Pengertian dosis radiasi aman bagi manusia adalah dosis maksimum yang dapat diterima oleh tubuh manusia tanpa menimbulkan pengaruh atau batas terhadap manusia. Dengan kata lain dosis radiasi aman adalah nilai batas radiasi diizinkan (Rasad, 2006). Untuk menentukan batas dosis radiasi yang boleh diterima oleh tubuh perlu diketahui hal-hal sebagai berikut: 1. Paparan radiasi yang tidak perlu hendaknya dihindari, agar dosis radiasi yang mengenai tubuh dapat sekecil mungkin. 2. Untuk paparan radiasi yang sama, masyarakat umum bukan pekerja radiasi boleh menerima dosis akumulatif yang lebih kecil dari dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi. 3. Dosis radiasi akumulatif yang boleh diterima oleh pekerja radiasi merupakan fungsi umur pekerja dan hal ini ditunjukkan oleh persamaan berikut ini: D = 5(N-18) di mana: D N = dosis radiasi akumulatif (Rem) = umur pekerja 18 = batas umur minimum untuk seseorang boleh bekerja dengan zat radioaktif. Dosis radiasi akumulatif berdasarkan persamaan tersebut di atas bukan merupakan dosis yang dapat diterima sekaligus oleh pekerja radiasi, akan tetapi dosis yang boleh diterima oleh pekerja radiasi dalam jangka waktu lama dan merupakan akumulasi dari dosis yang rendah.

26 Proteksi radiasi mengadopsi model linear non-threshold untuk menunjukkan respon terhadap radiasi seperti yang ditunjukkan pada gambar respon dosis dibawah ini. Pengaruh yang meningkat yang diamati pada dosis radiasi tinggi, tetapi pengaruh pada dosis rendah secara statistik tidak signifikan. Hal ini berarti beberapa resiko dari radiasi pada dosis rendah sehingga efek dari dosis tinggi diekstrapolasi kembali ke dosis nol dan respon dosis linear nonthreshold dikembangkan untuk proteksi radiasi. Gambar 2.3 Hubungan respons linear dan tidak linear Nilai batas dosis (NBD) radiasi yang boleh diterima oleh tubuh pada umumnya mengacu pada rekomendasi yang ditetapkan oleh International Commission on Radiological Protection (ICRP). Untuk Indonesia ketentuan dari ICRP juga dianut oleh instansi yang berwenang dalam bidang tenaga nuklir (atom), yaitu Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Nilai batas dosis (NBD) radiasi yang ditetapkan oleh ICRP dan oleh banyak negara, contohnya mengenai nilai batas dosis berikut ini :

27 1. Nilai batas dosis rata-rata tertinggi tahunan (NBRTT) = 5 Rem 2. Nilai batas dosis rata-rata tertinggi kwartalan (NBRTK) = 1,25 Rem 3. Nilai batas dosis rata-rata tertinggi mingguan (NBRTM) = 0,1Rem 4. Nilai batas dosis tertinggi tahunan (NBTT) = 10 Rem 5. Nilai batas dosis tertinggi kwartalan (NBTK) = 3 Rem 6. Nilai batas dosis tertinggi mingguan (NBTM) = 0,3 Rem Pekerja radiasi yang berumur kurang dari 18 tahun tidak diizinkan ditugaskan sebagai pekerja radiasi atau tidak diizinkan untuk diberi yang memungkinkan ia mendapat penyinaran. Pekerja wanita dalam masa menyusui tidak diizinkan mendapat tugas yang mengandung kontaminasi radioaktif yang tinggi, jika perlu dilakukan pengecekan khusus terhadap kemungkinan kontaminasi (Wardhana, 2008). Untuk dapat memahami keselamatan kerja radiasi dengan baik, maka perlu diperhatikan: sarana dan prasarana kerja, tata tertib bekerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi, dan petunjuk pelaksanaan kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan dosis radiasi, yaitu: a. Faktor waktu, artinya bila akan bekerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi harus memperhitungkan masalah waktu, yaitu bekerja dengan cepat dan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Waktu mempengaruhi penerimaan dosis radiasi, karena dosis yang diterima = (laju dosis) x (waktu). b. Faktor jarak, artinya bila akan bekerja dengan zat radioaktif atau sumber radiasi harus memperhitungkan masalah jarak, yaitu bekerja tidak terlalu dekat (dan tidak kontak langsung) dengan zat radioaktif atau sumber radiasi.

28 Faktor jarak merupakan cara efektif pengendalian tingkat paparan radiasi karena intensitas radiasi dipengaruhi oleh hukum kuadrat terbalik (Rasad, 2005). Rumus hubungan dosis dengan jarak sebagai berikut: Ia = intensitas radiasi pada suatu jarak Ib = intensitas radiasi pada suatu jarak Gambar 2.4 Jarak kerja dengan sumber radiasi c. Faktor penggunaan pelindung radiasi Untuk penanganan sumber-sumber radiasi dengan aktivitas sangat tinggi seringkali pengaturan waktu dan jarak tidak mampu menekan penerimaan dosis oleh pekerja di bawah nilai batas dosis yang ditetapkan. Oleh sebab itu dalam penanganan sumber beraktivitas tinggi juga diperlukan pelindung radiasi. Ada dua jenis perisai yaitu: 1) Perisai primer, memberi proteksi terhadap radiasi primer, contohnya tempat tabung sinar X dan kaca timbal pada tabir fluoroskopi.

29 2) Perisai sekunder, memberi proteksi terhadap radiasi sekunder, contohnya tabir pada sara timbal pada tabir fluoroskopi, pakaian proteksi. Gambar 2.5 Pelidung radiasi dengan pekerja 2.7 Elemen Keselamatan 2.7.1. Fasilitas instalasi dan sarana keselamatan Persyaratan instalasi dan sarana kesehatan a. Mempunyai izin usaha atau izin lain dari instansi yang bersangkutan b. Mempunyai fasilitas yang memenuhi persyaratan keselamatan c. Mempunyai petugas ahli yang memenuhi kualifikasi untuk penempatan tenaga nukir d. Mempunyai peralatan teknik dan peralatan keselamatan radiasi yang diperlukan untuk pemanfaatan tenaga nuklir e. Memiliki prosedur kerja yang aman bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup

30 2.7.2. Kalibrasi 1) Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasikan alat ukur secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali 2) Pengusaha instalasi wajib mengkalibrasi keluaran radiasi (output) peralatan tahun sekali 3) Kalibrasi alat ukur radiasi dan atau peralatan radioterapi hanya dapat dilakukan instansi yang telah terakreditasi dan ditunjuk oleh badan pengawas (Susanto, dkk, 2010). 2.8 Alat Ukur Radiasi Seperti telah kita ketahui sifat radiasi yang tidak dapat dirasakan oleh panca indera manusia, maka untuk menentukan ada tidaknya radiasi diperlukan suatu alat ukur radiasi untuk mendeteksi dan mengukur radiasi, intensitas, energy dan atau dosisnya. Nilai hasil pengukuran ini berupa parameter seperti paparan dalam Roentgen, dosis serap dalam rad/grey atau dosis ekuivalen dalam rem/sievert. Dalam penggunaannya alat ukur radiasi dibedakan berdasarkan atas kategori: 1. Monitor daerah kerja, berfungsi untuk mengukur laju paparan radiasi secara langsung di tempat kerja. 2. Monitor perorangan Personel monitor atau dosimeter personel digunakan untuk mengetahui dosis radiasi secara akumulasi sehingga pekerja tersebut dapat membandingkan

31 dengan nilai batas akumulasi dosis yang telah ditentukan untuk pekerja radiasi maupun masyarakat umum. Jenis Dosimeter personil yang sering digunakan adalah Dosimeter saku (Pocket Dosimeter), film badge dan thermo Luminescence Dosimeter. a. Dosimeter Saku (Pocket Dosimeter) Dosimeter saku merupakan detector isian gas yang bekerja pada daerah ionisasi dan menghasilkan tanggap secara langsung. Konstruksi dosimeter saku ini berupa tabung silinder berisi gas, di mana dinding silinder berfungsi sebagai katoda bermuatan negatif, sedangkan sumbu logam dengan jarum quartz di bagian bawahnya bermuatan positif. Mula-mula sebelum digunakan dosimeter ini diberi muatan charge jarum quartz pada sumbu detector akan menyimpang karena perbedaan potensial. Dengan mengatur nilai pada charging-nya maka penyimpangan jarum tersebut dapat diatur agar menunjukka angka nol. Dalam pemakaian bila ada radiasi yang memasuki detector maka radiasi tersebut akan mengionisasi gas sehingga akan terbentuk ion-ion positif dan negatif yang sebanding dengan intensitas maupun energi radiasi yang memasukinya. Ion-ion akan bergerak menuju anoda dan katoda sehingga mengurangi perbedaan potensial antara jarum dan dinding detector. Perubahan perbedaan potensial ini menyebabkan penyimpangan jarum berkurang.

32 b. Film Badge Detector yang digunakan di sini berbentuk film photografi yang berbentuk emulsi butiran-butiran perak helida, biasanya perak bromide (AgBr), yang ditujukan oleh matriks gelatin dan kemudian dilapisi bahan acetate. Energi radiasi pengion yang mengenai film akan menyebabkan beberapa butiran AgBr terisolasi. Semakin besar dosis radiasi yang terserap semakin banyak butiran AgBr yang terisolasi. Untuk proses pembacaan dari besarnya dosis yang mengenai film badge dengan cara memasukkan pencucian dengan larutan pengembang developer di mana butiran AgBr yang terisolasi akan mengikat molekul AgBr lain di sekitamya dan akan berubah menjadi perak yang berwarna hitam. Proses selanjutnya dengan fixel yang akan melarutkan molekul-molekul AgBr yang tersisa, sedangkan yang telah menjadi logam perak akan terikat kuat sebagai bayangan hitam laten. Tingkat kehitaman bayangan ini yang menunjukkan dosis radiasi yang mempengaruhi film badge. Dosimeter film badge ini mempunyai sifat akumulasi yang cukup baik sedangkan film yang digunakan maksimum 3 bulan sehingga sebelum masa tesebut film harus segera diproses. Kerugian dari film badge ini adalah untuk mengetahui dosis yang telah mengenai harus diproses secara khusus dan membutuhkan peralatan tambahan untuk membaca kehitaman film yaitu densitometer.

33 c. Termo Luminescence Dosimeter Detector yang digunakan adalah kristal an-organik thenno luminescence, salah satu contohnya adalah bahan LiF. Proses yang terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi mempunyai proses sintilasi. Perbedaannya, percikan cahaya akan dipancarkan setelah bahannya dipanaskan, tidak langsung seperti pada bahan sintilator. Radiasi pengion yang mengenai kristal akan menyebabkan electronelektron yang berada di pita valensi berpindah ke pita konduksi. Elektron yang tereksitasi tersebut juga hole-hole tidak langsung kembali berkombinasi karena terjebak oleh pita energi unsur pendampingnya. Bila kristal tersebut dipanaskan maka electron-elektron yang terperangkap akan mendapat cukup energi untuk kembali ke pita konduksi dan kemudian berkombinasi kembali ke pita valensi sambil memancarkan cahaya. Jumlah elektron yang tereksitasi dan kemudian terperangkap sebanding dengan dosis radiasi yang mengenai kristal. Percikan cahaya dihasilkan oleh electron yang terperangkap dan kemudian kembali ke keadaan dasarnya, sehingga dosis radiasi dapat ditentukan dengan menghitung jumlah percikan cahaya yang dihasilkan. 2.9 Pelayanan Radiologi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 780/MENKES/PER/II/2008, Pelayanan radiologi adalah pelayanan medik yang menggunakan semua modalitas energi radiasi untuk diagnosis dan terapi, termasuk teknik pencitraan dan penggunaan emisi radiasi dengan sinar-x, radioaktif, ultrasonografi dan radiasi radio frekuensi elektromagnetik (KEMENKES, 2008).

34 2.9.1 Pelayanan radiologi diagnostik Pelayanan radiologi diagnostik adalah pelayanan penunjang dan terapi yang menggunakan radiasi pengion dan radiasi non pengion yang terdiri dari pelayanan radiodiagnostik, imaging diagnostik dan radiologi intervensional untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit. Ada tiga sumber paparan pada radiologi diagnostik yaitu radiografi, fluoroskopi dan pemeriksaan khusus. Radiografi disini maksudnya radiografi secara umum, CT-Scan dan mammografi, sedangkan pemeriksaan khusus meliputi kateterisasi jantung, angiografi dan prosedur intervensi (UNSCEAR, 2000). 2.9.2 Pelayanan radioterapi Pelayanan radioterapi adalah pelayanan yang menggunakan radiasi pengion dan/atau radiasi non pengion yang terdiri dari pelayanan radioterapi primer, pelayanan radioterapi sekunder, pelayanan radioterapi tertier, ditujukan pada penderita kanker atau non kanker yang memerlukan terapi. Ada tiga kategori utama kegiatan dalam radioterapi yaitu brakiterapi, pengobatan sinar eksternal dan simulasi terapi (UNSCEAR, 2000). 2.9.3 Pelayanan kedokteran nuklir Pelayanan kedokteran nuklir adalah pelayanan penunjang dan/atau terapi yang memanfaatkan sumber radiasi terbuka dari disintegrasi inti radionuklida yang meliputi pelayanan diagnostik in-vivo dan in-vitro melalui pemantauan profisiologi, metabolisme, dan terapi radiasi internal.