BAB I PENDAHULUAN. menjadi perhatian manajemen puncak lembaga-lembaga keuangan di dunia (Mc. Peningkatan perhatian tersebut dipicu oleh adanya

dokumen-dokumen yang mirip
PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

MANAJEMEN RISIKO. 1. Pengawasan aktif Dewan Komisaris dan Direksi;

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

PENJELASAN ATAS PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

7. Memastikan sistem pengendalian internal telah diterapkan sesuai ketentuan.

2016, No Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f, perlu

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 5/8/PBI/2003 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN POJK TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

PIAGAM AUDIT INTERNAL

PENILAIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE BANK SYARIAH BUKOPIN SEMESTER I TAHUN 2014

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 45 /POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA DALAM PEMBERIAN REMUNERASI BAGI BANK UMUM

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ringkasan Kebijakan Manajemen Risiko PT Bank CIMB Niaga Tbk

STIE DEWANTARA Pengelolaan Risiko Operasional

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 13/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN /POJK.03/2017 TENTANG

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

KEBIJAKAN DAN KERANGKA MANAJEMEN RISIKO

No. 14/37/DPNP Jakarta, 27 Desember Kepada SEMUA BANK UMUM YANG MELAKSANAKAN KEGIATAN USAHA SECARA KONVENSIONAL DI INDONESIA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142 /PMK.010/2009 TENTANG MANAJEMEN RISIKO LEMBAGA PEMBIAYAAN EKSPOR INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Matriks Rancangan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PROFIL PERUSAHAAN. Bank pemerintah, yaitu Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Ekspor

PENILAIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

KEBIJAKAN MANAJEMEN RISIKO

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 15/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

PERATURAN BANK INDONESIA Nomor: 7/25/PBI/2005 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2014 TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH

TENTANG KEWAJIBAN PENYEDIAAN MODAL MINIMUM SESUAI PROFIL RISIKO DAN PEMENUHAN CAPITAL EQUIVALENCY MAINTAINED ASSETS

ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

STIE DEWANTARA Manajemen Bank

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/10/PBI/2004 TENTANG SISTEM PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM GUBERNUR BANK INDONESIA,

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18/POJK.03/2016 TAHUN 2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB III DATA DAN METODOLOGI PENELITIAN

Bank Danamon Laporan Tahunan Manajemen Risiko & Tata Kelola Perusahaan

STRUKTUR KANTOR PUSAT

ekonomi Kelas X BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN BUKAN BANK KTSP & K-13 A. Pengertian Bank Tujuan Pembelajaran

SALINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 14/SEOJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

GUBERNUR BANK INDONESIA,

2 d. bahwa untuk mengelola eksposur risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf a, konglomerasi keuangan perlu menerapkan manajemen risiko secara terinteg

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Manajemen. Sertifikasi Manajemen Risiko

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 13/23/PBI/2011 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

PT Bank OCBC NISP, Tbk Anti Money Laundering & Counter Financing Terrorism KUTIPAN KEBIJAKAN ANTI PENCUCIAN UANG DAN PENCEGAHAN PENDANAAN TERORISME

No. 13/ 23 /DPNP Jakarta, 25 Oktober Kepada SEMUA BANK UMUM KONVENSIONAL DI INDONESIA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 18/9/PBI/2016 TENTANG PENGATURAN DAN PENGAWASAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

BAB II LANDASAN TEORI tentang perbankan, adalah sebagai berikut :

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Universitas Internasional Batam

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 65 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Kebijakan Manajemen Risiko

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 4/POJK.03/2015 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK PERKREDITAN RAKYAT

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 18 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEBIJAKAN MANAJEMEN Bidang: Kepatuhan (Compliance) Perihal : Pedoman Tata Kelola Terintegrasi BAB I. No. COM/002/00/0116

BAB 1 PENDAHULUAN. pada sektor riil. Karakteristik industri perbankan berbeda jika dibandingkan

2017, No payment gateway) merupakan pemenuhan atas kebutuhan masyarakat dalam bertransaksi secara nontunai dengan menggunakan instrumen pembaya

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan masalah pengelolaan perusahaan dan pengawasan aktiva.

Konsep Dasar Kegiatan Bank

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 11/ 19 /PBI/2009 TENTANG SERTIFIKASI MANAJEMEN RISIKO BAGI PENGURUS DAN PEJABAT BANK UMUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

2 1. Perluasan akses kepesertaan yang tidak terbatas pada Bank Umum Saat ini kepesertaan SKNBI terbatas pada Bank Umum sehingga transfer dana melalui

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 55 /POJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN TATA KELOLA BAGI BANK UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Persaingan di dunia perbankan yang semakin meningkat baik dalam

II. PT. BANK GANESHA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk - bentuk lainnya dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Secara umum, bank yang sehat adalah bank yang menjalankan fungsifungsinya

Self Assessment GCG. Hasil Penilaian Sendiri Pelaksanaan GCG

BAB I PENDAHULUAN. faktor RGEC (Risk profile, Good Corporate Governance, Earnigs, Capital).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dengan banyaknya pendirian bank-bank. Baik itu bank milik pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. kesenjangan antara kemampuan dan keinginan untuk mencapai suatu yang

Laporan Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG)

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. BUMN di Indonesia. Dalam struktur manajemen organisasinya, Bank Negara

BAB 1 PENDAHULUAN. penting sebagai intermediary institution yaitu lembaga keuangan yang

RISIKO PERBANKAN ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN RISIKO

BAB II PROFIL PERUSAHAAN/INSTANSI. Bank Agroniaga pada mulanya didirikan atas pemahaman sepenuhnya dari

PENGENDALIAN INTERN 1

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DAN TATA KELOLA TERINTEGRASI BAGI KONGLOMERASI KEUANGAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 8/POJK.03/2014 TENTANG PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN BANK UMUM SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH

INTERNAL AUDIT CHARTER 2016 PT ELNUSA TBK

- 2 - PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 sampai dengan angka 13 Cukup jelas.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 6/ 9 /PBI/2004 TENTANG TINDAK LANJUT PENGAWASAN DAN PENETAPAN STATUS BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO

Internal Audit Charter

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-undang No.10 tahun 1998 Pasal 1 tentang perbankan, dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

2015 IIA Indonesia National Conference. J. SINDU ADISUWONO Jogjakarta, Agustus 2015

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana fungsinya sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan

S U R A T E D A R A N

LAMPIRAN I SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 34 /SEOJK.03/2016 TENTANG PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO BAGI BANK UMUM

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen risiko operasional merupakan salah satu topik yang telah menjadi perhatian manajemen puncak lembaga-lembaga keuangan di dunia (Mc Kinsey and Co.,2009). Peningkatan perhatian tersebut dipicu oleh adanya sejumlah kejadian risiko yang dialami lembaga keuangan dengan dampak kerugian yang signifikan bahkan berakhir pada penutupan perusahaan. Kasuskasus seperti Nick Lesson, Jerome Karviel, dan Orange County merupakan contoh-contoh kejadian risiko operasional klasik mengenai gagalnya mengelola risiko operasional (Marshall, 2001). Menurut Jobst (2007), risiko operasional dapat terjadi dengan potensi yang lebih berbahaya daripada jenis risiko lainnya. Komite Basel untuk Pengawasan Perbankan, suatu lembaga yang diberntuk oleh bank sentral dari negara-negara Group of Ten (G10), menerbitkan Principles for the Sound Management of Operational Risk pada Tahun 2003 dan direvisi pada Tahun 2011. Dokumen tersebut memuat prinsip-prinsip manajemen risiko operasional yang mencakup: prinsip membangun lingkungan manajemen risiko operasional, prinsip proses manajemen risiko, prinsip pengawasan bank, dan prinsip pengungkapan risiko operasional. Sejalan dengan penetapan prinsipprinsip tersebut, sejumlah hasil penelitian menyimpulkan adanya kesenjangan dalam hal penerapannya, bahkan Kimball (2000) menyatakan bahwa manajemen 1

risiko telah menjadi perhatian utama seiring dengan pemberitaan yang berulangulang mengenai kegagalan dalam hal penerapannya. Hasil penelitian Modiha (2011) yang dilakukan terhadap bank-bank yang telah menerapkan metode Advanced Measurement Approach, menyimpulkan bahwa penerapan manajemen risiko operasional masih bersifat belum matang, dan sebatas pada pemenuhan standar yang ditetapkan oleh regulator serta belum sepenuhnya diterapkan dalam kegiatan sehari-hari bank. Hasil kajian Komite Basel atas penerapan prinsip-prinsip manajemen risiko operasional, untuk pertama kalinya dilakukan pada Tahun 2011, dengan obyek penelitian sejumlah bank dalam wilayah hukum yang berbeda, juga melaporkan hasil yang serupa bahwa secara umum bank-bank belum menerapkan prinsip-prinsip tersebut secara memadai. Mannix (2012) menyatakan manajemen risiko sangat sedikit mendapat dukungan dari staff front office yang sesungguhnya terlibat langsung dengan transaksi sehari-hari. Bank-bank dengan klasifikasi Systematically Important Bank (SIB) belum menerapkan keseluruhan alat-alat manajemen risiko operasional, seperti: risk and control self assessment, key risk indicator, dan pendataan internal loss data (BIS, 2014). Hasil temuan tersebut beberapa tahun kemudian dikuatkan oleh hasil penelitian Khan (2015), yang menyimpulkan bahwa manajemen risiko operasional biasanya diabaikan khususnya di negaranegara yang sedang berkembang dan dianggap bukan merupakan bagian penting dalam manajemen risiko. Hoffman (2002), beberapa tahun sebelumnya telah menemukan kecenderungan bahwa penerapan manajemen risiko berlangsung secara bertahap 2

dan terbagi dalam beberapa fase. Pertama Fase Regulatory Compliance, yang ditandai dengan pemenuhan syarat kecukupan modal dan membangun kerangka manajemen risiko yang bersifat kasat mata, seperti: struktur organisasi, programprogram, alat-alat dan pembagian peran serta tanggung jawab. Kedua, Fase Operational Loss Cost Reduction yang ditandai dengan upaya-upaya untuk mengurangi kejadian risiko, menurunkan kerugian akibat risiko dan menjaga kestabilan pendapatan. Ketiga, Fase Rating Enhancement/Upgrade, yang ditandai dengan uapaya-upaya ke arah perbaikan rating perusahaan di mata lembaga pemeringkat. Keempat, Fase Market Leadership, yang ditandai dengan upayaupaya ke arah peningkatan efisiensi, pendapatan, reputasi dan pangsa pasar dan nilai tambah bagi pemangku kepentingan. Perpindahan dari fase yang satu ke fase yang lainnya memerlukan faktor pendorong yang kuat baik dari luar maupun dari dalam lembaga keuangan. Studi penerapan manajemen risiko di Indonesia menyimpulkan situasi yang yang tidak jauh berbeda. Harahap (2006) yang melakukan penelitian penerapan kebijakan manajemen risiko di sektor perbankan Indonesia, menyimpulkan bahwa, tiga motivasi utama perbankan di Indonesia dalam menerapkan manajemen risiko secara berurutan adalah pertama-tama sebagai pemenuhan regulasi, keinginan manajemen untuk meningkatkan kinerja keuangan, dan karena persyaratan audit. Perkembangan penerapan manajemen risiko di Indonesia juga menunjukkan keadaan yang masih dalam proses pengembangan. Laporan Tahunan Perbankan 2014 (OJK, 2014), melaporkan bahwa: profil risiko operasional perbankan di Indonesia, yang dinilai melalui 3

profil inherent risk dan kualitas penerapan manajemen risiko operasional, secara rata-rata berada pada tingkat moderate. Penilaian ini diberikan dengan mempertimbangkan kompleksitas bisnis bank dan kemungkinan kerugian yang dihadapi bank dari risiko operasional tergolong cukup tinggi di masa mendatang; masih terdapat ketidaksesuaian pelaksanaan dengan ketentuan internal; terjadinya fraud pada beberapa kantor cabang bank yang disebabkan kelemahan dual control; belum sepenuhnya mitigasi risiko operasional dilakukan dengan baik; pemenuhan kebutuhan SDM masih dalam proses sehingga terdapat perangkapan jabatan pada beberapa kantor cabang; serta masih adanya permasalahan Teknologi Informasi (TI) yang perlu mendapat perhatian khusus. Paparan di atas memberikan gambaran tentang adanya permasalahan dalam menerapkan alat-alat dan prinsip-prinsip manajemen risiko operasional pada industri perbankan, sekaligus menjadi petunjuk bahwa topik ini masih relevan dan sangat layak untuk dikaji lebih lanjut dalam suatu penelitian bisnis. Pemilihan PT Bank ABC, khusunya Operations Services Division yang ditetapkan sebagai obyek penelitian didasari pertimbangan bahwa unit kerja ini selain telah menerapkan alat-alat manajemen risiko operasional, juga karena peranannya sebagai front office yang merupakan penghubung langsung antara bank dengan nasabah, sebagai titik terjadinya transaksi, selain itu unit kerja ini memiliki faktor risiko berupa jumlah staf yang paling besar di antara unit-unit kerja lain dalam organisasi PT Bank ABC. Penulis menilai bahwa unit kerja ini dapat mewakili untuk dijadikan obyek penelitian pelaksanaan alat-alat manajemen risiko operasional dalam aktivitas operasional sehari-hari PT Bank ABC. 4

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis menetapkan bidang dan tujuan penelitian ini. Berikut ini adalah gambaran umum PT Bank ABC, Unit Kerja Operations Services Division dan Unit Kerja Operational Risk Management (ORM) sebagai dua unit kerja utama yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini. a. PT Bank ABC PT Bank ABC merupakan bank devisa dan memiliki status sebagai perusahaan terbuka. Berdasarkan Laporan Tahunan Bank 2015, perusahaan memiliki asset sebesar 120,5 Triliun, dengan jumlah jaringan kantor sebanyak 339 kantor, 759 ATM dan jumlah karyawan sebanyak 6.922 orang. Profil singkat PT Bank ABC dapat dilihat pada Tabel I.1 dan struktur organisasi dapat dilihat pada Lampiran 1. Perusahaan telah menerapkan manajemen risiko atas seluruh jenis risiko sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Hal ini ditandai dengan adanya struktur organisasi manajemen risiko, fungsi manajemen risiko, kebijakan dan prosedur manajemen risiko serta laporan-laporan yang secara berkala yang disampaikan baik kepada dewan direksi, komisaris juga kepada pengawas bank berupa profil manajemen risiko bank. b. Unit Kerja Operations Service Division Operations Service Division (OSD) merupakan unit kerja yang bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan pemberian layanan transaksi perbankan 5

kepada nasabah di kantor cabang, seperti: layanan pembukaan dan penutupan rekening, layanan transaksi tarik/setor tunai, jual beli valuta asing, kegiatan penerimaan setoran warkat kliring, pemindahbukuan dana nasabah, penerimaan permohonan kredit dan kartu kredit, serta kegiatan administratif lain seperti layanan permintaan buku tabungan, buku cek dan bilyet giro, adminsitrasi kartu ATM, hingga permintaan informasi perbankan lainnya. Tabel I.1. Profil Singkat PT Bank ABC PROFIL 2011 2012 2013 2014 2015 Total Asset (Triliun) ROA (%) Dana Pihak Ketiga (Triliun) Rasio Kredit terhadap Dana Pihak Ketiga (%) Laba Bersih (Milyar) ROA (%) Jumlah Kantor (Kantor) Jumlah ATM (Mesin) 59,8 79,1 97,5 103,1 120,5 1,9% 1,8% 1,8% 1,8% 1,7% 47,2 60,8 68,9 72,8 87,3 87,0 86,8 92,5 93,6 98,0 753 915 1,143 1,332 1,501 12,9% 12,2% 11,9% 9,7% 9,6% 412 350 339 337 339 652 695 752 759 759 Jumlah karyawan (Orang) 5.888 6.498 6.735 6.654 6.922 Sumber: Laporan Tahunan PT Bank ABC Tahun 2015 (Diolah). 6

Petugas yang berada dalam satu kantor cabang adalah Operations Service Supervisor (OSS), Teller, dan Service Assisstant (SA) dengan jumlah yang disesuaikan menurut ukuran dan status kantor cabang. Kantor Cabang Utama umumnya memiliki kompleksitas yang lebih besar daripada Kantor Cabang dan Kantor Cabang Pembantu, sehingga ditempatkan jumlah petugas dlam jumlah yang lebih banyak. Petugas ini yang dalam kesehariannya menangani langsung kebutuhan dan permintaan layanan perbankan dari nasabah. Operations Service Manager (OSM) sebagai pejabat di atas OSS yang selain bertanggung jawab untuk pelaksanaan transaksi sehari-hari juga bertanggung jawab dalam hal proses monitoring penerapan manajemen risiko pada unit kerja. Secara berkala OSM melakukan kunjungan ke kantor-kantor cabang di bawah koordinasinya serta berperan sebagai petugas yang melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja lain termasuk pula dalam menangani permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan kagiatan non rutin di kantor. Operations Service Manager merupakan staf di kantor cabang yang menjadi penghubung/person in charge antara kantor cabang dengan Unit Kerja Operations Risk Management di Kantor Pusat dalam hal mengkoordinasi penerapan alat-alat manajemen risiko operasional. Struktur Organiasi Operations Sevices Division selengkapnya dapat dlihat pada Gambar 1.1. 7

Gambar I.1. Ilustrasi Hirarki Organisasi Operations Service Division OSD Division Head OSD Dept Head Operations Service Head Operations Service Manager Operations Service Supervisor Teller Service Assisstant Sumber : PT Bank ABC (Informasi Diolah) Laporan Tahunan PT Bank ABC Tahun 2015 (PT Bank ABC, 2016) memberikan informasi bahwa PT Bank ABC memiliki 339 kantor cabang yang tersebar di berbagai propinsi dengan jumlah total karyawan yang mendekati angka 4.000 orang, dimana sebagian besar berada pada Operations Services Division yang langsung membawahi kantor-kantor cabang tersebut. Jumlah jaringan kantor, jumlah karyawan, lokasi kantor yang tersebar, serta yang kompleksitas kegiatan operasional yang ada di tiap-tiap kantor, merupakan indikator-indikator yang menjadikan Operations Services Division sebagai unit kerja yang memiliki potensi risiko yang tinggi. Merujuk pada laporan-laporan penelitian sebagaimana diuraikan pada bagian sebelumnya, maka kebutuhan untuk melakukan kajian atas kualitas penerapan alat-alat manajemen risiko operasional pada divisi tersebut merupakan hal yang penting untuk dilakukan untuk memastikan efektivitas alat- 8

alat yang dapat diandalkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kejadian risiko operasional pada unit kerja tersebut. c. Unit Kerja Operations Risk Management Unit kerja ini dibentuk sejalan dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai Penerapan Manajemen Risiko pada Bank Umum Tahun 2003. Unit kerja ini memiliki ruang lingkup tugas, sebagaimana didefinisikan dalam PBI No. 5/8/PBI/2003 pasal 18, yang meliputi: 1) Pemantauan pelaksanaan strategi manajemen risiko yang telah disetujui oleh direksi; 2) Pemantauan posisi risiko secara keseluruhan (composite), per jenis risiko dan per jenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing; 3) Kaji ulang secara berkala terhadap proses manajemen risiko 4) Pengkajian usulan aktivitas dan atau produk baru 5) Evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (internal model); 6) Memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk taking unit) dan atau kepada komite manajemen risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki; 7) Menyusun dan menyampaikan laporan profil/komposisi risiko kepada direktur utama atau direktur yang ditugaskan secara khusus dan komite manajemen risiko secara berkala 9

Pelaksanaan tugas ini dilakukan diantaranya dengan menerapkan alat-alat manajemen risiko operasional yang terdiri dari Risk Loss Event Data Reporting (RLED), Key Risk Indicator Monitoring (KRI) dan Risk and Control Self Assessment (RCSA). Penerapan alat-alat manajemen risiko ini selanjutnya merupakan kewajiban bagi seluruh divisi pada PT Bank ABC, termasuk di dalamnya Operations Services Division. 1.2. Permasalahan Permasalahan yang menjadi fokus penelitian ini adalah adanya potensi dimana penerapan alat-alat manajemen risiko pada Operations Services Division tidak terpadu dengan kegiatan operasional sehari-hari dan cenderung ditujukan semata-mata hanya untuk memenuhi status sebagai unit kerja yang patuh terhadap tuntutan kebijakan dan prosedur perusahaan. Praktek tersebut berpotensi menyebabkan manajemen risiko operasional menjadi tidak efektif sebagaimana yang ditetapkan dalam prinsip-prinsip manajemen risiko operasional menurut Bank International Settlement (2006), selain itu juga merupakan pemborosan sumber daya perusahaan yang seharusnya dapat dialokasikan untuk aktivitas lain yang dapat memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Sejalan dengan rumusan masalah di atas, pertanyaan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: Apakah alat-alat manajemen risiko operasional telah digunakan dalam aktivitas sehari-hari Operations Services Division PT Bank ABC? 10

1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan penelitian di atas, tujuan penelitian ini adalah: a. Menganalisis penerapan alat-alat manajemen risiko operasional pada aktivitas sehari-hari Operations Services Division b. Menganalisis peranan Unit Kerja Operational Risk Management dalam memfasilitasi penerapan manajemen risiko operasional pada Operations Services Division 1.4. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan ruang lingkup sebagaimana diuraikan pada bagian di bawah ini. a. Penerapan manajemen risiko operasional didasarkan pada penerapan alat-alat manajemen risiko yang diteliti yaitu Risk Loss Event Data Reporting (RLED), Key Risk Indicator Monitoring (KRI), dan Risk Control Self Assessment (RCSA) b. Pelaksanaan fungsi Unit Kerja Operational Risk Management yang diteliti adalah pada saat menerapkan masing-masing alat manajemen risiko operasional pada Operations Services Division 1.5. Sistematika Penulisan sebagai berikut: Penulisan penelitian ini dibagi ke dalam beberapa bab dengan rincian 11

Bab I : Pendahuluan Bab ini berisi tentang latar belakang permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup dan batasan penelitian, serta sistematika penulisan. Bab II : Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori Bab ini berisi kajian kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian dan dasar teori yang menjadi dasar penelitian Bab III : Metode Penelitan Bab ini mencakup pembahasan mengenai obyek penelitian, populasi, data, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, skala pengukuran, dan prosedur analisis data untuk menjawab pertanyaan penelitan dan tujuan penelitan Bab IV : Hasil dan Pembahasan Bab ini mencakup penyajian data hasil penelitian dan hasil analisis berdasarkan data tersebut Bab IV : Simpulan dan Saran Bab ini menyajikan kesimpulan atas analisis hasil penelitian serta pemberian saran-saran atas hal-hal yang dapat ditingkatkan dari penelitian tersebut untuk hasil lebih lanjut. 12