TINJAUAN PUSTAKA. Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia, mangrove terluas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berlangsungnya kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang. berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUMBERDAYA ALAM WILAYAH PESISIR

Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove dilaporkan berasal dari kata mangal yang menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. A. Mangrove. kemudian menjadi pelindung daratan dan gelombang laut yang besar. Sungai

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang unik karena terjadi perpaduan

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia perkiraan luas mangrove sangat beragam, dengan luas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. Pengantar A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. batas pasang surut air disebut tumbuhan mangrove.

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

BAB I PENDAHULUAN. atas pulau, dengan garis pantai sepanjang km. Luas laut Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

Avicenia sp. ( Api-Api ) Rhizophora sp( Bakau ) Nypa sp. ( Nipah ) Bruguiera sp. ( Lacang ) Sonneratia sp. ( Pedada )

PROPOSAL PENELITIAN PENYIAPAN PENYUSUNAN BAKU KERUSAKAN MANGROVE KEPULAUAN KARIMUNJAWA

VI. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. bantu yang mampu merangsang pembelajaran secara efektif dan efisien.

BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan hutan mangrove di Indonesia, kini semakin merata ke berbagai

TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove berasal dari bahasa Melayu manggi-manggi, yaitu nama

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan pantai, penyerap polutan, habitat burung (Bismark, 1986). Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem dengan fungsi yang unik dalam lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. ekologis yaitu untuk melakukan pemijahan (spawning ground), pengasuhan (nursery

BAB I PENDAHULUAN. Hutan mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis, yang didominasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di

4 KERUSAKAN EKOSISTEM

II. TINJAUAN PUSTAKA. laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah laut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove merupakan kombinasi antara kata mangue (bahasa

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

TINJAUAN PUSTAKA. daratan dengan ekosistem lautan. Oleh karena itu, ekosistem ini mempunyai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Kabupaten Gorontalo Utara merupakan wilayah administrasi yang

Perkembangan Hutan Mangrove di Muara Kali Porong Tahun

BAB I PENDAHULUAN. yaitu mendapatkan makanan, suhu yang tepat untuk hidup, atau mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hutan mangrove merupakan suatu tipe hutan yang khusus terdapat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. pada daerah landai di muara sungai dan pesisir pantai yang dipengaruhi oleh

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Dudepo merupakan salah satu pulau kecil berpenduduk yang berada

Manfaat dari penelitian ini adalah : silvofishery di Kecamatan Percut Sei Tuan yang terbaik sehingga dapat

TINJAUAN PUSTAKA. dipengaruhi pasang surut air laut. Tumbuhan mangrove memiliki kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa ini memberikan tanggung jawab yang besar bagi warga Indonesia untuk

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, ekologis, maupun biologis. Fungsi fisiknya yaitu sistem perakaran

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Secara keseluruhan daerah tempat penelitian ini didominasi oleh Avicennia

TINJUAN PUSTAKA. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata mangrove diduga berasal dari bahasa Melayu manggi - manggi,

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. di sepanjang garis pantai perairan tropis dan mempunyai ciri-ciri tersendiri yang

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar mangrove mampu mengikat dan menstabilkan substrat

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan erat. Selain keunikannya, terdapat beragam fungsi yang dapat dihasilkan

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

TINJAUAN PUSTAKA. A. Perencanaan Lanskap. berasal dari kata land dan scape yang artinya pada suatu lanskap terdapat

BAB I PENDAHULUAN. saling berkolerasi secara timbal balik. Di dalam suatu ekosistem pesisir terjadi

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar

Gambar 2.1 Pembentukan gametofit jantan (Sumber Fahn, 1991)

TINJAUAN PUSTAKA. mengatakan bahwa istilah tersebut kemungkinan merupakan kombinasi dari

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap kadar garam. Ekosistem mangrove

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

BAB I. penting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penentuan batas antar komunitas tidak mudah Zona transisi dengan lingkungan tertentu Proses perubahan secara gradual struktur komunitas disebut

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN. kawasan hutan mangrove dikenal dengan istilah vloedbosschen (hutan

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam 3 zona berdasarkan perbedaan rona lingkungannya. Zona 1 merupakan

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. baik bagi pesisir/daratan maupun lautan. Selain berfungsi secara ekologis,

TINJAUAN PUSTAKA. Hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. dalam siklus karbon global, akan tetapi hutan juga dapat menghasilkan emisi

TINJAUAN PUSTAKA. air laut dan didominasi oleh spesies pohon atau semak yang mampu tumbuh

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada tahun 1924 kawasan hutan Way Kambas ditetapkan sebagai daerah hutan

TINJAUAN PUSTAKA Vegetasi Pantai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. secara tradisional oleh suku bangsa primitif. Secara terminologi, etnobotani

TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Mangrove Mangrove berasal dari kata mangue (Portugis) yang berarti bakau dan kata

PENDAHULUAN. garis pantai sepanjang kilometer dan pulau. Wilayah pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak

BAB I PENDAHULUAN. pantai sekitar Km, memiliki sumberdaya pesisir yang sangat potensial.

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2010

TINJAUAN PUSTAKA. pendapat mengenai asal-usul katanya. Macnae (1968) menyebutkan kata mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. Sulistiono et al. (1992) dalam Mulya (2002) mengklasifikasikan kepiting. Sub Filum: Mandibulata. Sub Ordo: Pleocyemata

Inventarisasi Vegetasi Mangrove Di Pantai Marosi Kabupaten Sumba Barat. Ni Kade Ayu Dewi Aryani ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. yang tidak dapat pulih (seperti minyak bumi dan gas serta mineral atau bahan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

TINJAUAN PUSTAKA. terpengaruh pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesies pohon atau semak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I. PENDAHULUAN. pulau-nya dan memiliki garis pantai sepanjang km, yang merupakan

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Mangrove Indonesia Umumnya mangrove dapat ditemukan di seluruh kepulauan Indonesia. Mangrove terluas terdapat di Irian Jaya sekitar 1.350.600 ha (38 %), Kalimantan 978.200 ha (28 %) dan Sumatera 673.300 ha (19 %) sedangkan luas mangrove di Sumatera Utara 7300 ha. Di daerah-daerah ini dan juga daerah lainnya, mangrove tumbuh dan berkembang dengan baik pada pantai yang memiliki sungai yang besar dan terlindung. Walaupun mangrove dapat tumbuh di sistim lingkungan lain di daerah pesisir, perkembangan yang paling pesat tercatat di daerah tersebut. (Noor et al., 2006) Sejauh ini di Indonesia tercatat setidaknya 202 jenis tumbuhan mangrove, meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis diantaranya mangrove sejati (true mangrove) yang terdiri dari jenis pohon dan beberapa jenis perdu, sementara jenis lain ditemukan di sekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan (asociate mangrove). Di seluruh dunia, Saenger, dkk (1983) mencatat sebanyak 60 jenis tumbuhan mangrove sejati. dengan demikian terlihat bahwa Indonesia memiliki keragaman jenis yang tinggi. (Noor et al., 2006) Kondisi Umum Ekosistem Mangrove Mangrove adalah khas daerah tropis yang hidupnya hanya berkembang baik pada temperatur dari 19 0 C sampai 40 0 C dengan Toleransi Fluktuasi tidak lebih dari 10 0 C. Berbagai jenis mangrove yang tumbuh di bibir pantai dan merambah tumbuh

menjorok ke Zona berair laut, merupakan suatu ekosistem yang khas. Khas karena bertahan hidup di dua zona transisi antara daratan dan lautan, sementara tanaman lain tidak mampu bertahan. Kumpulan berbagai jenis pohon yang seolah menjadi depan garis pantai yang secara kolektif disebut hutan mangrove. Hutan mangrove memberikan perlindungan kepada berbagai organisme, baik hewan darat maupun hewan air untuk bermukim dan berkembangbiak (Irwanto, 2006) Ekosistem mangrove merupakan kawasan ekoton antara komunitas laut dan daratan, sehingga memiliki ciri-ciri tersendiri. Komunitas mangrove sangat berbeda dengan komunitas laut, namun tidak berbeda nyata dengan komunitas daratan yang terdapat rawa-rawa air tawar sebagai zona antara. Chapman (1976) mengklasifikasikan vegetasi mangrove menjadi: mangrove mayor, mangrove minor dan tumbuhan asosiasi. Tumbuhan mangrove mayor (true mangrove) sepenuhnya berhabitat di kawasan pasang surut, dapat membentuk tegakan murni, beradaptasi terhadap salinitas melalui peneumatofora, embrio vivipar, mekanisme filtrasi dan ekskresi garam, serta secara taksonomi berbeda dengan tumbuhan darat. Mangrove minor dibedakan oleh ketidak mampuannya membentuk tegakan murni, sedangkan tumbuhan asosiasi adalah tumbuhan yang toleran terhadap salinitas dan dapat berinteraksi dengan mangrove mayor. Hutan mangrove terbentuk karena adanya perlindungan dari ombak, masukan air tawar, sedimentasi, aliran air pasang surut, dan suhu yang hangat. Proses internal pada komunitas ini seperti fiksasi energi, produksi bahan organik dan daur hara sangat dipengaruhi proses eksternal seperti suplai air tawar dan pasang surut, suplai

hara dan stabilitas sedimen. Faktor utama yang mempengaruhi komunitas mangrove adalah salinitas, tipe tanah, dan ketahanan terhadap arus air dan gelombang laut. Faktor-faktor ini bervariasi sepanjang transek dari tepi laut ke daratan, sehingga dalam kondisi alami, campur tangan manusia sangat terbatas dalam membentuk zonasi vegetasi (Giesen, 1993). Zonasi Mangrove Ekosistem mangrove sangat rumit, karena banyak terdapat faktor yang saling mempengaruhi, baik di dalam maupun diluar pertumbuhan dan perkembangannya. Berdasarkan tempat tumbuhnya, kawasan mangrove dibedakan menjadi beberapa zonasi, yang disebut dengan jenis-jenis vegetasi yang mendominasi (Arief, 2003). Vegetasi mangrove secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi. Zonasi pada ekosistem mangrove dapat dilihat sebagai suatu proses suksesi dan merupakan hasil reaksi ekosistem terhadap kekuatan yang datang dari luar. Kondisi ini terjadi karena adanya peran dan kemampuan jenis tumbuhan mangrove dalam beradaptasi dengan lingkungan yang berada di kawasan pesisir. Zonasi tumbuhan yang membentuk komponen mangrove, menghasilkan pola bervariasi yang menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda di setiap lokasi penelitian (Departemen Kehutanan, 1994). Zonasi yang terjadi di hutan mangrove adalah dipengaruhui oleh beberapa faktor, antara lain adalah frekuensi genangan, salinitas, dominasi jenis tumbuhan, gerakan air pasang-surut dan keterbukaan lokasi hutan mangrove terhadap angin dan hempasan ombak, serta jarak tumbuhan dari garis pantai (Arief, 2003).

Menurut (Odum, 1972) struktur ekosistem mangrove, secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga tipe formasi, yaitu : 1. Mangrove Pantai : Pada tipe ini dipengaruhi air laut dominan dari air sungai. Struktur horizontal formasi ini dari arah laut ke arah darat adalah mulai dari tumbuhan pionir (Sonneratia alba), diikuti oleh komunitas campuran Soneratia alba, Avicennia sp, Rhizophora apiculata, selanjutnya komunitas murni Rhizophora sp dan akhirnya komunitas campuran Rhizophora Bruguiera. Bila genangan berlanjut, akan ditemui komunitas murni Nypa fructicans di belakang komunitas campuran yang terakhir. (Munisa, 2003) 2. Mangrove Muara : Pada tipe ini pengaruh air laut sama kuat dengan pengaruh air sungai. Mangrove muara dicirikan oleh mintakat tipis Rhizophora sp. Di tepian alur, di ikuti komunitas campuran Rhizophora Bruguiera dan diakhiri komunitas murni Nypa sp. 3. Mangrove sungai : Pada tipe ini pengaruh air sungai lebih dominan daripada air laut, dan berkembang pada tepian sungai yang relalif jauh dari muara. Mangrove banyak berasosiasi dengan komunitas daratan. Bengen (2002) mengemukakan bahwa jenis-jenis pohon penyusun hutan mangrove, di Indonesia jika dirunut dari arah laut ke arah daratan dapat dibedakan menjadi 4 zonasi, yaitu :

Zona Api-api Prepat (Avicennia Sonneratia) Terletak paling luar/jauh atau terdekat dengan laut, keadaan tanah berlumpur agak lembek (dangkal),dengan substrat agak berpasir, sedikit bahan organik dan kadar garam agak tinggi. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis api-api (Avicennia sp.) dan prepat (Sonneratia sp), dan biasanya berasosiasi dengan jenis bakau (Rhizophora sp). Zona Bakau (Rhizophora) Biasanya terletak di belakang api-api dan prepat, keadaan tanah berlumpur lembek (dalam). Pada umumnya didominasi bakau (Rhizophora sp.) dan di beberapa tempat dijumpai berasosiasi dengan jenis lain seperti tanjang (Bruguiera sp.). Zona Tanjang (Bruguiera) Terletak di belakang zona bakau, agak jauh dari laut dekat dengan daratan. Keadaan berlumpur agak keras, agak jauh dari garis pantai. Pada umumnya ditumbuhi jenis tanjang jenis lain. (Bruguiera sp.) dan di beberapa tempat berasosiasi dengan Zona Nipah (Nypa fructicant) Zona ini terletak paling jauh dari laut atau paling dekat ke arah darat. Zona ini mengandung air dengan salinitas sangat rendah dibandingkan zona lainnya, tanahnya keras, kurang dipengaruhi pasang surut dan kebanyakan berada di tepi-tepi sungai dekat laut. Pada umumnya ditumbuhi jenis nipah (Nypa fructicant) dan beberapa spesies palem lainnya.

Adaptasi Tumbuhan Mangrove Proses evolusi menyebabkan spesies mangrove memiliki beberapa sifat biologi yang khas sebagai bentuk adaptasi, yang terutama ditujukan untuk mengatasi salinitas yang fluktuatif, kondisi lumpur yang anaerob dan tidak stabil, serta untuk reproduksi. Salinitas Kebanyakan tumbuhan memiliki toleransi sangat rendah terhadap salinitas, sehingga tidak mampu tumbuh di dalam atau di dekat air laut. Hal ini terjadi karena kebanyakan jaringan makhluk hidup lebih cair daripada air laut, akibatnya air dari dalam jaringan tumbuhan dapat keluar akibat proses osmosis, sehingga tumbuhan kekeringan, menjadi layu, dan mati. Lingkungan yang keras ini menyebabkan diversitas hutan mangrove cenderung lebih rendah daripada umumnya hutan hujan tropis (Efendi, 1999). Tumbuhan mangrove tumbuh paling baik pada lingkungan air tawar dan air laut dengan perbandingan seimbang (1:1). Salinitas yang tinggi pada dasarnya bukan prasyarat untuk tumbuhnya mangrove, terbukti beberapa spesies mangrove dapat tumbuh dengan baik pada lingkungan air tawar. Di Pulau Christmas, Bruguiera cylindrica tumbuh selama ribuan tahun pada danau air tawar, sedangkan di Kebun Raya Bogor B. sexangula tumbuh selama ratusan tahun pada lingkungan air tawar. Terhentinya penyebaran mangrove ke lingkungan perairan tawar tampaknya disebabkan ketidakmampuan untuk berkompetisi dengan spesies lain, sehingga mengembangkan adaptasi untuk tumbuh di air asin, dimana tumbuhan lain tidak mampu bertahan (Gosalam, 2000).

Adaptasi terhadap salinitas umumnya berupa kelenjar ekskresi untuk membuang kelebih garam dari dalam jaringan dan ultrafiltrasi untuk mencegah masuknya garam ke dalam jaringan. Tumbuhan mangrove dapat mencegah lebih dari 90% masuknya garam dengan proses filtrasi pada akar. Garam yang terserap dengan cepat diekskresikan oleh kelenjar garam di daun atau disimpan dalam kulit kayu dan daun tua yang hampir gugur (Nybakken, 1993). Beberapa tumbuhan mangrove seperti Avicennia, Acanthus dan Aegiceras memiliki alat sekresi garam. Konsentrasi garam dalam cairan biasanya tinggi, sekitar 10% dari air laut. Sebagian garam dikeluarkan melalui kelenjar garam dan selanjutnya diuapkan angin atau hujan. Hal ini bisa dirasakan dengan mengecap daun tumbuhan mangrove atau bagian lainnya (Nybakken, 1993). Tumbuhan mangrove seperti Bruguiera, Lumnitzera, Rhizophora, dan Sonneratia tidak memiliki alat ekskresi garam. Untuk itu membran sel di permukaan akar mampu mencegah masuknya sebagian besar garam dan secara selektif menyerap ion-ion tertentu melalui proses ultrafiltrasi. Namun hal ini tidak selalu berlangsung sempurna, kelebihan garam yang terserap dibuang melalui transpirasi lewat stomata atau disimpan dalam daun, batang dan akar, sehingga seringkali daun tumbuhan mangrove memiliki kadar garam sangat tinggi (Nontji 1993). Akar napas Tumbuhan mangrove memiliki adaptasi khusus untuk tumbuh di tanah yang lembut, asin dan kekurangan oksigen, dimana kebanyakan tumbuhan tidak mampu. Suplai oksigen ke akar sangat penting bagi pertumbuhan dan penyerapan nutrien. Karena tanah mangrove seringkali anaerob, maka beberapa tumbuhan mangrove

membentuk struktur khusus pneumatofora (akar napas). Akar yang menjulang di atas tanah ini dipenuhi dengan jaringan parenkim spons (aerenkim) dan memiliki banyak pori-pori pecil di kulit kayu sehingga oksigen dapat masuk dan diangkut ke sistem akar di bawah tanah. Akar ini juga berfungsi sebagai struktur penyokong pohon di tanah lumpur yang lembut. Tumbuhan mangrove memiliki bentuk akar napas yang berbeda-beda (Sikong, 1987). Akar horizontal yang menyebar luas, dimana pneumatofora tumbuh vertikal ke atas merupakanjangkar untuk mengait pada lumpur. Terdapat empat tipe pneumatofora, yaitu akar penyangga (stilt, prop), akar pasak (snorkel, peg, pencil), akar lutut (knee, knop), dan akar papan (ribbon, plank). Tipe akar pasak, akar lutut dan akar papan dapat berkombinasi dengan akar tunjang pada pangkal pohon. Sedangkan akar penyangga akan mengangkat pangkal batang ke atas tanah (Sikong, 1987) Akar penyangga (sangga). Pada Rhizophora akar panjang dan bercabangcabang muncul dari pangkal batang. Akar ini dikenal sebagai prop root dan pada akhirnya akan menjadi stilt root apabila batang yang disangganya terangkat hingga tidak lagi menyentuh tanah. Akar penyangga membantu tegaknya pohon karena memiliki pangkal yang luas untuk mendukung di lumpur yang lembut dan tidak stabil. Juga membantu aerasi ketika terekspos pada saat laut surut (Kartawinata 1979). Akar pasak. Pada Avicennia dan Sonneratia, pneumatofora merupakan cabang tegak dari akar horizontal yang tumbuh di bawah tanah. Pada Avicennia bentuknya seperti pensil atau pasak dan umumnya 20 dengan tinggi maksimal 30 cm, sedangkan pada Sonneratia tumbuh lebih lambat namun dapat membentuk massa kayu dengan

tinggi 3 m, kebanyakan setinggi 50 cm. Di teluk Botany, Sidney dapat dijumpai Avicennia marina dengan pneumatofora dengan tinggi lebih dari 28 m, meskipun kebanyakan tingginya hanya sekitar 4 m (Harianto1999). Akar lutut. Pada Bruguiera dan Ceriops akar horizontal tumbuh sedikit di bawah permukaan tanah, dan secara teratur dan berulang-ulang tumbuh vertikal ke atas kemudian kembali ke bawah, sehingga berbentuk seperti lutut yang ditekuk. Bagian di atas tanah (lutut) membantu aerasi dan menjadi tempat bertahan di lumpur yang tidak stabil. Lumnitzera membentuk akar lutut kecil yang bentuknya merupakan kombinasi akar lutut dan akar pasak (Kartawinata 1979). Akar papan. Pada Xylocarpus granatum akar horizontal tumbuh melebar secara vertikal ke atas, sehingga akar berbentuk pipih menyerupai papan. Struktur ini terbentuk mulai dari pangkal batang. Akar ini juga melekuk-lekuk seperti ular yang sedang bergerak dan bergelombang. Terpaparnya bagian vertikal memudahkan aerasi dan tersebarnya akar secara luas membantu berpijak di lumpur yang tidak stabil (Widodo 1987). Sistem reproduksi Mangrove merupakan tumbuhan penghasil biji (spermatophyta), dan bunganya sering kali menyolok. Biji mangrove relatif lebih besar dibandingkan biji kebanyakan tumbuhan lain dan seringkali mengalami perkecambahan ketika masih melekat di pohon induk (vivipar). Pada saat jatuh, biji mangrove biasanya akan mengapung dalam jangka waktu tertentu kemudian tenggelam. Lamanya periode mengapung bervariasi tergantung jenisnya. Biji beberapa jenis mangrove dapat mengapung lebih dari setahun dan tetap viabel. Pada saat mengapung biji terbawa

arus ke berbagai tempat dan akan tumbuh apabila terdampar di areal yang sesuai. Kecepatan pertumbuhan biji tergantung iklim dan nutrien tanah (Kompas, 2000). Pada familia Rhizophoraceae biji berbentuk propagul yang memanjang; apabila masak akan jatuh ke air dan tetap dormansi hingga tersangkut di tanah yang aman, menebarkan akar dan mulai tumbuh, misalnya Rhizophora, Ceriops dan Bruguiera. Beberapa mangrove menggunakan cara konvensional (biji normal) untuk reproduksi seperti Heritiera littoralis, Lumnitzera, dan Xylocarpus (Arobaya 2006). Keanekaragaman Mangrove Komunitas mangrove terdiri atas tumbuhan, hewan, dan mikroba, namun tanpa kehadiran tumbuhan mangrove, kawasan tersebut tidak dapat disebut ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas berbagai tumbuhan, hewan, dan mikroba yang berinteraksi dengan lingkungan di habitat mangrove (Strategi Nasional Mangrove, 2003). Tumbuhan mangrove di Indonesia terdiri atas 47 spesies pohon, 5 spesies semak, 9 spesies herba dan rumput, 29 spesies epifit, 2 spesies parasit, serta beberapa spesies alga dan bryophyta. Formasi hutan mangrove terdiri atas empat genus utama, yaitu Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, dan Bruguiera (Nybaken, 1993), terdapat pula Aegiceras, Lumnitzera, Acanthus illicifolius, Acrosticum aureum, dan Pluchea indica. Pada perbatasan hutan mangrove dengan rawa air tawar tumbuh Nypa fruticans dan beberapa jenis Cyperaceae (Setyawan, 2002).

Peranan Ekosistem Hutan Mangrove Mangrove biasanya berada di daerah muara sungai atau estuarin sehingga merupakan daerah tujuan akhir dari partikel-partikel organik ataupun endapan lumpur yang terbawa dari daerah hulu akibat adanya erosi. Dengan demikian, daerah mangrove merupakan daerah yang subur, baik daratannya maupun perairannya, karena sealalu terjadi transportasi nutrien akibat adanya pasang surut. Mangrove mempunyai berbagai fungsi. Fungsi fisiknya yaitu untuk menjaga kondisi pantai agara tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah terjadinyaabrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologis mangrove adalah sebagai habitat benih ikan, udang, dan kepiting untuk hidup dan mencari makan, sebagai sumber keanekaragaman biota akuatik dan non akuatik seperti burung, ular, kera, kelelawarn dan tanaman anggrek, serta sumber plasma nutfah. Fungsi ekonomis mangrove yaitu sebagai sumber bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok, papan), serta bahan tekstil, makanan dan obatobatan (Gunarto, 2004)