BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perindustrian di Indonesia semakin berkembang. Seiring dengan perkembangan industri yang telah memberikan

4 Hasil dan Pembahasan

LAMPIRAN A DATA PERCOBAAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Adsorpsi Zat Warna

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

Lembaran Pengesahan KINETIKA ADSORBSI OLEH: KELOMPOK II. Darussalam, 03 Desember 2015 Mengetahui Asisten. (Asisten)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan Pembahasan. konsentrasi awal optimum. abu dasar -Co optimum=50 mg/l - qe= 4,11 mg/g - q%= 82%

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. ekosistem di dalamnya. Perkembangan industri yang sangat pesat seperti

TINGKAT PERGURUAN TINGGI 2017 (ONMIPA-PT) SUB KIMIA FISIK. 16 Mei Waktu : 120menit

et al., 2005). Menurut Wan Ngah et al (2005), sambung silang menggunakan glutaraldehida, epiklorohidrin, etilen glikol diglisidil eter, atau agen

BAB I PENDAHULUAN. mengaplikasikan sifat-sifat alami proses naturalisasi limbah (self purification).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber daya alam merupakan bagian penting bagi kehidupan dan. keberlanjutan manusia serta makhluk hidup lainnya.

I. PENDAHULUAN. akumulatif dalam sistem biologis (Quek dkk., 1998). Menurut Sutrisno dkk. (1996), konsentrasi Cu 2,5 3,0 ppm dalam badan

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menunjukkan

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAB III METODE PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Keberadaan logam berat di sistem perairan dan distribusinya, diatur oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Preparasi Adsorben

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan adalah kromium (Cr). Krom adalah kontaminan yang banyak ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Selama dua dasawarsa terakhir, pembangunan ekonomi Indonesia

Sel Volta (Bagian I) dan elektroda Cu yang dicelupkan ke dalam larutan CuSO 4

I. PENDAHULUAN. serius, ini karena penggunaan logam berat yang semakin meningkat seiring

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kapasitas..., Prolessara Prasodjo, FT UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI KEMAMPUAN LUMPUR ALUM UNTUK MENURUNKAN KONSENTRASI ION LOGAM Zn (II) PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI ELEKTROPLATING

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

TINJAUAN PUSTAKA Kadmium (Cd) Stuktur Kimia Zeolit

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi. Satriananda *) ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

*ÄÂ ¾½ Á!" ÄÂ Â. Okki Novian / Michael Wongso / Jindrayani Nyoo /

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap/ adsorben).

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PENURUNAN KADAR PHENOL DENGAN MEMANFAATKAN BAGASSE FLY ASH DAN CHITIN SEBAGAI ADSORBEN

PENURUNAN KONSENTRASI SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRY DENGAN ADSORPSI MENGGUNAKAN ARANG BATOK KELAPA (COCONUT SHELLS) KOMERSIL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penurunan Bod dan Cod Limbah Cair Industri Batik Menggunakan Karbon Aktif Melalui Proses Adsorpsi Secara Batch

ISOTERMA DAN TERMODINAMIKA ADSORPSI KATION PLUMBUM(II) PADA LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, tujuan dari penelitian dan manfaat yang diharapkan. I.

a. Pengertian leaching

polutan. Pada dasarnya terdapat empat kelas bahan nano yang telah dievaluasi sebagai bahan fungsional untuk pemurnian air yaitu nanopartikel

adsorpsi dan katalisator. Zeolit memiliki bentuk kristal yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang menyebabkan

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

HASIL DAN PEMBAHASAN. kedua, dan 14 jam untuk Erlenmeyer ketiga. Setelah itu larutan disaring kembali, dan filtrat dianalisis kadar kromium(vi)-nya.

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

SINTESIS KARBON AKTIF DARI LIMBAH KULIT PISANG KEPOK (Musa Paradisiaca) MENGGUNAKAN AKTIVATOR NaOH DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN MALACHITE GREEN

1. Bilangan Oksidasi (b.o)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Diagram konsumsi energi final per jenis (Sumber: Outlook energi Indonesia, 2013)

Peningkatan Kualitas Air Tanah Gambut dengan Menggunakan Metode Elektrokoagulasi Rasidah a, Boni P. Lapanporo* a, Nurhasanah a

ION EXCHANGE DASAR TEORI

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

Hasil Penelitian dan Pembahasan

DALAM AIR MENGGUNAKAN PARTIKEL TRICALCIUM PHOSPHATE

LAMPIRAN 1 DATA HASIL PERCOBAAN

PENDAHULUAN. Latar Belakang. meningkat. Peningkatan tersebut disebabkan karena banyak industri yang

I. PENDAHULUAN. dan perubahan lingkungan tidak menghambat perkembangan industri. Hal ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan yaitu pada bulan Februari hingga Mei

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

JURNAL REKAYASA PROSES. Kinetika Adsorpsi Nikel (II) dalam Larutan Aqueous dengan Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 POLUTAN LOGAM BERAT Pencemaran lingkungan dengan zat beracun telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir sebagai akibat dari pesatnya pertumbuhan industri [8]. Aktivitas berbagai industri pada umumnya menghasilkan limbah cair yang sering menjadi permasalahan bagi lingkungan karena mengandung berbagai macam kontaminan yang berbahaya. Pencemaran ini berdampak pada penurunan kualitas air dan meningkatnya padatan tersuspensi pada air. Salah satu jenis pencemar pada air disebabkan oleh logam berat. Logam berat tidak seperti polutan organik yang pada beberapa kasus pencemaran dapat didegradasi [9]. Akibatnya, logam-logam tersebut terakumulasi di lingkungan terutama membentuk senyawa kompleks dengan bahan organik dan anorganik dalam ekosistem perairan. Logam berat tersebut memiliki potensi merusak sistem fisiologi dan biologis manusia, jika melewati batas toleransi yang menimbulkan berbagai penyakit dan gangguan [8,10]. Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu saluran pernapasan, pencernaan, dan penetrasi melalui kulit [9]. Menurut Darmayanti dkk., 2012, berdasarkan toksisitas dan dampak pencemaran bagi lingkungan, maka logam berat dapat klasifikasikan dalam beberapa bagian, yaitu: 1. Sangat beracun, yaitu dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan dalam waktu singkat. Logam-logam tersebut antara lain: Hg, Cd, Pb, As, Sb, Ti, Co, Be, dan Cu. 2. Moderat, yaitu mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun yang tidak dapat pulih dalam waktu yang relatif lama. Logam-logam tersebut antara lain: Ba, Au, Li, Mn, Se, Te, Va, dan Rb.

3. Kurang beracun, dalam jumlah besar dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Logam-logam tersebut antara lain: Bi, Fe, Ca, Mg, Ni, K, Zn, dan Ag. 2.2 TEKNOLOGI PENYERAPAN LOGAM BERAT Logam berat menimbulkan ancaman lingkungan yang besar karena dapat menimbulkan kandungan racun yang tinggi terhadap ekosistem dan manusia [10,11]. Pada umumnya pencemaran tersebut berada pada sistem perairan dan tanah. Pemurnian air adalah salah satu cara terbaik untuk membantu mengatasi masalah tersebut [7]. Dari beberapa proses pemurnian air dari logam berat, proses adsorpsi lebih efisien dan lebih murah dibandingkan teknologi penjerapan logam berat lainnya [5] seperti, koagulasi dan presipitasi kimia, elektroflotasi [4], pertukaran ion, dan pemisahan membran [11]. Berikut adalah teknologi pemisahan logam berat yang sering digunakan : 2.2.1 Elektroflotasi Beberapa teknik tradisional yang dilakukan untuk pengolahan air limbah tidak menunjukkan kinerja yang memuaskan untuk larutan yang sangat encer ( 50 mg dm -3 ), terutama karena efisiensi operasionalnya rendah dan biaya ekstraksi yang tinggi. Metode elekroflotasi merupakan alternatif yang dapat diterapkan dalam berbagai skala, baik skala kecil, menengah maupun besar. Elektroflotasi adalah proses sederhana yang mengapungkan ion atau partikel padatan, yang terlarut dalam fasa cair. Pengapungan terjadi akibat adhesi pada gelembung kecil hidrogen dan oksigen pada katoda dan anoda pada sel flotasi [4]. 2.2.2 Pemisahan Membran Membran dapat didefinisikan sebagai hambatan selektif antara dua fasa dengan perpindahan massa berlangsung dari fasa donor ke fasa akseptor. Salah satu jenis membran yang digunakan adalah Liquid Membranes (LMs). Dalam kasus LMs, membran ini terdiri dari fasa cair memisahkan dua larutan yang tidak saling bercampur. Penghilangan logam berat dapat juga dilakukan dengan menggunakan Membrane Bioreaktor (MBR) [11]. Dari penelitian

yang dilakukan MBR, dinilai mampu memisahkan Fe, Cu, dan Cd yang cukup tinggi dari limbah perkotaan. 2.2.3 Adsorpsi Adsorpsi merupakan suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida/substansi-terlarut yang ada dalam larutan, terikat pada suatu padatan (adsorben) yang ditimbulkan oleh gaya kimia-fisika antara sustansi dan penyerapnya. Adsorpsi logam berat mengunakan adsorben umumnya dipelajari dengan menggunakan sistem batch [12,13,14,15]. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah ph, suhu, konsentrasi dan waktu kontak [10,13,15,16,17,18]. Pada umumnya, pecobaan dilakukan dengan menyediakan larutan logam dengan konsentrasi yang sama untuk sejumlah adsorben dalam wadah yang ditempatkan pada alat pengaduk (shaker) [3,12,17,18]. Jenis larutan disediakan dalam bentuk larutan satu sistem atau larutan biner. Perbedaan ini didasarkan pada karakteristik adsorpsi yang ingin dilihat. 2.3 ADSORBEN Adsorben adalah zat padat yang dapat menyerap partikel fluida dalam suatu proses adsorpsi. Perilaku adsorben pada berbagai jenis larutan (mono, biner, tertier), telah dikonfirmasi oleh peneliti sebelumnya, khususnya mengenai adsorpsi logam berat tertentu seperti adsorben pasir [12], nanotube dan nanofiber [3,5], zeolit [19], turmalin [10], dan bio-adsorben seperti arang hayati [9,14], batang jagung [20,21], abu jerami [17], dan berbagai jenis adsorben lainnya. Sehingga adsorben dapat dibagi dua yaitu material anorganik (silika, alumina, zeolit) dan organik (karbon, polimer, biomassa). Menurut Darmayanti dkk. [9], ada beberapa syarat yang harus dipenuhi sebagai acuan dalam memilih dan memperoleh adsorben yang baik, yaitu : 1. Mempunyai daya serap yang tinggi. 2. Berupa zat padat yang mempunyai luas permukaan yang besar. 3. Tidak boleh larut pada larutan zat yang akan diadsorpsi. 4. Tidak ada reaksi kimia dengan campuran yang akan dimurnikan. 5. Dapat diregenerasi kembali dengan mudah.

6. Tidak beracun. 7. Tidak meninggalkan residu berupa gas berbau. 8. Mudah didapat dan harganya murah. Proses adsorpsi pada umumnya memiliki biaya operasional yang rendah dan sangat efisien terutama untuk adsorpsi logam berat konsentrasi rendah [22]. Namun, penggunaan bio-adsorben lebih menguntungkan dibandingkan dengan jenis adsorben lain yang digunakan. Karena selain biaya yang murah dan mudah didapatkan, bio-adsorben juga tidak kalah efektif dalam menyerap logam dibandingkan jenis adsorben lainnya sehingga sangat cocok digunakan untuk pengolahan limbah industri [7]. 2.4 ADSORBEN BATANG JAGUNG Jagung adalah salah satu produk komoditas tertinggi di Indonesia bahkan di dunia. Tongkol, kulit, daun serta batang jagung adalah residu/limbah pertanian jagung yang sering dibakar tanpa dimanfaatkan [30]. Namun, baru-baru ini limbah jagung telah diteliti untuk proses adsorpsi [25]. Struktur morfologi batang jagung telah diselidiki pada penelitian terdahulu dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) yang ditampilkan pada Gambar 2.1. Perbesaran yang dilakukan sekitar 500 kali menunjukkan sifat dasar permukaan batang jagung sebagai sebuah struktur poros yang berguna dalam mengadsorpsi logam [15]. Sedangkan struktur kimia batang jagung ditunjukkan pada Gambar 2.2. Gambar 2.1 Permukaan Batang Jagung pada Perbesaran 500 Kali. [15]

Gambar 2.2 Struktur Kimia Batang Jagung [23] Berdasarkan analisis yang dilakukan, permukaan tongkol jagung memiliki porositas lebih tinggi jika dibandingkan batang jagung. Porositas rata-rata batang jagung adalah 58,51% sedangkan tongkol jagung mencapai 67,93% [31]. Jika dilihat berdasarkan diameter pori, batang jagung memiliki diameter pori ± 50 μm, 10 kali lebih besar dibandingkan karbon aktif dan zeolit yaitu hanya sekitar 3 6 μm [19]. Berikut data diameter pori dari berbagai jenis adsorben dan adsorbat (molekul yang sering diserap) sebagai bentuk perbandingan. Dari Gambar tersebut, dapat dilihat bahwa ukuran pori batang jagung, lebih besar dibandingkan beberapa jenis adsorben lainnya. Gambar 2.3 Ukuran Pori dan Ukuran Berbagai Molekul pada Umumnya [32] 2.5 KARAKTERISTIK PROSES ADSORPSI Bagian ini menjelaskan karakteristik ilmiah dan kuantitatif tentang proses adsorpsi untuk aplikasi khusus. Hanya beberapa materi yang relevan yang dibahas

di sini sebagai dasar untuk pemilihan adsorben dan analisis proses adsorpsi yang terjadi. Pada kenyataannya, materi yang disajikan di sini hanyalah berupa gambaran, karena untuk memahami dampaknya memerlukan pemahaman yang cukup mendalam tentang bidang adsorpsi. 2.5.1 Pengukuran Kapasitas Adsorpsi Adsorpsi multi logam (biner) sangat penting dilakukan, karena karakteristik suatu logam dalam single solution berbeda dengan binary solution. Dalam beberapa kasus, kandungan logam berat dalam suatu limbah lebih kompleks dan ditemukan lebih dari satu jenis logam berat [5]. Model larutan biner sangat mirip dengan sistem pada limbah sehingga penelitian ini sangat berpotensi untuk dikembangkan bahkan diaplikasikan dalam teknologi pengolahan limbah. Untuk sistem biner, larutan disediakan dalam ph dan perbandingan konsentrasi tertentu dengan suhu yang dijaga konstan. Jumlah logam teradsorpsi per satuan massa adsorben pada kesetimbangan (Persaman 2.1), Jumlah logam teradsorpsi per satuan massa adsorben pada waktu t (Persamaan 2.2), dan persentasi penghapusan pada waktu t (Persamaan 2.3), dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini : q e = (C 0 C e )V m ads (2.1) [5,10,15,17, 23,24] q t = (C 0 C t )V m ads (2.2) [5,10] R% = (C 0 C e ).100% C 0 (2.3) [5,10,23] Keterangan: q e = massa logam teradsorpsi pada kesetimbangan (mg/g) q e = massa logam teradsorpsi pada waktu t (mg/g) R% = Persentasi penghapusan logam (%) C 0 = konsentrasi logam awal (mg/l) C t = konsentrasi pada waktu t (mg/l)

C e = konsentrasi kesetimbangan (mg/l) V = volume larutan (L) m ads = massa adsorben (g) Persamaan-persamaan ini mengasumsikan bahwa perubahan volume fase cair massal diabaikan karena konsentrasi zat terlarut kecil dan volume yang ditempati oleh adsorben juga kecil. Jumlah logam berat teradsorpsi pada sampel dihitung dengan menggunakan kurva kalibrasi yang ditentukan sebelumnya berdasarkan hasil eksperimen. 2.5.2 Kesetimbangan Isotermal Adsorpsi Kesetimbangan isotermal adsorpsi adalah salah satu data penting untuk memahami mekanisme adsorpsi dan menggambarkan bagaimana adsorbat dapat berinteraksi dengan adsorben sehingga sangat penting pengoptimalan penggunaan adsorben [17]. Untuk mengoptimalkan desain sistem adsorpsi, sangat penting untuk menetapkan hubungan yang paling sesuai dalam kurva keseimbangan [25]. Untuk mendapatkan isotermal adsorpsi, pengaruh konsentrasi pada kapasitas adsorpsi ion logam dari suatu adsorben, dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi awal larutan ion logam [10]. Beberapa persamaan isotermal yang tersedia untuk menganalisis data eksperimen adalah Langmuir, Freundlich, Langmuir-Freundlich. Data adsorpsi logam berat dalam kesetimbangan yang diperoleh secara eksperimental yang diterapkan dalam persamaan isotermal (Langmuir, Freundlich, Langmuir-Freundlich ) merupakan model isotermal adsorpsi untuk adsorpsi fasa cair [17]. Model adsorpsi ini memberikan representasi dari kesetimbangan adsorpsi antara adsorbat dalam larutan dan permukaan aktif adsorben. Isotermal Langmuir yang berlaku untuk lapisan adsorpsi monomolekular dapat diterapkan untuk mendapatkan kapasitas adsorpsi maksimum. Isotermal Langmuir mengasumsikan bahwa pertukaran ion maksimum tergantung pada tingkat kejenuhan satu lapisan molekul adsorbat pada permukaan adsorben, bahwa energi pertukaran ion adalah konstan, dan bahwa tidak ada transmigrasi molekul adsorbat pada bidang permukaan[25]. Bentuk linear

dari isotermal Langmuir dapat dilihat pada Persamaan 2.4. Sedangkan model Freundlich awalnya diusulkan sebagai persamaan empiris untuk menggambarkan data pada adsorben heterogen yaitu melalui mekanisme adsorpsi multi lapisan, seperti karbon aktif (Persamaan 2.5) [10,25]. Persamaan Langmuir, Freundlich dan Langmuir-Freundlich isotermal adsorpsi secara berurutan dapat dinyatakan sebagai berikut: q e = q mk L C e 1+K L C e (2.4) [10,17,25] 1 n q e = K F C e [10,13,17,25] (2.5) q e = q 1 n mk L C e 1 n (2.6) 1+K L C e [17] Dimana q e (mg/g) adalah jumlah keseimbangan spesifik adsorbat, C e (mg/l) adalah konsentrasi kesetimbangan adsorbat, q m (mg/g) adalah kapasitas adsorpsi maksimal dan K (K L dan K F ) (L/mg) dan n adalah konstanta empiris yang menunjukkan tingkat adsorpsi dan efektivitas adsorpsi masing-masing. Konstanta n memberikan gambaran tentang kelas heterogenitas dalam distribusi pusat energi dan berhubungan dengan besarnya kekuatan pendorong adsorpsi. Oleh karena itu, nilai n tinggi menunjukkan permukaan adsorben relatif seragam, sedangkan nilai n yang rendah menunjukkan adsorpsi tinggi pada larutan berkonsentrasi rendah. Selain itu, nilai n rendah menunjukkan adanya bagian yang besar dari situs aktif permukaan berenergi tinggi [17]. Namun berbeda untuk larutan biner. Bentuk persamaannya akan berubah karena pada biner terdapat beberapa logam yang akan mempengaruhi kesetimbangan adsorpsinya. Sehingga Persamaan 2.4 di atas dapat diturunkan sebagai berikut: q e,a = [13] q m,a K L,a C e,a 1+K L,a C e,a +K L,b C e,b (2.7)

Dimana a dan b adalah jenis logam yang digunakan dalam larutan. Persamaan 2.7 di atas dapat juga dianalogikan dengan Persamaan 2.6, karena Persamaan 2.6 digunakan untuk mono-sistem sehingga harus disesuaikan dengan sistem biner. 2.5.3 Kinetika Adsorpsi Kinetika adsorpsi merupakan laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben dalam jangka waktu tertentu. Untuk menyelidiki proses adsorpsi logam berat, model kinetik yang berbeda digunakan untuk menggambarkan tingkat penyerapan adsorbat pada adsorben [25]. Pada berbagai penelitian, data kinetika adsorsi diperoleh secara empiris dengan menggunakan model persamaan orde satu, persamaan orde dua dan model Elovich [17,25]. Tujuannya untuk mempelajari kinetika adsorpsi dan menemukan model terbaik yang cocok untuk data eksperimen. Ketiga model ini telah banyak digunakan untuk menggambarkan kinetika penyerapan logam maupun senyawa organik pada berbagai jenis adsorben yang berbeda [10,17,25]. a. Persamaan Orde Satu Dalam banyak kasus, model kinetika persamaan orde satu kurang cocok dengan seluruh rentang waktu kontak, dan umumnya berlaku pada tahap awal proses adsorpsi [25]. Persamaan persamaan orde satu dinyatakan sebagai berikut: log(q e q t ) = log q e k 1 t (2.8) 2,303 [10,25] Dimana q e dan q t adalah jumlah adsorbat (logam berat) yang diserap (mg/g) pada keadaan setimbang dan selang waktu tertentu, t (min) dan k 1 merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde satu (min -1 ). Plot antara log (q e q t ) vs t akan menghasilkan sebuah garis lurus untuk mendapatkan tingkat parameter. Parameter tersebut adalah nilai k 1, kapasitas adsorpsi (q e,cal ) dan koefisien korelasi (R 2 ).

b. Persamaan Orde Dua Seperti yang dapat diamati, persamaan persamaan orde dua tampaknya memiliki model yang lebih baik dibandingkan dua persamaan lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai koefisien korelasi (R 2 ) yang didapatkannya cukup besar [17] dan nilai q e teoritis yang dihasilkan sangat dekat dengan nilai q e eksperimental, hal ini menunjukkan bahwa data adsorpsi sangat cocok dibuat dengan menggunakan persamaan persamaan orde dua [10]. Persamaan tersebut dapat dilihat di bawah ini : t = 1 q t k 2 q2 + 1 t (2.9) e q e [17,25] Dimana k 2 merupakan tetapan laju adsorpsi persamaan orde dua (g/mg.min). c. Persamaan Elovich Persamaan Elovich yang digunakan untuk mendeskripsikan aktivasi adsorpsi dapat dinyatakan sebagai berikut: q t = 1 ln(αβ) + 1 ln t (2.10) β β [25] Dimana α adalah tetapan laju adsorpsi awal (mg/g.min) dan β adalah konstanta desorpsi yang berkaitan dengan tingkat cakupan permukaan dan energi aktivasi untuk proses adsorpsi secara kimia [25]. 2.5.4 Proses Difusi Difusi merupakan suatu proses berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian berkonsentrasi rendah. Dalam proses adsorpsi dapat dipahami sebagai proses berpindahnya suatu substansi dari pelarut menembus permukaan adsorben. Menurut Fonseca dkk., [12] proses adsorpsi terjadi pada permukaan luar dan permukaan pori-pori bagian dalam adsorben, sehingga untuk dapat teradsorpsi, proses-proses yang terjadi pada padatan dalam larutan umumnya mengalami :

1. Perpindahan massa zat terlarut/padatan dari cairan ke permukaan adsorben. 2. Difusi dari permukaan adsorben ke dalam adsorben melalui pori. 3. Perpindahan massa zat padat dari cairan dalam pori ke dinding pori adsorben. 4. adsorpsi padatan pada dinding pori adsorben. Difusi ion pada suatu adsorben dapat dibagi dua, yaitu difusi eksternal dan difusi internal. Jika difusi dari suatu ion hanya meliputi bagian luar permukaan adsorben atau memiliki keterbatasan, maka disebut sebagai difusi eksternal yang dapat dideskripsikan menggunakan persamaan berikut: ln C t C 0 = z. t + C (2.11) [10] Dengan z : z = k fa V (2.12) C 0, C t, dan A/V berturut-turut adalah konsentrasi awal larutan, konsentrasi pada waktu t, dan perbandingan antara total luas permukaan partikel terhadap volume larutan. A/V dapat dihitung dengan : A = 3m V ρd [10] (2.13) Dimana m adalah massa adsorben (g), d adalah diameter partikel (µm), dan ρ adalah densitas adsorben (g/cm 3 ). Koefisien difusi eksternal, k f (cm/s), dapat dideterminasikan dari slop/kemiringan pada garis dari plot antara ln(c t /C o ) versus t. Jika difusi ion terjadi pada permukaan dalam dan pori-pori, maka proses ini disebut difusi internal. Difusi internal dapat dideskripsikan menggunakan data percobaan mengikuti persamaan berikut : q t = k id t + C (2.14) [27]

Dimana q t adalah kapasitas adsorpsi pada waktu t (mg/g), k id adalah koefisien difusi (mg/g.min 0,5 ) dan t adalah waktu adsorpsi. 2.5.5 Preferensi Adsorpsi (Prefential Adsorption) Sering pada suatu larutan terdapat dua atau lebih substansi terlarut (ion) yang akan diadsorpsi [3,10,12]. Jika ditinjau berdasarkan sifat kimia-fisika, masing-masing ion terlarut memiliki propertis yang berbeda (ukuran partikel, konfigurasi elektron, keelektronegatifan) [33]. Perbedaan sifat ini dapat mempengaruhi mekanisme adsorpsi yang terjadi. Sehingga ada substansi yang lebih disukai (dominan) diadsorpsi dan ada substansi yang kurang disukai. Peristiwa ini disebut sebagai kecenderungan adsorpsi (prefential adsorption). Kecenderungan Adsorpsi suatu adsorben terhadap satu dari dua ion pada larutan biner, dapat didefinisikan menggunakan faktor separasi B A, yaitu : B A = q AC B q B C A (2.15) [10] Jika ion A memiliki interaksi yang lebih baik terhadap adsorben, maka faktor separasi akan lebih besar dari satu. Jika sebaliknya, ion B interaksi yang lebih baik, maka faktor separasi akan lebih kecil dari satu. Faktor separasi dihitung dari data kesetimbangan adsorpsi. Jika faktor separasi mendekati nilai satu, maka selektivitas adsorben cukup buruk. Namun, jika faktor separasi lebih besar atau lebih kecil dari satu, maka selektivitas adsorben cukup baik [10].