CEREBRAL PALSY DEFINISI

dokumen-dokumen yang mirip
Aksep Cerebral palsy BAB I KONSEP DASAR

CEREBRAL PALSY DEFINISI KLASIFIKASI KLINIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rosenbaum dkk, palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan

KEMAMPUAN BERJALAN PADA CEREBRAL PALSY

CEREBRAL PALSY PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Cerebral palsy (CP). CP merupakan gangguan kontrol terhadap fungsi motorik

Topografi: Letak gangguan di otak Etiologi: Penyebab dan saat terjadinya gangguan

BAB I PENDAHULUAN. salah satunya adalah cerebral palsy (CP). CP merupakan kelainan atau

BAB 2. PEMBAHASAN 2.1. Definisi Cerebral Palsy

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

Modul ke: Pedologi. Cedera Otak dan Penyakit Kronis. Fakultas Psikologi. Yenny, M.Psi., Psikolog. Program Studi Psikologi.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAHASAN SEKITARNYA YANG MERUPAKAN DASAR ADANYA GERAK DARI GERAK SISTEM OTOT TULANG TUBUH FUNGSIONAL LOKAL / KESELURUHAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Palsi serebral adalah gangguan permanen gerakan dan bentuk tubuh, yang

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT (NDT) PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGIA DI YPAC SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat. maturasi serebral (Mahdalena, Shella. 2012).

Cerebral Palsy. Dr. Sudading Sunusi dan Dr. P. Nara

SETYO WAHYU WIBOWO, dr. Mkes Seminar Tuna Daksa, tinjauan fisiologis dan pendekatan therapiaccupressure, KlinikUPI,Nov 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar 7-10 % anak berkebutuhan khusus

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN METODE NEURO DEVELOPMENT TREATMENT PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK ATETOID HEMIPLEGI DI YPAC SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengendalian pergerakan dengan manifestasi klinis yang. tampak pada beberapa tahun pertama kehidupan dan secara

PENGARUH MOBILISASI TRUNK TERHADAP PENURUNAN SPASTISITAS PADA CEREBRAL PALSY SPASTIK DIPLEGI

BAB I PENDAHULUAN. yang abnormal, gerakan tak terkendali, dan kegoyangan saat. dengan sifat dari gangguan gerakan yaitu spastic, athetoid,

Dr. Soeroyo Machfudz, Sp.A(K), MPH Sub.bag Tumbuh Kembang/Ped. Sosial INSKA RS. Hermina / Bag. IKA FK-UII Yogyakarta

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Penerimaan Orang Tua ( Parents Acceptance)

Gangguan Neuromuskular

Karina Eka Ratnasari, Nur Susanti Program Studi Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan

BAB I PENDAHULUAN. Masa tumbuh kembang anak merupakan masa yang penting. Banyak faktor

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

BAB I PENDAHULUAN. menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat. dalam kelompok CP (Hinchcliffe, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. serebelum sehingga menyebabkan keterbatasan aktivitas. 1, 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. otak yang menghambat tumbuh kembang anak. Brunner dan Suddarth mengartikan

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN MEI 2015 UNIVERSITAS HASANUDDIN REFERAT CEREBRAL PALSY. Disusun Oleh: Yessi Pratiwi Okviani

Rehabilitasi pada perdarahan otak

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu anugerah yang Tuhan berikan untuk orangtua.

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Cerebral Palsy (CP) adalah suatu kelainan gerak dan. kerusakan atau gangguan disel-sel motorik pada susunan

Kejang Pada Neonatus

disebabkan internal atau eksternal trauma, penyakit atau cedera. 1 tergantung bagian neurogenik yang terkena. Spincter urinarius mungkin terpengaruhi,

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun pada anak dengan hambatan tumbuh kembang. Pembangunan. tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi

KONSEP ANAK TUNADAKSA. Oleh Drs. Yuyus Suherman,M.Si

BAB I PENDAHULUAN. yang bersifat non progresif yang terjadi pada proses tumbuh kembang. CP

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tumbuh kembang anak yang optimal merupakan dambaan setiap orang tua dan orang tua harus lebih memperhatikan

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT

Trauma Lahir. dr. R.A.Neilan Amroisa, M.Kes., Sp.S Tim Modul Tumbuh Kembang FK Unimal 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

CEREBRAL PALSY DIAGNOSIS DAN TATALAKSANA Darto Saharso Kelompok studi neuro-developmental Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr.

BAB I PENDAHULUAN. Kejang merupakan masalah neurologi yang paling sering kita jumpai pada

PERKEMBANGAN ASPEK MOTORIK

BAB I PENDAHULUAN. Bayi menurut WHO ( World Health Organization) (2015) pada negara

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGI DENGAN METODE NEURO DEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT) DI YPAC SURAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ramot Arif Banamtuan Pembimbing Dr. Catharina Dian, SpA

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Berbagai macam vitamin, gizi maupun suplemen dikonsumsi oleh

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY

DETEKSI DINI KETERLAMBATAN PERKEMBANGAN MOTORIK KASAR PADA ANAK

trauma pada flexsus brachialis, fraktur klavikula, dan fraktur humerus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diabetes, penyakit lupus, atau mengalami infeksi. Prematuritas dan berat lahir

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh kembang anak adalah kondisi Cerebral Palsy (Rosenbaum, 2007).

Definisi Bell s palsy

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI

Santi E. Purnamasari, M.Si., Psi.

BAB I PENDAHULUAN. Pada konsep paradigma menuju Indonesia sehat 2010, tujuan. pembangunan kesehatan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi sumber daya yang berkualitas tidak hanya dilihat secara fisik namun

LAPORAN PENDAHULUAN RETARDASI MENTAL. Disusun Oleh : Hadi Ari Yanto

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Depresi adalah suatu gangguan suasana perasaan (mood) yang

207 Palsi Serebral. Pencapaian kompetensi:

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pada ketidakmampuan untuk mengendalikan fungsi motorik, postur/ sikap dan

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB I PENDAHULUAN. dengan saraf tepi. Perkembangan dari susunan sistem saraf anak dimulai dari. berkebutuhan khusus termasuk autis.

SINDROMA GUILLAINBARRE

Gejala Awal Stroke. Link Terkait: Penyumbatan Pembuluh Darah

ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT MATERNITAS: EKLAMPSIA

BAB I PENDAHULUAN. Spondylitis tuberculosis atau yang juga dikenal sebagai Pott s disease

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

EMG digunakan untuk memastikan diagnosis dan untuk menduga beratnya sindroma kubital. Juga berguna menilai (8,12) :

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot.

LAPORAN STATUS KLINIK

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA HEMIPARESE SINISTRA POST STROKE NON HAEMORAGIC STADIUM RECOVERY KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan merupakan pertambahan kemampuan struktur dan fungsi tubuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki banyak risiko

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

- Seluruh perilaku, gerak dan aktivitas kita dikontrol oleh otak, yang terdiri dari bermilyard-milyard sel otak.

Oleh : RIGI RAMDANI J

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR.. i. DAFTAR ISI... iii. DAFTAR GAMBAR.. vii. DAFTAR TABEL.. viii. DAFTAR ISTILAH.. ix

FAKTOR FAKTOR RISIKO PRENATAL DAN PERINATAL KEJADIAN CEREBRAL PALSY (Studi Kasus di YPAC Semarang)

SEORANG LAKI-LAKI BERUSIA 3 TAHUN 6 BULAN DENGAN CEREBRAL PALSY TIPE SPASTIK TETRAPLEGI. Oleh : Wida Pratiwi Oktavia G

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter maupun

Transkripsi:

CEREBRAL PALSY DEFINISI Cerebral palsy adalah suatu kelainan gerakan dan postur yang tidak progresif oleh karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. (Bax, dikutip oleh Soetjiningsih, 1998). Cerebral palsy adalah gangguan pada otak yang bersifat non progresif. Gangguan ini dapat disebabkan oleh adanya lesi atau gangguan perkembangan pada otak ( Shepered,1995 ). Sedangkan menurut Bobath (1996),Cerebaral palsy adalah akibat dari lesi atau gangguan perkembangan otak bersifat non progresif dan terjadi akibat bayi lahir terlalu dini (prematur). Defisit motorik dapat ditemukan pada pola abnormal dari postur dan gerakan. Cerebral palsy atau disingkat dengan CP adalah sekelompok gangguan gerak atau postur yang disebabkan oleh lesi yang tidak progresif yang menyerang otak yang sedang berkembang (immatur). Lesi yang terjadi sifatnya menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai akibat proses pertumbuhan dan maturasi otak. Kerusakan jaringan saraf yang tidak progresif pada saat prenatal dan sampai 2 tahun post natal termasuk dalam kelompok CP. EPIDEMIOLOGI Cerebral palsy merupakan penyebab kecatatan tersering pada anak. Prevalensi CP bervariasi, pada umumnya banyak peneliti mendapatkan sekitar 2,0/1000 anak usia sekolah. Didapatkan adanya kecenderungan peningkatan prevalensi pada dua dekade terakhir. Hal ini disebabkan kemajuan penanganan obstetri dan perinatal, sehingga terdapat peningkatan bayi immatur, berat lahir rendah dan bayi prematur dengan komplikasi yang bertahan hidup. Insiden bervariasi antara 2-2,5/1000 bayi lahir hidup. Di USA perkiraan prevalensi pada yang sedang atau berat antara 1,5-2,5/1000 kelahiran, kurang lebih mengenai 1.000.000 orang. Kecenderungan peningkatan prevalensi pada kongenital CP dari 1,7 menjadi 2,0/1000 kelahiran hidup pada periode 1975-1991. Peningkatan ini akibat sedikit peningkatan kasus CP pada bayi dengan berat badan normal. Hal ini diduga akibat metode diagnostik yang berbeda dalam kurun waktu tersebut. Peneliti lain mendapatkan prevalensi CP 2,1/1000 neonatus yang bertahan hidup. Prevalensi menurut berat badan antara 1,1 neonatus dengan 1

berat lahir >2500gr sampai 78,1 pada bayi dengan berat lahir <1000gr. ETIOLOGI dan FAKTOR RISIKO Penyebab cerebral palsy dapat dibagi dalam tiga periode yaitu: 1) Pranatal : a) Malformasi kongenital. b) Infeksi dalam kandungan yang dapat menyebabkan kelainan janin (misalnya; rubela, toksoplamosis, sifihis, sitomegalovirus, atau infeksi virus lainnya). c) Radiasi sinar X. d) Tok gravidarum. e) Asfiksia dalam kandungan (misalnya: solusio plasenta, plasenta previa, anoksi maternal, atau tali pusat yang abnormal). f) Keracunan kehamilan dapat menimbulkan serebral palsi. 2) Natal : a) Anoksia/hipoksia. Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah cidera otak. Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, disproporsi sefalopelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan lahir dengan seksio sesar. b) Perdarahan otak. Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan menyebabkan penyumbatan CSS sehingga mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis. c) Trauma lahir. d) Prematuritas. Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna. e) Ikterus 2

Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas golongan darah. f) Meningitis purulenta Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa palsi serebral. 3) Postnatal : a) Trauma kapitis. b) Infeksi misalnya : meningitis bakterial, abses serebri, tromboplebitis, ensefalomielitis. c) Kern icterus. Beberapa penelitian menyebutkan faktor prenatal dan perinatal lebih berperan daripada faktor pascanatal. Studi oleh Nelson dkk (1986) (dikutip dari 13) menyebutkan bayi dengan berat lahir rendah, asfiksia saat lahir, iskemi prenatal, faktor genetik, malformasi kongenital, toksin, infeksi intrauterin merupakan faktor penyebab cerebral palsy. Faktor prenatal dimulai saat masa gestasi sampai saat lahir, sedangkan faktor perinatal yaitu segala faktor yang menyebabkan cerebral palsy mulai dari lahir sampai satu bulan kehidupan. PATOGENESIS Perkembangan susunan saraf dimulai dengan terbentuknya neural tube yaitu induksi dorsal yang terjadi pada minggu ke 3-4 masa gestasi dan induksi ventral, berlangsung pada minggu ke 56 masa gestasi. Setiap gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan terjadinya kelainan kongenital seperti kranioskisis totalis, anensefali, hidrosefalus dan lain sebagainya.fase selanjutnya terjadi proliferasi neuron, yang terjadi pada masa gestasi bulan ke 24. Gangguan pada fase ini bisa mengakibatkan mikrosefali, makrosefali. Stadium selanjutnya yaitu stadium migrasi yang terjadi pada masa gestasi bulan 35. Migrasi terjadi melalui dua cara yaitu secara radial, sd berdiferensiasi dan daerah periventnikuler dan subventrikuler ke lapisan sebelah dalam koerteks serebri; sedangkan migrasi secara tangensial sd berdiferensiasi dan zone germinal menuju ke permukaan korteks serebri. Gangguan pada masa ini bisa mengakibatkan kelainan kongenital seperti polimikrogiri, agenesis korpus kalosum. 3

Stadium organisasi terjadi pada masa gestasi bulan ke 6 sampai beberapa tahun pascanatal. Gangguan pada stadium ini akan mengakibatkan translokasi genetik, gangguan metabolisme. Stadium mielinisasi terjadi pada saat lahir sampai beberapa tahun pasca natal. Pada stadium ini terjadi proliferasi sd neuron, dan pembentukan selubung mialin. Kelainan neuropatologik yang terjadi tergantung pada berat dan ringannya kerusakan Jadi kelainan neuropatologik yang terjadi sangat kompleks dan difus yang bisa mengenai korteks motorik traktus piramidalis daerah paraventkuler ganglia basalis, batang otak dan serebelum.anoksia serebri sering merupakan komplikasi perdarahan intraventrikuler dan subependim Asfiksia perinatal sering berkombinasi dengan iskemi yang bisa menyebabkan nekrosis. Kerniktrus secara klinis memberikan gambaran kuning pada seluruh tubuh dan akan menempati ganglia basalis, hipokampus, sel-sel nukleus batang otak; bisa menyebabkan cerebral palsy tipe atetoid, gangguan pendengaran dan mental retardasi. Infeksi otak dapat mengakibatkan perlengketan meningen, sehingga terjadi obstruksi ruangan subaraknoid dan timbul hidrosefalus. Perdarahan dalam otak bisa meninggalkan rongga yang berhubungan dengan ventrikel. Trauma lahir akan menimbulkan kompresi serebral atau perobekan sekunder. Trauma lahir ini menimbulkan gejala yang ireversibel. Lesi ireversibel lainnya akibat trauma adalah terjadi sikatriks pada sel-sel hipokampus yaitu pada kornu ammonis, yang akan bisa mengakibatkan bangkitan epilepsi. PATOFISIOLOGI Adanya malformasi hambatan pada vaskuler, atrofi, hilangnya neuron dan degenarasi laminar akan menimbulkan narrowergyiri, suluran sulci dan berat otak rendah. Serebral palsi digambarkan sebagai kekacauan pergerakan dan postur tubuh yang disebabkan oleh cacat nonprogressive atau luka otak pada saat anak-anak. Suatu presentasi serebral palsi dapat diakibatkan oleh suatu dasar kelainan (structural otak : awal sebelum dilahirkan, perinatal, atau luka-luka /kerugian setelah kelahiran dalam kaitan dengan ketidakcukupan vaskuler, toksin atau infeksi). 4

NEUROPATOLOGI Perubahan neuropatologik pada Cerebral Palsy bergantung pada patogenesis, derajat dan lokalisasi kerusakan dalam susunan saraf pusat (SSP). Semua jaringan SSP peka terhadap kekurangan oksigen. Kerusakan yang paling berat terjadi pada neuron, kurang pada neuroglia dan jaringan penunjang (supporting tissue) dan paling minimal pada pembuluh darah otak. Derajat kerusakan ada hubungannya acute neuronal necrosis tanpa kerusakan pada neuroglia. Penyembuhan terjadi dengan fagositosis bagian yang nekrotik, proliferasi neuroglia dan pembentukan jaringan parut yang diikuti dengan retraksi sekunder. Pada hipoksia yang lebih berat, terjadi kerusakan baik pada neuron maupun neuroglia, mengakibatkan terjadinya daerah dengan perlunakan, penyembuhan yang lambat, atrofi dan pembentukan jaringan parut yang luas. Kerusakan-kerusakan yang paling berat terjadi pada bagian SSP yang sangat peka terhadap hipoksia yaitu korteks serebri, agak kurang pada ganglia basalis dan serebelum, sedangkan batang otak dan medula spinalis mengalami kerusakan yang lebih ringan. MANIFESTASI KLINIS a. Spastisitas Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan reflek Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sifat yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam flesi plantar dan telapak kaki berputar ke dalam. Tonic neck reflex dan refleks neonatal menghilang pada waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Bentuk kelumpuhan spastisitas tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan yaitu monoplegia/ monoparesis. Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya; hemiplegia/ hemiparesis adalah kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama; diplegia/ diparesis adalah kelumpuhan keempat anggota gerak tetapi tungkai lebih hebat 5

daripada lengan; tetraplegia/ tetraparesis adalah kelimpuhan keempat anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. Golongan spastitis ini meliputi / 3 ¾ penderita cerebral palsy. Bentukkelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu: 1) Monoplegia/ Monoparesis Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya. 2) Hemiplegia/ Diparesis Kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama. 3) Diplegia/ Diparesis Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan. 4) Tetraplegia/ Tetraparesis Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai. b. Tonus otot yang berubah Bayi pada golongan ini, pada usia bulan pertama tampak fleksid (lemas) dan berbaring seperti kodok terlentang sehingga tampak seperti kelainan pada lower motor neuron. Menjelang umur 1 tahun barulah terjadi perubahan tonus otot dari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak fleksid dan sikapnya seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa otot tonusnya berubah menjadi spastis, Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi yang khas ialah refelek neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh afiksia perinatal atau ikterus. c. Koreo-atetosis Kelainan yang khas yaitu sikap yang abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak flaksid, tetapa sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan ataksia, kerusakan terletak diganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatus. 6

d. Ataksia Ataksia adalah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukan perkembangan motorik yang lambat. Kehilangan keseimbangan tamapak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak diserebelum. e. Gangguan pendengaran Terdapat 5-10% anak dengan serebral palsi. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nadi tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreoatetosis. f. Gangguan bicara Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retradasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya dibibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering tampak anak berliur. g. Gangguan mata Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. h. Paralisis Dapat berbentuk hemiplegia, kuadriplegia, diplegia, monoplegia, triplegia. Kelumpuhan ini mungkin bersifat flaksid, spastik atau campuran. i. Gerakan involunter Dapat berbentuk atetosis, khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas, atau campuran. j. Gangguan perkembangan mental Retardasi mental ditemukan kira-kira pada 1/3 dari anak dengan cerebral palsy terutama pada grup tetraparesis, diparesis spastik dan ataksia. Cerebral palsy yang disertai dengan retardasi 7

mental pada umumnya disebabkan oleh anoksia serebri yang cukup lama, sehingga terjadi atrofi serebri yang menyeluruh. Retardasi mental masih dapat diperbaiki bila korteks serebri tidak mengalami kerusakan menyeluruh dan masih ada anggota gerak yang dapat digerakkan secara volunter. Dengan dikembangkannya gerakan-gerakan tangkas oleh anggota gerak, perkembangan mental akan dapat dipengaruhi secara positif. k. Problem emosional terutama pada saat remaja. Tanda Cerebral Palsy Pada Bayi Terlambat dalam mengendalikan gerak kepala, berguling, merih dengan satu tangan, duduk tanpa ditopang, merangkak dan berjalan. Bermasalah dalam mengisap. Kesulitan mengendalikan gerak otot tubuh. Normalnya, otak memberi perintah pada tubuh untuk melakukan sesuatu. Namun karena Cerebral Palsy dipengaruhi otak dan tergantung bagian mana dari tubuh yang dipengauhi otak, anak mungkin tidak bisa berjalan, tidak dapat biara, makan atau bermain dengan cara lazimnya dilakukan oleh anak-anak normal. Ciri-ciri Cerebral Palsy di Usia Balita. Gangguan oral seperti menguyah dan menelan. Kesulitan bicara. Tidak dapat meng endalikan kandung kemih dan buang air besar. Masalah pada pendengaran dan penglihatan. Sulit memusatkan pikiran yang bepengaruh pada belajar. Bermasalah dalam mengartikan pengideraan seperti tidak mampu mengidentifikasi benda lewat sentuhan. KLASIFIKASI 1. Berdasarkan gejala klinis, Cerebral palsy dibagi menjadi : a. Spactic Cerebral Palsy. Merupakan bentuk Cerebral Palsy terbanyak (70-80%). Cerebral Palsy jenis ini biasa dialami oleh bayi lahir premature atau lahir dengan berat badan rendah. Gerakan 8

anakcerebral Palsy tipe ini kaku karena otot-ototnya terlalu ketat sehingga kesulitan saat menggerakkan tubuh dari satu posisi ke posisi lain. Pada tipe ini, gejala yang hampir selalu ada adalah : Hipertoni (fenomena pisau lipat). Hiperrefleksi yang disertai klonus. Kecenderungan timbul kontraktur. Refleks patologis. Secara topografi distribusi tipe ini adalah sebagai berikut : Hemiplegia : apabila mengenai satu sisi dari tubuh, dan tangan terkena lebih berat. Anak Cerebral Palsy dengan spastic hemiplegia dapat disertai tremor hemisparesis, dimana seseorang tidak dapat mengendalikan gerakan pada tungkai pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan berat. Diplegia : apabila mengenai keempat anggota gerak, anggota gerak bawah lebih berat. Kuadriplegi : apabila mengenai keempat anggota gerak, dengan derajat yang sama Monoplegi : apabila hanya mengenai satu anggota gerak saja, biasanya lengan. Triplegi : apabila mengenai satu anggota gerak atas dan dua anggota gerak bawah, biasanya merupakan varian dari kuadriplegi. b. Cerebral Palsy Tipe Ekstra Piramidal Cerebral Palsy tipe ini akan berpengaruh pada bentuk tubuh, dan gerakan involunter. Pada tipe ini sering disertai dengan gangguan emosional dan retardasi mental. Di samping itu juga dijumpai gejala hipertoni, hiperrefleksi ringan, namun jarang sampai timbul klonus. Pada tipe ini kontraktur juga jarang ditemukan, apabila mengenai saraf otak bisa terlihat wajah yang asimetris dan disartria. Cerebral Palsy tipe ini, dibagi menjadi 3, yaitu : 1) Cerebral Palsy Ataxic Cerebral Palsy Ataxic jarang dijumpai, mengenai keseimbangan dan persepsi dalam. Penderita yang terkena sering menunjukkan koordinasi yang buruk; berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan, kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya menulis atau mengancingkan baju. Mereka juga sering mengalami tremor, dimulai dengan gerakan volunteer misalnya mengambil buku dan membuka halaman buku menyebabkan gerakan 9

seperti menggigil pada bagian tubuh yang baru digunakan dan tampak memburuk sama dengan saat penderita akan menuju obyek yang dikehendaki. Bentuk ataksid ini mengenai 5-10% penderita CP (Clement et al, 1984) 2) Cerebral Palsy Athetoid atau Dsykinetic Cerebral Palsy Atheoid atau Dsykinetic artinya campuran tonus otot yang mengalami kekakuan atau kelonggaran. Bentuk Cerebral Palsy ini mempunyai karakteristik gerakan menulis yang tidak terkonntrol dan perlahan. Gerakan abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan, atau tungkai dan pada sebagian besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang pada saat tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi gerakan otot bicara (disartria). Penderita Cerebral Palsy tipe ini mengalami masalah mengangkat tubuhnya sendiri untuk berdiri tegak, duduk atau berjalan dan selalu menampilkan banyak gerakan di wajah, lengan dan tubuh bagian atas yang tidak disengaja. Gerakan lain yang tidak dapat dikendalikan adalah belok, berputar, menyeringai dan berliur. Tipe ini dialami 30% anak Cerebral Palsy. c. Cerebral Palsy Campuran Ditandai dua atau lebih tipe cerebral palsy dalam diri seorang anak. Cerebral Palsy jenis ini dialami 10% penderita Cerebral Palsy. 2. Berdasarkan derajat kemampuan fungsional. Cerebral Palsy dibedakan menjadi : a. Minimal Perkembangan motorik penderita masih normal, hanya terganggu secara kualitatif. Pada derajat ini terdapat gejala-gejala seperti : Kelainan tonus sementara Refleks primitive menetap terlalu lama Kelainan postur ringan Gangguan gerak motorik kasar dan halus, misalnya clumpsy Pada derajat ini, biasanya disertai pula dengan gangguan komunikasi dan gangguan belajar spesifik 10

b. Ringan Pada derajat ini, anak penderita Cerebral Palsy baru bisa berjalan pada umur 24 bulan, dimana seharusnya bayi sudah mulai berjalan sendiri pada usia 12-18 bulan. Pada Cerebral Palsy derajat ringan, gejala-gejalanya adalah sebagai berikut : Beberapa kelainan pada pemeriksaan neurologis Perkembangan reflex primitif abnormal Respon postural terganggu Gangguan mootorik, misalnya tremor Gangguan koordinasi Pada derajat ini penderita Cerebral Palsy masih bisa melakukan pekerjaan aktifitas sehari-hari sehingga sama sekali tidak atau hanya sedikit membutuhkan bantuan khusus. c. Sedang Pada derajat ini, anak penderita Cerebral Palsy baru bisa berjlan pada usia tiga tahun, terkadang memerlukan bracing, penderita tidak memerlukan alat khusus untuk membantunya berjalan Pada derajat ini terdapat beberapa gejala, antara lain : Berbagai kelainan neurologis Refleks primitive menetap dan kuat Respon postural terlambat Pada derajat ini, sering pula disertai dengan penyakit lain seperti retardasi mental, gagguan belajar dan komunikasi, dan kejang. Pada Cerebral Palsy derajat sedang, penderita tetap membutuhkan bermacam-macam bantuan khusus atau pendidikan khusus agar dapat mengurus dirinya sendiri, dapat bergerak atau berbicara. Dengan pertolongan secara khusus, diharapkan penderita dapat mengurus diri sendiri, berjalan atau berbicara sehingga dapat bergerak, bergaul, hidup di tengah masyarakat dengan baik. d. Berat Pada Cerebral Palsy derajat berat, penderita tidak bisa berjalan atau bisa berjalan dengan alat bantu, dan terkadang memerlukan operasi. Pada derajat ini, terdapat beberapa gejala seperti : Gejala neurologis dominan 11

Refleks primitive menetap Respon postural tidak muncul Penderita Cerebral Palsy derajat berat sama sekali tidak bisa melakukan aktifitas fisik dan tidak mungkin dapat hidup tanpa pertolongan orang lain. Pertolongan atau pendidikan khusus yang diberikan sangat sedikit hasilnya. Sebaiknya penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus. Rumah perawatan khusus ini hanya untuk penderita dengan retardasi mental berat, atau yang akan menimbulkan gangguan social-emosional baik bagi keluarganya maupun lingkungan. DIAGNOSIS Diagnosis dini dan tepat adanya lesi di otak sangat penting sebagai dasar dalam seleksi prosedur-prosedur terapeutik yang akan diambil. Pada anamnesis perlu diketahui mengenai riwayat prenatal, persalinan dan post natal yang dapat dikaitkan dengan adanya lesi otak. Tahap-tahap perkembangan fisik anak harus ditanyakan, umpamanya kapan mulai mengangkat kepala, membalik badan, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan. Pada pemeriksaan fisik diperhatikan adanya spastisitas lengan/tungkai, gerakan involunter, ataksia dan lain-lain. Adanya refleks fisiologik seperti refleks moro dan tonic neck reflex pada anak usia 4 bulan harus dicurigai adanya Cerebral Palsy, demikian pula gangguan penglihatan, pendengaran, bicara dan menelan, asimetri dari kelompok otot-otot, kontraktur dan tungkai yang menyilang menyerupai gunting. Pada pemeriksaan penunjang terdiri dari : Pemeriksaan laboratorium dan neuroimaging membantu klinisi menentukan prediksi kondisi klinis CP. Untuk mengevaluasi penyakit metabolik dan genetik, diperlukan pemeriksaan darah dan urin. Pemeriksaan rutin meliputi fungsi tiroid, laktat, piruvat, asam amino dankromosom. Ph darah berguna untuk mengetahui adanya dan beratnya asfiksia perinatal. Pemeriksaan LCS bisa untuk mengetahui adanya asfiksia. Kadar protein dalam LCS dapat meningkat dengan adanya peningkatan rasio laktat-piruvat. 12

Pemeriksaan USG digunakan untuk skreening dan follow-up penderita dengan PVH (periventrikuler hemorrhage) atau IVH (intraventrikuler hemorrhage). Skreening dilakukan pada usia 3-7 hari, sebab kebanyakan perdarahan sering terjadi sebelum usia tersebut. Pada sekitar usia bayi 28 hari, untuk mengetahui perdarahan yang timbul lambat atau adanya leukomalasia periventrikuler. USG sering digunakan pada bayi prematur. Pemeriksaan CT Scan berguna untuk mengetahui adanya malformasi kongenital, perdarahan intrakranial dan leukomalasia periventrikuler. Pemeriksaan MRI jarang digunakan pada bayi prematur dan lebih menguntungkan digunakan setelah umur bayi lebih dari 2-3 minggu. MRI merupakan pilihan untuk mengetahui gambaran mielin pada T2 dan gambaran sulki otak. PET (Positron Emission Tomography) digunakan untuk mengetahui gambaran aliran darah otak dan metabolisme glukosa, dimana bisa terjadi abnormalitas baik pada kondisi akut maupun kronik. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography) untuk mengetahui gambaran perfusi serebral, merupakan salah satu teknik terbaru untuk mengevaluasi adanya asfiksia. MR Spectroscopy juga untuk mengetahui adanya indikasi terjadinya asfiksia. Evoked potential untuk mengetahui respon otak akan adanya stimulasi eksternal. Digunakan untuk mengevaluasi jaras anatomik auditori dan visual. EEG digunakan untuk mengevaluasi beratnya proses hipoksik-iskemik, terdapatnya gambaran supresi gelombang dengan amplitudo rendah dan gelombang lambat memberikan prognosis yang buruk. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis Cerebral Palsyditegakkan. Pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan suatu proses degeneratif. PadaCerebral Palsy likuor serebrospinalis normal. Pemeriksaan Elektro Ensefalografi dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan hemiparesis baik yang berkejang maupun yang tidak. Foto kepala (X-ray) dan CT Scan. Penilaian psikologik perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pendidikan yang diperlukan. 13

Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain retardasi mental. Selain pemeriksaan di atas, kadang-kadang diperlukan pemeriksaan arteriografi dan pneumoensefalografiindividu. DIAGNOSIS BANDING Cerebral Palsy perlu dibedakan dengan : proses degenerasi SSP, miopati, neuropati, tumor medula spinalis, tumor otak, hidrosefalus, poliomielitik atipik, idiocy, trauma otak atau saraf perifer, korea sydenham s, subdural higroma dan tumor intrakranial. TATALAKSANA Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerjasama yang baik dan merupakan suatu team antara dokter anak,neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikologi, fisioterapi, occupational therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa, dan orang tua penderita. 1. Reedukasi dan rehabilitasi Dengan adanya kecacatan yang bersifat multifaset, seseorang penderita Cerebral Palsy perlu mendapatkan terapi yang sesuai dengan kecacatannya. Evaluasi terhadap tujuan perlu dibuat oleh masing-masing terapist. Tujuan yang akan dicapai perlu juga disampaikan kepada orang tua/famili penderita, sebab dengan demikian ia dapat merelakan anaknya mendapat perawatan yang cocok serta ikut pula melakukan perawatan tadi di lingkungan hidupnya sendiri. Fisio terapi bertujuan untuk mengembangkan berbagai gerakan yang diperlukan untukmemperoleh keterampilan secara independent untuk aktivitas sehari-hari. Fisio terapi ini harus segera dimulai secara intensif. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi penderita sewaktu istirahat atau tidur. Bagi penderita yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal di suatu pusat latihan. Fisio terapi dilakukan sepanjang hidup penderita. Selain fisio terapi, penderita Cerebral Palsy perlu dididik sesuai dengan tingkat inteligensinya, di Sekolah Luar Biasa dan bila mungkin di sekolah biasa bersama-sama dengan anak yang normal. Di Sekolah Luar Biasa dapat dilakukan speech therapy dan occupational therapy yang disesuaikan dengan keadaan penderita. Mereka sebaiknya diperlakukan sebagai anak biasa yang pulang ke rumah dengan kendaraan bersanrm-sama sehingga tidak merasa diasingkan, 14

hidup dalam suasana normal. Orang tua janganlah melindungi anak secara berlebihan dan untuk itu pekerja sosial dapat membantu di rumah dengan melihat seperlunya 2. Psiko Terapi untuk Penderita dan Orang tuanya Oleh karena gangguan tingkah laku dan adaptasi sosial sering menyertai Cerebral Palsy, maka psiko terapi perlu diberikan, baik terhadap penderita maupun terhadap keluarganya. Keluarga yang memiliki anggota keluarga penyandang Cerebral Palsy harus memberikan kasih sayang dan dukungan moral yang penuh. Keluarga tidak boleh merasa malu dengan keadaan si anak, namun harus terus mengupayakan agar si anak dapat sembuh atau paling tidak mempunyai perkembangan ke arah yang lebih baik. 3. Koreksi Operasi Bertujuan untuk mengurangi spasme otot, menyamakan kekuatan otot yang antagonis, menstabilkan sendi-sendi dan mengoreksi deformitas. Tindakan operasi lebih sering dilakukan pada tipe spastik dari pada tipe lainnya. Juga lebih sering dilakukan pada anggota gerak bawah dibanding -dengan anggota gerak atas. Prosedur operasi yang dilakukan disesuaikan dengan jenis operasinya, apakah operasi itu dilakukan pada saraf motorik, tendon, otot atau pada tulang. 4. Obat-obatan Pemberian obat-obatan pada Cerebral Palsy bertujuan untuk memperbaiki gangguan tingkah laku, neuro-motorik dan untuk mengontrol serangan kejang. Pada penderita Cerebral Palsy yang kejang. pemberian obat anti kejang memeerkan hasil yang baik dalam mengontrol kejang, tetapi pada Cerebral Palsy tipe spastik dan atetosis obat ini kurang berhasil. Demikian pula obat muskulorelaksan kurang berhasil menurunkan tonus otot pada Cerebral Palsy tipe spastik dan atetosis. Pada penderita dengan kejang diberikan maintenance anti kejang yang disesuaikan dengan karakteristik kejangnya, misalnya luminal, dilantin dan sebagainya. Pada keadaan tonus otot yang berlebihan, obat golongan benzodiazepine, misalnya : valium, librium atau mogadon dapat dicoba. Pada keadaan choreoathetosis diberikan artane. Tofranil (imipramine) diberikan pada keadaan depresi. Pada penderita yang hiperaktif dapat diberikan dextroamphetamine5 -- 10 mg pada pagi hari dan 2,5 -- 5 mg pada waktu tengah hari. 15

PENGOBATAN a. Medik Pengobatan kausal tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu tim dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikolog, fisioterapi, occupatiional therapist, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orangtua pasien. b. Fisioterapi Tindakan ini harus segera dimulai secara intensif. Orang tua turut membantu program latihan dirumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur. Bagi pasien yang berat dianjurkan untuk sementara tinggal dipusat latihan. Fisioterapi ini dilakukan sepanjang pasien hidup. c. Tindakan bedah Bila terdapat hipertonus otot atau hiperspastisitas, dianjurkan untuk dilakukan pembedahan otot, tendon atau tulang untuk reposisi kelainan tersebut. Pembedahan stereotatik dianjurkan pada pasien dengan pergerakan koreotetosis yang berlebihan. d. Obat-obatan Pasien sebral palsi (CP) yang dengan gejala motorik ringan adalah baik, makin banyak gejala penyertanya dan makin berat gejala motoriknya makin buruk prognosisnya. Bila di negara maju ada tersedia institute cerebral palsy untuk merawat atau untuk menempung pasien ini. e. Occupational therapy Ditujukan untuk meningkatkan kemampuan untuk menolong diri sendiri, memperbaiki kemampuan motorik halus, penderita dilatih supaya bisa mengenakan pakaian, makan, minum dan keterampilan lainnya. f. Speech therapy Diberikan pada anak dengan gangguan wicara bahasa, yang ditangani seorang ahli. 16

PENCEGAHAN Pencegahan merupakan usaha yang terbaik. Cerebral Palsy dapat dicegah dengan jalan menghilangkan faktor etiologik kerusakan jaringan otak pada masa prenatal, natal dan post natal. Sebagian daripadanya sudah dapat dihilangkan, tetapi masih banyak pula yang sulit untuk dihindari. "Prenatal dan perinatal care" yang baik dapat menurunkan insidens Cerebral Palsy. KOMPLIKASI 1. Ataksia 2. Katarak 3. Hidrosepalus 4. Retardasi Mental : IQ di bwh 50, berat/beban dari otak motoriknya IQ rendah nya, dengan suatu ketegangan [menyangkut] IQ yang yang lebih rendah. 5. Strain/ ketegangan : lebih sering pada qudriplegia dan hemiplegia 6. Pinggul Keseleo/ Kerusakan : sering terjadi pada quadriplegia dan paraplegia berat. 7. Kehilangan sensibilitas : anak-anak dengan hemiplegia akan kehilangan sensibilitas. 8. Hilang pendengaran : atrtosis sering terjadi terpasang, tetapi bukan pada anak spaskis. 9. Gangguan visual : bermata juling, terutama pada anak-anak prematur dan quadriplegia. 10. Kesukaran untuk bicara : penyebabnya yaitu disartria, Retardasi mental, hilang pendengaran, atasi kortikal, gangguan emosional dan mungkin sebab gejala lateralisasi pada anak hemiplagia. 11. Lateralisasi : dominan pada anak [sebelum/di depan] [yang] normal nya dan yang di / terpengaruh oleh gejala hemiplegia, kemudian akan ada berbagai kesulitan untuk pindah;gerakkan pusat bicara 12. Inkontinensia : RM, dan terutama oleh karena berbagai kesulitan pada pelatihan kamar kecil. 13. penyimpangan Perilaku : tidak suka bergaul, dengan mudah dipengaruhi dan mengacaukan ketidaksuburan/kemandulan. 17

PROGNOSIS Prognosis tergantung pada gejala dan tipe cerebral palsy. Di Inggris dan Skandinavia 20-25% pasien dengan cerebral palsy mampu bekerja sebagai buruh penuh; sebanyak 30-35% dari semua pasien cerebral palsy dengan retardasi mental memerlukan perawatan khusus. Prognosis paling baik pada derajat fungsionil yang ringan. Prognosis bertambah berat apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan dan pendengaran. Pengamatan jangka panjang yang dilakukan oleh Cooper dkk seperti dikutip oleh Suwirno T menyebutkan ada tendensi perbaikan fungsi koordinasi dan fungsi motorik dengan bertambahnya umur pasien cerebral palsy yang mendapatkan rehabilitasi yang baik. Prognosis bergantung pada banyak faktor, antara lain : berat ringannya Cerebral Palsy, cepatnya diberi pengobatan, gejala-gejala yang menyertai Cerebral Palsy, sikap dan kerjasama penderita, keluarganya dan masyarakat. Menurut Nelson WE dkk (1968), hanya sejumlah kecil penderita Cerebral Palsy yang dapat hidup bebas dan menyenangkan,namun Nelson KB dkk (1981) dalam penyelidikannya terhadap 229 penderita Cerebral Palsy yang.didiagnosis pada usia 1 tahun, ternyata setelah berumur 7 tahun 52% di antaranya telah bebas dari gangguan motorik. Dilaporkan pula bahwa bentuk Cerebral Palsy yang ringan, monoparetik, ataksik, diskinetik dan diplegik yang lebih banyak mengalami perbaikan. Penyembuhan juga lebih banyak ditemukan pada golongan anak kulit hitam dibanding dengan kulit putih. Di negara maju, misalnya diinggris dan Scandinavia, terdapat 20--25% penderita Cerebral Palsy bekerja sebagai buruh harian penuh dari 30--50% tinggal di Institute Cerebral Palsy. Makin banyak gejala penyerta dan makin berat gangguan motorik, makin buruk prognosis. Umumnya inteligensi anak merupakan petunjuk prognosis, makin cerdas makin baik prognosis. Penderita yang sering kejang dan tidak dapat diatasi dengan anti kejang mempunyai prognosis yang jelek. Pada penderita yang tidak mendapat pengobatan, perbaikan klinik yang spontan dapat terjadi walaupun lambat. Dengan seringnya anak berpindah-pindah tempat, anggota geraknya mendapat latihan bergerak dan penyembuhan dapat terjadi pada masa kanak-kanak. Makin cepat dan makin intensif pengobatan maka hasil yang dicapai makin lebih baik. Di samping faktor-faktor tersebut di atas, peranan orang tua/keluarga dan masyarakat juga ikut menentukan prognosis.makin tinggi kerjasama dan penerimaannya maka makin baik prognosis. 18

Penyakit Lain yang Berhubungan dengan Cerebral Palsy Banyak penderita Cerebral Palsy juga menderita penyakit lain. Kelainan yang mempengaruhi ortak dan menyebabkan gangguan fungsi motorik dapat menyebabkan kejang dan mempengaruhi perkembangan intelektual seseorag, atensi terhadap dunia luar, aktivitas dan perilaku, dan penglihatan dan pendengaran. (Benda et al, 1986). Penyakit-penyakit yang berhubungan dengancerebral Palsy adalah : 1. Gangguan Mental Sepertiga anak cerebral palsy memiliki gangguan intelektual ringan, sepertiga dengan gangguan sedang hingga berat dan sepertiga lainnya normal. Gnagguan mental sering dijumpai pada anak dengan klinik spastic quadriplegia. 2. Kejang atau Epilepsi Setengah dari seluruh anak cerebral palsy menderita kejang. Selama kejang, aktivitas elektrik dengan pola normal dan teratur diotak mengalami gangguan karena letupan listrik yang tidak terkontrol. Pada penderita cerebral palsy dan epilepsy, gangguan tersebut akan tersebar keseluruh otak dan menyebabkan gejala pada seluruh tubuh, seperti kejang tonik-klonik atau mungkin hanya pada satu bagian otak dan menyebabkan gejalakejang parsial. Kejang tonikklonik secara umum menyebabkan penderita menjerit dan diikuti dengan hilangnya kesadaran, twitching kedua tungkai dan lengan, gerakan tubuh konvulsi dan hilangnya kontol kandung kemih. Kejang parsial diklasifikasikan menjadi simpleks atau kompleks. Pada tipe simpleks, penderita menunjukkan gejalan yang terlokalisir misalnya kejang otot, gerakan mengunyah, mati rasa atau rasa gatal.pada tipe kompleks, penderita dapat mengalami halusinasi, berjalan sempoyongan, gerakan otomatisasi dan tanpa tujuan, atau mengalami ggangguan kesadaran atau mngalami kebingungan. 3. Gangguuan Pertumbuhan Sindroma gagal tumbuh sering terjadi pada cerebral palsy derajat sedang hingga berat, terutama tipe quadriparesis. Gagal tumbuh secara uumum adalah istilah untuk mendeskripsikan anak-anak yang terhambat pertumbuhan dan perkembangannya walaupun cukup mendapat asupan makanan. Pada bayi-bayi, terhambatnya laju pertumbuhan terlihat dari kenaikan berat badan yang sangat kecil, pada anak kecil, dapat tampak terlalu pendek, 19

pada remaja tampak sebagai kombinasi antara terlalu pendek dan tidak tampak tanda maturasi seksual. Gagal tumbuh dapat disebabkan beberappa sebab, termasuk nutrisi yang buruk dan kerusakan otak yang berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan dan perkembangan. Sebagai tambahan, otot tungkai yang mengalami spastisitas mempunyai kecenderungan lebih kecil disbanding normal. Hal tersebut tampak nyata pada sebagian besar penderita dengan spastic hemiplegia, karena tungkai pada sisi yang sakit tidak dapat tumbuh secepat sisi yang normal. Kondisi tersebut juga mengenai tangan dan kaki karena gangguan penggunaan otot tungkai (disuse atrophy). 4. Gangguan Penglihatan dan Pendengaran Banyak anak cerebral palsy menderita strabismus, dimana mata tidak tampak segaris karena ada perbedaan pada otot mata kanan dan kiri. Pada perkembangannya, hal ini akan menimbulkan gejala penglihatan ganda. Jika tidak segera dikoreksii akan menimbulkan gangguan penglihatan berat pada satu mata dan sebenarnya dapat diintervensi dengan kemampuan visus tertentu, misalnya membatasi jarak pandang. Pada beberapa kasus, terapi bedah direkomendasikan untuk koreksi strabismus. Anak dengan hemisperasis dapat mengalami hemianopia, dimana terjadi kecacatan visus atau kebutaan yang mengenai lapang pandang normal pada satu sisi. Sebagai contoh, jika hemianopia mengenai mata kanan, dengan melihat lurus ke depan akan mempunyai visus terbaik kecuali untuk melihat kanan jarak jauh. Pada hemianopia homonymous, kelaianan akan mengenai sisi yang sama dari lapang pandang dari kedua mata. Gangguan pendengaran juga sering dijumpai diantara penderita cerebral palsy dibanding pada populasi umum. 5. Sensasi dan Persepsi abnormal Sebagian penderita cerebral palsy mengalami gangguan kemampuan untuk merasakan sensasi misalnya sentuhan dan nyeri. Mereka juga mengalami stereognosia, atau mengalami kesulitan merasakan dan mengidentifikasi obyek melalui sensasi raba. 20