PENDAHULUAN Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL SURVEI KREDIT KONSUMSI A. Karakteristik Bank

PENDAHULUAN. peternak, khususnya bagi yang berminat meningkatkan skala usahanya. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi ekonomi suatu negara menjadi lebih maju dan usaha-usaha berkembang

I. PENDAHULUAN. Jumlah (Unit) Perkembangan Skala Usaha. Tahun 2009*) 5 Usaha Besar (UB) ,43

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian dan bisnis di dunia sangat ini berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan penggerak ekonomi yang fungsinya tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pendapatan yang merata. Namun, dalam

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

BAB I PENDAHULUAN. Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dapat dipandang sebagai tulang punggung

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kerja Praktek. Mayoritas usaha yang ada di Indonesia adalah usaha kecil yang dikelola

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang No.10 tahun 1998

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. didukung dengan kondisi wilayah Indonesia yang memiliki daratan luas, tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. bahwa bank sangat penting dalam pembangunan nasional karena fungsi bank

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 5/ 19 /PBI/2003 TENTANG PERLAKUAN KHUSUS TERHADAP KREDIT ATAU PEMBIAYAAN BANK PERKREDITAN RAKYAT PASCA TRAGEDI BALI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan di Indonesia termasuk Hukum Perbankan Indonesia.

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka

BAB I PENDAHULAN. dikatakan sebagai jantung perekonomian negara. Kegiatan ekonomi suatu negara

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I. 1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari bahasa latin credere atau credo yang berarti kepercayaan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Pembangunan sektor pertanian dilaksanakan melalui 2 (dua) program. Program peningkatan ketahanan pangan dan (2) Program

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional suatu bangsa mencakup di dalamnya

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

KAJIAN KEPUASAN PETANI TEBU RAKYAT TERHADAP PELAKSANAAN KEMITRAAN PABRIK GULA XYZ

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kegiatan pinjam-meminjam uang telah dilakukan sejak lama dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pendukung dan penggerak laju pertumbuhan ekonomi. Kebijakan-kebijakan

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Peran Bank Jateng Dalam Implementasi Program. Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E)

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan bagi pembangunan di Indonesia. Peranan bank sebagai agen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini era pembangunan telah menunjukkan perkembangan terutama

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan keuangan. Era modern sekarang ini keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menghubungkan pihak-pihak yang memiliki dana dengan pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. memacu laju pertumbuhan negara. Hal ini dipastikan akan sangat membantu

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan uang tersebut kembali ke masyarakat. merupakan lembaga keuangan yang paling lengkap kegiatannya yaitu

I. PENDAHULUAN. produksi hanya diterima petani setiap musim sedangkan pengeluaran harus

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun di luar negeri. Hal ini dikarenakan salah satu tolak ukur kemajuan suatu

I. PENDAHULUAN. keuangan setiap negara. Bank antara lain berperan sebagai tempat. penyimpanan dana, membantu pembiayaan dalam bentuk kredit, serta

I. PENDAHULUAN. membiayai usaha yang dijalankan. Peran bank bagi perkembangan dunia usaha. permodalan dan pengembangan usaha masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Krisis moneter yang berkembang menjadi krisis ekonomi,

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin pesatnya pertumbuhan bank dan semakin

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah

PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di Indonesia merupakan salah satu sarana untuk

Lampiran 1. Daftar istilah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dunia perbankan merupakan salah satu institusi yang sangat berperan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jumlah Penduduk Kabupaten/Kota di DIY (Jiwa)

BAB I PENDAHULUAN. antara pihak pemberi pinjaman dan pihak peminjam. Dalam kesehariannya

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan dalam banyak hal. Baik itu dari segi pemerintahan, pendidikan

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 2/3/PBI/2000 TENTANG PENGALIHAN PENGELOLAAN KREDIT LIKUIDITAS BANK INDONESIA DALAM RANGKA KREDIT PROGRAM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan jumlah bank swasta nasional yang sangat cepat mulai

LAPORAN KEGIATAN KINERJA PENYALURAN DAN PEMANFAATAN KREDIT PROGRAM PERTANIAN KKPE DI PROVINSI BALI

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Bakti, 2006), hlm. xv. 1 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan Indonesia, cet.v, (Bandung:Citra Aditya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Mulyadi (2012:5), prosedur adalah urutan kegiatan klerikal yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA PENJAMINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) adalah salah satu jenis bank yang dikenal melayani

BAB II KAJIAN PUSTAKA. orang dalam satu departemen atau lebih, yang dibuat untuk menjamin penanganan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhannya seperti modal untuk membangun usaha, untuk. membesarkan usaha, untuk membangun rumah atau untuk mencukupi

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan terutama untuk meningkatkan profitabilitas perusahaan.

I. PENDAHULUAN. Perumahan dan permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. perorangan maupun badan usaha adalah untuk mengangkat pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dalam berbagai kegiatan, berbagai macam kebutuhan selalu

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Sesuai dengan Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Mengingat pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. ini adalah banyaknya kasus kredit yang bermasalah. Bank Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangannya, perbankan Indonesia telah mengalami pasang

BAB I PENDAHULUAN. provisi, ataupun pendapatan lainnya. Besarnya kredit yang disalurkan akan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana terkandung dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat ditandai dengan adanya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. kredit bermasalah yang terjadi dalam suatu bank. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi suatu negara secara keseluruhan tidak dapat

TINJAUAN PUSTAKA. manusia. Kegiatan usaha ini harus diiringi oleh perhatian terhadap keseimbangan

II. TEVJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dana (funding) dan menyalurkan dana (lending) masyarakat perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Nomor 10 Tahun Menurut Pasal 1 ayat 2

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan Badan Usaha Milik Negara ( BUMN) memiliki peran, dan fungsi

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

BAB I PENDAHULUAN. dan aspek sumber daya manusia. Hal terpenting dari aspek-aspek tersebut dalam

BAB I PENDAHULUAN. atau dikenal dengan kebutuhan primer, juga kebutuhan sekunder maupun

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyediaan dana secara cepat ketika harus segera dilakukan

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permodalan merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk mendukung usaha baik dibidang pertanian maupun non-pertanian. Seringkali modal menjadi masalah yang penting akibat sulit terpenuhinya modal usaha yang dapat menyebabkan usaha menjadi mandeg. Lemahnya permodalan pelaku usaha pertanian baik dalam pemilikan maupun akses terhadap permodalan menjadi suatu permasalahan mendasar bagi pengembangan usaha dibidang pertanian. Hal ini karena skala usaha yang relatif kecil sehingga sulit untuk melakukan akumulasi modal. Bagi petani, umumnya modal identik dengan pembiayaan yang sangat sulit untuk ditanggulangi khususnya dalam mengembangkan usahatani di pedesaan. Pada umumnya, para petani yang berlahan luas lebih mudah mendapatkan modal, namun sebagian besar petani hanya mempunyai lahan yang sempit. Jika lahan pertanian yang dijadikan agunan untuk mendapatkan modal, maka hampir dipastikan bahwa sebagian besar petani tidak layak mendapatkan modal yang bersumber dari lembaga keuangan resmi. Oleh karena itu modal menjadi faktor penghambat dalam mengelola pertanian (Pratomo, 2014). Modal, baik yang berasal dari masyarakat maupun lembaga keuangan sangat berperan dalam perjalanan pembangunan pertanian di Indonesia. Kredit pertanian memiliki peranan yang sangat signifikan dalam sejarah pelaksanaan program pembangunan pertanian di Indonesia. Selain sebagai faktor pelancar, kredit juga berfungsi sebagai simpul kritis pembangunan yang efektif, sehingga kredit pertanian tetap harus tersedia (Pratomo, 2014). Menurut Undang- Undang Pokok Perbankan No.10 Tahun 1998 pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sejarah kredit pertanian diawali dengan adanya kredit program untuk Padi Sentra pada tahun 1963 dan dilanjutkan dengan Program Bimas pada tahun 1966 dan 1969 menjadi Bimas Gotong Royong. Pada tahun 1970 Bimas Gotong Royong diubah

menjadi Bimas yang Disempurnakan sampai dengan tahun 1985. Kredit Bimas diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT). Baik kredit Bimas maupun KUT tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Pengembalian dana yang disalurkan mengalami kemacetan. Hingga akhir tahun 2007 tercatat jumlah angsuran debitur Sebesar Rp2,59 triliun dan realisasi Rp8,3 triliun sehingga jumlah tunggakan Rp5,71 triliun. Pada bulan Oktober 2000, pemerintah mengeluarkan kredit baru pengganti KUT, yakni Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Dari tahun 2001 hingga agustus 2007 realisasi penyaluran KKP mencapai Rp4,82 triliun. Didorong keinginan meningkatkan ketahanan pangan dan energi nasional, pemerintah melalui Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.05/2007 tertanggal 17 Juli 2007 tentang Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yang ditindak lanjuti menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.05/2009 dan jis Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.05/2010 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Keuangan Tentang Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 12/Permentan/OT.140/1/2013 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi. Untuk tahun 2008 pemerintah menyediakan pagu Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) sebesar Rp10,86 triliun guna meningkatkan pertanian pangan dan pengembangan energi alternatif bahan bakar minyak (Ritonga, dkk., 2008). Komoditas yang mendapatkan perhatian program KKP-E salah satunya adalah tebu. Tebu merupakan salah satu sub sektor bidang pertanian yang hanya dapat hidup di daerah tropis. Tebu juga merupakan tanaman perkebunan yang turut berperan dalam pembangunan ekonomi nasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar pada sektor perkebunan. Menurut Badan Litbang Departemen Pertanian (2007), industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai 1,3 juta orang. Hal itu semakin memperkuat posisi gula sebagai salah satu komoditas strategis bagi perekonomian Indonesia.. Selain itu tebu juga mendukung ketahanan energi nasional yaitu dengan diolahnya tebu menjadi bioetanol yang merupakan sumber energi alternatif pengganti BBM yang terbuat dari proses fermentasi bahan bahan alam oleh mikroorganisme (Jeon, 2007 cit Wardani dan Pertiwi, 2013).

Realisasi kredit yang disalurkan oleh Bank Umum yakni Bank Rakyat Indonesia hingga Januari 2013 untuk komoditas tebu yaitu sebesar 5,93 triliun rupiah. Realisasi tersebut terbilang cukup besar dikarenakan kredit tersebut dijamin oleh pabrik gula (PG) yang mengolah tebu dan menjual gula hasil panen petani. Melalui cara tersebut perbankan mendapat jaminan dari PG dan petani membayar kredit dengan pemotongan hasil jual gula (Riyandi, 2013). Namun hal tersebut tidak selalu memberikan kelancaran dalam menjalankannya. Realisasi kredit yang sudah tersalurkan kepada petani lebih sering tidak sesuai dengan angsuran/pengembalian kredit yang diberikan oleh petani. Oleh karena itu, tingkat Non Performing Loan (NPL) semakin tinggi, sehingga baik pihak PG maupun pihak bank akan dirugikan. Salah satu unsur yang selalu melekat dalam setiap pemberian kredit adalah adanya risiko, sehingga pemberian kredit disebut juga sebagai penanaman dana dalam bentuk risk assets. Sebagaimana telah diketahui bahwa risiko atas suatu hal adalah bersifat merugikan, risiko datangnya tidak pasti dan tidak dapat diduga serta dapat terjadi dengan tiba-tiba. Menurut Hasanudin dan Prihatiningsih (2010), risiko kredit adalah risiko ketidakpastian. Faktor ketidakpastian akan menimbulkan spekulasi dan setiap usaha yang berupa spekulasi akan mengandung risiko yang tinggi karena segala sesuatunya tidak dapat direncanakan terlebih dahulu dengan baik. Salah satu risiko yang ditimbulkan petani oleh karena ketidaktepatan pengembalian angsuran kredit adalah adanya kredit bermasalah. Faktor yang dapat memengaruhi petani sehingga menimbulkan terjadinya kredit bermasalah salah satunya adalah tidak efektifnya petani dalam menggunakan kredit tersebut untuk usahatani, melainkan juga digunakan di luar usahataninya. Ketidakefektifan penggunaan kredit tersebut akan menimbulkan suatu permasalahan dalam usahatani tebu, misalnya dapat menurunkan produktivitas, sehingga produksi yang didapatkan tidak sesuai dengan yang semestinya, yang berdampak pada turunnya pendapatan baik petani maupun PG, sehingga petani tidak dapat mengembalikan kredit sebesar jumlah yang seharunya. Menurut Rochmatika (2006) cit Dalilah (2013) persoalan kemitraan yang terjadi antara petani tebu dan PG sehubungan dengan pemberian fasilitas kredit dan bagi hasil juga masih kerap mewarnai hari-hari petani tebu. Berdasarkan matriks realisasi perjanjian kemitraan yang dilakukan, pelaksanaan kemitraan tersebut belum

sepenuhnya sesuai dengan isi perjanjian kemitraan sendiri. Hal ini terlihat bahwa dalam penyerahan tebu milik petani belum sepenuhnya digilingkan pada PG yang memberikan pinjaman kredit. Dan pihak PG pun tidak dapat memberikan transparansi rendemen yang diberikan kepada petani sehingga banyak petani yang melanggar etikakemitraan dengan menggilingkan tebunya pada PG lain yang memberikan tingkat rendemen yang lebih tinggi. Selain itu, PG juga tidak memiliki kemampuan untuk menjual agunan milik petani. Hal ini disadari PG sebagai suatu kelemahan sehingga bagi petani yang tidak dapat melunasi pinjamannya, maka agunan tersebut hanya disimpan oleh PG. Perjanjian kemitraan yang dilakukan pun lemah dari sisi hukum. Hal ini mengakibatkan pihak kemitraan masih dapat berkehendak sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Di Kabupaten Karanganyar terdapat salah satu perusahaan yang mengolah tebu menjadi gula dalam skala besar untuk memenuhi permintaan gula di pasaran yaitu Pabrik Gula Tasikmadu yang berdiri dibawah naungan PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero). Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tebu pabrik gula melakukan hubungan kemitraan dengan petani tebu melalui Tebu Rakyat Kredit (TRK). TRK memiliki arti penting sebab melalui program ini petani peserta akan diberikan kemudahan kredit dan sarana produksi dalam rangka peningkatan pendapatan petani tebu melalui peningkatan produktivitas usahatani tebu. Pola kemitraan tersebut diharapkan dapat menunjang kesejahteraan petani tebu khususnya di Kabupaten Karanganyar.

2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang, mengenai kredit bermasalah yang terjadi pada petani yang menyebabkan adanya risiko kredit, sehingga dapat diambil beberapa rumusan masalah, antara lain: 1. Digunakan untuk apa saja Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) oleh petani tebu di Kabupaten Karanganyar dan berapa proporsi yang digunakan untuk usahatani tebu? 2. Berapa proporsi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yang sudah dibayarkan oleh petani tebu dan bagaimana tingkat kemampuan serta kelancaran pengembalian kredit tersebut? 3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pokok pinjaman Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yang diambil oleh petani tebu di Kabupaten Karanganyar? 3. Tujuan Berdasarkan permasalahan diatas maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui macam dan proporsi penggunaan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) oleh petani tebu di Kabupaten Karanganyar. 2. Mengetahui proporsi, tingkat kemampuan dan kelancaran pengembalian Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yang sudah dibayarkan oleh petani tebu. 3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya pokok pinjaman Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) yang diambil oleh petani tebu di Kabupaten Karanganyar.

4. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, antara lain : a. Bagi Penulis Melatih ketajaman analisis dan meningkatkan khasanah ilmu pengetahuan terhadap kondisi riil di lapangan yang terkait dengan disiplin ilmu manajemen. Khususnya pengetahuan di bidang permodalan sektor pertanian melaui sistem Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E). b. Bagi Pembaca dan peneliti berikutnya Penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan peneliti berikutnya sebagai bahan referensi tambahan untuk meneliti tentang kinerja Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E). c. Bagi Akademis Dapat digunakan sebagai sumber informasi atau dapat dipakai sebagai data sekunder dan sebagai bahan sumbangan pemikiran tentang peran dan fungsi Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (KKP-E) pada komoditas tebu.