BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang paling baru ini memang lebih luas dan dinamis dibandingkan dengan batasan sebelumnya yang mengatakan bahwa kesehatan adalah suatu keadaan sempurna, baik fisik, mental dan sosial yang tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat saja. Dan untuk mendapatkan kesehatan yang maksimal dibutuhkan usaha-usaha yang maksimal pula untuk memperolehnya (Notoatmodjo, 2003). Kesehatan merupakan suatu kebutuhan dasar manusia untuk dapat hidup layak, produktif, serta mampu bersaing untuk meningkatkan taraf hidupnya. Perkembangan teknologi dalam bidang kesehatan berjalan dengan pesat dalam abad terakhir ini, yang manfaatnya dapat dinikmati oleh masyarakat luas. Namun demikian jangkauan pelayanan kesehatan ini masih terbatas sehingga masyarakat belum sepenuhnya mampu menikmati pelayanan kesehatan ini (safrijal, 2005). Menurut Kodyat dalam Arlinda (1998) Hingga saat ini di indonesia masih terdapat 4 masalah gizi utama yaitu KKP (Kurang Kalori Protein), Kurang vitamin A, Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI) dan kurang zat besi yang disebut Anemia Gizi. Sampai saat ini salah satu masalah yang belum nampak menunjukkan titik terang keberhasilan penanggulangannya adalah masalah kekurangan zat besi atau 1
dikenal dengan sebutan anemia gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling umum dijumpai terutama di negara negara sedang berkembang. anemia gizi pada umumnya dijumpai pada golongan rawan gizi yaitu ibu hamil, ibu menyusui, anak balita, anak sekolah, anak pekerja atau buruh yang berpenghasilan rendah. Anemia gizi pada umumnya dijumpai di Indonesia terutama disebabkan karena kekurangan zat besi, sehingga anemia gizi sering disebut sebagai anemia kurang besi. Disamping itu kekurangan asam folat dapat merupakan faktor kontribusi terhadap terjadinya anemia, terutama terjadi pada segmen populasi tertentu yaitu ibu hamil. Kekurangan vitamin B 12 tidak umum terjadi, dan tidak mempunyai peranan penting dalam penyebab terjadinya anemia gizi. Anemia kurang besi adalah salah satu bentuk gangguan gizi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di seluruh dunia, terutama di negara berkembang termasuk Indonesia. Penyebab utama anemia kurang besi tampaknya adalah karena konsumsi zat besi yang tidak cukup dan absorbsi zat besi yang rendah dari pola makanan yang sebagian besar terdiri dari nasi, dan menu yang kurang beraneka ragam. Konsumsi zat besi dari makanan tersebut sering lebih rendah dari dua pertiga kecukupan konsumsi zat besi yang dianjurkan, dan susunan menu makanan yang dikonsumsi tergolong pada tipe makanan yang rendah absorbsi zat besinya (Moehji,S, 1992). Kelompok masyarakat yang paling rawan adalah ibu hamil, anak prasekolah dan bayi. Terjadinya anemia pada bayi erat hubungannya dengan taraf gizi ibunya. Anemia kurang besi merupakan penyebab penting yang melatar belakangi kejadian morbiditas dan mortalitas, yaitu kematian ibu pada waktu hamil dan pada waktu melahirkan atau nifas sebagai akibat komplikasi kehamilan. Sekitar 20 % kematian
maternal negara berkembang penyebabnya adalah berkaitan langsung dengan anemia kurang besi. Disamping pengaruhnya kepada kematian, anemia pada saat hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin, berat bayi lahir rendah dan peningkatan kematian perinatal (Hidayat,1994). Derajat kesehatan penduduk secara optimal dapat diukur dengan indikator, antara lain angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), dan tingkat kesuburan penduduk yang sangat erat kaitannya dengan pelayanan KIA-KB. Walaupun program safe motherhood telah dilaksanakan sejak lama, mulai tahun 1988, hasilnya belum seperti yang diharapkan (Kompas Online, 2004). Tingkat kesehatan ibu dan anak masih rendah dan perlu ditingkatkan secara intensif dan berkelanjutan. Indonesia masih juga belum mampu mengatasi tingginya angka kematian ibu (AKI) yang 307 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 35 per 1.000 kelahiran hidup. Itu berarti setiap tahun ada 13.778 kematian ibu atau setiap dua jam ada dua ibu hamil, bersalin, nifas yang meninggal karena berbagai penyebab ( Kompas online, 2004 ). Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu Negara, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia relatif tinggi dibandingkan dengan negara lain di ASEAN yaitu sebesar 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT,1995). Menurut Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (1997) menunjukkan bahwa terdapat penurunan AKI dari 390 menjadi 334 per 100.000 kelahiran hidup. Menurut Depkes 1998, angka kematian ibu sekitar 3-6 kali lebih besar dari negaranegara lain di ASEAN dan 50 kali lebih besar dari angka di negara lebih maju.
Diharapkan pada tahun 2010, AKI menurun menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup. Anemia merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia karena berperan dalam tingginya Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB), serta rendahnya produktifitas kerja, prestasi olahraga dan kemampuan belajar. Upaya untuk menurunkan prevalensi anemia sudah menjadi kesepakatan nasional, sehingga penanggulangan anemia gizi menjadi salah satu program potensial untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (Depkes RI, 1996). Anemia pada kehamilan adalah karena kekurangan zat besi. Anemia hamil disebut potensialn denger to mother and child (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada lini terdepan (Manuaba, 1998). Menurut Demaeyer (1993) anemia gizi lazim disebabkan oleh defisiensi zat besi dan defisiensi asam folat. Menurut WHO (1992) didapati kira-kira 2,15 milyar penderita anemia gizi besi di seluruh dunia. Kelompok yang paling rentan adalah anak-anak pra sekolah dan wanita usia subur, terutama di masa kehamilan. Prevalensi anemia pada wanita hamil di seluruh dunia kira-kira 51%, angka ini di Negara berkembang mencapai mencapai 56%, sedangkan di Negara maju sebesar 18%. Prevalensi defiensi lebih tinggi lagi, terutama setelah tri semester II. Hoo Swie Tjiong menemukan angka anemi kehamilan 3,8% pada tri semester I, 13,6% tri semester II, dan 24,8% pada tri semester III. Di Indonesia prevalensi anemia terutama defisiensi besi masih tinggi. Menurut SKRT (1995), prevalensi anemia yaitu 50,9%. Menurut Susenas (2000)
menyatakan bahwa masalah anemia gizi ibu hamil sebesar 70% dimana angka ini menurut criteria endemik anemia gizi besi World Health Organization (WHO) termasuk pada criteria gawat (severe) karena lebih dari 40% (Soekirman, 2000). Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Aceh Darussalam masih tergolong tinggi. Pada tahun 2005, jumlah AKI mencapai 373 jiwa, dari 100 ribu angka kelahiran hidup. Sedangkan AKB, berjumlah 42 jiwa dari 1000 angka kelahiran hidup. Angka kematian ibu dan anak di Aceh sepanjang tahun 2007 mencapai 180 kasus atau berada di urutan 18 dari 33 provinsi di Indonesia. Kondisi tersebut sangat memprihatinkan. (Serambi Indonesia, 2008). Berdasarkan profil Kesehatan Kabupaten Aceh Timur (2007) Angka Kematian Ibu mencapai 375 per 100.000 angka kelahiran hidup dan 45 jiwa dari 1.000 kelahiran hidup untuk angka kematian bayi. Dan lebih ironinya lagi AKI dan AKB di Kecamatan Indra Makmu lebih besar dari angka rata-rata AKI dan AKB di Kabupaten Aceh Timur yakni 377 per 100.000 angka kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi berjumlah 44 jiwa dari 1.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan bahwa AKI dan AKB jauh lebih beser disbanding rata-rata AKI dan AKB di Aceh Darussalam, artinya perlu perhatian khusus untuk AKI dan AKB di Kabupaten Aceh Timur. Untuk menanggulangi masalah anemia gizi besi pada ibu hamil maka, pemerintah khususnya Depkes melaksanakan suatu program pemberian tablet zat besi pada ibu hamil. Menurut Manuaba (1998), suplementasi tablet zat besi dan peningkatan gizi merupakan upaya penting dalam pencegahan dan penanggulangan anemia.
Masih tingginya prevalensi angka kematian ibu dan angka kematian bayi di Aceh Timur kemungkinan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan, sikap dan tindakan para ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe), maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) di Puskesmas Alue Ie Mirah Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur tahun 2009. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) di Puskesmas Alue Ie Mirah Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur tahun 2009. 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui perilaku ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) di Puskesmas Alue Ie Mirah Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur tahun 2009. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengetahuan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) di Puskesmas Alue Ie Mirah Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur tahun 2009. 2. Untuk mengetahui sikap ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) di Puskesmas Alue Ie Mirah Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur tahun 2009.
3. Untuk mengetahui tindakan ibu hamil dalam mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) di Puskesmas Alue Ie Mirah Kecamatan Indra Makmu Kabupaten Aceh Timur tahun 2009. 1.4. Manfaat Penelitian 1. Sebagai bahan masukan bagi pihak Puskesmas Alue Ie Mirah dan dapat menginformasikan kepada masyarakat dan pihak terkait lainnya sehingga dapat melakukan upaya pencegahan terhadap kejadian anemia. 2. Sebagai masukan bagi pihak yang lain yang akan melanjutkan penelitian ini ataupun penelitian yang ada kaitanya dengan penelitian ini. 3. Bagi peneliti, sebagai pengaplikasian ilmu yang telah didapat selama bangku kuliah.