BAB I PENDAHULUAN. dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan perhatian khusus dan perlu penanganan sejak dini. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan syarat mutlak

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan percepatan pertumbuhan dan pematangan (Hurlock,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB I PENDAHULUAN. balita yang cerdas. Anak balita salah satu golongan umur yang rawan. masa yang kritis, karena pada saat itu merupakan masa emas

BAB I PENDAHULUAN. keemasan, yang memiliki masa tumbuh kembangnya berbagai organ tubuh. Bila

BAB I PENDAHULUAN. lainnya gizi kurang, dan yang status gizinya baik hanya sekitar orang anak

BAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak dapat ditanggulangi dengan pendekatan medis dan pelayanan masyarakat saja. Banyak

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. terjadi sangat pesat. Pada masa ini balita membutuhkan asupan zat gizi yang cukup

S PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan yaitu meningkatnya kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan faktor penting untuk mewujudkan manusia Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. ganda yaitu masalah kurang gizi dan gizi lebih. Kurang energi protein (KEP) pada

BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAAN. Masa balita adalah masa kehidupan yang sangat penting dan perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang berusia antara satu sampai lima tahun. Masa periode di usia ini, balita

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan kecerdasan anak. Pembentukan kecerdasan pada masa usia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang setinggi-tingginya. Dengan kata lain bahwa setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. Anak balita adalah anak yang berusia dibawah 5 tahun. Balita usia 1-5

BAB I PENDAHULUAN. diri untuk memulai tahap pematangan kehidupan kelaminnya.saat inilah yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang berkualitas. Dukungan gizi yang memenuhi kebutuhan sangat berarti

BAB I PENDAHULUAN. yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumnya. Manusia

BAB I PENDAHULUAN. Upaya pemeliharaan kesehatan anak dilakukan sejak masih dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak yang sehat semakin bertambah umur semakin bertambah tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 adalah mengumpulkan. dan menganalisis data indikator MDG s kesehatan dan faktor yang

BAB I PENDAHULUAN juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan fisiknya dan perkembangan kecerdasannya juga terhambat.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fisik dan mentalnya akan lambat. Salah satu indikator kesehatan yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. (Suharno, 1993). Berdasarkan hasil penelitian WHO tahun 2008, diketahui bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara. berkembang termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi

BAB I PENDAHULUAN. 24 bulan merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang pesat,

BAB I PENDAHULUAN. dewasa. Remaja adalah tahapan umur yang datang setelah masa anak anak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat. Terciptanya SDM yang berkualitas ditentukan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme

BAB I PENDAHULUAN. menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada. tinggi. Menurut World Health Organization (WHO, 2013).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. fisik. Pertumbuhan anak pada usia balita sangat pesat sehingga memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi kurang sering terjadi pada anak balita, karena anak. balita mengalami pertumbuhan badan yang cukup pesat sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. rawan terhadap masalah gizi. Anak balita mengalami pertumbuhan dan. perkembangan yang pesat sehingga membutuhkan suplai makanan dan

BAB I PENDAHULUAN. usia matang dan secara hukum diakui hak-haknya sebagai warga Negara.

BAB I PENDAHULUAN. bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Status gizi yang baik merupakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu masalah utama dalam tatanan kependudukan dunia.

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi yang sering terjadi di seluruh negara di dunia adalah

BAB I PENDAHULUAN. intelektualnya dan keterampilan serta mulai mempunyai kegiatan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan yang perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dan kesejahteraan manusia. Gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat

BAB I PENDAHULUAN. disekelilingnya khususnya bagi mereka yang termasuk ke dalam kelompok rentan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan aset bangsa untuk terciptanya generasi yang baik

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3

BAB 1 PENDAHULUAN. Kasus gizi buruk masih menjadi masalah dibeberapa negara. Tercatat satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stunting atau pendek merupakan salah satu indikator gizi klinis yang dapat memberikan gambaran gangguan keadaan

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, masa remaja, dewasa sampai usia lanjut usia (Depkes, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehari-hari. Makanan atau zat gizi merupakan salah satu penentu kualitas kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan hipertensi. merupakan suatu keadaan di mana tekanan yang tinggi di dalam arteri

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


BAB I PENDAHULUAN. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas Sumber Daya Manusia. (SDM), karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh

World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beban permasalahan kesehatan masyarakat. Hingga saat ini polemik penanganan

BAB I PENDAHULUAN. depan bangsa, balita sehat akan menjadikan balita yang cerdas. Balita salah

BAB I PENDAHULUAN. Survei Antar Sensus BPS 2005 jumlah remaja di Indonesia adalah 41 juta jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sangat berpengaruh dalam proses pertumbuhan dan. angaka kematian yang tinggi dan penyakit terutama pada kelompok usia

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan gizi lebih dapat terjadi pada semua tahap usia mulai dari anak -

BAB I PENDAHULUAN. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia sangat dipengaruhi oleh rendahnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memasuki era globalisasi karena harus bersaing dengan negara-negara lain dalam

BAB I PENDAHULUAN. demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila

BAB I PENDAHULUAN. GAKY merupakan masalah kesehatan yang telah mendunia. Organisasi. Kesehatan Sedunia (2007), menyatakan GAKY merupakan masalah

BAB I PENDAHULUAN atau 45% dari total jumlah kematian balita (WHO, 2013). UNICEF

BAB 1. Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh. ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian utama pada bayi dan anak.

BAB I PENDAHULUAN. besar. Masalah perbaikan gizi masuk dalam salah satu tujuan MDGs tersebut.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari

BAB 1 PENDAHULUAN. beberapa zat gizi tidak terpenuhi atau zat-zat gizi tersebut hilang dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. negara berkembang, termasuk. Riskesdas, prevalensi anemia di Indonesia pada tahun 2007 adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB I PENDAHULUAN. sering menderita kekurangan gizi, juga merupakan salah satu masalah gizi

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu masalah gizi di Indonesi adalah gizi kurang yang disebabkan

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN STUNTING DAN NON-STUNTING PADA REMAJA PUTRI DI SMP NEGERI 1 NGUTER SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. perlu disiapkan dengan baik kualitasnya (Depkes RI, 2001 dalam Yudesti &

BAB I PENDAHULUAN. selama ini masih banyak permasalahan kesehatan, salah satunya seperti kematian

BAB I PENDAHULUAN. berperilaku sehat. Program PHBS telah dilaksanakan sejak tahun 1996 oleh

BAB I PENDAHULUAN. tinggi, menurut World Health Organization (WHO) (2013), prevalensi anemia

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Ramadani (dalam Yolanda, 2014) Gizi merupakan bagian dari sektor. baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Gizi merupakan salah satu unsur penting sebagai penentu dalam peningkatan kualitas

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang paling sulit untuk dilalui oleh individu, masa yang paling kritis bagi perkembangan pada tahap kehidupan selanjutnya untuk menuju pada tahap dewasa (Proverawati dan Kusuma, 2011). Umumnya, masa remaja sering diartikan sebagai masa peralihan dengan ditandai perubahan aspek biologis, psikologis, dan sosial (Berk, 2012). Remaja yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal, yaitu sesuai dengan standar pertumbuhan fisik pada remaja umumnya dan standar seusianya. Pertumbuhan anak pada tahun ketiga begitu cepat dan berangsur-angsur menurun pada saat sudah menjadi remaja atau masa sekolah, pada saat masa sekolah percepatan pertumbuhan akan membentuk kurva yang hampir mendatar (Adriani dan Wirjatmadi, 2012). Masalah kesehatan remaja perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah Indonesia, khususnya remaja putri. Remaja putri merupakan salah satu kelompok yang rawan menderita malnutrisi, terjadinya menstruasi dan penyakit infeksi pada remaja putri merupakan salah satu penyebabnya. Penyakit infeksi disebabkan karena faktor lingkungan dan sanitasi yang rendah yang menyebabkan sistem imun menurun dan pertumbuhan terhambat (stunting) (Mandlik et al, 2015). Stunting merupakan keadaan tidak normal berdasarkan umur yaitu tinggi badan yang berada di bawah minus dua standar deviasi (<-2 1

SD) dari tabel status gizi WHO child growth standard (WHO, 2006). Stunting pada remaja merupakan hasil jangka panjang konsumsi asupan makanan yang berkualitas rendah dan dikombinasikan dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan (Semba, 2008; Millennium Challenge Account, 2014). Dampak stunting dapat menghambat pertumbuhan fungsi kognitif, sehingga menyebabkan IQ rendah dan potensi ekonomi menjadi berkurang (Schmidt dan Charles, 2014). Konsekuensi jangka panjang dari stunting juga menyebabkan perawakan yang pendek, mengurangi kapasitas kerja, dan peningkatan risiko kinerja reproduksi yang buruk (WHO, 2012). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi stunting pada anak usia 5-18 tahun menurut jenis kelamin, pada anak laki-laki prevalensi stunting adalah 40,2%, sedangkan pada anak perempuan sebesar 35,8%. Di Jawa Tengah prevalensi stunting pada balita tahun 2010 sebesar 16,9% sangat pendek dan 17,0% pendek (Riskesdas, 2010). Prevalensi pendek sebesar 37,2%, terdiri dari 18,0% sangat pendek dan 9,2% pendek. Tahun 2013 prevalensi sangat pendek menunjukkan penurunan, dari 18,8% tahun 2007 dan 18,5% tahun 2010. Prevalensi pendek meningkat dari 18,0% pada tahun 2007 menjadi 19,2% pada tahun 2013, sedangkan di Sukoharjo memiliki prevalensi stunting pada balita sebesar 16,5% (Dinkes Sukoharjo, 2010). Berdasarkan survei pendahuluan, SMP Negeri 1 Nguter memiliki prevalensi stunting 63,80% pada remaja putri dengan jumlah 120 siswa. Masalah kesehatan masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30-39% dan serius bila prevalensi pendek 40% (WHO, 2010). 2

Kejadian stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan di negara berkembang, termasuk di Indonesia. Kejadian stunting merupakan akibat dari asupan makan yang tidak adekuat dalam jangka waktu yang lama, kualitas makan yang tidak baik, meningkatnya angka kesakitan atau gabungan dari semua faktor tersebut (Gibson, 2005). Upaya pencegahan dan penanggulangan stunting memerlukan pendekatan dari berbagai segi kehidupan, karena pencegahan dan penanggulangan stunting tidak cukup dengan memperbaiki intervensi gizi saja tetapi ada faktor lain yaitu faktor sanitasi dan kebersihan lingkungan. Faktor rendahnya sanitasi dan kebersihan lingkungan merupakan salah satu indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Faktor tersebut dapat memicu gangguan saluran pencernaan, yang membuat energi tidak dapat untuk melakukan pertumbuhan di dalam tubuh melainkan energi tersebut beralih untuk perlawanan menghadapi infeksi (Schmidt dan Charles, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Nadiyah, Briawan, dan Martianto (2014) terdapat pengaruh sanitasi kurang baik, kebiasaan ayah merokok dalam rumah terhadap kejadian stunting di Provinsi Bali, Jawa Barat, dan NTT. Penelitian Kusumawati, Rahardjo, dan Sari (2013) diungkapkan bahwa faktor resiko terjadinya stunting di Puskesmas Kedungbanteng, Kabupaten Banyumas adalah rendahnya sanitasi lingkungan, rendahnya akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan dasar, ketersediaan pangan keluarga dan pendapatan keluarga. Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang mayoritas masyarakatnya tinggal di pedesaan sehingga masih banyak daerah- 3

daerah yang memiliki sanitasi kebersihan yang kurang memadai dan masyarakat Indonesia seringkali tidak memperhatikan indikator-indikator PHBS yang dirancang oleh Kementrian Kesehatan (Depkes RI, 2010). PHBS dimulai dari individu, kemudian tingkatan rumah tangga. Karakteristik rumah tangga yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang PHBS akan memudahkan penanganan terhadap masalah gizi. Masyarakat tidak memiliki pengetahuan mengenai PHBS yang cukup, sehingga untuk menumbuhkan kesadaran di masyarakat tersebut bukan hal yang mudah dan tidak akan terwujud perilaku hidup dan bersih di lingkungan rumah tangga (Depkes RI, 2006). PHBS pada hakikatnya merupakan perilaku pencegahan oleh individu atau keluarga dari berbagai penyakit (Depkes RI, 2006). Cakupan PHBS yang rendah akan menyebabkan suatu individu atau keluarga mudah terjangkit oleh penyakit yang sesuai dengan gaya hidupnya, sehingga derajat kesehatan yang rendah dapat memicu terjadinya masalah gizi pada individu atau kelompok tersebut (Slamet, 2002). Berkaitan dengan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti faktor lain yang mempengaruhi kejadian stunting dengan menganalisis perbedaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan kejadian stunting dan non-stunting pada remaja putri di SMP Negeri 1 Nguter Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo. 4

B. Rumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah: apakah ada perbedaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga dengan kejadian stunting dan non-stunting pada remaja putri di SMP Negeri 1 Nguter? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Mengetahui perbedaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga dengan kejadian stunting dan non-stunting pada remaja putri di SMP Negeri 1 Nguter. 2. Tujuan Khusus: a. Mendeskripsikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga pada remaja putri di SMP Negeri 1 Nguter. b. Menganalisis perbedaan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) rumah tangga dengan kejadian stunting dan non-stunting pada remaja putri di SMP Negeri 1 Nguter. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Dinas Kesehatan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat dan masukan bagi pihak Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo dalam rangka memperbaiki gizi remaja dan merancang program untuk menurunkan 5

prevalensi stunting pada remaja putri di Sukoharjo melalui pelaksanaan PHBS. 2. Bagi Sekolah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perilaku hidup bersih dan sehat dan masukan kepada SMP Negeri 1 Nguter sehingga dapat terjadi perubahan perilaku hidup bersih dan sehat. 3. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah didapatkan peneliti pada saat perkulihan serta dapat menambah pengetahuan mengenai faktor lain yang mempengaruhi kejadian stunting pada remaja dan memberikan gambaran tentang PHBS. Hal ini diharapkan pula dapat menjadi bahan penelitian lanjutan oleh penelitian lain terkait dengan kejadian stunting. 6