II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. maupun seleksi tidak langsung melalui karakter sekunder. Salah satu syarat

I. PENDAHULUAN. Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2007), benih padi hibrida secara

TINJAUAN PUSTAKA Pemuliaan Tanaman Padi

I. PENDAHULUAN. meningkat. Sementara lahan pertanian khususnya lahan sawah, yang luas

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max L. Merrill) merupakan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang berbeda untuk menggabungkan sifat-sifat unggul dari keduanya. Hasil

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan sumber bahan pangan ketiga di

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan sumber protein penting di Indonesia. Kesadaran masyarakat

I. PENDAHULUAN. digunakan untuk pangan pokok saja, tetapi juga diolah menjadi berbagai produk

I. PENDAHULUAN. padi karena banyak dibutuhkan untuk bahan pangan, pakan ternak, dan industri.

sehingga diharapkan dapat menghasilkan keturunan yang memiliki toleransi yang lebih baik dibandingkan tetua toleran (segregan transgresif).

karakter yang akan diperbaiki. Efektivitas suatu karakter untuk dijadikan karakter seleksi tidak langsung ditunjukkan oleh nilai respon terkorelasi

I. PENDAHULUAN. Pemuliaan tanaman adalah suatu metode yang secara sistematik merakit

I. PENDAHULUAN. Kedelai ( Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu tanaman penghasil

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak, berasal

I. PENDAHULUAN. Ketahanan pangan merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan

( 2 ) untuk derajat kecocokan nisbah segregasi pada setiap generasi silang balik dan

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Jagung

HASIL DAN PEMBAHASAN

homozigot lebih banyak didapatkan pada tanaman BC2F2 persilangan Situ Bagendit x NIL-C443 dan Batur x NIL-C443 dibandingkan dengan Situ Bagendit x

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman sumber protein

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai sumber utama protein nabati. Kontribusi kedelai sangat

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine Max [L.] Merrill) merupakan tanaman pangan yang memiliki

Pokok Bahasan: Pemuliaan untuk Tanaman Menyerbuk Sendiri. Arya Widura R., SP., MSI PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

METODE PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SENDIRI

PENGEMBANGAN BENIH DAN VARIETAS UNGGUL PADI SAWAH

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Padi

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. Sorgum merupakan salah satu jenis tanaman serealia yang memiliki potensi besar

II. TINJAUAN PUSTAKA. vegetasinya termasuk rumput-rumputan, berakar serabut, batang monokotil, daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) berasal dari daratan Cina, yang kemudian

Keragaan Beberapa Varietas Unggul Baru Padi pada Lahan Sawah di Kalimantan Barat

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

I. PENDAHULUAN. Kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman semusim yang menjalar

PENDAHULUAN Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Pemuliaan Jagung Hibrida

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Selain sebagai bahan pangan, akhir-akhir ini jagung juga digunakan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu komoditas pangan

PENDAHULUAN Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Produktivitas Padi di Indonesia dan Permasalahannya

Gambar 1. Varietas TAKAR-1 (GH 4) Edisi 5-11 Juni 2013 No.3510 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Agroekologi Tanaman Kacang Panjang. Kacang panjang merupakan tanaman sayuran polong yang hasilnya dipanen

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

I. PENDAHULUAN. Jagung manis (Zea mays saccharata [Sturt.] Bailey) merupakan salah satu

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan sesuatu hal yang sangat vital bagi kehidupan manusia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Secara morfologi tanaman jagung manis merupakan tanaman berumah satu

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kedelai merupakan komoditas tanaman menjadi sumber protein nabati dan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu komoditi pangan utama

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merril) merupakan salah satu komoditas penting dalam

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccharata Sturt.) merupakan jagung yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Mentimun dapat diklasifikasikan kedalam Kingdom: Plantae; Divisio:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KERAGAAN BEBERAPA GALUR HARAPAN PADI SAWAH UMUR SANGAT GENJAH DI NUSA TENGGARA TIMUR

I. PENDAHULUAN. Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) merupakan tanaman sayuran yang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. penduduk Indonesia. Meskipun sebagai bahan makanan pokok padi dapat

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

BAB I PENDAHULUAN. Padi hitam (Oryza sativa L ) merupakan varietas lokal Indonesia yang

PRINSIP AGRONOMIK BUDIDAYA UNTUK PRODUKSI BENIH. 15/04/2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keluarga remput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Secara umum, klasifikasi jagung dijelaskan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tergenang air pada sebagian waktu selama setahun. Saat ini pemanfaatan lahan

BAB. I PENDAHULUAN. Latar Belakang

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sayuran merupakan tanaman hortikultura yang memiliki peran sebagai sumber vitamin dan mineral.

I. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu tanaman palawija jenis

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

LAMPIRAN Lampiran 1. Layout Tata Letak Penelitian. Blok II TS 3 TS 1 TS 3 TS 2 TS 1

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Padi Gogo Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan persyaratan tumbuh yang khusus, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Berdasarkan arahan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan (Puslitbangtan), padi gogo akan diarahkan pengembangannya di 7 propinsi yaitu Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Barat. Dari ke tujuh provinsi tersebut, penyebaran lahan yang terluas terdapat di Kalimantan Barat (2,2 juta ha) dan Sumatera Selatan (1,4 juta ha). Padi gogo umumnya tidak ditanam secara monokultur, tetapi berupa tumpangsari dengan komoditas pangan lainnya (palawija /sayuran), ataupun sebagai tanaman sela pada pertanaman perkebunan / hortikultura. Di Sumatera Selatan, padi gogo ini sering ditanam sebagai tanaman sela pada perkebunan karet muda berumur 1 3 tahun (Puslitbang Tanah dan Agroklimat, 2005). Seperti yang diungkapkan oleh Prasetyo (2002) dan Yoshida (1975) dalam Nazirah (2008), padi gogo merupakan salah satu ragam budidaya padi pada lahan kering. Padi gogo umumnya ditanam satu kali dalam setahun yakni pada

10 saat awal musim hujan. Para petani menanam padi gogo varietas lokal yang berumur panjang. Varietas tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak tahan rebah, mudah rontok, berdaya hasil rendah dan kurang toleran terhadap kekeringan. Masalah lainnya pada budidaya padi gogo adalah tanaman lebih pendek, jumlah anakan produktif lebih sedikit, luas daun lebih kecil, pembungaan lebih lambat, persentase gabah hampa tinggi dan indeks panen yang rendah jika dibandingkan dengan padi sawah. Selain kendala tersebut padi gogo juga mengalami berbagai macam kendala lain, yakni intensitas cahaya rendah, karena biasanya padi gogo ditanam sebagai tanaman sela; kekeringan; ph rendah dengan kadar Al yang tinggi; serta meningkatnya serangan blast yang diakibatkan oleh kelembaban tinggi yang terjadi di lingkungan gogo. Dari semua kendala tersebut, intensitas cahaya dan kekeringan merupakan faktor pembatas terpenting. Seperti yang diungkapkan oleh Suparyono dan Setyono (2007), air untuk tanaman padi gogo sangatlah sulit diatur karena sumber air berasal dari curah hujan yang datangnya tidak menentu tergantung cuaca. Pada saat musim hujan, air cenderung berlimpah bahkan terkadang menyebabkan banjir, sedangkan pada musim kemarau, seringkali mengalami kekurangan air bahkan terjadi kekeringan. 2.2 Pemanfaatan Bahan Organik Pada Padi Gogo Rendahnya tingkat produktivitas padi gogo salah satunya dipengaruhi oleh kesuburan tanah yang rendah. Pemupukan yang tepat dan seimbang merupakan salah satu cara untuk memperbaiki kesuburan tanah. Namun akhir-akhir ini

11 timbul permasalah akibat dampak negatif dari pupuk terutama pupuk anorganik. Menurut Sahiri (2003), pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan akan menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia. Sehingga muncullah alternatif dari permasalahan tersebut yaitu pupuk organik yang sekarang sedang giat dikembangkan. Pupuk kandang sapi berasal dari kotoran padat dan cair (urin) ternak sapi yang telah bercampur dengan sisa-sisa makanan dan material alas kandang (Musnamar, 2004). Pupuk kandang sapi dapat memperbaiki sifat kimia tanah mengandung unsur hara makro maupun unsur hara mikro walaupun jumlahnya lebih rendah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik. Pupuk kandang sapi sebagai sumber bahan organik memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan pupuk anorganik seperti (1) pupuk kandang sapi dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah, (2) meningkatkan nilai tukar kation, (3) memperbaiki strutur tanah, (4) meningkatkan aerasi dan kemampuan tanah dalam memegang air dan (5) menyediakan lebih banyak macam unsur hara seperti nitrogen, fosfor, kalium dan unsur mikro lainnya (Tisdale dan Nelson, 1991 ) serta (6) penggunaannya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selain kelebihan tersebut pupuk kandang sapi juga memiliki kekurangan antara lain : (1) kandungan unsur haranya yang rendah, (2) tersedia bagi tanaman secara perlahan-lahan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama, (3) membutuhkan biaya transportasi yang besar (Sarief, 1986 ).

Berikut ini disajikan berbagai macam kandungan unsur hara yang dikandung oleh beberapa pupuk kandang (pukan) dalam Tabel 1. 12 Tabel 1. Berbagai macam kandungan unsur hara yang dikandung oleh beberapa pupuk kandang. Sumber Pukan N P K Ca Mg S Fe Ppm Sapi perah 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004 Sapi pedaging 0,65 0,15 0,30 0,12 0,10 0,09 0,004 Kuda 0,70 0,10 0,58 0,79 0,14 0,07 0,010 Unggas 1,50 0,77 0,89 0,30 0,88 0,00 0,100 Domba 1,28 0,19 0,93 0,59 0,19 0,09 0,020 Sumber: Tan (1993). Kandungan unsur hara yang bervariasi diatas berasal dari berbagai macam pupuk kandang yang dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: jenis ternak, makanan dan air yang diberikan (jenis makanan), umur dan bentuk fisik ternak, alas kandang, penyimpanan / pengelolaan. 2.3 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia Ada beberapa tipe padi yang dikembangkan saat ini, yaitu padi inbrida (varietas unggul lokal, varietas unggul baru (VUB), varietas unggul tipe baru (VUTB)) dan padi hibrida. Yang berkembang di kalangan petani pada saat ini adalah VUB yang hasilnya berkisar 7 8 t/ha, kemudian disusul VUTB dengan hasil antara 8 9 t/ha dan selanjutnya jenis hibrida hasilnya di atas 9 t/ha. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi beras untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok sebagian besar penduduk Indonesia (Satoto, 2004).

13 Pengembangan padi inbrida dimulai dengan rekombinasi untuk menghasilkan zuriat hibrida F1 yang disebut breeder seed (BS). Zuriat hibrida selanjutnya menjalani penggenerasian self sampai dengan S6-S9 untuk menjadi foundation seed (FS). Sebagian dari benih FS yang ditanam akan disertifikat menjadi benih certified seed (CS) sehingga dapat diturunkan menjadi extension seed (ES). Padi inbrida di Indonesia tidak membuat FS karena genotipe ES sama dengan FS sehingga dibuat stock seed (SS). Benih ES yang dicari berasal dari seleksi di lapangan dan dijadikan FS untuk perbanyakan benih. Dengan demikian perbanyakan benih tidak menjadi masalah dan dapat dilakukan pada generasi self > 9. Kelemahan perakitan kultivar inbrida terutama pada potensi genetik yang tidak melebihi tetua terbaik dan kerentanan populasi terhadap serangan hamapenyakit tanaman pada generasi self > 9 (Hikam 2011 dikutip oleh Suprayogi, 2011). Penelitian yang ada selama ini membuktikan bahwa sifat-sifat interest dikendalikan secara genetik. Sejak tahun 1990-an analisis QTL (Quantitative Trait Loci) membuktikan adanya lokus untuk gen-gen yang secara bersama mengendalikan tampilan fenotipik baik berupa aditif, dominan, epistasis, maupun interaksi antara genetik dan lingkungan (Rieseberg dkk., 2003). Lini padi tipe baru (PTB) pada dasarnya merupakan rekombinasi padi komersial Indonesia dengan padi introduksi dan/atau wild relatives (gene-pool II). Rekombinasi antarspesies yang telah dilakukan oleh Aswidinnoor pada tahun 1996, antara O. sativa dengan O. australia meningkatkan ketahanan zuriat terhadap kekeringan dan ph rendah tetapi morfologi true-type O. sativa dan

14 kemampuan produksinya tidak dapat dipulihkan dengan silang-balik (backcross). Walaupun demikian, pemuliaan inbrida terbukti telah menginkorporasi QTL ke dalam bermacam-macam populasi padi (Hikam, 2011 dalam Suprayogi, 2011). 2.4 Padi Varietas Unggul Nasional Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan suatu usaha pertanian, diantaranya pertumbuhan tanaman menjadi seragam sehingga panen menjadi serempak, rendemen lebih tinggi, mutu hasil lebih tinggi dan sesuai dengan selera konsumen, dan tanaman akan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gangguan hama dan penyakit serta daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan sehingga dapat memperkecil penggunaan input seperti pupuk dan pestisida (Suryana dan Prajogo, 1997 dalam Manrapi dan Ratule, 2010). Daradjat dkk., (2001) menggolongkan varietas padi sawah ke dalam empat tipe, yaitu tipe Bengawan, tipe PB5, tipe IRxx, serta tipe IR64 yang tahan hama dan penyakit utama serta bermutu baik. Perkembangan tipe varietas tersebut berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah nasional. Menurut Suwarno (2000), sampai dengan tahun 1970-an, program pengembangan varietas unggul padi sawah lebih ditekankan pada perbaikan varietas lokal, terutama untuk memperpendek umur tanaman, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan panen dua sampai tiga kali. Untuk memenuhi kecukupan pangan, mulai tahun 1970-an dikembangkan padi yang memiliki sifat potensi hasil tinggi (tipe PB5). Kemudian pada tahun 1975 1985 dikembangkan varietas padi dengan sifat produktivitas

15 tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit tanaman seperti IR36, dan IR42 (tipe IRxx). Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor, mulai tahun 1985 dikembangkan varietas padi yang memiliki rasa enak seperti IR64. Karakteristik padi tipe baru menurut Peng dkk., (1994) dan Khush (1996) dalam Susanto dkk., (2003) adalah potensi hasil tinggi, malai lebat (± 250 butir gabah /malai), jumlah anakan produktif lebih dari 10 dengan pertumbuhan yang serempak, tanaman pendek (± 90 cm), bentuk daun lebih efisien, hijau tua, senescence lambat, tahan rebah, perakaran kuat, batang lurus, tegak, besar, dan berwarna hijau gelap, sterilitas gabah rendah, berumur genjah (100 130 hari), beradaptasi tinggi pada kondisi musim yang berbeda, indeks panen (IP) mencapai 0,60, efektif dalam translokasi fotosintat dari source ke sink (biji), responsif terhadap pemupukan berat, dan tahan terhadap hama dan penyakit. 2.5 Quantitative Trait Locy (QTL) Molecular assisted selection (MAS) adalah pencarian markah molekuler melalui peta genetik dan fisik dari sekuensing genom yang secara kuat terpaut dengan suatu sifat yang menjadi target dalam pemuliaan tanaman. Teknik MAS memiliki kelebihan antara lain sifatnya yang stabil dan tidak terpengaruh lingkungan. MAS dapat diujikan terhadap tanaman, bahkan pada saat tanaman masih muda, baik tanaman di rumah kaca maupun di lapangan tanpa terpengaruh oleh musim. Beberapa kelebihan tersebut menyebabkan seleksi berdasarkan markah molekuler berpotensi memberikan hasil yang lebih akurat dibandingkan dengan seleksi

berdasarkan fenotipe tanaman yang terpengaruh oleh musim, iklim mikro, spesifik organ, dan fase pertumbuhan tanaman (Susanto dkk., 2009). 16 Identifikasi markah molekuler untuk MAS dapat diupayakan melalui pemetaan QTL, gene tagging (penanda gen), dan analisis syntheni. Karakter-karakter penting dalam tanaman seperti hasil dan komponen hasil, toleransi cekaman biotik dan abiotik serta karakter agronomi lainnya pada umumnya bersifat kuantitatif sehingga karakter kuantitatif menjadi penting dalam pemuliaan tanaman. Pemetaan QTL memberikan informasi lokasi segmen kromosom yang mengendalikan suatu karakter. Namun, sering kali dugaan lokasi tersebut masih terlalu panjang sehingga diperlukan fine mapping untuk mencari lokasinya secara detail beserta dengan markah penandanya. Fine mapping dapat dilakukan dengan menggunakan populasi near isogenic lines (NIL) atau overlapping substitution lines (Galur Substitusi Overlap). Fine mapping pada taraf yang detail dapat dilanjutkan dengan DNA sekuensing untuk melakukan map based cloning (klonalisasi gen berdasarkan pemetaan) (Mohan dkk., 1997 dalam Untung dkk., 2009). Konsep sederhana dari identifikasi QTL dengan pautan lokus marker yakni individu dinilai berdasarkan genotipenya pada lokus marker, sedangkan fenotipenya untuk sifat kuantitatif. Bila terdapat perbedaan pada fenotipe rata-rata antarkelas marker genotipe, dapat disimpulkan bahwa keberadaan QTL terpaut dengan marker gen. Aplikasi marker dapat terjadi satu demi satu ataupun serempak. Jumlah QTL yang terdeteksi oleh pautan gen marker selalu lebih sedikit disebabkan oleh dua QTL terpaut dekat satu sama lain dan muncul sebagai

17 satu kesatuan, atau juga malah tidak muncul akibat adanya dispersi (Daniel, 2009). 2.6 Segregasi Transgresif Pelaksanaan persilangan bertujuan untuk merakit kombinasi gen-gen baru dari sifat-sifat penting yang berada pada dua atau lebih varietas berbeda. Zuriat pertama (F1) dari suatu hasil persilangan umumnya homogen dan heterozigot, dengan homogenitas dan heterozigositas maksimum tercapai pada hasil persilangan tunggal. Heterozigositas persilangan tunggal ditemukan pada semua lokus. Hasil perkawinan sendiri (selfing) zuriat F1, menghasilkan zuriat F2 yang umumnya merupakan populasi hasil segregasi yang heterogen, dengan campuran individu yang mengandung genotipe homozigot, kombinasi homozigot dan heterozigot, dan genotipe heterozigot (Stoskopf dkk., 1993). Diantara genotipe yang yang heterogen ini, terdapat genotipe hasil segregasi yang bersifat transgresif (Poehlman dan Sleper, 1996). Pelaksanaan seleksi setelah persilangan untuk pemuliaan galur bertujuan untuk meningkatkan frekuensi genotipe segregan transgresif yang dikehendaki dari dalam populasi homozigositas dan heterozigositas pada setiap generasi, hingga diperoleh genotipe segregran transgresif homozigot untuk semua gen yang telah mengalami fiksasi. Adanya pengaruh genotipe dan interaksi antara genotipe dan lingkungan ini akan mengaburkan penarikan kesimpulan mengenai nilai fenotipe tanaman. Oleh sebab itu, suatu individu tanaman dengan keragaan terbaik dalam suatu populasi bersegregasi belum tentu akan menghasilkan populasi zuriat atau

18 famili dengan keragaan yang sama seperti induknya, apabila keragaan terbaik pada induknya itu berasal dari kontribusi pengaruh lingkungan yang lebih besar. Keadaan inilah yang menyebabkan setiap metode seleksi memerlukan waktu paling sedikit enam generasi seleksi (S6), atau hingga mencapai sedikitnya generasi kawin sendiri F7, untuk menghasilkan suatu galur harapan (Jambormias dan Riry, 2009). Segregasi transgresif adalah segregasi gen pada sifat-sifat kuantitatif dari zuriat hasil persilangan dua tetua yang memiliki jangkauan sebaran yang melampaui jangkauan sebaran kedua tetuanya (Poehlman dan Sleper, 1996). Bila tidak ada pengaruh lingkungan yang besar, maka secara teoritis suatu segregan transgresif telah ada pada generasi segregasi F2 atau pada generasi seleksi S0. Segregasi transgresif membentuk dua gugus segregan transgresif dalam spektrum sebaran, yaitu lebih kecil dari sebaran tetua dengan keragaan rendah, dan lebih besar dari sebaran tetua dengan keragaan tinggi. Bila menggunakan seleksi positif, misalnya seleksi untuk memperoleh varietas yang produksi bijinya tinggi, kandungan protein biji tinggi, dan berbagai sifat yang ingin ditingkatkan nilai fenotipenya, maka gugus segregan transgresif dengan keragaan yang lebih besar dari keragaan tetua tertinggi yang akan ditingkatkan frekuensi genotipenya, sedangkan gugus segregan trasgresif dengan sebaran yang lebih kecil dari keragaan tetua rendah dibuang. Keadaan sebaliknya berlaku untuk seleksi negatif, misalnya seleksi untuk memperoleh varietas berumur genjah (Jambormias dan Riry, 2009).

19 2.7 Fenotipe QTL 2.7.1 Tinggi tanaman Tanaman yang tinggi dengan batang yang lemah akan rebah pada masa permulaan tumbuh dan menjadi rebah pada pemupukan N dosis tinggi. Tanaman rebah menyebabkan pembuluh xilem dan floem menjadi rusak sehingga menghambat pengangkutan hara mineral dan fotosintat. Selain itu, susunan daun menjadi tidak beraturan dan saling menaungi sehingga akhirnya banyak menghasilkan gabah hampa. Tingginya hasil pada padi varietas unggul baru disebabkan oleh ketahanannya terhadap kerebahan (Yoshida, 1981). Lin dkk., (2011) melaporkan bahwa terdapat 10 QTL yang mempengaruhi tinggi tanaman (plant height) yakni pada kromosom pertama berada diantara E60551 dan RM1387, pada kromosom keenam yang berada diantara R3879 dan RM30 yang merupakan interval yang berdekatan dengan Qph6.2, RM30 dan RM340. 2.7.2 Jumlah anakan Kapasitas anakan merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietasvarietas unggul. Yoshida (1981) menyebutkan tanaman bertipe anakan banyak cocok untuk berbagai keragaman jarak tanam, mampu mengompensasi rumpunrumpun yang mati dan mencapai indeks luas daun (ILD) dengan cepat. Sistem anakan juga menjadi salah satu peubah potensi hasil. Menurut Tsunoda (1964); Yoshida (1981) dalam Makarim dan Suhartatik (2009), menguraikan bahwa sistem anakan yang tekumpul (tegak) akan lebih produktif daripada anakan

20 terserak hal ini disebabkan pada takaran N tinggi dan jarak tanam yang lebih rapat, maka anakan yang lebih tegak akan lebih produktif. Namun sebaliknya, anakan yang terserak akan lebih produktif pada pemupukan N dosis rendah dan jarak tanam yang lebih lebar. Pada analisis QTL, fenotipe jumlah anakan terdeteksi pada marker RZ730-RZ801 (tn1-4) di kromosom 1, antara marker CDO686-Amy1 A/C (tn2-2) di kromosom 2, dan antara marker CDO87-RG910 (tn3-4) di kromosom 3 (Yan dkk., 1998). Sedangkan untuk ketahanan terhadap blas Pyricularia dikendalikan pada lokus qblasta dan qblastads (Tabien dkk., 2002), r11a dan r11b dua QTL mayor yang berada pada kromosom 11 (Li dkk., 2008). 2.7.3 Jumlah bulir Jumlah bulir per malai merupakan komponen penting dalam sifat hasil padi. Pemetaan QTL untuk jumlah bulir menggunakan data 3 musim pada set rekombinan galur inbrida yang berasal dari persilangan antara Pusa 1266 bulir tinggi) dan Pusa Basmati 1 (jumlah bulir rendah) mengidentifikasi satu gen yang konsisten yaitu QTL qgn4-1 pada lengan panjang dari kromosom 4 yang berpengaruh besar terhadap jumlah bulir. QTL ini bekerja sama dengan QTL lokal tanaman padi tersebut dengan QTL utama untuk cabang primer dan sekunder per malai, dan jumlah malai per tanaman. Interval QTL dipersempit menjadi 11,1 cm (0,78 Mbp) dengan enam penanda tambahan. Microarray transcriptome profile mengungkapkan delapan gen dalam qgn4-1 wilayah

21 diferensial dinyatakan antara dua tetua selama pengembangan awal malai (Deshmukh dkk., 2010) 2.8 Heritabilitas Besar kecilnya peranan faktor genetik terhadap fenotipe dinyatakan dengan heritabilitas atau sering disebut dengan daya waris. Heritabilitas merupakan perbandingan atau proporsi ragam genetik terhadap ragam total (varian fenotipe), yang biasanya dinyatakan dengan persen (%). Menurut Bahar dan Zein (1993) dalam Sudarmadji dkk., (2007) variasi genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar. Heritabilitas merupakan pernyataan kuantitatif dari faktor keturunan dibandingkan dengan faktor lingkungan dalam memberikan penampilan akhir. Heritabilitas mengacu kepada peranan faktor genetik dan lingkungan terhadap pewarisan suatu karakter tanaman (Allard, 1960). Pendugaan nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih besar terhadap penampilan fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Semakin besar pengaruh lingkungannya maka nilai heritabilitas akan semakin kecil (rendah). Untuk itu informasi sifat tersebut lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya.

22 2.9 Seleksi Tidak Langsung Seberapa besar suatu sifat berhubungan dengan sifat yang lain dinyatakan dengan angka korelasi. Pengetahuan korelasi antara sifat-sifat yang diperbaiki sangat penting dalam pemuliaan tanaman; perubahan satu sifat akan membawa perubahan atau diikuti oleh perubahan sifat yang lain. Dengan pengetahuan mengenai korelasi, pemulia tanaman dapat melakukan seleksi secara tidak langsung (indirect selection). Seleksi tidak langsung dapat diartikan sebagai pemilihan secara tidak langsung genotipe-genotipe terbaik berdasarkan karakterkarakter yang dinilai memiliki hubungan dengan tujuan akhir program pemuliaan, misalnya karakter daya hasil, ketahanan terhadap penyakit, dan lain sebagainya. Falconer dan Mackay (1997) membedakan adanya korelasi fenotipik dan genetik; korelasi genetik yang merupakan korelasi antara nilai pemuliaan antara dua sifat mempunyai arti lebih penting.