BAB I PENDAHULUAN. ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. 2010). Hal tersebut sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang

PERILAKU MEMAAFKAN PADA KORBAN BULLYING FISIK DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA FORGIVE BEHAVIOR IN PHYSICAL BULLYING VICTIMS IN THE MIDDLE SCHOOL FIRST

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh antara pendidik dengan yang di didik (Sukmadinata, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. kognitif, dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Masa remaja (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN. terselenggara apabila dipengaruhi oleh suasana kondusif yang diciptakan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan sebuah lembaga atau tempat yang dirancang untuk

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ideologi, dimana orangtua berperan banyak dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BULLYING. I. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Nilai-nilai keagamaan yang diajarkan, di pesantren bertujuan membentuk

BAB I RENCANA PENELITIAN. formal, pendidikan dilakukan oleh sebuah lembaga yang dinamakan sekolah,.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

PEDOMAN OBSERVASI FENOMENA KORBAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA DALAM DUNIA PENDIIDKAN

PENGARUH LAYANAN DISKUSI KELOMPOK DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL TERHADAP PERILAKU BULLYING SISWA KELAS XI (Studi di SMA Negeri 5 Sigi )

SELF ESTEEM KORBAN BULLYING (Survey Kepada Siswa-siswi Kelas VII SMP Negeri 270 Jakarta Utara)

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

DAMPAK PSIKOLOGIS BULLYING

I. PENDAHULUAN. Kata kekerasan sebenarnya sudah sangat sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kegiatan belajar dengan aman dan nyaman. Hal tersebut dapat terjadi, karena adanya

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Anak usia sekolah (6-12 tahun) disebut juga sebagai masa anak-anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Iceu Rochayatiningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berbicara terkait kasus-kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, misal di sekolah, kantor, ataupun instansi lain yang masih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

UKDW. Bab 1 Pendahuluan. 1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi akhir-akhir ini sangat memprihatinkan. Perilaku Agresi sangat

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan, pendidikan dan mengasihi serta menghargai anak-anaknya (Cowie

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB III METODE PENELITIAN. teori yang dikembangkan oleh Coloroso (2006:43-44), yang mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Fenomena kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini terus meningkat dari

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa manusia menemukan jati diri. Pencarian. memiliki kecenderungan untuk melakukan hal-hal diluar dugaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Bullying: Tindak Kekerasan Antara Siswa Laki-Laki Dan Siswa Perempuan Dalam Perspektif Jender di SMA Negeri 2 Ambon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Bullying. itu, menurut Olweus (Widayanti, 2009) bullying adalah perilaku tidak

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergabung dengan teman seusianya, mempelajari budaya masa kanakkanak,

BAB I PENDAHULUAN. dan pelanjut masa depan bangsa. Secara real, situasi anak Indonesia masih dan terus

BAB I PENDAHULUAN. yang teridentifikasi di pelayanan kesehatan dasar dan di pusat-pusat pelayanan. kekerasan yang dialaminya karena berbagai alasan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah dengan memaafkan. Memaafkan adalah salah satu cara untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

: Rifdaturahmi NPM : Pembimbing : Dr. Muhammad Fakhrurrozi, Psikolog

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

UNTUK PENCEGAHAN KEKERSAN DAN PENYIMPANGAN PERILAKU REMAJA OLEH RR. SUHARTATI, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA ASERTIFITAS DENGAN KECENDERUNGAN MENGALAMI KEKERASAN EMOSIONAL PADA PEREMPUAN YANG BERPACARAN SKRIPSI

Pemaafan dan Kecenderungan Perilaku Bullying pada Siswa Korban Bullying

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. seperti ini sering terjadi dalam berbagai aspek kehidupan di masyarakat, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. dengan sebutan aksi bullying. Definisi kata kerja to bully dalam Oxford

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Masalah. Sadar akan hakikatnya, setiap manusia Indonesia di muka bumi ini selalu

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA

FORGIVENESS PADA ANAK YANG MENGALAMI KDRT OLEH AYAH TIRINYA. Nama : Noveria Yamita Eka Putri Npm :

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bagi anak untuk memperoleh pendidikan yang umumnya digunakan para orang tua. Selain memperoleh pengetahuan atau pelajaran, anak dapat berinteraksi dengan teman seusianya. Anak juga diajarkan berperilaku sesuai dengan ketentuanketentuan di sekolah. Sekolah yang pada umumnya menjadi tempat untuk memperoleh pendidikan anak juga memiliki kelemahan yang dapat mengganggu proses pengembangan anak. Salah satunya dengan adanya aksi bullying di sekolah. Maraknya perilaku bullying di sekolah menjadikan sekolah salah satu tempat yang paling banyak memiliki kasus kekerasan oleh anak. Hal ini dibuktikan oleh pernyataan Amrullah, Child Protection Program Manager Plan Indonesia Tahun 2009 Kepolisisan mencatat dari seluruh laporan kasus kekerasan, 30% diantaranya dilakukan oleh anak-anak dan dari 30% tersebut, 48% terjadi di lingkungan sekolah (Indra, 2011). Di sejumlah sekolah, aksi tersebut masih terus terjadi dan tak kunjung henti, bahkan lebih parahnya lagi diwariskan kepada siswa-siswa baru. Sekretaris Jenderal Komnas PA, Samsul Ridwan menyebut adanya peningkatan laporan atau pengaduan yang diterima Divisi Pengaduan dan Advokasi Komnas Anak. Untuk jumlah pengaduan yang masuk, peningkatannya 1

2 mencapai 98% pada tahun 2011, yaitu 2.386 pengaduan dari 1.234 laporan pada tahun 2010. Hal ini tentu memprihatinkan. Sekolah yang seharusnya menjadi tempat yang menyenangkan berubah menjadi tempat yang mengerikan. Dunia pendidikan hampir sebagian besar tidak bisa lepas dari permasalahan kekerasan di sekolah atau yang biasa disebut bullying. Bullying ini sendiri terbagi kedalam tiga jenis, yaitu bullying verbal, seperti ancaman, berkata jorok, membentak, menggertak dll, kemudian yang ke dua yaitu bullying nonverbal (fisik) seperti menendang, menjewer, menjambak, dan memalak. Kemudian jenis yang ke tiga adalah bullying mental atau psikologis. Bullying secara mental atau pikologis ini dianggap yang paling membahayakan, karena bullying jenis ini tidak terlihat secara kasat mata apabila kita tidak benar-benar awas atau memperhatikan, contohnya berupa cibiran, memandang sinis, melotot, mempermalukan didepan umum, mengucilkan, dll (Amini, 2008) Istilah bullying atau biasa dikenal bully kerap menjadi polemik atau bahan perbincanganyang muncul di media massa dan media cetak lainnya. Berita yang dimuat biasanya berisi tentang kekerasan yang terjadi pada siswasekolah terutama siswa sekolah menengah dantak jarang pula terjadi di bangku sekolah dasar. Salah satu penyebab peserta didik melakukan penyimpangan kerena peserta didik masuk pada masa awal remaja. Awal masa remaja berlangsung dari usia 13-15 tahun. Dimana pada awal masa remaja ini terjadi periode peralihan dari masa kanak-kanak ke masa remaja.

3 Bullying atau kekerasan terhadap orang lain bisa terjadi dimana saja, kapan saja dan dilakukan atau menimpa siapa saja. Dalam dunia pendidikan, banyak sekali anak-anak yangmenjadi korban penggertakan (bulles). Berdasarkan penelitian dari Yayasan Semai Jiwa Aminin (SEJIWA) diketahui bahwa tidak ada satupun sekolah di Indonesia yang bebas dari tindakan kekerasan. SEJIWA dan Plan Indonesia melakukan survey yang melibatkan sekitar 1500 orang siswa pelajar SMP dan SMA di 3 kota besar, yaitu Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya pada tahun 2008. Survei menunjukkan bahwa 67,9% pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 66,1% di tingkat Sekolah Lanjutan Pertama (SMP) pernah melakukan tindak kekerasan. Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMP dan 43,7% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekeras an verbal (mengejek) dan terakhir kekerasan fisik (memukul). Selanjutnya berdasarkan data laporan kasus yang masuk ke Komnas per November 2009 setidaknya terdapat 98 kasus kekerasan fisik, 108 kekerasan seksual dan 176 kekerasan psikis pada anak yang terjadi di lingkungan sekolah. Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siswati dan Widayanti (2009) dalam jurnal yang berjudul Fenomena Bullying di Sekolah Dasar di Semarang, menunjukan bahwa bullying ada 2 jenis yaitu bullying fisik dan non-fisik. Bullyingfisik seperti dipukul, didorong, dicubit, dan sebagainya.sedangkan bullyingdalam bentuk non-fisik seperti cemooh, digosipkan, dan dimintai uang jajan.

4 Berdasarkan hasil penelitian tersebut juga didapatkan hasil respon siswa yang mengalami bullying. Respon tersebut ada yang menolak, menuruti, diam, takut, minta tolong ke teman, dan mengadu pada guru. Presentase yang paling besar adalah respon menolak dan yangkedua adalah menuruti permintaan. Sedangkan reaksi siswa yang melakukan bullyingjuga bermacam-macam. Penelitian tersebut menemukan adanya reaksi terus memaksa sampai diberi, memaksa sambil mengancam, memukul, mengancam langsung dan meminta pada orang lain, dengan presentase terbesar adalah terus memaksa sampai diberi dan yang kedua adalah memaksa disertai ancaman (Siswanti & Widayanti, 2009) Penyelesaian konflik antar pribadi dan merajut hubungan yang telah hancur bukanlah hal yang sederhana. Forgiveness atau pemaafan merupakan cara yang efektif dan penting untuk mengatasi permasalahan antar individu (Hargrave, 1994). Enright (1998) menyebutkan, dalam pemaafan dibutuhkan kemampuan untuk melewati berbagai emosi negatif seperti kebencian, kemarahan, penolakkan, dan keinginan berbalas dendam. Hal tersebut dapat dicapai dengan menyuburkan emosi positif seperti tindakantindakan yang baik, memunculkan empati, dan bahkan rasa cinta Enright (1998). Toussaint dan Webb (2005) memaafkan adalah pusat untuk membangun manusia yang sehat dan mungkin salah satu proses yang paling penting dalam pemulihan hubungan interpersonal setelah konflik. Ketidaksempurnaan dalam kemampuan manusia untuk berhubungan satu

5 sama lain menimbulkan pelanggaran sering dan tanggapan afektif negatif, perilaku, dan kognitif konsekuensi dalam hubungan interpersonal dan tanggapan negatif dapat menyebabkan gangguan fungsi sosial. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Putri (2012) yang berjudul Perilaku Memaafkan Di Kalangan Remaja Broken home ditemukan bahwa ada manfaat yang sangat baik bagi remaja yangtelah memaafkan seseorang yang telah berbuat salah. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan remaja akan merasa kepuasan hati, merasa lega dan tenang bias memaafkan orang lain. Muncul perasaan empati, rasa tidak enak, kesedihan, akibat kondisi hubungan yang tidak nyaman yang dirasakan subjek dan berharap agar orang tersebut tidak mengulangi kesalahannya terhadap diri subjek maupun orang lain. Subjek memberikan maaf dengan alasan subjek ingin memperbaiki hubungan dengan orang lain, subjek termasuk orang yang mempunyai pemikiran yang realistis mengenai hal yang menyakiti dengan menganalisa ulang dengan pemikiran yang tebuka dan logis. Perilaku memaafkan dapat meredam doronganaghresivitas sehingga individu mampu membangun hubungan social yang baik setelah adanya konflik.oleh karena itu memaafkan adalah jalan yang paling baik setelah adanya konflik.memaafkan adalah jalan yang paling baik yang diambil subjek untuk memperbaiki hubungan interpersonal dengan pelaku. Pemaafan merupakan suatu respon positif (Ahmed and Braithwaite, 2006) yang ditimbulkan ketika korban mendapatkan perilaku bullyingdari pelaku. Pemaafan bertujuan mengganti emosi negatif yang dirasakan korban

6 ketika mendapatkan perilaku bullyingdengan emosi yang positif. Denton dan Martin (dalam Egan & Todorov, 2009) mengungkapkan bahwa dengan memaafkan, korban siap untuk melepaskan emosi negatifnya dan menstabilkan kepribadiannya. McCullough (2000) mendefinisikan pemaafan sebagai perubahan serangkaian perilaku dengan jalan menurunkan motivasi untuk membalas dendam, menjauhkan diri atau menghindar dari pelaku kekerasan dan meningkatkan motivasi ataupun keinginan untuk berdamai dengan pelaku. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan dengan menyebar angket dan melakukan wawancara terhadap siswa dan guru BK di SMP Gunung Jati 2 Purwokerto yang dilakukan tanggal 20 Januari 2016, diketahui bahwa ada siswa yang melakukkan bullyingkepada siswa lain. Bullying yang dimaksud adalah bullying fisik yaitu dengan tendangan, dorongan, dan memkul kepala. Forgiveness atau pemaafan merupakan cara yang efektif dan penting untuk mengatasi permasalahan antar individu korban bullying. Kemudian peneliti menyebar angket dan dari hasil angket tersebut di dapatkan 2 orang siswa yang menjadi korban bullying. Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada korban bullying tersebut. Korban FP mengatakan pernah dipukul kepalanya oleh kakak kelas. Saat ditanya mengapa bisa dipukul, subjek mengatakan bahwa kakak kelasnya tidak suka dengan subjek tanpa alasan yang jelas. Jika berpapasan dijalan, pundak kakak kelasnya sengaja ditabrakan ke pundak subjek. Subjek hanya bisa terdiam dan tidak berani melawannya. Saat

7 menceritakannya dengan peneliti, subjek bercerita sambil marah-marah dan berkata sebenernya getet banget mba, pengin tak pukul balik tapi pasti ntar malah makin jadi. Ya mending tak diemin aja lah. Korban CD mengatakan pernah di tendang oleh teman satu kelasnya karena subjek tidak mau pindah dari tempat duduknya, ditampar saat turun dari angkot dan ditendang. Saat ditendang dan ditempar, subjek hanya bisa diam dan pasrah. Namun didalam hatinya korban merasa marah dan ingin membalasnya, namun korban tidak berani. Semenjak kejadian tersebut, korban lebih suka menyendiri di dalam kelas. Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas peneliti ingin meneliti bagaimana perilaku memaafkan pada korban bullying di SMP 2 Gunung Jati. B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana proses memaafkan yang dilakukan oleh korban bullying kepada pelaku bullying? C. Tujuan Penelitian Penelitian inibertujuan untuk mengetahui bagaimana proses memaafkan pada korban bullying.

8 D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Menambah pengetahuan dalam bidang psikologi positif b. Memberikan sumbangan pemikiran dibidang psikologi terutama tentang memaafkan 2. Manfaat Praktis a. Bagi pihak sekolah Pihak sekolah dapat mendeteksi perilaku bullying di sekolah dan mengajarkan siswa untuk memaafkan orang lain serta memberikan psikoedukasi tentang bahaya perilaku bullying. b. Bagi siswa korban bullying Bagi korban diharapkan memiliki kepribadian pemaaf agar dapat mengurangi efek perilakubullyingsehingga terbebas dari perasaan dendam dan memiliki keinginan untuk menjalin hubungan yang baik dengan pelaku. c. Bagi orang tua Orang tua diharapkan dapat memberikan pembelajarantentang memaafkan sehingga anak korban bullying mampu mengembangkan dirinya dan terhindar dari perilaku bullying.