BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia saat ini menghadapi masalah keterbatasan kesempatan kerja bagi para lulusan perguruan tinggi atau universitas dengan semakin meningkatnya jumlah pengangguran terpendidik belakangan ini. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang dimana permasalahan utama yang dihadapi sama seperti negara berkembang lainnya yaitu masalah tingginya tingkat pengangguran dari tahun ke tahun, masalah jumlah pengangguran di Indonesia kian bertambah. Belum ada solusi yang ampuh untuk mengatasi tingginya angka pengangguran sampai saat ini. Pengadaan lapangan kerja saja dirasa tidak cukup untuk menekan tingginya angka pengangguran di negara kita. Sungguh kondisi ini mengkhawatirkan. Terlebih, Indonesia sudah mulai memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Menurut David McCelland suatu negara akan maju jika mempunyai paling sedikit 2 persen dari total jumlah penduduk adalah wirausaha (Ciputra; 2009). Seharusnya jumlah wirausaha di Indonesia saat ini sedikitnya 4.400.000 atau 2 persen dari total jumlah penduduk, namun saat ini baru ada 400.000 pengusaha di Indonesia. Ironisnya, peningkatan jumlah penganggur justru semakin didominasi oleh penganggur yang terdidik. Hal ini 1
2 mengindikasikan bahwa lulusan Perguruan Tinggi adalah lebih sebagai pencari kerja (job seeker) dari pada pencipta lapangan pekerjaan (job creator). Tabel 1.1 perbandingan jumlah wirausahawan Negara indonesia dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand 2015 Negara Jumlah wirausaha (dalam persen) Singapura 7 Malaysia 5 Thailand 4 Indonesia 1,65 (sumber: www.economy okezone2015.com) Jumlah pengusaha atau wirausaha di Indonesia ternyata masih sedikit dibandingkan Negara Asia Tenggara lainnya. Seperti diketahui, jumlah wirausaha Indonesia baru sekitar 1,65% dari total keseluruhan penduduknya. Jumlah tersebut masih tertinggal jika dibandingkan dengan Negara tetangga, seperti Singapura 7%, Malaysia 5%, dan Thaland 4% dari total keseluruhan jumlah penduduknya. Indonesia memiliki banyak provinsi dan kota yang berada di dalamnya, Masing-masing provinsi memiliki masalah yang berbeda-beda salah satunya adalah provinsi DKI Jakarta dengan salah satu masalahnya yaitu angka pengangguran yang frekuensinya dari tahun ketahun mengalami naik dan turun, Menurut Lestari dan Wijaya (2012), masalah pengangguran
3 merupakan masalah yang dihadapi oleh setiap negara. Selama beberapa dekade angka pengangguran telah mengalami kenaikan. Di Indonesia angka pengangguran terbanyak justru diciptakan oleh kelompok terdidik, berikut adalah data tingkat pengangguran terbuka ( dalam persen) DKI Jakarta priode 2011-1015. Tabel 1.2 Tabel data tingkat pengangguran terbuka TPT %) Jakarta periode 2011-2015 Wilayah Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT %) 2011 2012 2013 2014 2015 Dki Jakarta 10.80 9.87 9.02 8.47 7.23 Kepulauan 11.38 13.97 6.03 5.43 5.51 Seribu Jakarta Selatan 10.36 8.96 8.56 7.56 6.36 Jakarta Timur 10.95 10.39 9.47 8.72 9.13 Jakarta Pusat 11.21 10.72 8.60 7.81 6.51 Jakarta Barat 10.72 9.31 8.69 9 6.31 Jakarta Utara 10.98 10.33 9.67 8.88 7.11 (sumber : diolah dari www.jakartabps.go.id) Tabel 1.2 menyatakan bahwa puncak Tingkat Pengangguran Terbuka DKI Jakarta terjadi pada tahun 2011 dengan angka 10.80 persen sedangkan tingkat terendahnya terdapat pada tahun 2015 sebesar 7.23 persen selisih antara tahun 2011 dengan tahun 2015 sebesar 3,6 persen. Dan kenaikan tertinggi terjadi di Kepulaan Seribu pada tahun 2011 sebesar 11.38 persen. Dan penurunan terendah juga ada di Kepulauan Seribu di tahun 2014 dengan angka 5.43 persen.
4 Permasalahan angka pengangguran inilah yang menjadi pekerjaan rumah setiap tahunya bagi Pemerintah DKI Jakarta dalam membuat kebijakan-kebijakan dan program untuk mengatasi pengangguran selanjutnya, karena jika pemerintah salah langkah dalam membuat keputusan maka peningkatan angka pengangguran bisa saja menjadi meningkat. Angka pengangguran secara tidak langsung membawa dampak-dampak lain seperti, meningkatnya angka kemiskinan dan tingkat kesenjangan sosial yang dapat memicu meningkatnya angka kriminalitas. Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya pengangguran salah satuya adalah kurangnya keahlian dan pengalaman. Hal ini dinilai sangat terasa sekali terutama angkatan kerja terbaru dari angkatan kerja yang hanya berpendidikan SD hingga yang baru lulus kuliah, dalam menghadapi masalah tersebut pemerintah daerah dituntut untuk kreatif dalam membuat kebijakan dan program yang mampu mengatasi permasalahan pengangguran di DKI Jakarta. Dalam menghadapi pasar bebas khususnya terkait dengan penerapan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), kekuatan dunia usaha perlu dipetakan. Sensus Ekonomi 2016 yang baru saja selesai dilaksanakan oleh BPS menghasilkan informasi awal berupa jumlah usaha di luar sektor pertanian. Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi 2016, jumlah usaha non-pertanian di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 1.224 ribu usaha, atau meningkat sebesar 7,81
5 persen jika dibandingkan jumlah usaha hasil Sensus Ekonomi 2006 yang tercatat sebanyak 1.135 ribu usaha. Jumlah usaha ini mencapai 4,58 persen dari jumlah total usaha secara nasional yang berjumlah 26.707 ribu usaha. Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Jawa yang memiliki banyak kabupaten dan wilayah yang luas, maka DKI Jakarta merupakan provinsi yang cukup padat usaha. Jawa Barat yang memiliki jumlah usaha tertinggi yaitu sebanyak 4.215 ribu usaha, memiliki 27 kabupaten/kota dan luas wilayah 53 kali luas wilayah DKI Jakarta, jumlah usahanya tidak lebih dari 4 kali jumlah usaha di DKI Jakarta. Tabel 1.3 Jumlah Usaha Hasil (Sensus Ekonomi) 2006 dan Pertumbuhannya Terhadap (Sensus Ekonomi) 2016) No Kabupaten/Kota Jumlah Usaha(Dalam ribu) SE(2006) SE(2016) Pertumbuhan Usaha (SE2006) sampai (SE2016) (%) 1 Kepulauan Seribu 3 4 23,28 2 Jakarta Selatan 223 247 10,87 3 Jakarta Timur 251 265 5,25 4 Jakarta Pusat 174 159-8,58 5 Jakarta Barat 278 318 14,35 6 Jakarta Utara 206 232 12,38 Jumlah 1.135 1.224 7,81 (sumber : diolah dari http://jakarta.bps.go.id/)
6 Tabel 1.3 menunjukan bahwa per kabupaten/kota maka jumlah usaha terbanyak terdapat di Kota Jakarta Barat yaitu 318 ribu usaha atau sebesar 14,35 persen dari jumlah usaha di DKI Jakarta dan jumlah usaha yang paling sedikit terdapat di Kabupaten Kepulauan Seribu yaitu 4 ribu usaha atau sebesar 0,31 persen dari jumlah usaha di DKI Jakarta. Akan tetapi jika dilihat dari pertumbuhannya sejak tahun 2006, maka usaha di Kepulauan Seribu merupakan usaha yang paling tinggi tingkat pertumbuhan jumlah usahanya ditahun 2016 yaitu sebesar 23,28 persen jika dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah usaha di Kota Administrasi Jakarta lainnya. Tingkat pertumbuhan ini jauh di atas pertumbuhan usaha di antara kota-kota Jakarta dan juga pertumbuhan usaha DKI Jakarta yang hanya mencapai 7,81 persen. Permasalahan pengangguran di Indonesia dapat diatasi dengan mencetak wirausaha muda, untuk melahirkan wirausaha muda harus dilakukan sejak dibangku sekolah. Sehingga perlu kerjasama dunia pendidikan dan pemerintah untuk mendukung dan membangun dunia pendidikan dengan memberikan basis wirausaha pada sekolah menengah dan perguruan tinggi. Menumbuhkan jiwa kewirausahaan para mahasiswa perguruan tinggi dipercaya merupakan alternatif jalan keluar untuk mengurangi tingkat pengangguran, karena para sarjana diharapkan dapat menjadi wirausahawan muda terdidik yang mampu merintis usahanya sendiri (Suharti dan Sirine, 2011).
7 Zimmerer (2002), menyatakan bahwa salah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan disuatu negara terletak pada peranan universitas melalui penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan. Pihak universitas bertanggung jawab dalam mendidik dan memberikan kemampuan wirausaha kepada para lulusannya dan memberikan motivasi untuk berani memilih berwirausaha sebagai karir mereka. Pihak perguruan tinggi perlu menerapkan pola pembelajaran kewirausahaan yang kongkrit berdasar masukan empiris untuk membekali mahasiswa dengan penge-tahuan yang bermakna agar dapat mendorong semangat mahasiswa untuk berwirausaha (Yohnson 2003, Wu & Wu, 2008). Salah satu faktor yang mempengaruhi minat mahasiswa untuk berwirausaha salah satunya adalah faktor demografi (gender, bidang studi, pekerjaan orang tua dan pengalaman berwirausaha). Pendidikan yang didukung faktor demografi tersebut akan membentuk pola fikir, sikap, dan prilaku mahasiswa untuk menjadi seorang wirausahawan, namun salah satu pengaruh tersebut harus dikaji lebih lanjut apakah benar pendidikan kewirausahaan dan faktor demografi mempengaruhi motivasi dan minat wirausaha. Semua perguruan tinggi di Indonesia telah memasukkan mata kuliah kewirausahaan ke dalam kurikulum mereka sebagai salah satu mata kuliah pokok yang wajib ditempuh oleh semua mahasiswa. Pendidikan
8 kewirausahaan tidak hanya memberikan landasan teoritis mengenai konsep kewirausahaan tetapi membentuk sikap, perilaku, dan pola pikir (mindset) seorang wirausahawan (entrepreneur). Hal ini merupakan investasi modal manusia untuk mempersiapkan para mahasiswa dalam memulai bisnis baru melalui integrasi pengalaman, keterampilan, dan pengetahuan penting untuk mengembangkan dan memperluas sebuah bisnis. Pendidikan kewirausahaan juga dapat meningkatkan minat para mahasiswa untuk memilih kewirausahaan sebagai salah satu pilihan karir selain pilihan karir menjadi pegawai swasta, PNS, atau pegawai BUMN. Menurut Indarti & Kristiansen (2003) intensi wirausaha seseorang terbentuk melalui tiga tahap yaitu motivasi (motivation), kepercayaan diri (belief) serta ketrampilan dan kompetensi (Skill & Competence). Setiap individu mempunyai keinginan (motivasi) untuk sukses. Individu yang memiliki need for achievement yang tinggi akan mempunyai usaha yang lebih untuk mewujudkan apa yang diinginkannya. Kebutuhan akan pencapaian membentuk kepercayaan diri (belief) dan pengendalian diri yang tinggi (locus of control). Pengendalian diri yang tinggi terhadap lingkungan memberikan individu keberanian dalam mengambil keputusan dan risiko yang ada (Wijaya; 2007).
9 Tabel 1.4 Data Jumlah Mahasiswa Yang Berwirausaha Mahasiswa yang berwirausaha Jumlah Laki-laki T 9 aperempuan 16 btidak Berwirausaha 14 e l 1.4 menunjukan bahwa mahasiswa yang berwirausaha lebih di dominasi perempuan sebanyak 16 orang dan laki-laki sebanyak 9 orang sisanya adalah 14 orang yang tidak melakukan wirausaha. Fakultas Ekonomi dan Bisnis sebagai fakultas yang memiliki fokus untuk pengembangan wirausaha, materi dan bahan ajarnya mendukung perkembangan wirausaha. Fakultas ini memiliki dua jurusan yaitu akuntansi dan manajemen. Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan diatas, maka penulis mengambil judul Pengaruh Pendidikan Kewirausahaan Dan Faktor Demografi Terhadap Minat Berwirausaha Mahasiswa Universitas Mercubuana.
10 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1) Adakah pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap minat berwirausaha mahasiswa Universitas Mercubuana? 2) Adakah pengaruh faktor demografi terhadap minat berwirausaha mahasiswa Universitas Mercubuana? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1) Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kewirausahaan terhadap minat berwirausaha mahasiswa Universitas Mercubuana. 2) Untuk mengetahui pengaruh faktor demografi terhadap motivasi berwirausaha mahasiswa Universitas Mercubuana.
11 D. Kontribusi penelitian Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi positif sebagai berikut : 1) Kontribusi Teoritis a) Bagi peneliti Penelitian ini diharapkan menambah wawasan bagi penulis mengenai ilmu manajemen sumber daya manusia dan peran pendidikan kewirausahaan juga faktor demografi serta pengaruhnya terhadap minat berwirausaha. b) Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai referensi tambahan atau untuk pengembang ide-ide pada penelitian selanjutnya. 2) Kontribusi praktis Penelitian ini merupakan informasi mengenai pengaruh pendidikan kewirausahaan di Universitas Mercubuana Jakarta, sehingga dapat dijadikan dasar untuk mengambil kebijakan selanjutnya terkait dengan masalah tersebut.