Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENYESUAIAN TARIF TENAGA LISTRIK GOLONGAN RUMAH TANGGA TERHADAP INFLASI

BERITA RESMI STATISTIK

INDIKATOR MAKROEKONOMI KABUPATEN PAKPAK BHARAT

BAB II KAJIAN PUSTAKA. materi tersebut disampaikan secara berurutan, sebagai berikut.

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

GAMBARAN SOSIAL - EKONOMI KOTA PALOPO TAHUN Disampaikan oleh : Badan Pusat Statistik Kota Palopo Palopo, 23 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan serta iklim perekonomian dunia.

BAB III PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO KOTA SAMARINDA

Kata pengantar. Publikasi Data Strategis Kepulauan Riau Tahun merupakan publikasi perdana yang disusun dalam rangka

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

Tabel PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kecamatan Ngadirejo Tahun (Juta Rupiah)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. penghambat adalah pertumbuhan penduduk yang tinggi. Melonjaknya

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

Pendapatan Regional / Product Domestic Regional Bruto

Tingkat Kemiskinan Jawa Barat Maret 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

PERTUMBUHAN EKONOMI JAKARTA UTARA TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI PAPUA BARAT SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 SEBANYAK 227,12 RIBU ORANG.

DATA STRATEGIS KOTA BANDUNG 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

DISUSUN OLEH : BIDANG STATISTIK DAN PENGENDALIAN PEMBANGUNAN BAPPEDA PROVINSI SUMATERA BARAT Edisi 07 Agustus 2015

Katalog BPS :

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

BADAN PUSAT STATISTIK

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2015 RINGKASAN

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI PAKPAK BHARAT TAHUN 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH BULAN SEPTEMBER 2011

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara yang sudah menjadi agenda setiap tahunnya dan dilakukan oleh

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

PENGANTAR ILMU EKONOMI MAKRO BAB 1 RUANG LINGKUP ANALISIS MAKROEKONOMI

PERTUMBUHAN EKONOMI DKI JAKARTA TRIWULAN IV TAHUN 2013


I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional dalam rangka

Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. Kesempatan kerja merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam penghitungan Produk

Daftar Isi. Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... vii 1. PENDAHULUAN...1

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROFIL KEMISKINAN KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2015

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

PERTUMBUHAN EKONOMI PADANG LAWAS TAHUN 2011

I. PENDAHULUAN. keberlanjutan pembangunan dari masyarakat agraris menjadi masayarakat industri.

PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

Profile Daerah Kabupaten Sumedang Tahun

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

KONDISI EKONOMI KOTA TASIKMALAYA

Perbedaan GDP dan GNP

Produk Domestik Regional Bruto

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

PROFIL KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017

D a t a S t r a t e g i s B P S

Antiremed Kelas 10 Ekonomi

Transkripsi:

BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung

Data adalah informasi yang berupa angka tentang karakteristik (ciri-ciri khusus) suatu populasi. Statistik adalah data yang diperoleh dengan cara pengumpulan, pengolahan, penyajian, dan analisis serta sebagai sistem yang mengatur keterkaitan antarunsur dalam penyelenggaraan statistik Kegiatan statistik adalah tindakan yang meliputi upaya penyedian dan penyebarluasan data, upaya pengembangan ilmu statistik, dan upaya yang mengarah pada berkembangannya Sistem Statistik Nasional. 2

Statistik dasar adalah statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk keperluan yang bersifat luas, baik bagi pemerintah maupun masyarakat, yang memiliki ciri-ciri lintas sektoral, berskala nasional, makro, dan yang penyelenggaraannya menjadi tanggung jawab Badan. Statistik sektoral adalah statistik yang pemanfaatannya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan instansi tertentu dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan yang merupakan tugas pokok instansi yang bersangkutan. Statistik khusus adalah statistik yang pemanfaatannya ditujuan untuk memenuhi kebutuhan spesifik dunia usaha, pendidikan, sosial budaya, dan kepentingan lain dalam kehidupan masyarakat, yang penyelenggaraannya dilakukan oleh lembaga, organisasi, perorangan, dan atau unsur masyarakat lainnya. 3

Aspek Ekonomi Aspek Sosial [1] [2] 1. Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) 8. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2. Produk Domestik Regional Bruto 9. Jumlah Penduduk (PDRB) 10. Laju Pertumbuhan Penduduk 3. PDRB Perkapita 4. Inflasi 5. Indek Harga Konsumen 6. Indek Harga Produsen 11. Data Kemiskinan 12. Data Ketenagakerjaan 13. Indek Gini 14. Indek Pembangunan Jender (IPJ) 7. Nilai Tukar Petani 4

1 2 3 4 5 PDRB DAN LPE INFLASI KETENAGAKERJAAN dan PENDUDUK KEMISKINAN IPM 5

Bagian Kedua PDRB DAN LPE

Definisi : Nilai keseluruhan semua barang dan jasa yang diproduksi dalam suatu wilayah dalam suatu jangka waktu tertentu. Pendekatan : Produksi : Menghitung nilai tambah seluruh kegiatan ekonomi dengan mengurangkan biaya antara dari masing-masing total nilai produksi (output) tiap-tiap sektor. Pendekatan pengeluaran : Menjumlahkan semua balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi. Pendekatan pendapatan : Menjumlahkan semua komponen permintaan akhir. Manfaat : Indikator untuk mengetahui pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Bahan analisa tingkat kemakmuran masyarakat dan tingkat perubahan barang dan jasa. Bahan analisa produktivitas secara sektoral. Alat kontrol dalam menentukan kebijakan pembangunan.

Pertumbuhan Ekonomi Definisi : Pertumbuhan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu. Dalam penghitungannya digunakan PDRB atas dasar harga konstan Manfaat : Untuk mengukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan daerah; Sebagai dasar pembuatan proyeksi atau perkiraan penerimaan asli daerah untuk perencanaan pembangunan daerah atau sektoral ; Sebagai dasar pembuatan prakiraan bisnis, khususnya persamaan penjualan.

Struktur Ekonomi Kab. Bandung Tahun 2014 Listrik, Gas & Air 1.76% Bangunan 1.77% Perdagangan, Hotel & Restoran 19.64% Industri Pengolahan 55.65% Pertambangan & Penggalian 0.90% Pertanian 7.78% Jasa jasa 6.49% Pengangkutan & Komunikasi 4.18% Keu, Persewaan & Js Prshaan 1.83% 9

Laju Pertumbuhan Ekonomi Kab. Bandung 4.98 5.66 5.78 5.80 5.92 5.30 5.88 5.94 6.15 5.96 5.92 Tahun 2014 Melambat 0,04 Poin 4.98 5.02 4.34 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 10

Bagian Kedua INFLASI

Definisi :» Persentase kenaikan harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga.» Hitungan perubahan harga tersebut tercakup dalam suatu indeks harga yang dikenal dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index (CPI).» Persentase kenaikan IHK dikenal dengan inflasi, sedangkan penurunannya disebut deflasi. Manfaat :» Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai (wage-indexation).» Penyesuaian Nilai Kontrak (contractual payment).» Eskalasi Nilai Proyek (Project Escalation).» Penentuan Target Inflasi (inflation targeting).» Indeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (budget indexation).» Sebagai pembagi PDRB (GDP Deflator).» Sebagai proksi perubahan biaya hidup (proxy of cost of living).» Indikator dini tingkat bunga, valas, dan indeks harga saham.

Interpretasi :» INF n < 0 : tingkat harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga mengalami penurunan (deflasi)» INF n = 0 : tingkat harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga sama» INF n > 0 : tingkat harga sejumlah barang dan jasa yang secara umum dikonsumsi rumah tangga mengalami peningkatan (inflasi)

Bagian Ketiga KETENAGAKERJAAN

Angkatan Kerja Definisi : Penduduk usia kerja (15 s.d. 64 tahun) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Interpretasi : Semakin tinggi jumlah angkatan kerja berarti semakin banyak jumlah penduduk yang berpotensi untuk bekerja. Manfaat : Untuk mengetahui jumlah penduduk yang berpotensi untuk bekerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Definisi : Persentase angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja. Interpretasi : Semakin tinggi TPAK menunjukkan semakin besar bagian dari penduduk usia kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa, dalam kurun waktu tertentu. Manfaat : Untuk melihat persentase penduduk yang potensial untuk dapat memproduksi barang dan jasa.

Setengah Penganggur Definisi : Mereka yang bekerja di bawah jam kerja normal (kurang dari 35 jam seminggu). Interpretasi : Semakin tinggi tingkat setengah pengangguran maka semakin rendah tingkat utilisasi pekerja dan produktivitasnya. Manfaat : Acuan pemerintah dalam rangka meningkatkan tingkat utilisasi, kegunaan, dan produktivitas pekerja. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Definisi : Persentase penduduk: yang mencari pekerjaan, yang mempersiapkan usaha, yang tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum mulai bekerja dari sejumlah angkatan kerja yang ada. Interpretasi : Semakin tinggi angka pengangguran terbuka maka semakin besar potensi kerawanan sosial yang ditimbulkannya contohnya kriminalitas. Manfaat : Untuk melihat keterjangkauan pekerjaan (kesempatan kerja).

Penduduk Usia Kerja (usia 15+) Bukan Usia Kerja Angkatan Kerja Bukan Angkatan Kerja Sedang bekerja Bekerja dengan jam bekerja normal ( 35 jam) Bekerja Sementara tidak bekerja Setengah penganggu r (<35 jam) Mencari pekerjaa n Pengangguran Mempersiapkan usaha Sekolah Merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan Mengurus rumah tangga Lainnya Sudah punya pekerjaan tapi belum mulai bekerja 17

Konsep Penduduk Konsep Penduduk BPS: Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan menetap. - Konsep Penduduk Disdukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil): Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang bertempat tinggal di Indonesia. (UU No. 24 Tahun 2013)

Bagian Keempat KEMISKINAN

Pendekatan kemiskinan menurut BPS adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran yang dikonseptualisasikan dengan Garis Kemiskinan (GK). Garis Kemiskinan (GK) Garis Kemiskinan Makanan (GKM) : nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang setara dengan 2100 kilo kalori per kapita per hari. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) : kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan

Rumus : GK = GKM + GKNM Interpretasi : penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran konsumsi per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk miskin. Manfaat : untuk mengukur beberapa indikator kemiskinan, seperti jumlah dan persentase penduduk miskin (headcount index P 0 ), indeks kedalaman kemiskinan (poverty gap index P 1 ), dan indeks keparahan kemiskinan (poverty severity index P 2 )

Definisi : persentase penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan (GK) Interpretasi : Persentase penduduk miskin yang tinggi menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di suatu wilayah juga tinggi. Manfaat : Untuk mengetahui persentase penduduk yang dikategorikan miskin.

INDIKATOR KEMISKINAN Definisi : ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Interpretasi : Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Manfaat : Melihat potensi ekonomi untuk dana pengentasan kemiskinan berdasarkan identifikasi karakteristik penduduk miskin dan juga untuk target sasaran bantuan dan program.

Definisi : gambaran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin. Interpretasi : Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran diantara penduduk miskin. Manfaat : Ukuran ini memberikan informasi yang saling melengkapi pada insiden kemiskinan.

Bagian Kelima IPM

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)» Definisi : indikator untuk mengukur keberhasilan pembangunan kualitas hidup manusia melalui 3 (tiga) dimensi dasar, yaitu : Manfaat :» Umur panjang dan sehat : Angka harapan hidup pada saat lahir (e 0 )» Pengetahuan : Angka Melek Huruf (AMH) dan Rata-rata Lama Sekolah» Kehidupan yang layak : Pengeluaran per kapita riil yang disesuaikan (PPP Rupiah)» Instrumen kebijakan fiskal IPM salah satu alokator DAU,» Ukuran kinerja kepala daerah dalam Laporan Pertanggung Jawaban Interpretasi : Berdasarkan skala internasional, pencapaian IPM dikategorikan menjadi empat:» Kategori tinggi (IPM 80)» Kategori menengah atas (66 IPM < 80)» Kategori menengah bawah (50 IPM < 66)» Kategori rendah (IPM < 50)