BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American Nurses

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku berkaitan dengan gangguan fungsi akibat gangguan biologik, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan sehat atau sakit mental dapat dinilai dari keefektifan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. kurang baik ataupun sakit. Kesehatan adalah kunci utama keadaan

BAB I PENDAHULUAN. ketidaktahuan keluarga maupun masyarakat terhadap jenis gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan jiwa bukan hanya sekedar terbebas dari gangguan jiwa,

BAB I PENDAHULUAN. perasaan dan tingkah laku seseorang sehingga menimbulkan penderitaan dan

Menuju Desa Siaga Sehat Jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Statistik (2013), angka harapan hidup perempuan Indonesia dalam rentang

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. disabilitas di seluruh dunia (Prince et al, 2007). Meskipun penemuan terapi. mengakibatkan penderitaan yang besar pada individu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan adalah keadaan sehat fisik, mental dan sosial, bukan sematamata

BAB I PENDAHULUAN. yang utuh untuk kualitas hidup setiap orang dengan menyimak dari segi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. teknologi yang pesat menjadi stresor pada kehidupan manusia. Jika individu

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku dimana. individu tidak mampu mencapai tujuan, putus asa, gelisah,

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. (Stuart, 2007).

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Filariasis merupakan penyakit zoonosis menular yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di masyarakat yang sangat tinggi, yakni satu dari empat

PENDAHULUAN.. Upaya Kesehatan Jiwa di Puskesmas: Mengapa Perlu? Direktorat Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI

BAB I PENDAHULUAN. perannya dalam masyarakat dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tesis ini mengkaji tentang perilaku keluarga dalam penanganan penderita

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya kekacauan pikiran, persepsi dan tingkah laku di mana. tidak mampu menyesuaikan diri dengan diri sendiri, orang lain,

Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 18. secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu tersebut menyadari

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat serius dan memprihatinkan. Kementerian kesehatan RI dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang terbatas antara individu dengan lingkungannya (WHO, 2007). Berdasarkan data dari World Health Organisasi (WHO, 2015), sekitar

BAB I PENDAHULUAN. mendasar bagi manusia. World Health Organization (WHO) sejaterah seseorang secara fisik, mental maupun sosial.

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa ditemukan disemua lapisan masyarakat, dari mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. faktor peningkatan permasalahan kesehatan fisik dan juga masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa dapat dilakukan perorangan, lingkungan keluarga, lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi segala kebutuhan dirinya dan kehidupan keluarga. yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. ringan dan gangguan jiwa berat. Salah satu gangguan jiwa berat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

Family Gathering Terpadu RSJ Grhasia Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. perpecahan antara pemikiran, emosi dan perilaku. Stuart, (2013) mengatakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health organization (WHO) pada tahun 2012, depresi. konsentrasi yang buruk. Sementara itu depresi merupakan gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keperawatan jiwa adalah proses interpesonal yang berupaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa adalah gangguan dalam cara berfikir (cognitive),

BAB I PENDAHULUAN. muncul dalam masyarakat, diantaranya disebabkan oleh faktor politik, sosial

BAB 1 PENDAHULUAN. serta perhatian dari seluruh masyarakat. Beban penyakit atau burden of disease

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan penurunan semua fungsi kejiwaan terutama minat dan motivasi

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), masalah gangguan

BAB I PENDAHULUAN. oleh penderita gangguan jiwa antara lain gangguan kognitif, gangguan proses pikir,

PENGARUH PELATIHAN KADER TERHADAP KEMAMPUAN KADER MELAKUKAN PERAWATAN PASIEN GANGGUAN JIWA DIRUMAH

BAB I PENDAHULUAN. dan kestabilan emosional. Upaya kesehatan jiwa dapat dilakukan. pekerjaan, & lingkungan masyarakat (Videbeck, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Anak usia bawah lima tahun (balita) adalah anak yang berusia 0 59 bulan.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy). Akibatnya jumlah penduduk

BAB 1 PENDAHULUAN. sendiri. Kehidupan yang sulit dan komplek mengakibatkan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. mental dalam beberapa hal disebut perilaku abnormal (abnormal behavior). Hal

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat bekerja secara produktif,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. klinis bermakna yang berhubungan dengan distres atau penderitaan dan

BAB I PENDAHULUAN. dengan adanya distress ( tidak nyaman, tidak tentram dan rasa nyeri ), disabilitas

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan dinamisnya kehidupan masyarakat. Masalah ini merupakan

BAB I PENDAHULUAN. efektif, konsep diri yang positif dan kestabilan emosional (Videbeck, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. adanya dan mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain (Depkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia memiliki tiga komponen utama sehingga disebut. makhluk yang utuh dan berbeda dengan mahkluk lainnya.

Tim Riset : Budi Anna Keliat Ni Made Riasmini Novy Helena C.D.

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis. Sejalan dengan definisi kesehatan menurut UU Kesehatan. RI Nomor 23 tahun 1992, menurut World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. kelompok atau masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh terpenuhinya kebutuhan dasar

GAMBARAN POLA ASUH KELUARGA PADA PASIEN SKIZOFRENIA PARANOID (STUDI RETROSPEKTIF) DI RSJD SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. keselarasan dan keseimbangan kejiwaan yang mencerminkan kedewasaan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku, dan sosialisasi dengan orang sekitar (World Health Organization,

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

BAB I PENDAHULUAN. mengadaptasikan keinginan-keinginan dengan kenyataan-kenyataan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia hidup di lingkungan yang terus berubah, dan perubahan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan gejala-gejala positif seperti pembicaraan yang kacau, delusi, halusinasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 3 Tahun 1966 merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. sehat, serta mampu menangani tantangan hidup. Secara medis, kesehatan jiwa

dicintai, putusnya hubungan sosial, pengangguran, masalah dalam pernikahan,

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa di seluruh dunia memang sudah menjadi masalah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia dalam kehidupan sehari-hari selalu mempunyai masalah,

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. yaitu gangguan jiwa (Neurosa) dan sakit jiwa (Psikosa) (Yosep, hubungan interpersonal serta gangguan fungsi dan peran sosial.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kesehatan jiwa menurut Undang-Undang No. 18 pasal 1 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut World Health Organitation (WHO), prevalensi masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. signifikan dengan perubahan sosial yang cepat dan stres negatif yang

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat

BAB I PENDAHULUAN. (WHO, 2005). Kesehatan terdiri dari kesehatan jasmani (fisik) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. sisiokultural. Dalam konsep stress-adaptasi penyebab perilaku maladaptif

BAB I PENDAHULUAN. keadaan tanpa penyakit atau kelemahan (Riyadi & Purwanto, 2009). Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adapun peningkatan tajam terjadi pada kelompok penduduk lanjut

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keadaan dimana seseorang yang terbebas dari gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan jiwa yang terjadi di Era Globalisasi dan persaingan bebas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia Indonesia seutuhnya. Visi Indonesia sehat yang diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang. Gangguan jiwa adalah sebuah penyakit dengan. manifestasi dan atau ketidakmampuan psikologis atau perilaku yang

BAB I PENDAHULUAN. keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut undang undang Kesehatan Jiwa Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem pasien atau klien dapat berupa individu, keluarga, kelompok, organisasi, atau komunitas. American Nurses Association mendefenisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi bidang keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya(stuart,2013). Menurut WHO (World Health Organization) tahun 2010,tidak kurang dari 450 juta orang di seluruh dunia manderita gangguan jiwa.pada tahun 2016 rencana WHO ( Kesehatan Mental Action 2013-2020), disahkan oleh Majelis Kesehatan Dunia pada tahun 2013, mengakui peran penting dari kesehatan jiwa dalam mencapai kesehatan bagi semua orang. Rencana tersebut meliputi 4 tujuan utama:kepemimpinan yang lebih efektif dan pemerintahan untuk kesehatan jiwa, penyediaan komprehensif, kesehatan jiwa dan kepedulian sosial layanan terpadu dalam pengaturan berbasis masyarakat, pelaksanaan strategi promosi dan pencegahan dansistem informasi diperkuat, bukti dan penelitian. Departemen kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI) tahun 2010, menyatakan bahwa hampir 2,5 juta penduduk Indonesia mengalami gangguan

jiwa. Berdasarkan hasil penelitian dari Rudi Maslim (2011) prevalensi masalah kesehatan jiwa di Indonesia sebesar 6,55%. Angka tersebut tergolong sedang dibandingkan dengan negara lainnya. Data dari 33 Rumah Sakit Jiwa ( RSJ ) yang ada di seluruh Indo nesia menyebutkan hingga kini jumlah penderita gangguan jiwa berat mencapai 2,5 juta orang. Penderita gangguan jiwa berat dengan usia di atas 15 tahun di Indonesia mencapai 0,46%. Hal ini berarti terdapat lebih dari 1 juta jiwa di Indonesia yang menderita gangguan jiwa berat. Berdasarkandata Riskesdas (2013) menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.dari data tersebut dapat dilihat bahwahanya 1,7% penduduk Indonesia yang mengalami gangguan jiwa beratdirawat di Rumah Sakit Jiwa dan selebihnya masalah kesehatan jiwa di Indonesia mulai dari yang beresiko gangguan jiwa sampai yang menderita gangguan jiwa terdapatdi masyarakat atau komunitas. Di Sumatera Barat terdapat 4,5 % yang menderita gangguan mental emosional dan 1,9 % yang mengalami gangguan jiwa berat. Berdasarkan hasil Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat tahun (2015) jumlah penduduk Sumatera Barat sekitar 5.383.988 jiwa, jadi berarti sekitar 242.279 jiwa yang menderita gangguan mental emosional dan sekitar 102.295 jiwa yang

menderita gangguan jiwa berat.kota Padang tahun (2015), pasien yang melakukan kunjungan dengan gangguan jiwa adalah sebanyak 11.995 orang,yang terdiri dari laki-laki 7.026 orang dan perempuan 4.969 orang (DKK Padang, 2015). Masalah kesehatan jiwa masyarakat dewasa saat ini semakin meningkat, yaitu dengan semakin meningkatnya tindak kekerasan, tingginya kenakalan remaja, meningkatnya penyalahgunaan NAPZA, meningkatnya tawuran, pengangguran dan perselingkuhan juga merupakan faktor penyebab gangguan jiwa di masyarakat. Untuk penanganan masalah ini, masyarakat perlu mendapatkan informasi yang luas tentang kesehatan jiwa baik dalam permasalahan maupun pencegahan dan penangananya. Data diatas menggambarkan bahwa masih banyaknya masalah gangguan jiwa yang terdapat dimasyarakat, untuk menangani masalah tersebut di perlukan peran tenaga kesehatan khususnya perawat kesehatan jiwa, dengan cara melibatkan peran serta masyarakat untuk menangani masalah tersebut dengan membentuk kader kesehatan jiwa yang bertugas untuk mendata masalah kesehatan jiwa dimasyarakat mulai dari deteksi dini masyarakat yang sehat jiwa, yang beresiko mengalami masalah gangguan jiwa, sampai yang mengalami gangguan jiwa berat,sehingga seluruh masalah kesehatan jiwa di masyarakat dapat diatasi (Keliat, 2013). Dengan adanya kader kesehatan jiwa, tugas perawat jiwa dalam mendeteksi masalah kesehatan jiwa di masyarakat akan sangat terbantu.

Perawat CMHN (Community Mental Health Nursing) sebagai tenaga kesehatan yang bekerja di masyarakat dan bersama masyarakat, harus mempunyai kemampuan dalam meningkatkan peran serta masyarakat, terutama tokoh masyarakat, dengan cara melatih tokoh masyarakat untuk menjadi kader kesehatan jiwa. Hal ini di perlukan agar masyarakat dekat dengan pelayanan kesehatan jiwa sehinggan individu yang sehat jiwa tetap sehat, individu yang beresiko dapat dicegah agar tidak mengalami gangguan jiwa, dan individu yang mengalami gangguan jiwa dapat sembuh atau mandiri (minimal 50%) dan dapat dilanjutkan perawatannya oleh kader kesehatan jiwa (Keliat, dkk. 2013). Menurut Depkes RI (2010) bidang Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat Kader Kesehatan adalah warga dari masyarakat lingkungan setempat yang dipilih masyarakat dan juga ditinjau oleh masyarakat serta dapat bekerja dengan sukarela. Seorang kader kesehatan adalah warga tenaga sukarela dalam bidang kesehatan yang langsung dipilih oleh dan dari para masyarakat yang tugasnya membantu dalam pengembangan kesehatan masyarakat. Kader kesehatan disebut juga sebagai promoter kesehatan desa atau disingkat Prokes. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kesiapan peran kader, kader kesehatan dalam bidang kesehatan jiwa maka perlu diketahui lebih dulu pemahaman mereka terhadap kesehatan jiwa. Jadi, apabila seorang kader tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana perannya di masyarakat akan berdampak pada masyarakat atau daerah yang dikelolanya.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Widyati (2013) dari 32 responden, sebagian besar responden menyatakan kader kesehatan jiwa berperan baik dalam menjalankan perannya yaitu sebanyak 17 orang (53,1%). Hal ini menjelaskan bahwa kader telah melakukan tugasnya dengan baik. Kader memiliki peranan yang penting dalam mensosialisasikan kesehatan jiwa, hal ini dikarenakan kader merupakan ujung tombak untuk melakukan pelaporan sekaligus penanganan dan tindak lanjut mesalah kejiwaan yang ada dilingkungannya. Pengetahuan merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap perilaku kader, hal ini seperti yang di ungkapkan oleh penelitian Eka, dkk (2014) bahwa pengetahuan berbanding lurus dengan peningkatan perilaku kader. Pengetahuan kader yang baik maka mempengaruhi perilaku kader dalam menjalankan perannya, begitu juga sebaliknya jika pengetahuan kader kurang, maka kader dalam melaksanakan perannya juga kurang. Bardasarkan hasil studi pendahuluan di salah satu wilayah desa siaga sehat jiwa dengan mewawancarai 3 orang kader kesehatan jiwa. Kader mengatakan bahwa kader di angkat menjadi kader kesehatan jiwa setelah mengikuti pelatihan kader yang di adakan oleh mahasiswa magister jiwa yang bekerjasama dengan Puskesmas Pauh. Pelatihan tersebut bertujuan untuk membentuk kader kesehatan jiwa dimasyarakat dalam mendeteksi masalah kesehatan jiwa yang ada di masyarakat. Kader mengakui bahwa keaktifan kader dalam menjalankan perannya apabila ada mahasiswa kesehatan yang praktek kerja lapangan yang meminta bantuan kader untuk menemui klien

yang beresiko ataupun bermasalah dengan gangguan jiwa, jika tidak ada mahasiswa yang melaksanakan praktek lapangan kader jarang turun ke lapangan untuk mendata.puskesmas juga telah membagikan beberapa buku panduan tentang kader kesehatan jiwa, namun tidak pernah dibaca kader karena sibuk dengan pekerjaan rumah dan pekerjaan lainnya. Kader juga mengatakan kegiatan kader tidak mempunyai jadwal yang rutin, kagiatan kader berjalan apabila ada yang praktek lapangan saja, jarang kader yang aktif menjalankan perannya tanpa ada mahasiswa PKL atau instansi lainnya yang melakukan kagiatan atau penelitian di wilayah kerjanya.jadi, dapat di katakana bahwa kader kesehatan jiwa di kota padang belum sepenuhnya memahami perannya sebagai kader kesehatan jiwa. Berdasarkan dari uraian dan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran pengetahuan dan sikap kader tentang peran kader kesehatan jiwa di wilayah kerja puskesmas kotapadang. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana gambaran pengetahuan dan sikap kader tentang peran kader kesehatan jiwa di wilayah kerja Puskesmas Kota Padang.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran pengetahuan dan sikap kader tentang peran kader kesehatan jiwadiwilayah kerja Puskesmas Kota Padang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui distribusi frekuensi karakteristik kader tentang peran kader kesehatan jiwa. b. Mengetahui distribusi frekuensi pengetahuan kader tentang peran kader kesehatan jiwa. c. Mengetahui distribusi frekuensi sikap kader terhadap tentang kader kesehatan jiwa. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Kader KesehatanJiwa Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dari pengalaman nyata khususnya mengenai pengetahuan dan sikap kader terhadap peran kader kesehatan jiwa. 2. Bagi Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran bagi petugas kesehatan/pengelola Puskesmas tentang kinerja serta keaktifan kader kesehatan jiwa dalam menjalankan perannya di wilayah kerja masingmasing Puskesmas.

3. Bagi Institusi Pendidikan Dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian selanjutnya untuk peningkatan kualitas pendidikan keperawatan khusunya tentang pengetahuan dan sikap kader tentang peran kader kesehatan jiwa. 4. Bagi Peneliti Selanjutnya Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi awal tentang gambaran pengatahuan dan sikap kader tentang peran kader kesehatan jiwa dalam meningkat kan pengetahuan pada penelitian selanjutnya.