BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Dalam konteks tata pemerintahan, procurement dilakukan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhannya dalam menjalankan rencana program kerja yang sudah ditetapkan seperti pelayanan, pemberdayaan, pembangunan dan perbaikan fasilitas publik. Apabila procurement dilaksanakan dengan baik dan sesuai aturan yang berlaku, maka akan berpengaruh langsung terhadap peningkatan kualitas pelayanan dan pembangunan untuk kepentingan publik. Tahun 2003 Presiden mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Keppres tersebut memuat prinsip-prinsip dalam pengadaan barang dan jasa yaitu efisien, efektif, terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel. Apabila prinsip tersebut benar-benar dipakai dalam pelaksanaan procurement sebenarnya angka korupsi bisa ditekan. Namun pada kenyataannya pelaksanaan procurement seolah-olah lari dari prinsip-prinsip tersebut. Menurut KPK pada tahun 2006 sampai dengan 2007, sebesar 75 persen dari kasus yang ditangani merupakan korupsi dalam pengadaan barang dan jasa (Purwanto dkk, 2008:41). Hal ini menunjukkan bahwa procurement menjadi lahan basah untuk korupsi. 1
2 Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam procurement konvensional yaitu minimnya pengawasan karena kurangnya transparansi, adanya penyalahgunaan wewenang, munculnya hal atau kegiatan yang menyimpang dari kontrak, kolusi antara pejabat publik dan pemasok, dan adanya kekurangan pada SDM pelaksana lelang (Purwanto dkk, 2008:33). KPK menyatakan bahwa e-procurement bisa menjadi salah satu cara untuk mencegah korupsi. Pemerintah dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk memperbaiki proses pengadaan barang dan jasa. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 mengenai percepatan pemberantasan korupsi menjadi dasar Bappenas dalam melakukan kajian dan uji coba e-procurement di Kementrian Keuangan, Kementrian Pendidikan Nasional, Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sumatera Barat, dan Gorontalo (Jasin dkk, 2007:31). e-procurement merupakan pemindahan proses pengadaan barang dan jasa dari manual ke elektronik. Sistem e-procurement yang transparan tersebut akan memperbaiki sistem penawaran dalam lelang pengadaan barang dan jasa sektor publik sehingga dapat meminimalkan kesempatan calo dan pejabat yang ingin mengambil keuntungan pribadi. Berdasarkan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 kemudian Bappenas mengembangkan suatu sistem untuk mendukung e- procurement yang disebut dengan Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE). Pada 7 Desember 2007 pemerintah membentuk LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah) yang kemudian mengambil alih pengembangan e-procurement.
3 LKPP kemudian membentuk LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) untuk memfasilitasi pelaksanaan e-procurement. Kedudukan LPSE ini diperkuat oleh Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah Nomor 2 Tahun 2010 mengenai Layanan Pengadaan Secara Elektronik. Untuk memperkuat implementasi dari e-procurement, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah yang kemudian menggantikan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003. Dalam perkembangannya, sistem e-procurement diharapkan menjadi aplikasi yang mampu mendukung pelaksanaan perwujudan kinerja yang lebih baik di kalangan internal instansi pemerintah maupun pihak ketiga, serta dapat membantu menciptakan pemerintahan yang bersih (clean governance). Pada kenyataannya e-procurement masih memiliki kelemahan-kelemahan serta hambatan-hambatan dalam proses pelaksanaannya, seperti kurangnya dukungan finansial, terdapat beberapa instansi dan penyedia jasa lebih nyaman dengan sistem sebelumnya (pengadaan konvensional), kurangnya dukungan dari top manajemen, kurangnya skill dan pengetahuan tentang e-procurement serta jaminan keamanan sistem tersebut. LSM Indonesian Corruption Watch (ICW) menyorot adanya tiga permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan e-procurement di sektor pengadaan barang dan jasa di Indonesia. Rilis ICW yang diterima Antara di Jakarta, Senin (4/3), menyebutkan persoalan pertama, ketidaksiapan personalia, sistem dan infrastruktur. Permasalahan kedua, terkait kelemahan hukum
4 administrasi di Indonesia sehingga pada titik tertentu, sistem e-procurement itu dinilai tidak aman karena tidak terjamin rahasianya dan mudah diacak-acak pihak yang tidak bertanggung jawab. Kondisi tersebut juga diperparah oleh tidak adanya hukum yang mengaturnya, khususnya terkait penyelesaian sengketa yang sulit karena data ditentukan pada jam berlangsungnya pelelangan real time. Adapun persoalan ketiga, meskipun sudah dilakukan secara elektronik namun masih juga ditemukan kejanggalan pengadaan barang dan jasa lewat internet selama tahun 2007 (http://www.investor.co.id/home/icw-sorot-tiga-masalah-pelaksanaan-eprocurement/55983). Kabupaten Penajam Paser Utara merupakan salah satu daerah pemekaran di Provinsi Kalimantan Timur, sesuai dengan diterbitkannya UU No.7 Tahun 2002 tanggal 10 April 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara. Setelah pemekaran, Kabupaten Penajam Paser Utara terus berbenah diri untuk dapat melaksanakan segala ketentuan sebagai daerah otonom yaitu dalam penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan, khususnya yang menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara. Salah satu urusan yang menjadi fokus Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara yaitu melaksanakan pelayanan publik. Berkembangnya kebutuhan masyarakat menuntut pemerintah kabupaten untuk dapat menciptakan programprogram inovasi yang mampu menjawab tuntutan masyarakat secara efektif. Oleh karena itu, tuntutan untuk melaksanakan reformasi administrasi semakin tinggi. Reformasi administrasi yang menjadi sorotan Pemerintah Kabupaten PPU untuk memperbaiki pelayanan publik yakni dalam hal pengadaan barang dan jasa.
5 Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara terus menyempurnakan kegiatan pelelangan secara elektronik atau e-procurement. Hal itu dilakukan agar kepercayaan publik kepada aparat pemerintah di PPU dalam menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan di daerah dapat berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Demikian dikatakan, Plt. Sekda PPU, H. Tohar saat membacakan sambutan Bupati PPU, H. Yusran Aspar ketika digelar pelatihan pengadaan barang dan jasa (barjas) serta ujian sertifikasi barjas pemerintah (http://www.korankaltim.com/pemkab-ppu-sempurnakan-e-procurement/). Gambaran umum pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia khususnya di Kabupaten Penajam Paser Utara masih dirasa tidak efisien dan transparan, hal ini disebabkan adanya beberapa permasalahan dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa, yaitu sebagai berikut: 1. Kapasitas manajemen dan kelembagaan, yakni kurangnya kapasitas dan integritas sumber daya manusia untuk mengelola pengadaan barang dan jasa. Hal ini sesuai kutipan informasi yang berasal dari media massa elektronik yang berjudul Oknum ULP PPU Diduga Atur Pemenang Lelang, Penajam - Seorang oknum petugas tim Unit Lelang Pengadaan (ULP) Setkab Penajam Paser Utara (PPU) kedapatan mengarahkan pengaturan lelang, kepada pengusaha yang akan menjadi peserta lelang salah satu proyek (http://m.inilah.com/news/detail/1777007/oknum-ulp-ppu-diduga-aturpemenang-lelang).
6 2. Adanya intervensi oleh penyelenggara negara dalam hal ini oknum anggota legislatif dalam pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Penajam Paser Utara. Berdasarkan informasi media massa elektronik yang berjudul DPRD Penajam Paser Utara Intervensi Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) (https://harianmahakam.wordpress.com/2014/10/25/dprd-penajampaser-utara-intervensi-layanan-pengadaan-secara-elektronik-lpse/). 3. Belum optimalnya proses pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Penajam Paser Utara. Proses pengadaan masih berjalan lamban sehingga menghambat proses pembangunan di Penajam Paser Utara. Hal ini sesuai dengan kutipan berita media massa elektronik yang berjudul Sejumlah Lelang Proyek Lamban (http://www.korankaltim.com/sejumlah-lelang-proyek-lamban/). Beberapa permasalahan di atas dapat bermuara pada inefisiensi ataupun korupsi pada proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Oleh karena itu, layanan e-procurement yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi menjadi sebuah instrument pendekatan yang strategis untuk memecahkan permasalahan tersebut sehingga diharapkan secara cepat dapat memperbaiki kinerja pengadaan barang dan jasa pemerintah di Kabupaten Penajam Paser Utara. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, peneliti ingin mengkaji mengenai Penerapan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah guna mendukung ketahanan tata pemerintahan daerah (studi pada Unit Layanan Pengadaan barang dan jasa pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur).
7 1.2 Permasalahan Penelitian dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian, yakni pelaksanaan e-procurement di lapangan masih terdapat beberapa kendala dan masalah yang dapat menghambat penerapannya. Secara lebih spesifik, permasalahan penelitian dirumuskan dalam pertanyaan penelitian berikut: 1. Bagaimana penerapan prinsip e-procurement pada Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara? 2. Kendala apa yang dihadapi Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui proses e-procurement? 3. Bagaimana strategi yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara dalam mengatasi kendala penerapan e- procurement guna mendukung ketahanan tata pemerintahan daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara? 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian tentang penerapan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah guna mendukung ketahanan tata pemerintahan daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara belum pernah dilakukan, akan tetapi beberapa penelitian sejenis dengan penelitian ini telah banyak dilakukan di beberapa tempat yang berbeda, yaitu sebagai berikut :
8 Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Tentang e-procurement No. Nama/Riset Tahun Judul Perbedaan 1 Didik Wisnugroho (Tesis) 2 Bayu Kusuma Rendrayana (Tesis) 2011 Implementasi Kebijakan e- Procurement di Sektor Publik (Perbandingan LPSE Provinsi DIY dan LPSE Kota Yogyakarta) 2011 Evaluasi Sistem e- Procurement di Indonesia 3 Hendra (Tesis) 2011 Pelaksanaan Pengadaan Barang dan jasa Melalui Sistem e-procurment pada Kantor Sekretariat Negara 4 Aprizal (Tesis) 2012 Akuntabilitas Publik Dalam Pelaksanaan e-procuremen di Kota Pangkal Pinang 5 Sofyan Hadinata (Tesis) 6 Tuti Adiningsih (Tesis) 7 Eko Budi Santoso (Tesis) 8 Siska Bunga Angela (Tesis) 9 Ajeng Widi Hapsari (Tesis) Sumber: Data Sekunder 2014 (Diolah) 2012 Kesuksesan Sistem Teknologi Informasi Pada Penerapan e-procurement Di Pemerintah Daerah 2013 Efisiensi Implementasi e- Procurement pada Proses Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah Daerah (Studi Pada Pemerintah Kota Yogyakarta Tahun 2008-2012) 2013 Kajian Implementasi e- Procurement Dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa Dalam Mendukung Penyelenggaraan Pertahanan Negara (Studi Kasus di Biro Umum Settama Lemhannas RI) 2014 Kunci Sukses Implementasi e-procurement: Studi Kasus di PT. Pertamina (Persero) 2014 Pengaruh Kualitas Layanan Pada Kepuasan Pengguna Sistem Pengadaan Secara Elektronik Dalam Pengadaan Barang dan Jasa Di Sektor Pemerintah Kajian lebih difokuskan pada faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan e-procurement. Kajian lebih fokus kepada perusahaan swasta dan pemerintah dalam penggunaan e-procurement. Mengetahui hambatan-hambatan yang ada saat diterapkannya sistem e-procurement pada pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di Kantor Sekretariat Negara. Arahan lebih kepada akuntabilitas dalam penerapan e- procurement. Memperoleh bukti empiris mengenai kesuksesan sistem teknologi informasi yang ditinjau dari kualitas sistem dan kualitas informasi pada penerapan e- procurement di pemerintah daerah. Mengetahui efisiensi yang dicapai dengan melakukan implementasi sistem e-procurement di Pemerintah Kota Yogyakarta pada tahun 2008 2012 dan melihat perbandingan antara sistem pengadaan barang dan jasa secara manual atau konvensional dan pengadaan barang dan jasa secara elektronik (e-procurement). Mengetahui perkembangan e- procurement di berbagai negara termasuk Indonesia, mengkaji proses terwujudnya e-procurement di Lemhannas RI. Menguji secara empiris kesebelas faktor penentu keberhasilan implementasi e- procurement yang dikemukakan oleh Vaidya, et al. (2006). Fokus kepada analisis kualitas layanan terhadap kepuasan pengguna sistem.
9 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini dilakukan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian ini berfokus kepada penerapan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah guna mendukung ketahanan tata pemerintahan daerah yang responden dan informannya merupakan anggota Unit Layanan Pengadaan Kabupaten PPU. Berdasarkan penelusuran di perpustakaan terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan atau penelitian yang sedang dilakukan, sepanjang pengetahuan peneliti, penelitian tentang Penerapan e-procurement Dalam Proses Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Guna Mendukung Ketahanan Tata Pemerintahan Daerah (Studi pada Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur) belum pernah diteliti sebelumnya. Oleh karena itu, penelitian ini asli baik dari segi materi maupun lokasi penelitiannya. Dengan demikian, keaslian penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara keilmuan.
10 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini yakni: 1. Untuk menganalisis penerapan prinsip e-procurement pada Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa di Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara Provinsi Kalimantan Timur sesuai dengan Perpres 54 Tahun 2010. 2. Untuk mengkaji kendala yang dihadapi Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah melalui proses e-procurement. 3. Untuk merumuskan strategi yang dilakukan Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara dalam mengatasi kendala penerapan e-procurement guna mendukung ketahanan tata pemerintahan daerah di Kabupaten Penajam Paser Utara. 1.5 Manfaat Penelitian Berdasarkan fokus kajian dan tujuan penelitian, maka diharapkan penelitian memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Kegunaan teoritis, penelitian ini dapat menambah khasanah keilmuan khususnya pada bidang e-procurement dan menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya. 2. Kegunaan praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran bagi Pemerintah Daerah dalam hal penerapan e-procurement dalam proses pengadaan barang dan jasa guna mendukung ketahanan tata pemerintahan daerah khususnya di Kabupaten Penajam Paser Utara.