PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN EKOSITEM PERAIRAN

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENGUSAHAAN PASIR LAUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TABALONG TAHUN 2008 NOMOR

BUPATI MALINAU PROVINSI KALIMANTAN UTARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 9 TAHUN TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SIMEULUE QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 05 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI PROVINSI GORONTALO

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP PADA KEGIATAN USAHA

WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN ALOR TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA LINGKUNGAN HIDUP KAWASAN PESISIR DAN LAUT DI KABUPATEN ALOR

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BUPATI KEPULAUAN MERANTI PROVINSI RIAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN MERANTI NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH NO. 82/2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 515 TAHUN : 2001 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN LIMBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH BUPATI SLEMAN,

IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUARA ENIM,

PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO

BUPATI KEBUMEN PERATURAN BUPATI KEBUMEN NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA PERIKANAN DI PERAIRAN UMUM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MALANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 7 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN TASIKMALAYA

BUPATI BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN, PENGENDALIAN LINGKUNGAN DAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 9 TAHUN 2003 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 2

BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN MOJOKERTO

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 01 TAHUN 2010 TENTANG TATA LAKSANA PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB IV. A. Upaya yang Dilakukan Pemerintah dan Masyarakat dalam Mencegah dan. Menanggulangi Pencemaran Air Akibat Limbah Industri Rumahan sesuai

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2017 NOMOR : 27

PERATURAN BUPATI CILACAP NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG IJIN PEMBUANGAN DAN/ATAU PEMANFAATAN AIR LIMBAH DI KABUPATEN CILACAP

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 10 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 128 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH KOTA PADANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 04 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH TIMAH

2017, No Peraturan Menteri; d. bahwa dalam rangka optimalisasi penanganan barang bukti tindak pidana lingkungan hidup dan kehutanan perlu diatu

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 06 TAHUN 2011 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN LINGKUNGAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG

SALINA BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL) KABUPATEN BULUNGAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004 TENTANG PERIKANAN [LN 2004/118, TLN 4433]

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 04 TAHUN 2004 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DI PROVINSI GORONTALO

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1990 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

WALIKOTA JAMBI PROVINSI JAMBI

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 1999 Tentang : Pengendalian Pencemaran Dan/Atau Perusakan Laut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MAKASSAR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 04 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG IZIN PEMBUANGAN DAN PEMANFAATAN AIR LIMBAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Payung Hukum. 1. kewajiban memperhatikan perlindungan fungsi lingkungan hidup. Menurut UU. Mengawal Hukum Lingkungan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG IZIN USAHA PENGAMBILAN DAN PEMANFAATAN AIR PERMUKAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 09 TAHUN 2006 TENTANG BAKU MUTU AIR LIMBAH BAGI USAHA DAN/ATAU KEGIATAN PERTAMBANGAN BIJIH NIKEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 8 TAHUN 2008 T E N T A N G TATA CARA PEMBERIAN IZIN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.14/MEN/2007 TENTANG

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR 45 TAHUN 2005 SERI C NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TOJO UNA-UNA NOMOR : 45 TAHUN 2005 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR : 5 TAHUN 2003

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI IZIN PENGENDALIAN PEMBUANGAN LIMBAH CAIR DI KOTA BONTANG

Transkripsi:

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTORAT PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DIREKTORAT JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR : KEP 59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN Menimbang : a. bahwa untuk memberikan pemahaman terhadap pelaksanaan pengawasan pencemaran perairan bagi Pengawas Kelautan dan Perikanan, dipandang perlu adanya Petunjuk Teknis Pengawasan Pencemaran Perairan; b. bahwa untuk itu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Pencemaran Perairan; Mengingat : 1. Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan; 2. Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 4. Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan Sumberdaya Alam Hayati di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI); 5. Peraturan Pemerintah. No. 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan; 6. Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut; 7. Peraturan Pemerintah.No.18 Tahun 1999 Jo Peraturan Pemerintah No. 85 tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3); 8. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup; 9. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Kabupaten dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; 10. Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan.

MEMUTUSKAN Menetapkan PERTAMA KEDUA KETIGA : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN : Petunjuk Teknis Pengawasan Pencemaran Perairan adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan ini. : Petunjuk Teknis Pengawasan Pencemaran Perairan sebagaimana dimaksud diktum PERTAMA digunakan sebagai acuan oleh pengawas dalam melaksanakan Pengawasan Pencemaran Perairan. : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 23 Februari 2011 Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Syahrin Abdurrahman, SE

Lampiran : Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Nomor :KEP 59/DJ- PSDKP/2011 Tentang Petunjuk Teknis Pengawasan Pencemaran Perairan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG a. Perairan Indonesia memiliki potensi dan manfaat yang besar bagi kesejahteraan masyarakat. Semakin meningkatnya teknologi, aktifitas, dan perkembangan penduduk yang sangat pesat menyebabkan meningkatnya kebutuhan sandang, pangan dan tempat tinggal dengan membawa konsekuensi terhadap penurunan kualitas lingkungan perairan, termasuk didalamnya perairan umum (sungai, danau, waduk) dan perairan laut. b. Pada umumnya pencemaran perairan terjadi karena ulah manusia yang melakukan dumping (pembuangan) limbah secara langsung ke lingkungan perairan, walaupun sudah diketahui dan dipahami bahwa bahan limbah tersebut sangat berbahaya bagi kesinambungan dan keberlanjutan sumberdaya ikan. c. Berdasarkan sumbernya, pencemaran dikelompokkan menjadi 2 (dua) yaitu pencemaran yang berasal dari daratan (land-based pollution) dan pencemaran yang berasal dari laut (sea-based pollution). Bahan pencemar dapat berasal dari limbah industri, domestik, pertambangan, pelayaran, budidaya, tumpahan minyak dan pertanian. Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah dari sumber tersebut antara lain berupa sedimen, unsur hara, logam beracun (Hg, Cd, Pb dan Cu), pestisida, sampah dan organisme patogen. d. Pencemaran perairan akan berdampak pada kelangsungan hayati apabila tidak diatasi dengan serius. Langkah-langkah konkrit diperlukan untuk mencegah penurunan fungsi dan manfaat sumberdaya perairan. Mengingat berbagai kondisi dan kegiatan tersebut dapat membahayakan kelestarian potensi sumberdaya kelautan dan perikanan maka Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan perikanan, membuat petunjuk teknis pengawasan pencemaran perairan. e. Petunjuk teknis pengawasan pencemaran perairan ini berguna sebagai pedoman dalam melakukan pelaksanaan pengawasan perairan yang dilakukan oleh Pengawas Kelautan dan Perikanan yang berada di pusat maupun daerah (Dinas, UPT, Satker Pengawasan dan Pos Pengawasan). 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN a. Petunjuk teknis pengawasan pencemaran perairan ini ditetapkan dengan maksud sebagai acuan bagi Pengawas Kelautan dan Perikanan/Penyidik Pegawai Negeri Sipil Kelautan dan Perikanan dalam melaksanakan pengawasan pencemaran perairan. b. Petunjuk teknis pengawasan pencemaran perairan ini ditetapkan dengan tujuan agar terciptanya kesepahaman dalam melaksanakan pengawasan pencemaran perairan.

1.3. RUANG LINGKUP Ruang lingkup petunjuk teknis pencemaran perairan ini meliputi : a. Objek pengawasan; b. Tugas dan kewenangan Pengawas Kelautan dan Perikanan; c. Prosedur dan tata cara pengawasan; d. Pelaksanaan pengawasan pencemaran perairan; e. Pelaporan. 1.4. PENGERTIAN a. Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang) seperti danau. Perairan ini dapat merupakan perairan tawar, payau, maupun asin (laut). b. Pencemaran perairan adalah : masuknya atau dimasukkannya makhluk hudup, zat, dan energi dan/atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu air yang telah ditetapkan. c. Pengawasan adalah setiap upaya dan atau tindakan yang bertujuan terciptanya tertib pelaksanaan peraturan perundang-undangan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan. d. Pengawas Kelautan dan Perikanan adalah pegawai negeri sipil yang bekerja di bidang perikanan yang diangkat oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk. e. Perairan Indonesia adalah laut teritorial Indonesia beserta perairan kepulauan dan perairan pedalamannya. f. Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 (dua belas) mil laut yang diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia. g. Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, adalah jalur di luar dan berbatasan dengan laut teritorial Indonesia sebagaimana ditetapkan berdasarkan undang-undang yang berlaku tentang perairan Indonesia yang meliputi dasar laut, tanah di bawahnya, dan air di atasnya dengan batas terluar 200 (dua ratus) mil laut yang diukur dari garis pangkal laut teritorial Indonesia. h. Dumping (pembuangan) adalah kegiatan membuang, menempatkan, dan/ atau memasukkan limbah dan/ atau bahan dalam jumlah, konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media lingkungan hidup tertentu. i. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib amdal atau Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL)-Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/ atau kegiatan. j. Izin usaha dan/ atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/ atau kegiatan. k. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut Amdal, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan. l. Baku mutu air adalah batas kadar dan jumlah organisme, zat, energi atau komponen lingkungan lainnya yang dapat ditenggang keberadaannya dalam air sebagai sumber air bagi kegiatan tertentu sesuai dengan peruntukannya. m. Sumber adalah asal atau penyebab terjadinya pencemaran perairan. n. Bahan adalah zat atau unsur yang terkandung di dalam sumber pencemaran perairan.

o. Laboratorium adalah tempat untuk melakukan pemeriksaan contoh air secara fisika dan kimia. p. Pokwasmas atau kelompok pengawas masyarakat adalah kelompok masyarakat yang melakukan pengawasan terhadap sumberdaya kelautan dan perikanan di wilayahnya masing-masing. q. Pelaporan adalah suatu kesimpulan hasil pengawasan yang dilakukan yang di sampaikan kepada pimpinan r. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. s. Direktur adalah Direktur Pengawasan Sumberdaya Kelautan. BAB II LOKASI DAN OBJEK PENGAWASAN 3.1. LOKASI PENGAWASAN Pengawasan pencemaran perairan dilakukan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia meliputi: a. Perairan Indonesia; b. ZEEI (Zona Ekonomi Ekskusif Indonesia); dan c. Sungai, danau, waduk, rawa, dan genangan air lainnya yang dapat diusahakan serta lahan pembudidayaan ikan yang potensial di wilayah Republik Indonesia. 3.2. OBJEK PENGAWASAN Objek pengawasan pencemaran perairan meliputi: 1. Sumberdaya ikan dan biota perairan yang terkena dampak pencemaran. 2. Industri perikanan dan industri non perikanan yang berpotensi menimbulkan pencemaran. 3. Lingkungan perairan yang perlu diawasi antara lain : a. Habitat ikan (air tawar, payau, laut) b. Ekosistem laut (terumbu karang, mangrove, lamun dan estuaria) c. Daerah genangan air (danau, waduk, rawa-rawa pantai) d. Lingkungan non hayati (sedimen, pasir, lumpur, batuan) BAB III PETUGAS PENGAWAS 3.1. IDENTITAS PENGAWAS Pengawas adalah adalah Pengawas Kelautan dan Perikanan yaitu pegawai negeri sipil yang bekerja dibidang perikanan yang di angkat oleh menteri atau pejabat yang di tunjuk. Dalam melaksanakan tugasnya, pengawas dilengkapi dengan Surat Perintah Tugas (SPT) dan menggunakan seragam serta atribut Pengawas Kelautan dan Perikanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3.2. TUGAS DAN WEWENANG 1. Pengawas Kelautan dan Perikanan bertugas untuk menjamin tertibnya pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang kegiatan/aktivitas pemanfaatan perairan.

2. Pengawas kelautan dan perikanan dalam melaksanakan tugasnya, memiliki kewenangan : a. Melakukan pemeriksanaan/ pengecekan atas kebenaran atau keterangan adanya kasus pencemaran perairan. b. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dan pokwasmas terkait pencemaran perairan. c. Melakukan pengecekan kelayakan sarana dan prasarana yang digunakan untuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan d. Mengambil contoh ikan, alat dan/atau bahan lainnya yang diperlukan untuk keperluan pengujian dan melakukan verifikasi hasil pengawasan. e. Melaporkan fakta hasil pengawasan di lapangan yang mencakup hasil analisa sampel, foto/gambar, salinan dokumen, pernyataan dari saksi dan pengamatan visual secara lengkap, akurat dan obyektif kepada Direktur Jenderal. f. Merekomendasikan langkah yang perlu diambil cepat akibat pencemaran dan berdampak terhadap sumberdaya lingkungan kepada Direktur Jenderal. BAB IV MEKANISME PENGAWASAN 4.1. PERSIAPAN PELAKSANAAN PENGAWASAN Beberapa hal yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengawasan, antara lain: 1. Identifikasi masalah dan menentukan lokasi pengawasan berdasarkan prioritas yang berpotensi menimbulkan pencemaran; 2. Informasi adanya kasus pencemaran perairan yang sumbernya dapat berasal dari masyarakat, media cetak/elektronik, Pengawas Kelautan dan Perikanan, atau memang sudah diketahui bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah rawan pencemaran; 3. Analisis singkat tentang luas areal yang tercemar, sumber pencemaran dan seterusnya; 4. Persiapan sarana dan prasarana yang diperlukan dalam operasi pengawasan, meliputi: peralatan pengujian kualitas air tercemar antara lain: water kit, kamera, GPS, peta lokasi, alat tulis dan alat komunikasi; 4.2. PELAKSANAAN PENGAWASAN Langkah-langkah yang dilakukan pada saat pelaksanaan pengawasan, yaitu : 1. Inventarisasi berbagai kegiatan perikanan dan non perikanan di sekitar lokasi pencemaran 2. Pengumpulan bahan keterangan melalui interview dengan masyarakat di sekitar lokasi kejadian (jumlah penduduk, jenis mata pencarian, jumlah pendapatan); 3. Pengujian kualitas air dan pengambilan sampel air serta biota perairan dari lokasi yang diduga tercemar untuk dianalisis di laboratorium; 4. Pemeriksaan keabsahan dokumen dan hal lainnya yang menjadi objek pengawasan; 5. Pelaporan pelaksanaan pengawasan dan rekomendasi dituangkan pada Form Pengawasan Pencemaran perairan (FM/SDK-03); 6. Apabila ditemukan adanya dugaan pencemaran perairan, Pengawas Kelautan dan Perikanan menyerahkan kasus tersebut kepada PPNS Kelautan dan Perikanan untuk dilakukan proses hukum/ penyidikan.

BAB V PELAPORAN DAN TINDAK LANJUT 5.1. PELAPORAN 1. Setiap Pengawas yang melakukan pengawasan pencemaran perairan wajib melaporkan hasil pengawasannya kepada kepala satuan unit kerjanya. Hasil pengawasan meliputi hal-hal sebagai berikut : (a). waktu kejadian (b). lokasi kejadian (c). sumber dan jenis bahan pencemar (d). pelaku pencemaran (e). kualitas air/kondisi perairan (f). perkiraan dampak terhadap perikanan dan lingkungannya (g). upaya penanganan yang telah/sedang dilakukan (h). tindak lanjut/ rekomendasi (i). identitas petugas pengawas. 2. Satuan Unit Kerja sebagaimana dimaksud pada point (1) melakukan rekapitulasi pelaporan hasil pengawasan pencemaran perairan untuk selanjutnya dilaporkan kepada Dirjen PSDKP dengan tembusan kepada Direktur Pengawasan SDK dan UPT PSDKP yang membawahinya, selambat-lambatnya tanggal 5 setiap bulan. 3. Form isian laporan sebagaimana tercantum pada lampiran (FM/SDK-03). 5.2. VERIFIKASI HASIL PENGAWASAN Verifikasi dilakukan terhadap : 1. Keabsahan dokumen yang diambil dengan pengesahan dari pejabat yang berwenang; 2. Pengumpulan barang bukti akibat pencemaran. 3. Pemeriksaan terhadap penanggung jawab kegiatan yang menyebabkan terjadi pencemaran di perairan yang di tuangkan dalam Berita Acara Klarifikasi. 5.3. TINDAK LANJUT HASIL PENGAWASAN Selanjutnya diambil langkah konkrit sebagai tindak lanjut hasil pengawasan, sebagai berikut : 1. Koordinasi pengawasan secara terpadu dengan berbagai instansi terkait, baik di tingkat pusat dan daerah seperti Kementerian Lingkungan Hidup, Ditjen Perhubungan Laut, Pertamina, Badan Lingkungan Hidup Daerah dan stakeholder/ masyarakat untuk memudahkan dalam pelaksanaan di lapangan sehingga kendala yang timbul dapat segera teratasi; 2. Jika dalam pengawasan ditemukan adanya pelanggaran maka dapat dikenai sanksi sebagai berikut: a. Sanksi administratif Sanksi administratif dikenakan pada pelanggaran administrasi sebagaimana di atur dalam undang-undang yang berlaku; b. Sanksi pidana Sanksi pidana dikenakan terhadap setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan mengakibatkan dilampauinya baku mutu air/ air laut atau kriteria baku kerusakan ekosistem laut sesuai Undang-undang No 31 tahun 2004 tentang perikanan Pasal 12 ayat (1) Jo pasal 86 ayat (1) yang tertuang sebagai berikut :

Pasal 12 ayat (1) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia. Pasal 86 ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja diwilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau kerusakan sumberdaya ikan dan/atau lingkungannya sebagaimana dimaksud pada pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). c. Untuk nelayan kecil dan usaha kecil dilakukan pembinaan sebelum diambil tindakan administratif dan pidana. BAB VI PENUTUP Petunjuk Teknis ini bersifat dinamis dan akan disesuaikan kembali apabila terjadi perubahan sesuai perkembangan dan kebutuhan. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Syahrin Abdurahman, SE