Perkembangan Asas Hukum Pidana dan Perbandingan dengan Islam

dokumen-dokumen yang mirip
MEMPERTANYAKAN KEMBALI KEPASTIAN HUKUM DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA DAN SISTEM HUKUM NASIONAL. Oleh : Mustafa Abdullah ABSTRAK

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

Pengantar Hukum Indonesia Materi Hukum Pidana. Disampaikan oleh : Fully Handayani R.

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

Faiq Tobroni, SHI., MH. Bahan Kuliah Faiq Tobroni

II.TINJAUAN PUSTAKA. elektronik yang bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. umur harus dipertanggungjawabkan. Dalam hukum pidana konsep responsibility

BAB I PENDAHULUAN. Nullum delictun, nulla poena sine praevia lege poenali yang lebih dikenal

BAB I PENDAHULUAN. dengan tindak pidana, Moeljatno merumuskan istilah perbuatan pidana, yaitu

TENTIR UJIAN TENGAH SEMESTER PENGANTAR HUKUM INDONESIA BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS HUKUM 2012

Kapita Selekta Ilmu Sosial

PERADILAN: PROSES PEMBERIAN KEADILAN DI SUATU LEMBAGA YANG DISEBUT PENGADILAN:

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peraturan perundangan undangan yang berlaku dan pelakunya dapat dikenai

UNSUR KESALAHAN DALAM PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tugas dan Wewenang Hakim dalam Proses Peradilan Pidana. Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk

Lex Crimen Vol. II/No. 7/November/2013. PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DARI ANAK DIBAWAH UMUR YANG MELAKUKAN PEMBUNUHAN 1 Oleh : Safrizal Walahe 2

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

RANCANGAN. : Ruang Rapat Komisi III DPR RI : Pembahasan DIM RUU tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

"Itu Kejahatan": Perampasan kemerdekaan secara tidak sah

SOAL DAN JAWABAN TENTIR UTS ASAS-ASAS HUKUM PIDANA 2016 BY PERSEKUTUAN OIKUMENE (PO)

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

ASAS LEGALITAS DALAM DOKTRIN HUKUM INDONESIA: PRINSIP DAN PENERAPAN. Oleh: Dwi Afrimeti Timoera* ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dipidana jika tidak ada kesalahan ( Green Straf Zonder Schuld) merupakan dasar

ASAS LEGALITAS Dalam Rancangan KUHP 2005

PERTENTANGAN ASAS LEGALITAS FORMIL DAN MATERIIL DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG KUHP *

BAB VII PENUTUP A. Kesimpulan

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI PELAKU PELANGGARAN HAK INDIKASI GEOGRAFIS

PSIKIATER DALAM MENENTUKAN KETIDAKMAMPUAN BERTANGGUNG JAWAB DALAM PASAL 44 KUHP. Oleh Rommy Pratama*) Abstrak

PHI 6 ASAS HUKUM PIDANA

Soal Tentir Asas-Asas Hukum Pidana 2015

Tindak pidana perampasan kemerdekaan orang lain atas dasar. keduanya, diantaranya persamaan-persamaan itu adalah sebagai berikut:

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNG JAWABAN PIDANA. Pertanggung Jawaban pidana dalam istilah asing tersebut juga dengan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

itu asas-asas dan dasar-dasar tata hukum MEMBANGUN SISTEM HUKUM PIDANA YANG pidana dan hukum pidana colonial MENJUNJUNG TINGGI NILAI-NILAI KEADILAN

BAB V PENUTUP. putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

BAB II. menurut terminology mempunyai makna dasar, asal dan fundamental. tersebut dikesampingkan, maka bangunan undang-undang dan

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan

Beberapa Catatan tentang Konsep Strict Liability dan Penerapannya dalam Praktek Penegakan Hukum Lingkungan dan Hukum Kehutanan dan Perkebunan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tertentu terhadap informasi mengenai keadaan bank. Pejabat bank adalah mereka yang memiliki

KEDUDUKAN HUKUM PIDANA ADAT DALAM HUKUM PIDANA NASIONAL

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

PUTUSAN. No K/Pid.Sus/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH AGUNG

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

PERLUASAN ASAS LEGALITAS DALAM RUU KUHP

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN Oleh DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd Materi Ke-1 Hakikat Perlindungan dan Penegakkan Hukum

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindakan apa yang seharusnya dijatuhkan pidana dan apa macam pidananya yang bersesuaian.

HUKUM PEMBUKTIAN KEJAHATAN TI

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN MASALAH HUKUM

PROGRAM KEPATUHAN KORPORASI SEBAGAI ALASAN PEMAAF

I. PENDAHULUAN. Manusia didalam pergaulan sehari-hari tidak dapat terlepas dari interaksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman-pengalaman tentang bagaimana memenuhi kebutuhan pokok primary

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

RANCANGAN. Tahun Sidang : Masa Persidangan : I Rapat ke :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana atau delik berasal dari bahasa Latin delicta atau delictum yang di

PEMIDANAAN SERTA POLITIK HUKUM PIDANA DALAM KUHP/RKUHP DAN PERBANDINGAN DENGAN ISLAM

Penipuan, Perampokan, Penganiayaan, Pemerkosaan, dan Korupsi. Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-najar dalam diktat Pengantar Ilmu Hukum -nya

KEBIJAKAN FORMULASI ASAS SIFAT MELAWAN HUKUM MATERIEL DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Perbuatan yang Termasuk dalam Tindak Pidana. Hukum pidana dalam arti objektif atau ius poenale yaitu sejumlah peraturan yang

Daftar Pustaka. Glosarium

BAB I PENDAHULUAN. dalam peta dunia, maka akan tampak jelas wilayah negara Indonesia

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana atau melawan hukum, sebagaimana dirumuskan dalam Undang-

I. PENDAHULUAN. berkembang sejalan dengan perkembangan tingkat peradaban. Berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. pelakunya disebut penjahat. Labelling Theory memandang bahwa para

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

II. TINJAUAN PUSTAKA. tindak pidana. Moeljatno menyatakan bahwa orang tidak mungkin dipertanggungjawabkan

LAPORAN PENELITIAN. PENERAPAN SANKSI PIDANA DAN TINDAKAN SEBAGAI SISTEM PEMIDANAAN TERHADAP ANAK (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Semarang) Oleh:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dr. Mudzakkir, S.H., M.H Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia

kejahatan ekonomi di bidang perbankan dalam hukum pidana yang akan datang.

BAB I PENGANTAR 1.1 Pengertian Hukum Pidana Hukum Pidana Endah Lestari D.,SH,MH. Fakultas Hukum Univ. Narotama Surabaya

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mempunyai tiga arti, antara lain : 102. keadilanuntuk melakukan sesuatu. tindakansegera atau di masa depan.

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

Pertanggungjawaban pidana mengandung asas kesalahan (asas culpabilitas), yang. didasarkan pada keseimbangan monodualistik bahwa asas kesalahan yang

II TINJAUAN PUSTAKA. mencari untung. Sedangkan penipuan sendiri berdasarkan Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menyerukan manusia untuk mematuhi segala apa yang telah ditetapkan oleh Allah

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun (selanjutnya disebut UUD 1945) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

I. PENDAHULUAN. Hakim memiliki peranan penting dalam suatu proses persidangan yaitu. mengambil suatu keputusan hukum dalam suatu perkara dengan

BAB II. A. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi. 1. Pengertian Korporasi. Berbicara tentang korporasi maka kita tidak bisa melepaskan

Oleh: Abdul Hakim G Nusantara SH, LLM. Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

I. PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, pengertian hutan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan

Sumber Hukum Pidana Inggris

KEPASTIAN HUKUM. Disusun oleh : Heri Triyanto. Tingkat/Program : l/s1 HUKUM. Dosen Pembimbing : Bpk. Holy One.NS,SH

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana. hukum yang berlaku disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturanaturan

Transkripsi:

Perkembangan Asas Hukum Pidana dan Perbandingan dengan Islam Faiq Tobroni, SHI., MH.

Perkembangan Asas Asas Legalitas 1. Dalam Rancangan KUHP, asas legalitas telah diatur secara berbeda dibandingkan Wetboek van Straftrecht (WvS). 2. Asas legalitas pada dasarnya menghendaki: (i) perbuatan yang dilarang harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan, (ii) peraturan tersebut harus ada sebelum perbuatan yang dilarang itu dilakukan. Tetapi, adagium nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali telah mengalami pergeseran, seperti dapat dilihat dalam Pasal 1 Rancangan KUHP berikut ini: a. Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan. b. Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan analogi.

c. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang undangan. d. Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan/atau prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa. Sebagian ahli hukum pidana menganggap bahwa pengaturan tersebut merupakan perluasan dari asas legalitas. Tetapi, sebagian lagi menganggap pengaturan tersebut sebagai kemunduran, terutama bunyi Pasal 1 ayat (3). Pengaturan Pasal 1 ayat (3) Rancangan KUHP kontradiktif dengan Pasal 1 ayat (2) yang melarang penggunaan analogi. Padahal Pasal 1 ayat (3), menurut Prof. Andi Hamzah, merupakan analogi yang bersifat gesetz analogi, yaitu analogi terhadap perbuatan yang sama sekali tidak terdapat dalam hukum pidana. Selanjutnya, menurut Prof. Andi Hamzah, pelarangan analogi dalam Pasal 1 ayat (2) lebih pada recht analogi, yaitu analogi terhadap perbuatan yang mempunyai kemiripan dengan perbuatan yang dilarang oleh hukum pidana.

Dalam kaitannya dengan hak negara untuk menghukum seseorang (ius punendi), asas legalitas merupakan safeguard dari kesewenang-wenanagan penguasa. Asas legalitas ini dianggap sebagai salah satu wujud dari perjanjian antara penguasa dan individu itu. Dalam artian, kebebasan individu sebagai subyek hukum mendapatkan jaminan perlindungan kontraktual melalui asas legalitas. Melalui asas legalitas inilah terjadi suatu pembenaran kepada negara untuk menjatuhkan pidana sehingga ada kepastian hukum. Asas legalitas ini diatur pula dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman; tidak seorang pun dapat dihadapkan di depan pengadilan selain daripada yang ditentukan oleh undang-undang. Bunyi pasal ini memperkuatkan kembali kehendak asas legalitas terhadap hukum pidana yang dibuat secara tertulis. UUD 1945 Amandemen II Pasal 28 I ayat (1) Hak untuk hidup, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Begitu pula dalam Amandemen IV disebutkan bahwa Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam perundangundangan.

Sebagai peraturan peninggalan Belanda, menurut Mudzakkir, asas legalitas kemudian menjadi problem dalam penerapannya. Asas legalitas dihadapkan pada realitas masyarakat Indonesia yang heterogen. KUHP maupun ketentuan pidana di luarnya masih menyisakan bidang perbuatan yang oleh masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dilarang, sementara undang-undang tertulis tidak mengatur larangan itu. Dalam sejarah hukum pidana Indonesia, keberadaan pengadilan adat memungkinkan diterapkannya pidana adat dan hukum yang hidup dalam masyarakat (living law) walaupun tindak pidana adat itu tidak diatur dalam KUHP. Dalam prakteknya, peradilan adat ini menjadikan hukum adat dan hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai dasar untuk menuntut dan menghukum seseorang. Seseorang yang dianggap melanggar hukum adat (pidana adat) dapat diajukan ke pengadilan dan diberi hukuman. RKUHP mencantumkan hukum yang hidup dalam masyarakat sebagai penyimpangan asas legalitas. The Living Law mencakup hukum kebiasaan, hukum adat, hukum lokal, hukum asli, hukum pribumi dan sebagainya. Pada dasarnya, hukumhukum yang tersebut itu mempunyai karakter yang sama, yaitu tidak tertulis. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah hukum yang hidup dalam masyarakat ini tercakup juga hukum agama, misalnya hukum Islam -- yang berlaku di NAD yang berbeda karena tertulis dalam Kitab dan Hadist.

Disamping itu, penerapan asas legalitas juga harus tetap memperhatikan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam hukum internasional, dimana dalam prakteknya ada penyimpangan terhadap penerapan dan pemberlakuan asas legalitas ini. Contoh yang pernah terjadi dalam praktek hukum, baik nasional maupun internasional, misalnya praktek di Pengadilan HAM Tim-tim dan Tanjung Priok. Selanjutnya dalam Tokyo Tribunal, ICTY dan ICTR. Oleh karena itu, adanya penyimpangan terhadap asas legalitas adalah sebagai upaya untuk mensinkronkan ketentuan hukum nasional dengan instrumen HAM internasional. Hal ini dapat terlihat dari pengalaman pengadilan nasional dan internasional terhadap pelaku pelanggaran HAM selama ini, dimana terhadap para pelaku pelanggaran HAM tersebut diterapkan ketentuan berlaku surut.

Penyimpangan Asas Pidana Untuk Tanggungg Jawab Pidana Korporasi Latar Belakang Dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan dasar dapat dipidananya pembuat tindak pidana adalah asas kesalahan. Ini berarti bahwa pembuat tindak pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana tersebut. Kapan seseorang dikatakan mempunyai kesalahan adalah merupakan hal yang menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana. Seseorang mempunyai kesalahan bilamana pada waktu melakukan tindak pidana, dilihat dari segi kemasyarakatan, ia dapat dicela oleh karena perbuatannya. Tindak pidana tidak termasuk pertanggungjawaban pidana. Tindak pidana hanya menunjuk pada dilarangnya perbuatan sebagaimana ditetapkan dalam suatu peraturan perundang-undangan. Apakah pembuat tindak pidana yang telah melakukan perbuatan yang dilarang kemudian juga dijatuhi pidana, sangat tergantung pada persoalan apakah dalam melakukan perbuatan tersebut pembuat tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, apakah pembuat tindak pidana mempunyai kesalahan.

Yang dimaksud dengan kesalahan adalah keadaan jiwa seseorang yang melakukan perbuatan dan perbuatan yang dilakukan itu sedemikian rupa, sehingga orang itu patut dicela. Apabila pembuat tindak pidana memang mempunyai kesalahan dalam melakukan tindak pidana, maka ia akan dijatuhi pidana. Tetapi, apabila pembuat tindak pidana tidak mempunyai kesalahan, walaupun telah melakukan perbuatan yang dilarang dan perbuatan tersebut diancam dengan pidana, ia tidak akan dijatuhi pidana. Dengan demikian, asas tiada pidana tanpa kesalahan merupakan asas fundamental dalam pertanggungjawaban pembuat tindak pidana karena telah melakukan tindak pidana. Karena kesalahan terdiri dari kemampuan bertanggung jawab, kesengajaan, kealpaan, dan tidak ada alasan pemaaf, maka kesalahan ini hanya dapat diterapkan pada manusia karena untuk memenuhi unsur kemampuan bertanggung jawab, biasanya dilihat dari usia. Oleh karena itu, unsur kesalahan hanya dapat dipenuhi oleh orang (naturlijke person). Bagi Korporasi, unsur kesalahan ini sulit apabila diterapkani, karena Korporasi bukanlah manusia. Ia tidak memiliki jiwa dan karena itu sulit untuk mengetahui niat serta mengukur kedewasaannya. Namun, apabila Korporasi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban hanya karena sulitnya membuktikan kesalahan, maka akan terjadi impunity terhadap Korporasi, padahal Korporasi juga banyak melakukan tindak pidana.

Di Indonesia, salah satu cara agar Korporasi juga dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana adalah dengan diterapkannya salah satu teori, yaitu asas tiada pidana tanpa kesalahan. Terdapat 7 (tujuh) konsep yang merupakan perkembangan dari diskursus doktrin-doktrin mengenai tanggung jawab pidana Korporasi. Harapannya, konsep-konsep tersebut secara kontekstual sesuai dengan eksplorasi mengenai kecenderungan konsep yang dipakai dalam RUU KUHP. Tujuh konsep tersebut adalah identification doctrine, aggregation doctrine, reactive corporate fault, vicarious liability, management failure model, corporate mens rea doctrine, dan specific corporate offences.

Perbandingan dengan Asas Islam Istilah asas legalitas dalam Syari at Islam tidak ditentukan secara jelas sebagaimana terdapat dalam KUHP. Kendati demikian bukan berarti Islam tidak mempunyai asas legalitas. Asas legalitas yang dianut dalam Islam berpangkal dari beberapa ayat: 1. Al-Isra (15) 2. Al-Qasas (59) 3. Al-An am (19) 4. Al-Baqarah (286) Disamping itu beberapa kaidah fikih: 1. Tidak ada hukuman bagi perbuatan orang berakal sebelum adanya ketentuan Nash. 2. Tidak ada tindak pidana dan tidak ada hukuman kecuali adanya nash. 3. Pada asalnya semua perkara dan perbuatan adalah diperbolehkan kecuali adanya dalil yang mengharamkan atau melarang perbuatan tersebut.

Berdasarkan ayat-ayat Al-Quran dan kaidah hukum Islam tersebut, maka dalam penerapan asas legalitas ada dua hal yang harus dipenuhi: 1. Syarat yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf: a) Sanggup memahami nash syara yang berisi taklif baik yang berbentuk tuntutan maupun larangan, sehingga orang gila termasuk. b) Pantas dimintai pertanggungjawaban pidana dan dapat dijatuhi hukuman,sehingga tdk termasuk bagi orang yang membela diri. 2. Syarat yang berkaitan dengan dengan perbutan mukallaf. a) Perbuatan itu mungkin sanggup dikerjakan atau ditinggalkan. b) Perbuatan itu dapat diketahui dengan sempurna oleh orang yang berakal atau mukallaf.