Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak balita (WHO, 2013 & 2016). Sebanyak 760 ribu balita meninggal karena diare di tiap tahunnya (WHO, 2013). Angka mortalitas balita yang disebabkan diare sebesar 11% (UNICEF, 2012 dan WHO, 2013). Di Indonesia, diare merupakan penyebab utama kematian pada anak balita dengan persentase sebesar 25,2% (Riskesdas, 2008). Penyebab utama kematian bayi dan anak akibat diare adalah keadaan dehidrasi yang berat (SDKI, 2012). Menurut Soenarto (2010) diare akut pada balita paling banyak disebabkan oleh infeksi rotavirus. Salah satu penyebab dehidrasi karena ketidaksesuaian penatalaksanaan diare baik di pelayanan kesehatan maupun di rumah (Riskesdas, 2013). Hal tersebut ditunjukkan dengan cakupan penggunaan oralit dan zinc pada anak balita dengan diare di Indonesia sebesar 33,3% dan 16,9% (Riskesdas, 2013). Cakupan rehidrasi oral (oralit atau larutan gula garam) atau menambah cairan sebesar 66%, pemberian antibiotik sebesar 13%, pemberian obat tradisional atau lainnya sebesar 45%, dan tidak mendapat pengobatan sama sekali pada anak dengan diare sebesar 15% (SDKI, 2012). Penelitian di suatu RS Pendidikan menyebutkan bahwa 1
2 pemberian cairan pada anak diare sebesar 85%, makanan yang sesuai kurang dari 50%, pemberian zinc 64%, pemberian antibiotik 76% dan edukasi kurang dari 30% (Juffrie et al, 2013). Padahal menurut penelitian yang sama, pemberian antibiotik seharusnya hanya diberikan pada 7,6% dari seluruh kasus diare (Juffrie et al, 2013). Penelitian tentang ketidaksesuaian petugas terhadap tata laksana yang dilakukan Sidik et al. (2013) menunjukkan bahwa terdapat kelemahan untuk skor diare, yaitu rencana rehidrasi yang tidak jelas, cairan intravena diberikan pada semua kasus diare sedangkan oralit tidak diberikan, antibiotik dan antidiare masih diberikan pada diare cair. Penelitian yang dilakukan Hoque et al. (2012) di Bangladesh menunjukkan bahwa belum semua rumah sakit melakukan penilaian dehidrasi dengan benar, pemantauan rehidrasi sesuai tingkat dehidrasi, pemberian antibiotik secara selektif, dan anjuran untuk melanjutkan makan selama diare, belum dilakukan di rumah sakit. Penelitian yang dilakukan Weru et al. (2012) menunjukkan bahwa tata laksana diare akut di Garissa Provincial Hospital kurang yaitu pengkajian tanda klinis umum dan dokumentasi oleh dokter dan ketidaktepatan terapi rehidrasi serta penggunaan antibiotik. Menurut Riskesdas (2013) insidensi diare pada anak balita di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebesar 5,0%. Sedangkan insidensi diare pada anak balita secara nasional sebesar 6,7% (Riskesdas, 2013). Meskipun insidensi diare di DIY di bawah insidensi nasional namun terdapat peningkatan dalam jumlah kasusnya yaitu dari 64.857 kasus pada tahun 2011 menjadi 74.689 kasus pada tahun 2012 (Profil DIY, 2015). Hal tersebut diperkuat dengan laporan Surveilans Terpadu
3 Penyakit atau STP Puskesmas tahun 2013, kasus diare dilaporkan sebanyak 39.710 kasus dan tahun 2014 sebanyak 40.432 kasus (Profil DIY, 2015). Cakupan pemberian oralit di DIY menurut rekapitulasi laporan penemuan penderita atau P2 diare propinsi tahun 2009 sebesar 76,3%, dimana angka tersebut lebih rendah dari cakupan pemberian oralit Indonesia 87,73% (Kemenkes, 2011). Cakupan penggunaan oralit dan zinc pada anak balita dengan diare di DIY tahun 2013 sebesar 26,4% dan 12,6%, lebih rendah dibanding cakupan penggunaan oralit dan zinc secara nasional yaitu 33,3% dan 16,9% (Riskesdas, 2013). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kesesuaian penatalaksanaan diare di DIY belum optimal. Kasus diare di kabupaten Bantul pada tahun 2014 sebanyak 20.729 kasus atau 26,87% dari total kasus diare di DIY (Profil DIY, 2015). Kabupaten Bantul merupakan salah satu kabupaten yang memiliki jumlah kasus diare yang tinggi di DIY. RSUD Panembahan Senopati merupakan salah satu rumah sakit yang berada di kabupaten Bantul. Kabupaten Bantul merupakan kabupaten dengan luas wilayah terkecil yaitu 15,9% dari luas propinsi DIY (Profil DIY, 2015). Menurut data dari pelayanan rekam medis RSUD Panembahan Senopati didapatkan bahwa kasus diare pada balita menurun dari 473 kasus di tahun 2013 menjadi 310 kasus di September 2015 (Rekam medis RSUD Panembahan Senopati, 2015). Namun, diare masih merupakan penyakit yang menduduki peringkat 10 besar di daftar penyakit di RSUD Panembahan Senopati tahun 2013 (Dinas Kesehatan Bantul, 2014).
4 Dokter dan perawat mempunyai peran masing-masing dalam tata laksana diare. Dokter mempunyai peran sebagai penentu diagnosa medis, memilih dan meresepkan terapi yang tepat, melakukan monitoring dan tindak lanjut dalam panduan penatalaksanaan diare menurut WHO (2013). Menurut penelitian Asfianti et al. (2013) pemberian zinc yang diresepkan oleh dokter dapat menurunkan angka kejadian diare berulang pada anak. Sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya, menurut penelitian Pathak et al. (2011) dokter spesialis anak meresepkan antibiotik dan zinc dalam tata laksana diare akut pada anak di India. Perawat mempunyai peran sebagai pemberi asuhan keperawatan yang berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam penatalaksanaan diare. Perawat mempunyai peran sebagai pemberi pelayanan, kolaborator, pendidik dan pelindung hak pasien (Wardani, 2014). Selain itu perawat juga mempunyai peran dalam memberikan pendidikan kesehatan tentang rehidrasi oral untuk mengatasi diare. Seperti penelitian Mazumder et al. (2010) menyatakan bahwa pendidikan kesehatan tentang rehidrasi oral dan pemberian zinc yang diberikan kepada pengasuh dapat mengurangi diare secara efektif. Perawat juga berperan sebagai manager dalam sanitasi lingkungan. Menurut Wake dan Tolessa (2011) peran perawat sebagai manager dalam sanitasi lingkungan terbukti sangat efektif untuk menurunkan angka kejadian diare. Dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan di bagian pelayanan medis dan bangsal anak RSUD Panembahan Senopati pada 26 Oktober 2015 dan 13 Februari 2016 mengenai penatalaksanaan diare akut dengan cara wawancara dan observasi
5 didapatkan bahwa RSUD Panembahan Senopati memiliki standar pelayanan medis atau SPM untuk diare akut. Hasil wawancara dengan petugas pelayanan medis didapatkan bahwa SPM belum diperbaharui, tidak tertulis tahun dan rujukan SPM. Hasil wawancara dengan perawat di bangsal anak RSUD Panembahan Senopati didapatkan bahwa pemberian terapi disesuaikan derajat dehidrasi dan jenis terapi, penimbangan berat badan hanya dilakukan di awal pasien masuk, pendidikan kesehatan yang diberikan secara general sesuai panduan yang disediakan, pemberian antibiotik dilakukan tanpa indikasi, panduan pengkajian gizi kosong, belum ada pemberian nasehat kepada orang tua mengenai kapan harus membawa kembali anaknya ke rumah sakit. Hasil observasi peneliti dari hasil rekam medis kasus diare pada balita didapatkan data ketidaksesuaian indikator dirawat inap pada tahun 2013 sebanyak 4,4% (21/473) kasus dengan diagnosis tunggal diare akut tanpa dehidrasi (Rekam medis RSUD Panembahan Senopati, 2013). Data ketidaksesuaian indikator dirawat inap pada tahun 2014 sebanyak 4,6% (17/369) kasus dengan diagnosis tunggal diare akut tanpa dehidrasi (Rekam medis RSUD Panembahan Senopati, 2014). Data ketidaksesuaian indikator dirawat inap pada tahun 2015 (Januari- September) sebanyak 9,7% (30/310) kasus dengan diagnosis tunggal diare akut balita tanpa dehidrasi (Rekam medis RSUD Panembahan Senopati, 2015). Berdasarkan hal-hal di atas, menunjukkan adanya ketidaksesuaian petugas kesehatan dalam penatalaksanaan diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RSUD Panembahan Senopati. Kesesuaian petugas kesehatan dalam
6 penatalaksanaan diare akut menjadi penting guna ketepatan dan keakuratan terapi serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Oleh karena itu, penelitian tentang evaluasi kesesuaian tatalaksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RSUD Panembahan Senopati perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana tatalaksana dan apa yang menyebabkan pelaksanaan sesuai atau tidak sesuai. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang diperoleh adalah bagaimanakah kesesuaian tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita oleh petugas kesehatan (dokter dan perawat) di RSUD Panembahan Senopati? C. Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian dan mengeksplorasi penyebab ketidaksesuaian petugas kesehatan terhadap tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RSUD Panembahan Senopati. Tujuan khusus penelitian ini adalah: a. Mengetahui kesesuaian tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RSUD Panembahan Senopati dengan 8 indikator: indikasi rawat inap (mondok), anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, terapi rehidrasi, meneruskan makanan dan/atau ASI, antibiotik selektif, edukasi ke orang tua. b. Mengetahui penyebab ketidaksesuaian tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RSUD Panembahan Senopati dari hasil
7 evaluasi rekam medis tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RSUD Panembahan Senopati dengan 8 indikator di atas. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Rumah Sakit Dengan dilakukannya penelitian mengenai evaluasi kesesuaian tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RS, maka akan diketahui tingkat kesesuaian dan penyebab ketidaksesuaian tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RS sehingga dapat memberikan evaluasi dan masukan bagi RS. 2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan Dengan dilakukannya penelitian mengenai evaluasi kesesuaian tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RS, maka akan memberikan gambaran mengenai kesesuaian dan penyebab ketidaksesuaian tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RS. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan penelitian selanjutnya. 3. Manfaat bagi peneliti Dengan dilakukannya penelitian mengenai evaluasi kesesuaian tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RS, maka akan memperoleh informasi ilmiah mengenai kesesuaian dan penyebab ketidaksesuaian tata laksana diare akut tanpa dehidrasi pada anak balita di RS dan pengembangan ilmu khususnya keperawatan anak.
8 E. Keaslian Penelitian Tabel 1. Keaslian Penelitian No Peneliti Judul Metode Hasil Persamaan Perbedaan 1 Sidik et al. (2013) 2 Hoque et al. (2012) 3 Weru et al. (2012) assessment of the quality of hospital care for children in Indonesia an assessment of care for children in eighteen randomly selected district and subdistrict hospitals in Bangladesh Audit Of Management Of Diarrhoea Among Children Aged 2-59 Months Admitted To Garissa Provincial Hospital stratified two staged random sampling Randomly selected district and subdistrict Retrospektif cross sectional dengan kuesioner terdapat kelemahan untuk skor diare, yaitu rencana rehidrasi yang tidak jelas, cairan intravena diberikan pada semua kasus diare sedangkan oralit tidak diberikan, antibiotik dan antidiare masih diberikan pada diare cair. belum semua rumah sakit melakukan penilaian dehidrasi dengan benar, pemantauan rehidrasi sesuai tingkat dehidrasi, pemberian antibiotik secara selektif, dan anjuran untuk melanjutkan makan selama diare, belum dilakukan di rumah sakit. Terdapat kekurangan dalam tata laksana diare akut di Garissa Provincial Hospital yaitu pengkajian tanda klinis umum dan dokumentasi oleh dokter dan ketidaktepatan terapi rehidrasi serta penggunaan antibiotik. Salah satu tujuan penelitian ini adalah menilai penatalaksanaan diare di RS tujuan penelitian ini adalah menilai penatalaksanaan diare di RS tujuan penelitian ini adalah menilai penatalaksanaan diare di RS Desain eksplanatoris sekuensial, dan penelitian RSUD Panembahan Senopati DKT tempat di Desain eksplanatoris sekuensial, DKT dan tempat penelitian di RSUD Panembahan Senopati DKT tentang kesesuaian dan tempat penelitian di RSUD Panembahan Senopati