BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu Kebidanan merupakan proses persalinan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada dinding perut dan dinding rahim yang utuh dengan indikasi tertentu untuk melahirkan janin dengan berat diatas 500 gram. Indikasi lain dilakukan persalinan seksio sesaria selain bayi besar adalah kelainan letak janin, kelainan tali pusat, kelainan plasenta, dan kelainan yang dialami oleh ibu seperti kelainan kontraksi rahim, preeklamsi serta hipertensi (Kasdu, 2003). Namun, bagi ibu hamil sekarang sudah terbiasa dengan istilah seksio sesaria sehingga sudah ada atas permintaan sendiri tanpa indikasi medis. Perkembangan peningkatan angka kejadian seksio sesaria hampir terjadi diseluruh dunia. Berdasarkan hasil survei WHO yang dilakukan tahun 2004 2008 di tiga Negara yakni Amerika Latin, Afrika, dan Asia menunjukkan angka kelahiran seksio sesaria mencapai 25,7% (Silvia Aulia Annisa, 2010). Angka seksio sesaria di Indonesia cenderung meningkat dari 47.22% (2000) menjadi 45.19% (2001), 47.13% (2002), dari 46.87% (2003) menjadi 53.22% (2004), dari 51.59% (2005) menjadi 53.68% (2006) (Himatusujanah, 2008 dalam Ade Widya Sari, 2011). Data dari Survei Nasional (2007) menunjukkan kelahiran seksio sesaria sebesar 921.000 dari 4.039.000 atau sekitar 22.8% dari seluruh persalinan. 1
2 Pada hasil penelitian di RSUP Sanglah, didapatkan bahwa terjadi peningkatan angka persalinan seksio sesaria dari 22,27% (2001) menjadi 34,56% (2006). Komplikasi yang bisa timbul akibat seksio sesaria adalah infeksi puerperal, perdarahan, luka kandung kemih dan ruptur uteri (Mochtar, 1998). Selain itu ada beberapa resiko lain yang mungkin dialami oleh wanita yang melakukan proses persalinan dengan operasi meliputi keloid, demam, alergi, dan mempengaruhi produksi air susu ibu (ASI) (Kasdu, 2003). Namun tindakan ini juga tidak lepas dari adanya komplikasi nyeri yang dirasakan sebagai respon akibat kerusakan jaringan. Salah satu perasaan kurang nyaman post seksio sesaria adalah rasa nyeri yang akut, sehingga penting diatasi karena dapat mempengaruhi hubungan personal, kenyamanan, keterbatasan dalam melakukan mobilisasi, dan mengganggu proses penyembuhan (Potter dan Perry, 2005) serta mempengaruhi proses laktasi. Menurut Hillan (1992) dalam Anggorowati (2007) menyatakan sebanyak 68% ibu post seksio sesaria mengalami kesulitan dalam perawatan bayi, mobilisasi ditempat tidur dan mengatur posisi yang nyaman selama menyusui akibat adanya nyeri post operasi. Selain itu, nyeri yang tidak reda setelah diberikan pengobatan dapat mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan immunologik (Yeager dkk, 1987; Benedetti dkk, 1984 dalam Brunner dan Suddarth, 2002). Nyeri post operasi dapat memicu respon stress dan aktifitas saraf simpatik sehingga meningkatkan kerusakan jaringan, retensi cairan, dan koagulasi (Good, 1999). Maka penanganan nyeri perlu dilakukan dengan baik, karena akan berdampak negatif bagi ibu dan bayi dalam berinteraksi.
3 Berbagai cara yang dilakukan untuk mengurangi nyeri antara lain penatalaksanaan nyeri secara farmakologis dan non farmakologis. Salah satu terapi non farmakologis adalah teknik relaksasi, antara lainnya teknik relaksasi Benson. Latihan relaksasi Benson terbukti memodulasi stres terkait kondisi seperti marah, cemas, disritmia jantung, nyeri kronik, depresi, hipertensi dan insomnia serta menimbulkan perasaan menjadi lebih tenang (Benson, 2000). Latihan relaksasi dapat meningkatkan beta-endorfin dan menurunkan katekolamin yang mampu menghambat stimulus nyeri post seksio sesaria. Dalam pelaksanaannya, relaksasi Benson memiliki empat komponen penting antara lain mempersiapkan lingkungan yang tenang, perangkat mental (kata/kalimat singkat yang diucapkan berulang), sikap yang pasif (mengabaikan pikiran-pikiran yang mengacaukan), dan posisi yang nyaman selama tindakan berlangsung (berbaring). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa relaksasi efektif menurunkan nyeri post operasi (Lorenzi, 1991; Miller dan Perry, 1990 dalam Brunner dan Suddarth, 2002). Berdasarkan penelitian Gad Datak (2008), menunjukkan bahwa kombinasi relaksasi Benson dengan terapi analgesik lebih efektif untuk menurunkan rasa nyeri pasca bedah pada pasien TUR (Transurethral Resection) Prostat dibandingan hanya diberikan terapi analgetik menggunakan metode penelitian quasi-eksperimental dengan pre test and post test design with control group di RSUP Fatmawati Jakarta. Dalam penelitian disebutkan bahwa Relaksasi Benson perlu direplikasikan dan dikembangkan lagi. Penelitian yang dilakukan oleh Levin,dkk (1987) tentang Nursing management of postoperative pain: use of relaxation techniques with female cholecystectomy patients, menunjukkan bahwa
4 relaksasi Benson secara signifikan mengurangi distres dan nyeri pasca bedah abdominal (cholecystectomy) pada wanita. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Rekam Medik RSUP Sanglah Denpasar pada tanggal 5 Februari 2014 menunjukkan bahwa keseluruhan kejadian seksio sesaria dalam tiga tahun terakhir selama periode Januari-Desember mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2010 sebesar 1.416 orang, pada tahun 2011 sebanyak 1.791 orang dan sebesar 2.095 orang pada tahun 2012, sedangkan pada tahun 2013 selama periode Januari-Juni sebesar 915 orang. Selanjutnya angka persalinan seksio sesaria di Ruang Bakung Timur RSUP Sanglah Denpasar selama periode Januari-November sebesar 414 orang (2011), 731 orang (2012), dan selama periode Januari-Agustus sebesar 537 orang (2013). Dari data tersebut nampak bahwa angka kejadian seksio sesaria pada tahun 2011 ke tahun 2012 mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2013 mengalami penurunan yang tidak begitu signifikan. Dari hasil wawancara dengan bidan di Ruang Bakung Timur mengatakan meskipun sudah diberikan analgesik, pasien masih merasakan nyeri dengan rerata intensitas nyeri berada dalam kategori nyeri ringan hingga nyeri sedang yang diukur menggunakan skala VAS (Visual Analog Scale) yang dikombinasi dengan Face Rating Scale dan wawancara dengan sepuluh pasien post seksio sesaria diperoleh sebagian besar mengeluh nyeri pada daerah insisi pasca persalinan, sejumlah satu orang mengatakan tidak ingin melakukan miring kanan-miring kiri akibat nyeri yang menimbulkan ketidaknyamanan, sejumlah tiga orang mengatakan tidak merasakan nyeri, dan sisanya yaitu enam orang mengatakan sedikit tidak nyaman akibat nyeri yang
5 dirasakan sehingga mengganggu proses menyusui. Keseluruhan pasien post seksio sesaria diruangan tersebut mendapat terapi analgesik berupa injeksi ketorolak selama sehari. Sedangkan terapi analgesik seperti tramadol dan paracetamol diberikan selama tiga hari sesuai dosis yang telah ditentukan. Beberapa penatalaksanaan terapi non farmakologis untuk mengatasi nyeri sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur) di ruangan berupa latihan napas dalam dan relaksasi progresif. Bidan yang bertugas di ruang tersebut selalu menganjurkan melakukan teknik napas dalam kepada pasien dan untuk pemberiannya belum dapat diaplikasikan secara maksimal karena ketidakmampuan bidan yang bertugas membimbing secara langsung. Sedangkan pemberian relaksasi Benson belum diterapkan khusus bagi pasien yang mengalami nyeri post seksio sesaria. Relaksasi ini diberikan untuk membangun kenyamanan terhadap nyeri yang dirasakan pasien post seksio sesaria. Berdasarkan permasalahan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui Efektifitas Relaksasi Benson terhadap penurunan intensitas nyeri luka post seksio sesaria di Ruang Bakung Timur RSUP Sanglah Denpasar 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : Bagaimana Efektifitas relaksasi Benson terhadap penurunan intensitas nyeri luka post seksio sesaria di Ruang Bakung Timur RSUP Sanglah Denpasar.
6 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui Efektifitas relaksasi Benson terhadap penurunan intensitas nyeri luka post seksio sesaria di Ruang Bakung Timur RSUP Sanglah Denpasar 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi nilai pre test intensitas nyeri luka post seksio sesaria pada kelompok perlakuan. b. Mengidentifikasi nilai post test intensitas nyeri luka post seksio sesaria pada kelompok perlakuan. c. Mengidentifikasi nilai pre test intensitas nyeri luka post seksio sesaria pada kelompok kontrol. d. Mengidentifikasi nilai post test intensitas nyeri luka post seksio sesaria pada kelompok kontrol. e. Menganalisis perbedaan intensitas nyeri luka post seksio sesaria pada kelompok perlakuan sebelum dan setelah diberikan intervensi. f. Menganalisis perbedaan nilai pre test dan post test intensitas nyeri luka post operasi seksio sesaria pada kelompok kontrol. g. Menganalisis efektifitas perubahan intensitas nyeri luka post seksio sesaria pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
7 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Praktis a. Menjadi pedoman dalam menentukan teknik relaksasi yang efektif unuk mengurangi nyeri luka post seksio sesaria b. Meningkatkan kemampuan tenaga keperawatan dalam mengembangkan manajemen nyeri dengan pelaksanaan terapi non farmakologis untuk meningkatkan kenyamanan pasien c. Bagi pasien, dapat menjadi cara alternatif untuk mengurangi nyeri luka post seksio sesaria 1.4.2. Manfaat Teoritis Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi untuk peneliti, pengembangan teori dan ilmu pengetahuan khususnya di bidang keperawatan mengenai efektifitas Relaksasi Benson sebagai terapi non farmakologis dalam mengontrol nyeri dan sebagai data dasar untuk penelitian lebih lanjut.