BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) termasuk salah satu penyakit tidak menular yang sering terjadi di masyarakat belakangan ini, kemungkinan karena terjadi perubahan gaya hidup masyarakat secara umumnya. Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi penderita diabetes di Indonesia menunjukkan peningkatan dari 1,1 persen pada 2007 menjadi 2,1 persen pada 2013 (Riskesdas 2013). Jumlah ini bukanlah jumlah yang sedikit, karena jika saja penduduk Indonesia diketahui lebih dari 250 juta, maka bisa diperkirakan lebih dari 2,5 juta orang terkena diabetes hanya dalam rentang waktu 6 tahun. Masalah ini tidak hanya dialami di Indonesia saja. Penyakit ini juga telah menjadi permasalahan global. International Diabetes Federation (IDF) melaporkan pada tahun 2012, lebih dari 371 juta orang di seluruh dunia mengalami DM, 4,8 juta orang meninggal karena penyakit metabolik ini 1
dan 471 miliar dollar Amerika dikeluarkan untuk pengobatannya. Melihat angka di atas, bisa kita lihat betapa pentingnya penanganan untuk komplikasi dari penyakit ini. Salah satu komplikasi DM adalah ulkus diabetik. Ulkus diabetik adalah penyebab paling sering pasien diabetes harus dirawat di rumah sakit dibanding komplikasi diabetes lainnya, dengan 5% penderita diabetes memiliki komplikasi ulkus diabetik tiap tahunnya dan 1% harus diamputasi karena komplikasi ulkus diabetik. Ditambah lagi, luka pada penderita diabetes akan mengalami penundaan penutupan luka (Chaturvedi, 2007). Luka yang penyembuhannya terlambat pada penderita diabetes mellitus meningkatkan risiko amputasi kaki 10-20 kali (Wrobel et al. 2001) dan perkiraan biaya pelayanan kesehatan Amerika Serikat untuk ulkus kaki dan amputasi yang disebabkannya lebih dari 10,9 juta US dollar (lebih dari 130 trilyun rupiah) (Gordois et al. 2003). Tanda utama dari diabetes mellitus adalah hilangnya kontrol glukosa darah yang dapat menyebabkan hiperglikemia. Keadaan hiperglikemia bisa menyebabkan 2
peningkatan stres oksidatif yang bisa mengakibatkan banyak efek buruk terhadap tubuh (Morel & Chisolm 1989). Kadar gula darah yang semakin tinggi, terutama gula pereduksi (glukosa, galaktosa, fruktosa dan ribosa) juga bisa meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi glikasi terhadap grup amino molekul biologis (Dunn et al. 1989). Ditemukan juga kadar Reactive Oxygen Species (ROS) yang tinggi pada sel yang terpapar kadar glukosa tinggi (Schulze et al. 2004) Salah satu fungsi yang terhambat pada peningkatan molekul terglikasi adalah fungsi sistem imun, salah satunya fungsi fagositosis oleh makrofag. Fagositosis makrofag terbantu dengan pengikatan protein extracellular matrix (ECM) dan terganggu jika protein ECM terglikasi (McCutcheon et al. 1998). Fungsi sel makrofag yang terhambat ini menyebabkan resolusi inflamasi yang terhambat sehingga kerusakan jaringan menjadi semakin luas dan akhirnya menunda penyembuhan luka kulit (Khanna et al. 2010) Makrofag M1 pada luka di kulit berfungsi untuk melawan patogen yang masuk dengan menggunakan microbicidal berupa NO (Nitric Oxide) radikal yang 3
dihasilkan dengan bantuan enzim inos (inducible Nitric Oxide Synthase). Aktivitas makrofag M1 yang memanjang pada penderita diabetes tersebut akan memperlama penyembuhan luka karena resolusi inflamasi yang memanjang, dengan demikian memiliki efek yang negatif terhadap proses penyembuhan luka (Sindrilaru et al. 2011). Dalam suatu penelitian ditemukan bahwa penurunan jumlah dan aktivitas makrofag berperan dalam penundaan penyembuhan luka pada penderita diabetes (Maruyama et al. 2007), sehingga diharapkan peningkatan aktivitas makrofag bisa berakibat positif pada penyembuhan luka Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl) adalah tanaman khas Indonesia yang berasal dari Papua. Tanaman ini sudah sering digunakan untuk mengobati inflamasi, kanker, hemorrhoid, diabetes mellitus, alergi, penyakit jantung dan liver, kelainan ginjal, penyakit hematologi, stroke, migrain, dan berbagai penyakit kulit (Zhang et al. 2006). Ditemukan juga ada aktivitas antiinflamasi pada pengujian ekstrak daun Mahkota Dewa (Fariza et al. 2012). Selain itu, ada molekul yang diekstrak dari daun Mahkota Dewa yang bisa meningkatkan aktivitas fagositosis makrofag dalam 4
mengeliminasi zat asing (Wijanarko. 2005). Selain itu, dalam penelitian oleh Abood et al (2015), yang meneliti tentang ekstrak buah mahkota dewa dalam proses penyembuhan luka secara kualitatif, ditemukan penyembuhan luka yang membaik dengan pemberian ekstrak. Aktivitas antioksidan dan antiinflamasi ini bisa dimanfaatkan untuk menghambat keadaan stress oksidatif pada area luka dan akhirnya bisa mempercepat menyembuhan luka. Penelitian yang mengkaji jaringan pada proses penyembuhan luka dengan metode scoring atau penghitungan belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji proses penyembuhan luka khususnya distribusi makrofag M1 pada tikus diabetes oleh salep ekstrak dari daun Mahkota Dewa. Sehingga memungkinkan di masa mendatang menjadi alternatif pengobatan untuk mempercepat penyembuhan luka pada penderita diabetes. 1.2. Rumusan Masalah Bagaimana distribusi makrofag M1 pada proses penyembuhan luka kulit tikus yang diberi perlakuan 5
menggunakan salep Ekstrak Ethanol Daun Mahkota Dewa (EEDMD)? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum Mengetahui pengaruh pemberian salep ekstrak ethanol daun Mahkota Dewa terhadap distribusi makrofag M1 dalam proses penyembuhan luka kulit 1.3.2. Tujuan Khusus Mengetahui kepadatan makrofag M1 pada luka kulit tikus model DM kronis yang diberi salep ekstrak ethanol daun Mahkota Dewa dibandingkan dengan kelompok kontrol. 1.4. Keaslian Penelitian Penelusuran di PubMed dengan kata kunci Phaleria macrocarpa dan wound healing hanya memberikan satu hasil penelitian: 6
Tabel 1: Keaslian Penelitian Judul/peneliti Persamaan Perbedaan Wound-healing Menggunakan potential of the subjek fruit extract of berupa Phaleria macrocarpa tikus Oleh Abood et al. (2015) Penggunaan ekstrak ethanol Mahkota Dewa Melihat efeknya terhadap penyembuhan luka dengan pengamatan luka secara mikroskopis Penggunaan buah mahkota dewa. Penelitian kami menggunakan ektsrak ethanol daun mahkota dewa Pewarnaan Masson s trichrome untuk melihat jaringan granulasi. Penelitian kami menggunakan pewarnaan IHC dengan antibody anti inos untuk menghitung jumlah makrofag M1 pada jaringan penyembuhan luka Pengamatan secara kualitatif. Penelitian yang kami lakukan bersidat kualitatif, karena data yang diambil berupa jumlah makrofag. Penelusuran dengan kata kunci phaleria macrocarpa dan macrophage memberikan 12 hasil, dan hampir semuanya 7
membahas tentang uji antioksidan dan antiinflamasi secara in vitro Judul/peneliti Persamaan Perbedaan Antioxidant, Anti-inflammatory and Cytotoxicity of Phaleria macrocarpa (Boerl.) Scheff Fruit oleh Hendra, et al., 2011 Menggunakan Mahkota Dewa sebagai kajian Meneliti sifat dari ekstrak sebagai anti inflamasi, anti oksidan dan sitotoksisitas. Selain itu penelitian ini juga dilakukan pad kultur sel (in vitro) sedangkan penelitian kami adalah penelitian in vivo menggunakan tikus sebagai subjek penelitian degan variable yang diamati berupa jumlah makrofag pada jaringan penyembuhan luka 8
1.5. Manfaat Penelitian 1.5.1. Akademik 1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan maupun masukan untuk penelitian selanjutnya. 2. Penelitian ini diharapkan bisa menambah informasi dan data tentang khasiat herbal dari sumber daya hayati Indonesia yaitu tanaman Mahkota Dewa 3. Diharapkan bisa diadakan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan spesifik yang bisa mempercepat penyembuhan luka kulit pada penderita diabetes kronis 4. Memicu penelitian tentang tanaman- tanaman yang biasa digunakan sebagai obat yang sudah banyak beredar di masyarakat, khususnya yang berasal dari sumber daya hayati Indonesia. 1.5.2. Klinis Diarapkan dapat dikembangkan lebih lanjut lagi melalui studi studi yang lebih intens agar bisa ditetapkan menjadi fitofarmaka dalam pengobatan luka kulit 9