Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik.

dokumen-dokumen yang mirip
Pemodelan Near Field Scouring Pada Jalur Pipa Bawah Laut SSWJ PT. PGN

Sidang Tugas Akhir (MO ) Oleh Muhammad Catur Nugraha

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 2, (2017) ISSN: ( Print) G-189

Dosen Pembimbing: Dr.Ir. Wisnu Wardhana, SE, M.Sc. Prof.Ir.Soegiono

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) G-249

LOGO PERBANDINGAN ANALISA FREE SPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 FREESPANING PIPELINE DENGAN DNV 1981 RULE FOR SUBMARINE PIPELINE

UJIAN P3 TUGAS AKHIR 20 JULI 2010

1.1 LATAR BELAKANG BAB

BAB. 1.1 Umum ANALISIS FREE SPAN PIPA BAWAH LAUT 1-1 BAB 1 PENDAHULUAN

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi)

PENDEKATAN NUMERIK KAJIAN RESIKO KEGAGALAN STRUKTUR SUBSEA PIPELINES PADA DAERAH FREE-SPAN

Studi Pengaruh Panjang Bentangan Bebas terhadap Panjang Span Efektif, Defleksi dan Frekuensi Natural Free Span Pipa Bawah Laut

DESAIN DAN ANALISIS FREE SPAN PIPELINE

ESTIMASI KEDALAMAN SCOURING PADA JALUR PIPA BAWAH LAUT DI PERAIRAN TUBAN, JAWA TIMUR

ANALISA FREESPAN AKIBAT SCOURING PIPA BAWAH LAUT

BAB I PENDAHULUAN. kini, misalnya industri gas dan pengilangan minyak. Salah satu cara untuk

PIPELINE STRESS ANALYSIS PADA ONSHORE DESIGN JALUR PIPA BARU DARI CENTRAL PROCESSING AREA(CPA) JOB -PPEJ KE PALANG STATION DENGAN PENDEKATAN CAESAR

Created by : Firman Dwi Setiawan Approved by : Ir. Suntoyo, M.Eng., Ph.D Ir. Sujantoko, M.T.

METODOLOGI DAN TEORI Metodologi yang digunakan dalam studi ini dijelaskan dalam bentuk bagan alir pada Gambar 2.

ANALISA STABILITAS PIPA BAWAH LAUT DENGAN METODE DNV RP F109 : STUDI KASUS PROYEK INSTALASI PIPELINE

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN PERUMUSAN MASALAH. Bagaimana pengaruh interaksi antar korosi terhadap tegangan pada pipa?

Analisa Tegangan pada Pipa yang Memiliki Korosi Sumuran Berbentuk Limas dengan Variasi Kedalaman Korosi

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER PADA LAUT DALAM

ANALISIS ON-BOTTOM STABILITY PIPA BAWAH LAUT PADA KONDISI SLOPING SEABED

Analisis Pengaruh Scouring Pada Pipa Bawah Laut (Studi Kasus Pipa Gas Transmisi SSWJ Jalur Pipa Gas Labuhan Maringgai Muara Bekasi)

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Di perairan laut Utara Jawa atau perairan sekitar Balikpapan, terdapat

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

ANALISIS PENGARUH MARINE GROWTH TERHADAP INTEGRITAS JACKET STRUCTURE Anom Wijaya Daru 1, Murdjito 2, Handayanu 3

Analisis Kekuatan Struktur Konstruksi Tower untuk Catwalk dan Chain Conveyor pada Silo (Studi Kasus di PT. Srikaya Putra Mas)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Ir. Imam Rochani, M,Sc. Prof. Ir. Soegiono

Analisis Dampak Scouring Pada Integritas Jacket Structure dengan Pendekatan Statis Berbasis Keandalan

ANALISIS MID-POINT TIE-IN PADA PIPA BAWAH LAUT

PERENCANAAN FIXED TRIPOD STEEL STRUCTURE JACKET PADA LINGKUNGAN MONSOON EKSTRIM

Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline

Studi Efek Kondisi-Ujung (end condition) Silinder Fleksibel terhadap Vortex-Induced Vibration

ANALISA PROTEKSI KATODIK DENGAN MENGGUNAKAN ANODA TUMBAL PADA PIPA GAS BAWAH TANAH PT. PUPUK KALIMANTAN TIMUR DARI STASIUN KOMPRESSOR GAS KE KALTIM-2

ABOVE WATER TIE IN DAN ANALISIS GLOBAL BUCKLING PADA PIPA BAWAH LAUT

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

DAFTAR ISI Hasil Uji Model Hidraulik UWS di Pelabuhan PT. Pertamina RU VI

FORMULASI PRAKTIS TEGANGAN GESER DASAR DAN OFFSHORE-ONSHORE SEDIMENT TRANSPORT UNTUK GELOMBANG ASIMETRIS

RESPON DINAMIK SISTEM CONVENTIONAL BUOY MOORING DI SEKITAR PULAU PANJANG, BANTEN, JAWA BARAT

ANALISIS SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI PANASEN

STUDI SEBARAN SEDIMEN SECARA VERTIKAL DI PERAIRAN SELAT MADURA KABUPATEN BANGKALAN

ANALISA STABILITAS SUBSEA CROSSING GAS PIPELINE DENGAN SUPPORT PIPA BERUPA CONCRETE MATTRESS DAN SLEEPER

ANALISIS NUMERIK CATENARY MOORING TUNGGAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

DAFTAR NOTASI. A : sebuah konstanta, pada Persamaan (5.1)

Simulasi Numerik Karakteristik Aliran Fluida Melewati Silinder Teriris Satu Sisi (Tipe D) dengan Variasi Sudut Iris dan Sudut Serang

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

Sensitivity Analysis Struktur Anjungan Lepas Pantai Terhadap Penurunan Dasar Laut BAB 1 PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISA KONFIGURASI PIPA BAWAH LAUT PADA ANOA EKSPANSION TEE

STUDI PARAMETER PENGARUH TEMPERATUR, KEDALAMAN TANAH, DAN TIPE TANAH TERHADAP TERJADINYA UPHEAVAL BUCKLING PADA BURRIED OFFSHORE PIPELINE

ANALISA KEKUATAN ULTIMAT PADA KONSTRUKSI DECK JACKET PLATFORM AKIBAT SLAMMING BEBAN SLAMMING GELOMBANG

Analisa Tegangan pada Vertical Subsea Gas Pipeline Akibat Pengaruh Arus dan Gelombang Laut dengan Metode Elemen Hingga

ANALISIS KEKUATAN PIPA BAWAH LAUT TERHADAP KEMUNGKINAN KECELAKAAN AKIBAT TARIKAN JANGKAR KAPAL

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

FULL DEVELOPMENT OF PIPELINE NETWORKING AT X FIELD

Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Tipe Tripod Platform saat Kinerja Pondasi Pile Menurun

ANALISIS RISER INTERFERENCE KONFIGURASI STEEL CATENARY RISER AKIBAT PENGARUH GELOMBANG ACAK

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1(Sept. 2012) ISSN: G-340

PERHITUNGAN UMUR LELAH FREESPAN MENGGUNAKAN DNV RP F-105 TENTANG FREESPANNING PIPELINES TAHUN 2002

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM OFFSHORE PIPELINE

I. PENDAHULUAN. II. DASAR TEORI Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Analisa Rancangan Pipe Support Sistem Perpipaan dari Pressure Vessel ke Air Condenser Berdasarkan Stress Analysis dengan Pendekatan CAESAR II

Gambar 1.1 Diagram skematis proses eksplorasi dalam industri perminyakan

NAJA HIMAWAN

DESAIN DAN ANALISIS TEGANGAN PADA SISTEM PERPIPAAN LEPAS PANTAI UNTUK SPM 250,000 DWT

SIMULASI SEBARAN SEDIMEN TERHADAP KETINGGIAN GELOMBANG DAN SUDUT DATANG GELOMBANG PECAH DI PESISIR PANTAI. Dian Savitri *)

Studi Laju Sedimentasi Akibat Dampak Reklamasi Di Teluk Lamong Gresik

Seminar Nasional : Menggagas Kebangkitan Komoditas Unggulan Lokal Pertanian dan Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo Madura

Analisa Perubahan Kualitas Air Akibat Pembuangan Lumpur Sidoarjo Pada Muara Kali Porong

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB IV DATA SISTEM PERPIPAAN HANGTUAH

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE VLUGHTER (UJI MODEL LABORATORIUM)

UPAYA PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

ANALISA PELETAKAN BOOSTER PUMP PADA ONSHORE PIPELINE JOB PPEJ (JOINT OPERATING BODY PERTAMINA PETROCHINA EAST JAVA)

BAB V ANALISA HASIL. Dari hasil perhitungan awal dapat diketahui data-data sebagai berikut :

Teknik Pemasangan Pipa Air Minum Bawah Laut dengan Metode TT dari Pulau Tidore ke Pulau Maitara

PRESENTASI SEMINAR TUGAS AKHIR

Kajian Buoyancy Tank Untuk Stabilitas Fixed Offshore Structure Sebagai Antisipasi Penambahan Beban Akibat Deck Extension

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang

ANALISA FATIGUE AKIBAT TEKANAN INTERNAL SIKLIS PADA DENTED PIPE

TUGAS AKHIR. OLEH : Mochamad Sholikin ( ) DOSEN PEMBIMBING Prof.DR.Basuki Widodo, M.Sc.

ANALISA BUCKLING PADA SAAT INSTALASI PIPA BAWAH LAUT: STUDI KASUS SALURAN PIPA BARU KARMILA - TITI MILIK CNOOC DI OFFSHORE SOUTH EAST SUMATERA

BAB 3 DESKRIPSI KASUS

BAB III LANDASAN TEORI

KARAKTERISTIK GERUSAN DASAR DI SEKITAR STRUKTUR TIANG BULAT AKIBAT ARUS OLEH GELOMBANG*

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

ANALISIS NON-LINIER PERKUATAN ANJUNGAN LEPAS PANTAI DENGAN METODE GROUTING PADA JOINT LEG YANG KOROSI

Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban

Transkripsi:

Analisa Scouring Pipa Bawah Laut Kodeco Jalur Poleng-Gresik Dengan Variasi Tipe Tanah (Adi Nugroho 1), Wahyudi 2), Suntoyo 3) ) 1 Mahasiswa Teknik Kelautan, 2,3 Staf Pengajar Teknik Kelautan, FTK ITS Jurusan Teknik Kelautan Fakultas Teknologi Kelautan Institute Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya 60111 E-mail : nugros_a@yahoo.com Abstrak Penggunaan pipa bawah laut sebagai alat pendistribusi fluida semakin berkembang pesat dan menjadi alternatif transportasi migas dalam dunia eksplorasi lepas pantai. Scouring pada dasar laut dilokasi pipa diinstal tentu dapat mempengaruhi kestabilan pipa. Oleh sebab itu analisa untuk mengetahui kedalaman scouring maksimum perlu dilakukan. Tugas akhir ini membahas mengenai estimasi perhitungan scouring dasar laut dengan melihat pengaruh variasi tipe tanah pada lokasi yang ditinjau yaitu instalasi pipa jalur Poleng-Gresik milik Kodeco Energy Co. Ltd. Jalur tersebut dibagi menjadi 5 zona berdasarkan tipe tanah dengan diameter butiran berbeda pada tiap zona. Dari 5 zona dengan kondisi butiran tanah yang berbeda tersebut akan dibandingkan kondisi tanah manakah yang lebih mudah tergerus dan terjadi scouring paling dalam. Kata Kunci: Estimasi Scouring, variasi tipe tanah, instalasi pipa jalur Poleng-Gresik. I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang Perkembangan dunia perminyakan lepas pantai dewasa ini semakin maju dengan digunakannya pipa bawah laut sebagai alternatif transportasi fluida (crude oil maupun gas) hasil eksplorasi ladang minyak lepas pantai. Penggunaan pipa bawah laut ini dijadikan alternatif infrastruktur transportasi jarak jauh untuk minyak dan gas yang efisien untuk pemindahan produksi minyak dan gas baik yang berasal dari eksplorasi di darat, daerah dekat pantai maupun dari laut dalam dengan metode yang efektif dan efisien selain pengangkutan dengan menggunakan kapal tanker. Pipa yang telah diinstal pada saat beroperasi akan memuai akibat meningkatnya suhu. Pemuaian tesebut dapat menyebabkan bentangan bebas pada pipa (free span), yang dapat mengakibatkan defleksi pada pipa. Free span dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya akibat kondisi batimetri yang tidak rata, akibat proses penggerusan dasar laut (scouring), dan juga akibat crossing dengan pipa lainnya yang telah ada pada daerah eksplorasi migas tersebut. Daerah studi pada tugas akhir ini adalah perairan di Selat Madura, yang merupakan proyek Gas Exphansion Phase II dari Kodeco Energy Co. Ltd, menghubungkan PP Platform di perairan Madura menuju Gresik Onshore Receiving Facility (ORF). Tugas Akhir ini menganalisa scouring yang terjadi pada dasar laut di bawah pipa Kodeco Energy Co. Ltd dengan menggunakan variasi data tanah untuk mengetahui pengaruhnya terhadap scouring itu sendiri. I.2 Perumusan Masalah Adapun perumusan masalah yang akan dibahas pada tugas akhir ini adalah : 1. Berapa kedalaman scouring yang terjadi? 2. Bagaimana pengaruh scouring terhadap variasi sifat tanah? 3. Terletak dimana lokasi titik-titik (kilometer point) terjadinya scouring? I.3 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah : 1. Mengetahui kedalaman scouring yang terjadi. 2. Mengetahui pengaruh variasi sifat tanah terhadap terjadinya scouring. 3. Mengetahui dimana lokasi titik-titik (kilometer point) terjadinya scouring. I.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang akan diperoleh melalui pengerjaan tugas akhir ini adalah didapatkan langkah perhitungan scouring pada pipa bawah laut sehingga dapat diketahui titik-titik lokasi terjadinya scouring yang nantinya dapat digunakan untuk melakukan inspeksi pada dasar laut tempat pipa diletakkan.

II. Dasar Teori 2.1 Landasan Teori Scouring pada permukaan dasar laut dapat mengakibatkan frees pan pada pipa bawah laut. Free span dapat terjadi ketika kontak antara pipa dengan seabed hilang dan memiliki jarak pada permukaan seabed (Boyun Guo, 2005). Free span pada pipa dapat terjadi karena (DnV, 2002) : Permukaan seabed yang tidak merata. Perubahan kontur dasar laut akibat scouring. Support buatan. Perhitungan kedalaman scouring yang terjadi pada daerah dimana pipa diletakkan selanjutnya dapat digunakan untuk melakukan analisa freespan. Analisa freespan akan menghasilkan berapa panjang freespan yang diijinkan agar tegangan yang terjadi pada freespan tidak melebihi tegangan yield material pipa. Aliran dari gelombang dan arus yang timbul di sekitar pipa, timbul pusaran yang menghasilkan distribusi tekanan. Pusaran ini menghasilkan osilasi/getaran pada pipa. Jika frekuensi dari pusaran ini mendekati frekuensi natural pipa, maka terjadi resonansi, dan inilah yang menyebabkan kelelahan pada pipa. 2.2 Scouring Scouring adalah pergerakan dari tanah dasar laut yang disebabkan arus dan gelombang dimana prosesnya sama dengan erosi (Kinsman, 1965). Scouring merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air laut. Peristiwa ini terjadi pada material lumpur atau endapan, namun dapat juga terjadi pada batu dan karang dengan kondisi tertentu. Scouring akan menyebabkan penurunan kapasitas tahanan pondasi yaitu tahanan pasif tanah terhadap gaya lateral dan momen. Gerusan yang terjadi dapat digolongkan sebagai berikut : Gerusan Umum Gerusan yang tejadi akibat proses alami. Gerusan Akibat Penyempitan Alur (Contraction Scouring) Gerusan yang terjadi akibat adanya penyempitan arus. Gerusan Lokal Gerusan ini pada umumnya terjadi akibat adanya bangunan air. Ada 2 macam gerusan lokal, yaitu : - Clear Water Scouring Clear Water Scouring terjadi pada kondisi dimana tidak ada material atau sedimen yang ikut terangkut (transport sedimen) oleh aliran air. Pada kondisi Clear Water Scouring nilai θ<θcri, dimana θ untuk shield parameter. - Live Bed Scouring Live Bed Scouring terjadi pada kondisi dimana material atau sedimen yang berada di seabed ikut terangkut oleh aliran air. Pada kondisi ini nilai θ>θcri,. 2.3 Estimasi Perhitungan Kedalaman Scouring Pada Chiew (1997) terdapat beberapa penelitian untuk memprediksi kedalaman scouring menghasilkan formulasi: a. Technical University of Norway b. Delf University of Technology c. Nanyang Technologi University A. Technical University of Norway Pada percobaan ini Kjeldsen et. Al. (1973) menjelaskan persamaan yang menunjukkan hubungan empiris antara kedalaman scouring, ds, diameter pipa, D, dan kecepatan arus, v, seperti berikut ini: (2.1) dengan, d s : Kedalaman scouring (m) V et : Kecepatan arus efektif pada pipa (m/s) D : Diameter pipa (m) g : Percepatan gravitasi (m/s 2 ) Persamaan diatas digunakan untuk menghitung nilai kedalaman scouring pada kondisi arus steady. B. Delf University of Technology Dengan masih berdasarkan pada formulasi dari Kjeldsen et. Al. (1973) dalam Chiew (1997) yang telah dijelaskan diatas maka tim ilmuwan Belanda menemukan formula yaitu: (2.2) dengan, ds :Kedalaman scouring (m) D :Diameter pipa (m) V et :Kecepatan arus efektif pada pipa (m) d 50 :Ukuran butiran tanah (mm) g :Percepatan gravitasi (m/s 2 ) Ukuran partikel tanah yang digunakan yaitu d 50 yaitu ukuran diameter butiran partikel tanah atau diameter yang bersesuaian dengan 50% dari berat total yang lolos dari ayakan yang ditentukan dari kurva distribusi ukuran butiran, d 50 sering digunakan untuk menghitung daya dukung dan stabilitas sedimen, karena d 50 adalah

nilai tengah dari seluruh ukuran butiran tanah, sehingga dianggap lebih mendekati dengan karakteristik tanah sebenarnya. Kesimpulan utama dari penelitian ini adalah kedalaman scouring pada undirectional current selalu lebih besar daripada yang dibawah pengaruh gelombang murni atau efek kombinasi dari gelombang dan arus pada tegangan geser dasar laut yang sama. C. Nanyang Technologi University Formulasi perhitungan kedalaman scouring dengan Nanyang Technologi University ini didasarkan pada kondisi: 1. Clear-water condition, yaitu kondisi dimana tidak terdapat transportasi sedimen upstream lokasi terbentuknya scouring. Undisturbed shear stress pada dasar laut dengan critical shear stress untuk entrainment sediment. 2. Scouring terjadi dalam kondisi undirectional current akan memberikan shear stress. Ketika lubang scouring ada antara pipa dan dasar laut, aliran yang datang terpisah menjadi dua bagian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Chiew (1991) dan Summer and Fredsoe (1992) untuk aliran di gap pada aliran shallow open chennel, menemukan bahwa jumlah aliran di gap tergantung pada kedalaman undisturbed flow (Y o ), diameter pipa (D), dan kedalaman scouring (d s ). Metode ini dalam perhitungan untuk memprediksi kedalaman scouring dengan terlebih dahulu membandingkan harga Y o /D yang digunakan mencari untuk harga kecepatan total aliran di gap (q ) dengan menggunakan grafik, seperti pada gambar di bawah ini. dengan, q o V et :Debit aliran sepanjang Y o persatuan panjang ke arah panjang pipa (m 2 /s) : Kecepatan arus efektif yang bekerja pada pipa (m/s) Gambar 2.2 Variabel-variabel di daerah scouring Harga kecepatan rata-rata aliran di bawah pipa dapat ditentukan dengan mengasumsikan lebih dulu harga kedalaman scouring, sehingga kecepatan rata-rata di bawah pipa dihitung, seperti dinyatakan dalam persamaan dibawah ini: Kecepatan rata-rata dibawah pipa: (2.4) dengan, q bot : Debit aliran yang melewati gap persatuan panjang arah panjang pipa (m 2 /s) (d s ) est : Asumsi kedalaman maksimal scouring (m) Keakuratan dalam memnghitung kedalaman maksimum scouring sangat penting untuk pertimbangan dalam mendesain suatu struktur. Banyak persamaan pada metode-metode penghitungan maksimum scouring yang telah disertakan di atas, akan tetapi hanya beberapa yang akurat dan mudah untuk digunakan. 2.4 Scouring akibat kombinasi gelombang dan arus. Dari penelitian yang dilakukan oleh Summer and Fredsoe (1996), dihasilkan persamaan untuk menghitung kedalaman scouring akibat kombinasi gelombang dan arus sebagai berikut, Gambar 2.1 Grafik q terhadap Y o /D (Chiew, 1997) q merupakan rasio antara q bot dan q o, sedang nilai q o dapat dihitung dengan persamaan : q o : Y o. V et (2.3) (2.5) Dimana ds cur adalah kedalaman scouring pada kondisi gaya penyebab scouring adalah gaya arus saja, sedangkan F adalah fungsi dari keulegan-carpenter number, Kc, dan Uc/Uc+Um. Dimana Uc adalah

undisturbed current velocity pada titik tengah pipa, Um adalah kecepatan orbital partikel gelombang Hubungan ketiga variabel tersebut dapat dilihat pada persamaan dibawah ini, 1. Untuk 0 < Uc/Uc+Um 0.7: (2.6) tanpa memasukkan variabel sifat tanah, seperti diameter butiran tanah. Untuk menghitung kedalaman scouring dengan variasi sifat tanah digunakan formulasi dari Delf University of Technology. Dalam formulasi ini variable utama yang mempengaruhi ukuran kedalaman scouring adalah ukuran butiran tanah. Ukuran butiran tanah ini berbedabeda untuk tiap tipe tanah. 2. Untuk 0.7 < Uc/Uc+Um 1: F = 1 (2.7) Koefisien a dan b pada persamaan (2.6) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut, 1. Untuk 0 Uc/Uc+Um 0.4 : 2. Untuk 0.4 Uc/Uc+Um 0.7: (2.8) (2.9) (2.10) (2.11) III. Metodologi 3.1 Alur estimasi kedalaman scouring Nilai kedalaman scouring yang akan dihitung pada kasus ini adalah scouring yang terjadi akibat gelombang dan arus. Dalam menghitung kedalaman scouring yang terjadi pada kasus ini, varible utama yang berpengaruh adalah kecepatan arus efektif, Vet, keulegan-carpenter number, Kc, dan diameter pipa, D. Formula yang digunakan adalah formula dari penelitian yang dilakukan oleh Sumer dan Fredsoe (1996). IV. Hasil Dan Pembahasan 4.1 Perhitungan kedalaman scouring akibat arus. Perhitungan kedalaman scouring yang terjadi pada jalur Poleng-Gresik terjadi akibat pengaruh gelombang dan angin. Oleh karena itu untuk perhitungan kedalaman scouring maksimal perlu digunakan persamaan yang dapat menghitung scouring dengan memasukkan parameter arus dan gelombang seperti persamaan (2.5). Pada persamaan tersebut perlu diketahui nilai kedalaman scouring akibat pengaruh arus dengan menggunakan persamaan (2.1). Hasil dari perhitungan scouring akibat arus dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini, Tabel 4.1 Nilai Kedalaman Scouring Akibat Arus Pada KP 10-14 10,00 10,5 11,00 11,50 12,00 12,5 13,00 13,50 14,00 3.2 Alur penghitungan kedalaman scouring akibat variasi sifat tanah Pada tugas akhir ini estimasi kedalaman scouring dilakukan dengan menggunakan dua formulasi, yaitu formulasi dari Technical University of Norway dan formulasi dari Delf University of Technology. Formulasi dari Technical University of Technology digunakan untuk menghitung kedalaman scouring

4.2 Perhitungan kedalaman scouring akibat kombinasi gelombang dan arus. Setelah diketahui nilai kedalaman scouring akibat arus, kemudian dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai Uc/(Uc+Um) sebagai parameter dalam penghitungan kedalaman scouring akibat arus dan gelombang. Hasil perhitungan Uc/(Uc+Um) dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini, Tabel 4.2 Nilai Uc/(Uc+Um) untuk KP 10-14 Uc/Uc+Um (m/s) 10,00 10,5 11,00 11,50 12,00 12,5 13,00 13,50 14,00 Hubungan antara nilai Uc/(Uc+Um) dengan ds/d berbeda-beda untuk tiap KP. Untuk KP 0-30 dapat dilihat pada gambar berikut ini, Gambar 4.2 Hubungan ds/d terhadap Uc/(Uc+Um) pada KP 30.5-36. Dari gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwa nilai kedalaman scouring, ds, pada KP 30.5-36 bertambah seiring dengan bertambahnya nilai Uc/(Uc+Um). Hal tersebut terjadi karena pada KP 30.5-36 nilai Um lebih dominan daripada nilai Uc, sehingga Uc/(Uc+Um) memiliki batas 0 < Uc/Uc+Um 0.7. Untuk mendapatkan nilai kedalaman scouring akibat arus dan gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.5). Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut ini, Gambar 4.1 Hubungan ds/d terhadap Uc/(Uc+Um) pada KP 0-30. Dari gambar 4.1 dapat dijelaskan bahwa nilai kedalaman scouring, ds, semakin besar seiring dengan berkurangnya nilai Uc/(Uc+Um). Pada KP 0-30 nilai Uc lebih dominan dari Um, sehingga Uc/(Uc+Um) memiliki batas 0.7 < Uc/(Uc+Um) 1. Sedangkan untuk hubungan antara ds dengan Uc/(Uc+Um) pada KP 30,5-36 dapat dilihat pada gambar berikut ini, Tabel 4.3 Nilai Kedalaman Scouring Akibat Arus dan Gelombang Pada KP 30-34 KP ds/d (m) 30,00 0.9378 30,50 0.4528 31,00 0.4536 31,50 0.6062 32,00 0.5403 32,50 0.6061 33,00 0.6191 33,50 0.6008 34,00 0.6008 4.3 Perhitungan Scouring Dengan Variasi Tipe Tanah. Pada daerah pipa Kodeco jalur Poleng-Gresik, kondisi tanah dimana pipa diinstal dominan berjenis silty clay. Hanya saja pada beberapa KP terdapat tanah jenis lain yang memiliki ukuran butiran tanah yang berbeda-beda. Ukuran dari butiran tanah yang bervariasi ini kemudian dijadikan parameter untuk mengetahui pengaruh tipe tanah terhadap pembentukan scouring.

Dalam menghitung kedalaman scouring akibat variasi tipe tanah, data tanah yang digunakan berasal dari Kodeco Energy co Ltd tahun 2005. Berikut data pengelompokan zona KP berdasarkan tipe tanah dan ukuran butiran tanah, Tabel 4.4 Data Pembagian Zona Berdasarkan Tipe Tanah dan Ukuran Butiran KP TIPE TANAH d50 (mm) Specific gravity zona 51,00 0.0571 2.621 51,50 Silty Clay 0.0571 2.621 B 52 0.0571 2.621 52,50 Silty Clay 0.0625 2.61 A 53,00 0.0588 2.607 Silty Clay 53,50 0.0588 2.607 C 54 0.0584 2.649 54,50 Clayney Sand 0.0584 2.649 55,00 0.0584 2.649 55,50 0.0625 2.61 56 Silty Clay 0.0625 2.61 56,50 0.0625 2.61 57,00 0.0601 2.635 57,50 Sandy Clay 0.0601 2.635 58 0.0601 2.635 Persamaan yang digunakan untuk menghitung kedalaman scouring akibat pengaruh variasi tipe tanah adalah persamaan (2.2) dengan menggunakan kombinasi kecepatan arus dan kecepatan orbital partikel gelombang, Uc/(Uc+Um) Hasil dari perhitungan kedalaman scouring dengan menggunakan persamaan (2.2) dapat dilihat pada tabel berikut ini, Tabel 4.5 Nilai kedalaman scouring akibat variasi tipe tanah pada KP 49-58.5 KP Uc/Uc+Um (m/s) g (m/s2) D (m) d50 (mm) ds (m) 49,00 0.710 9.810 0.444 0.0625 0.224 49,50 0.718 9.810 0.444 0.0625 0.226 50.00 0.747 9.810 0.444 0.0625 0.230 50,50 0.704 9.810 0.444 0.0625 0.223 51,00 0.753 9.810 0.444 0.0571 0.232 51,50 0.743 9.810 0.444 0.0571 0.230 52.00 0.746 9.810 0.444 0.0571 0.231 52,50 0.750 9.810 0.444 0.0625 0.231 53,00 0.748 9.810 0.444 0.0588 0.231 53,50 0.752 9.810 0.444 0.0588 0.232 54.00 0.751 9.810 0.444 0.0584 0.231 54,50 0.751 9.810 0.444 0.0584 0.232 55,00 0.754 9.810 0.444 0.0584 0.232 55,50 0.758 9.810 0.444 0.0625 0.232 56.00 0.753 9.810 0.444 0.0625 0.231 56,50 0.759 9.810 0.444 0.0625 0.232 57,00 0.750 9.810 0.444 0.0601 0.231 57,50 0.682 9.810 0.444 0.0601 0.220 58.00 0.760 9.810 0.444 0.0601 0.233 58,50 0.681 9.810 0.444 0.0625 0.220 D A E Dari hasil perhitungan pada tabel 4.5 dapat diketahui hubungan antara variasi tipe tanah, d50 dengan kedalaman scouring. Grafik hubungan antara keduanya dapat dilihat pada gambar berikut ini, Gambar 4.3 Hubungan antara ds dengan Uc/(Uc+Um) terhadap variasi tipe tanah. Gambar 4.3 menunjukkan bahwa semakin kecil nilai d50, maka semakin besar nilai scouring. Hal ini membuktikan bahwa tipe tanah dengan ukuran butiran tanah lebih kecil lebih mudah tergerus kemudian terjadi scouring. 4.4 Distribusi Pembagian Denah Lokasi Terjadinya Scouring. Setelah dilakukan perhitungan kedalaman scouring yang terjadi, maka didapatkan nilai scouring maksimum dan minimum yang terjadi pada jalur pipa Kodeco jalur Poleng-Gresik. Distribusi lokasi maksimum scouring tersebut dibagi menjadi 3 zona berdasarkan besarnya kedalaman scouring. Zona 1 berada antara KP 48-51, zona 2 berada antara KP 62-64, dan zona 3 berada antara KP 65-66. Pembagian zona scouring maksimum dapat dilihat pada tabel berikut ini, Tabel 4.6 Nilai maksimum kedalaman scouring pada zona 1

Tabel 4.7 Nilai maksimum kedalaman scouring pada zona 2 Tabel 4.8 Nilai maksimum kedalaman scouring pada zona 3 Gambar 4.5 Lokasi distribusi scouring zona 2 pada jalur Poleng-Gresik. Pada zona 1, nilai maksimum scouring terjadi pada KP 49,5 dan KP 50 yang memiliki kedalaman scouring masing-masing sebesar 1,22 m dan 1,27 m. Denah lokasi kedalaman scouring maksimum pada zona 1 dapat dilihat pada gambar berikut ini Pada gambar 4.5 warna merah menunjukkan lokasi scouring pada KP 62-64. Dimana lokasi scouring maksimum pada zona 2 ini terdapat pada KP 63 dan KP 63,5. Tipe tanah pada zona 2 ini didominasi oleh tanah silty clay dengan d50=0,0625 mm. Pada zona 3, nilai maksimum scouring terjadi pada KP 65,5 dan KP 66 yang memiliki kedalaman scouring masing-masing sebesar 1,379 m dan 1,398 m. Denah li kedalaman scouring maksimum pada zona 3 dapat dilihat pada gambar berikut ini, Gambar 4.4 Lokasi distribusi scouring zona 1 pada jalur Poleng-Gresik Pada gambar 4.4 warna merah menunjukkan lokasi scouring pada KP 48-51. Dimana lokasi scouring maksimum pada zona ini terdapat pada KP 49,5 dan KP 50. Tipe tanah pada zona 1 ini didominasi oleh tanah silty clay dengan nilai d50=0,0625 mm. Pada zona 2, nilai maksimum scouring terjadi pada KP 63 dan KP 63,5 yang memiliki kedalaman scouring masing-masing sebesar 1,365 m dan 1,369 m. Denah lokasi kedalaman scouring maksimum pada zona 2 dapat dilihat pada gambar berikut ini, Gambar 4.6 Lokasi distribusi scouring zona 3 pada jalur Poleng-Gresik. Pada gambar 4.6 warna merah menunjukkan lokasi scouring pada KP 65-66. Dimana lokasi scouring maksimum pada zona 3 ini terdapat pada KP 65,5 dan KP 66. Tipe tanah pada zona 3 ini didominasi oleh tanah silty clay dengan d50=0,0625 mm.

V. Kesimpulan dan saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, 1. Pada daerah yang ditinjau yaitu jalur pipa Poleng-Gresik, terjadi scouring pada beberapa Kilometer Point. Kedalaman scouring, ds/d, paling besar terjadi pada KP 66 yaitu sebesar 1,398 m. Sedangkan scouring paling kecil terjadi pada KP 36 yaitu sebesar 0,377 m. 2. Dari data tanah yang diperoleh dari Kodeco Energy co Ltd, terdapat 5 macam tipe tanah berdasarkan ukuran diameter butiran tanah, d50. Yaitu tanah silty clay dengan d50=0,0625 mm, silty clay dengan d50=0,0571 mm, silty clay dengan d50=0,0588 mm, claney sand dengan d50=0,0584 mm, dan sandy clay dengan d50=0.0601 mm. Dari kelima macam jenis tanah tersebut, tanah yang paling mudah tergerus (terjadi scouring) adalah tanah dengan diameter butiran terkecil, yaitu tanah silty clay dengan d50=0,0571 mm. Sedangkan yang paling jarang tergerus adalah tanah silty clay dengan d50=0.0625. Dari perhitungan variasi tipe tanah ini, disimpulkan bahwa semakin kecil diameter butiran tanah, maka semakin mudah terjadi scouring. 3. Lokasi distribusi terjadinya scouring dibagi menjadi 3 zona yang memiliki nilai scouring paling besar. Zona 1 terdistribusi antara KP 48-51 dengan nilai scouring terbesar pada KP 49,5 dan 50 dengan nilai kedalaman scouring masing-masing sebesar 1,22 m dan 1,27 m. Zona 2 terdistribusi antara KP 62-64 dengan nilai scouring terbesar pada KP 63 dan 63,5 dengan nilai kedalaman scouring masingmasing sebesar 1,365 m dan 1,369 m. Dan zona 3 terdistribusi antara KP 65-66 dengan nilai scouring terbesar pada KP 65,6 dan 66 dengan nilai kedalaman scouring masingmasing sebesar 1,379 m dan 1,398 m. 5.2 SARAN. 1. Estimasi scouring yang digunakan masih sederhana, yaitu hanya dilakukan penghitungan untuk menentukan kedalaman scouring. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya dilakukan penghitungan yang lebih terperinci pada properti scouring yang terjadi serta memperhitungkan laju terjadinya scouring. 2. Selanjutnya untuk lebih akurat hendaknya hasil perhitungan yang telah dilakukan kemudian dibandingkan dengan pengukuran langsung dilapangan. Daftar Pustaka Chakrabarti, S. K. 1987. Hydrodinamics of Offshore Structures. CBI Industries, Inc. USA. Dey, S. dan N. P. Singh. 2007. Clean-water scour depth below underwater pipelines. Department of Civil Engineering, Indian Institute of Technology. India. Dianawati. 2008. Analisis Free Span Pipa Bawah Laut Akibat Pengaruh Dinamika Dasar Laut di Laut China Selatan. Institut Teknologi Bandung, Bandung. Guo, B. dan J. Chacko. 2005. Offshore pipelines. Elsevier Ocean Engineering Book Series. USA. Halliwell AR. 1986. An Introduction to Offshore Pipelines. University College, Cork. Hsu, T.H. 1984. Applied Offshore Structural Engineering. Gulf Publishing Company. Houston. Ikhwani, H. 2009. Perancangan Pipa Bawah Laut (edisi 1). Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. Kenny J.P.. 1993. Structural Analysis of Pipeline spans. Health and Safety Executive. USA. Kinsman, B. 1965. Windwave. Dove Publication. Inc, New York. Mouselli, A. H. (1981). Offshore Pipeline Design, Analysis and Methods. Pennwell Books. Oklahoma. Soegiono, 2004. Pipa Bawah Laut. Airlangga University Press, Surabaya. Sumer, B.M. and Fredsoe, J. (2002). The Mechanics of Scour in the Marine Environment. Technical University of Denmark. Denmark. Triatmodjo, B. (1999). Teknik Pantai. Beta Offset. Yogyakarta.